• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan akar pada stek merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan perbanyakan secara vegetatif. Oleh karena itu diperlukan perlakuan yang mampu merangsang pembentukan akar stek sehingga mampu dihasilkan bibit baru dengan persentase keberhasilan berakar dan sistem perakaran yang berkualitas (DeKlerk et al.1997).

Rekapitulasi Analisis Sidik Ragam

Pemberian hormon Rootone-F pada stek pucuk Salagundi dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase hidup stek, persentase berakar stek, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar, dan diameter stek namun memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas (Tabel 1). Hormon secara alami sudah ada pada tumbuhan, namun zat pengatur tumbuh tetap diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan berakar stek, mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar (Hardiwinoto, 2016).

Tabel 1. Rekapitulasi nilai P value (Sig) perlakuan Rootone-F terhadap persentase hidup stek, persentase berakar stek, tinggi tunas, diameter tunas, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar selama 12 minggu pengamatan.

Sumber

Berakar Tinggi Diameter Jumlah

Daun PAP PAS JAP JAS Perlakuan 4 0,26 0,54 0,02* 0,42 0,27 0,36 0,5 0,86 0,48 Kelompok 3 0,37 0,59 0,01* 0,55 0,18 0,38 0,77 0,43 0,52 Keterangan : *= berpengaruh nyata; PAP= panjang akar primer; PAS= panjang akar

sekunder; JAP= jumlah akar primer; JAS= jumlah akar sekunder.

Hasil pengamatan pertumbuhan stek Salagundi selama 12 minggu, memperlihatkan adanya periode dan gejala kematian stek setelah penanaman. Stek pucuk mulai mengalami rontok daun pada minggu pertama namun tidak

20

mengalami kelayuan, kemudian pada minggu ke-2 tunas apikal pada stek pucuk mulai terbentuk. Kematian stek terjadi minggu ke-6 setelah penanaman, kematian ini ditandai dengan mengeringnya tunas dan batang stek. Kualitas perakaran stek ditunjukkan dengan parameter persentase hidup, persentase berakar, jumlah dan panjang akar karena parameter tersebut mencerminkan performa bibit setelah dipindahkan ke lapangan (Mohammed dan Vidaver 1990).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. Pertumbuhan stek Salagundi pada minggu ke-12, (a) kontrol; (b) Rootone-F 100 ppm; (c) Rootone-F 200 ppm; (d) Rootone-F 300 ppm; (e) dioles/pasta.

Persentase Hidup

Persentase hidup stek pucuk Salagundi pada berbagai konsentrasi Rootone-F berkisar 50% - 83,33%. Persen hidup tertinggi sebesar 83,33%

terdapat pada perlakuan K3(300 ppm). Sedangkan persen hidup terendah 50%

diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik Persentase Hidup Stek Pucuk Salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter persentase stek hidup Salagundi pada taraf 5%. Hal ini diduga karena persentase hidup stek Salagundi tidak hanya dipengaruhi oleh ZPT, melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya.

Menurut Danu (2015) pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi antara faktor dalam dan faktor luar (lingkungan). Faktor dalam terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen dalam jaringan stek, dan jenis tanaman.

Faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya, hormon pertumbuhan

75 75

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (Dioles/pasta)

Persentase Hidup (%)

Perlakuan

22

dan teknik penyetekan. Media perakaran stek yang digunakan sebaiknya memiliki aerasi dan drainase yang baik serta ketersediaan air yang cukup.

Persentase Stek Berakar

Persentase berakar stek pucuk Salagundi pada berbagai konsentrasi Rootone-F berkisar 41,67% - 75%. Persen berakar tertinggi diperoleh pada stek pemberian ZPT (kontrol) yaitu sebesar 75%. Sedangkan persen berakar terendah (41,67%) diperoleh pada perlakuan K4(dioles/pasta) (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik Persentase Berakar Stek Pucuk Salagundi.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata pada taraf 5%.

Penambahan Rootone-F pada penelitian ini, diharapkan dapat merangsang pembentukan akar stek, meningkatkan kecepatan pembentukan dan jumlah akar.

Pada penelitian ini, stek tanpa penambahan ZPT menghasilkan persentase berakar tertinggi. Hal ini diduga karena salagundi memiliki auksin endogen yang cukup untuk membentuk perakaran baru. Hasil yang sama juga diperoleh Susilowati et.al (2017) pada stek kemenyan.

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (Dioles/pasta)

Persentase Berakar (%)

Perlakuan

Menurut Azizah (2008) hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang merupakan bagian dari proses regulasi padatumbuhan. Hormon dihasilkan pada bagian yang sel – selnya masih aktif membelah diri dapat melalui pucuk, batang maupun ujung akar. Hormon tumbuh adalah zat organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju bagian tanaman lainnya.

Tinggi Tunas

Pertumbuhan tinggi tunas menunjukkan kecenderungan adanya pertambahan tinggi setiap minggunya (Gambar 4). Rata-rata tunas tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 4,42 cm sedangkan rata-rata tunas terendah diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,90 cm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu, ditemukan beberapa stek yang memiliki tunas dan mengalami pertambahan tinggi namun tidak menunjukkan gejala perakaran (Gambar 5). Hal ini diduga masih terdapat cadangan makanan berupa karbohidrat pada bahan stek yang dapat digunakan untuk pertumbuhan.

Gambar 4. Grafik Tinggi Tunas Stek Pucuk Salagundi(Rhoudolia teysmanii).

0

24

Menurut Hidayanto (2003), kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan stek, merupakan faktorutama untuk perkembangan tunas dan akar.

Cadangan karbohidrat tersebut akan mampu memacu pertumbuhan awal tunas, sehingga pertumbuhan panjang tunas juga akan lebih cepat. Dengan cadangan makanan yang cukup, stek akan mampu membentuk tunas lebih banyak. Kondisi lingkungan yang baik terutama media tanam, suhu dan kelembaban udara serta cahaya yang cukup, juga akan memacu pertumbuhan tunas.

(a) (b)

Gambar 5. Stek yang memiliki tunas namun tidak menunjukkan gejala perakaran pada perlakuan K1 (100 ppm) (a) dan K3 (300 ppm) (b).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F berpengaruh terhadap pertambahan tinggi stek pucuk Salagundi.

Perlakuan K3 menunjukan pertumbuhan tinggi tunas lebih baik dibandingkan kontrol. Hal ini menujukkan zat pengatur tumbuh menembus jaringan tanaman dan memacu aktifitas auksin yang terkandung dalam tanaman. Zat pengatur tumbuh yang diberikan mampu memacu proses pertumbuhan tinggi, dimana berfungsi mendorong pertumbuhan dan dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman (Trisna, et al. 2013).

Tabel 2. Uji lanjut DMRT dengan taraf 5% pada parameter tinggi tunas

Berdasarkan hasil uji DMRT pada parameter tinggi tunas Salagundi dapat disimpulakan bahwa perlakuan K3 yang terbaik. Hasil pengamatan langsung menunjukkan pertumbuhan tunas stek Salagundi dimulai pada minggu ke-2, hal tersebut diindikasikan dengan kemunculan tunas apikal pada stek. Hal ini sesuai dengan Achmad (2016), yang menyatakan bahwa pertumbuhan awal stek terjadi pada minggu ke-2 setelah penanaman. Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan dari hormon yang diberikan, kondisi lingkungan sepertu suhu dan kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan stek. Dalam penelitian ini, stek yang paling cepat bertunas adalah stek yang diberi perlakuan K1 (100 ppm). Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi tersebut cukup mengandung bahan aktif yang merangsang pertumbuhan akar dan tunas.

Diameter Tunas

Rata-rata diameter stek tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm) yaitu 0,22 mm sedangkan rata-rata diameter terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,07 mm (Gambar 6). Pemberian Rootone-F 100 ppm menghasilkan ukuran diameter tunas terbesar. Besarnya ukuran diameter yang dihasilkan oleh stek pucuk menyebabkan terjadinya proses pemanjangan sel, pembentukan dinding sel baru dan akhirnya akan menambah jumlah jaringan pada stek yang menyebabkab diameter batang stek membesar (Nurlaeni, et al. 2015).

26

Gambar 6. Grafik Diameter Tunas Stek Pucuk Salagundi Jumlah Daun

Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 5 helai daun. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 1 helai daun (Gambar 7). Pertumbuhan daun baru pada stek Salagundi mulai tampak pada minggu ke-3.

Gambar 7. Grafik Jumlah Daun Stek Salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun stek pucuk Salagundi. Pada pertumbuhan stek pucuk Salagundi, keberadaan daun

0

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan akar.

Hal ini sesuai dengan penelitian Mashudi (2015) pada jenis stek pucuk Pulai (Alstonia scholaris) yang menemukan bahwa stek yang memiliki daun terbanyak setelah 3 bulan memiliki jumlah dan panjang akar terbaik. Hal ini diduga karena semakin luas permukaan daun maka fotosintat yang dihasilkan juga semakin besar. Keberadaan daun sangat penting pada stek pucuk dan dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh stek. Namun daun yang disisakan pada saat melakukan stek juga harus diperhatikan. Sebab apabila daun pada stek terlalu banyak/luas maka laju transpirasi akan menjadi tinggi sehingga menyebabkan stek menjadi layu.

Maka pada penelitian ini daun pada stek disisakan dua buah dan dipotong 1/3 bagian.

Panjang Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata panjang akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 1,96 cm sedangkan rata-rata panjang akar primer terendah

terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,68 cm. Rata-rata panjang akar sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm) yaitu 0,67 cm sedangkan rata-rata panjang akar sekunder terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,28 cm (Gambar 8). Perlakuan terbaik untuk panjang akar primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm). Pertumbuhan akar dalam penelitian ini dipacu dengan memberi perlakuan Rootone-F, yaitu salah satu zat pengatur sintesis yang mengandung hormon auksin. Pengaruh auksin pada perakaran stek adalah untuk meningkatkan kecepatan pembentukan dan jumlah akar (Payung, 2014).

28

Gambar 8. Grafik Panjang Akar Primer dan Sekunder Stek Salagundi

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Stek yang memiliki akar namun tidak menunjukkan gejala bertunas, (a) K2 (200 ppm); (b) K3 (300 ppm); dan (c) K4 (dioles/pasta).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar primer dan

1.16 1.1 1.2

1.96

0.68 0.5 0.67

0.33

0.65

0.28 0

0.5 1 1.5 2 2.5

Panjang Akar (cm)

Perlakuan

Primer Sekunder

sekunder stek Salagundi. Hal tersebut diduga, kemampuan tumbuh akar Salagundi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah zat pengatur tumbuh.

Hormon berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan akar. Konsentrasi hormon yang digunakan pada setiap jenis spesies berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan spesies tersebut.

Wulandari, et al. (2015) menyatakan bahwa hormon berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Rootone-F yang mengandung auksin dapat mempercepat pembelahan dan pertumbuhan sel-sel tumbuhan.

Hormon auksin memiliki kemampuan untuk merangsang pemanjangan sel pada batang yang mengalami pembelahan dan pada bagian koleoptil, tetapi hormon ini juga mempengaruhi perkembangan pusat respon, termasuk pembentukan akar, diferensiasi jaringan pembuluh, respons tropik, dan perkembangan kuncup ketiak, bunga dan buah. setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tanaman. Respon itu bergantung pada spesies, bagian tanaman, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan.

Akar sekunder merupakan akar yang tumbuh sepanjang akar primer yang memiliki fungsi membantu dalam penyerapan unsur hara. Dari hasil pngamatan akar stek yang dilakukan pada akhir penelitian, ternyata dari seluruh stek yang bertunas terdapat stek yang belum memiliki perakaran padahal kondisi stek masih segar. Hal ini diduga lambatnya proses pembentukan akar dikarenakan faktor genetik dari tumbuhan Salagundi yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

30

Jumlah Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata jumlah akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200 ppm) dan K3 (300 ppm) yaitu 5 sedangkan rata-rata jumlah akar primer terendah terdapat pada perlakuan kontrol, K1 (100 ppm) dan K4 (dioles/pasta) yaitu 4 . Rata-rata jumlah akar sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200 ppm) yaitu 12 sedangkan rata-rata jumlah akar sekunder terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 3 (Gambar 10). Perlakuan terbaik untuk jumlah akar primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K2 dan K3.

Gambar 10. Grafik Jumlah Akar Primer dan Sekunder Stek Salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah akar primer dan sekunder stek pucuk Salagundi. Terbentuknya akar pada stek merupakan faktor penting karena akar dapat menyerap unsur hara dari dalam tanah dan dapat mendukung kelangsungan hidupnya.Penambahan konsentrasi Rootone-F pada stek pucuk akan meningkatkan jumlah akar yang dihasilkan.

Selama pengamatan 12 minggu stek diberikan perlakuan tertentu sebagai upaya pemeliharaan yaitu dengan penyemprotan fungisida. Sebagian besar stek

4 4 5 5

Salagundi mengalami kematian dengan menunjukkan gejala yang sama yaitu terdapat bercak putih menyerupai pasta pada bagian pangkal stek yang diduga disebabkan oleh serangan jamur (Gambar 11). Pertumbuhan jamur pada pangkal stek dapat disebabkan oleh kondisi media tanam yang terlalu lembab. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penggenangan air pada pangkal stek yang pada akhirnya dapat menyebabkan pembusukan pada pangkal stek. Menurut Jinus, et al. (2012), kebanyakan jamur yang menyerang stek adalah jenis Fusarium oxysporum. Jenis jamur ini menyerang hampir seluruh bagian tanaman mulai dari perakaran yang ditandai dengan adanya bercak-bercak putih.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. (a) busuk batang akibat serangan jamur pada kontrol; (b) bercak putih akibat serangan jamur pada akar stek Salagundi pada kontrol; (c) K1 (100 ppm); dan (d) K4 (dioles/pasta).

32

Skoring Perlakuan Stek

Hasil skoring terhadap beberapa perlakuan yang diberikan (Tabel 2), skoring yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik terhadap parameter yang dilakukan.

Tabel 3. Hasil skoring perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F terhadap parameter stek Salagundi.

Hasil skoring menunjukkan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan (K3) Rootone-F 300 ppm sebesar 12. Sedangkan skoring terendah pada perlakuan (K4) dioles/pasta sebesar 38. Perlakuan Rootone-F 300 ppm menghasilkan nilai tertinggi terhadap beberapa parameter yaitu persentase hidup stek, tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar primer, jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder.

Selanjutnya untuk persentase berakar perlakuan terbaik terdapat pada kontrol, perlakuan terbaik untuk diameter tunas dan panjang akar sekunder terdapat pada perlakuan F 100 ppm, serta perlakuan F 200 ppm dan Rootone-F 300 ppm terbaik untuk jumlah akar primer dan sekunder.

Dokumen terkait