• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Daerah Studi

Bendungan yang akan dibangun di perkebunan Cinta Manis, Rayon II, PT. Perkebunan Nusantara VII, Palembang ini terletak pada daerah rawa. Bendungan direncanakan dengan panjang 386 m dan lebar 110 m. Untuk memperbesar volume tampungan, daerah tampungan dilakukan pengerukan sedalam 3 m dengan sudut kemiringan dinding bendungan adalah 45° dan elevasi dasar diasumsikan 0. Bendungan ini selain untuk menampung air, juga akan digunakan sebagai jalan penghubung antara petak 81 dan petak 193. Bagian hilir tubuh bendung rencana juga akan dilakukan pengerukan dikarenakan juga akan dibangun bendungan yang baru pada daerah hilir.

Gambar 9 Lokasi bendungan rencana

Gambar 10 Desain rencana kolam bendungan tampak depan Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Penentuan daerah aliran sungai ini digunakan untuk menentukan luas daerah tangkapan air (DTA). Untuk menentukan daerah tangkapan air ini digunakan citra satelit dengan bantuan google earth. Daerah yang elevasinya lebih tinggi dari lokasi bendungan rencana ditandai untuk menentukan DTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11.

28

Gambar 11 Luas daerah tangkapan air

Luas titik-titik pada citra satelit dihitung dengan menggunakan bantuan dari website www.earthpoint.us sehingga diperoleh luas DTA adalah 0.3861 km2. Untuk memastikan bahwa luas tersebut merupakan DTA maka arah aliran dimodelkan pada software Surfer 10. Hasil pemodelan arah aliran pada Surfer 10 dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12 Arah aliran 2 dimensi

29 Dari hasil pemodelan 2D dan 3D terlihat bahwa arah aliran menuju daerah bendungan rencana (lingkaran merah) sehingga luas DTA sebesar 0.3861 km2 dapat digunakan.

Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana

Analisis ini ditentukan dengan melakukan parameter statistik (pengukuran dispersi), analisis jenis sebaran dan pengujian keselarasan sebaran. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kemungkinan terulangnya curah hujan bulanan maksimum untuk menentukan debit banjir rencana. Data yang digunakan untuk analisis frekuensi curah hujan adalah data curah hujan harian maksimum yang diambil dari stasiun hujan Cinta Manis. Data curah hujan yang digunakan selama 12 tahun mulai dari tahun 2002 sampai dengan 2013. Berdasarkan data curah hujan harian maksimum diperoleh nilai curah hujan harian maksimum untuk tahun 2002 sampai dengan 2013 adalah 133 mm/hari, 133 mm/hari, 130 mm/hari, 141.5 mm/hari, 185 mm/hari, 103 mm/hari, 196.3 mm/hari, 92 mm/hari, 103 mm/hari, 97 mm/hari, 109 mm/hari dan 99.8 mm/hari. Untuk lebih jelasnya data curah hujan harian maksimum dapat dilihat pada Lampiran 1.

Parameter Statistik (Pengukuran Dispersi)

Besarnya dispersi dapat dilakukan pengukuran dispersi yakni melalui perhitungan parameter statistik untuk (Xi-X), (Xi-X)2, (Xi-X)3, (Xi-X)4 terlebih dahulu dimana Xi merupakan curah hujan harian dalam 1 tahun dan X adalah total rata-rata curah hujan harian maksimum. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh total rata-rata curah hujan harian maksimum selama tahun 2002 sampai dengan 2013 adalah 127 mm/hari, sedangkan nilai dari jumlah nilai untuk (Xi-X), (Xi-X)2, (Xi-X)3, (Xi-X)4 berturut-turut adalah 1x10-13, 12798, 412433, dan 38245224. Perhitungan parameter statistik secara lebih detil disajikan pada Lampiran 2.

Adapun pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut: 1. Deviasi standar (Sd)

Perhitungan deviasi standar menggunakan persamaan berikut:

= √∑ � − ̅ − = √ −

= 34.11

2. Koefisien skewness (Cs)

Perhitungan koefisien skewness menggunakan persamaan sebagai berikut:

= ∑ { � − ̅ }�=

30

= .

=1.133

3. Pengukuran kurtosis (Ck)

Perhitungan kurtosis menggunakan persamaan sebagai berikut:

= ∑ { � − ̅ } �=

= .

=2.825

4. Koefisien variasi (Cv)

Perhitungan koefisien variasi menggunakan persamaan sebagai berikut:

= ̅

= .

= .

Analisis Jenis Sebaran 1. Metode Gumbel

Menghitung curah hujan dengan Persamaan 5 dan Persamaan 6.

= ̅ + − Dimana ̅ = 127 Sd = 34.11 Yn = 0.5035 Sn = 0.9833

Nilai Yt tergantung dari periode ulang yang digunakan. Nilai Yt dapat dilihat pada Tabel 1. Secara detail perhitungan distribusi sebaran Metode Gumbel Tipe I dengan periode ulang T tahun dapat dilihat Lampiran 3.

2. Metode Log Pearson Tipe III

Perhitungan curah hujan dengan metode Log Pearson III dihitung dengan persamaan berikut:

31 Y = ̅ + . sehingga persamaan menjadi log = log̅̅̅̅̅̅̅̅̅ +

.̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅log dimana nilai Y adalah nilai logaritmik dari x. ̅ = rata-rata hitung nilai Y atau log̅̅̅̅̅̅̅̅̅ = ∑ l g

= . . Sd merupakan deviasi standar, dengan menggunakan Persamaan 6 diperoleh nilai Sd adalah 0.108139 dan nilai kemencengan (Cs) sebesar 0.06556. Distribusi frekuensi dari metode Log Pearson Tipe III disajikan pada Lampiran 4 sedangkan distribusi sebaran metode Loeg Pearson Tipe III disajikan pada Lampiran 5.

3. Metode Log Normal

Menghitung curah hujan menggunakan persamaan berikut:

= ̅ + ∗

Sehingga diperoleh hasil perhitungan untuk metode Log Normal dengan perode ulang T tahun yang disajikan Lampiran 6.

Dari analisis jenis sebaran ketiga metode tersebut, Tabel 13 menunjukkan hasil perhitungan curah hujan rencana semua metode.

Tabel 13 Rekapitulasi curah hujan rencana

No Periode metode gumbel I metode log person III metode log normal

1 2 122.130897 122.8097737 119.3791323 2 5 161.4477681 142.2163014 148.7137364 3 10 187.4751622 169.74058 169.8619393 4 25 220.3016622 245.6673351 198.5143433 5 50 244.771506 207.1685564 220.6858464 6 100 268.9915866 222.4485093 244.5628497 7 200 293.1318819 237.5117266 268.098753 8 1000 349.4326423 272.2021178

Dari ketiga metode diatas dipilih jenis distribusi yang paling sesuai. Pemilihan jenis distribusi dilakukan dengan memilih parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu metode distribusi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14 berikut:

Tabel 14 Syarat penggunaan jenis sebaran

No jenis distribusi syarat hasil perhitungan keterangan

1 metode gumbel ck ≤ 5.4002 Ck=2.825205801 memenuhi cs ≤ 1.139 Cs=1.133696033 memenuhi 2 metode log normal ck = 0 Ck=2.825205801 tidak memenuhi cs = 3Cv + Cv³ Cs=0.268829671 tidak memenuhi 0.82591717 3 metode log person III ck =1.5cs(ln x)2+3 Ck=2.825205801 tidak memenuhi 19.63250823 cs ≠ 0 Cs=0.065687579 memenuhi

32

Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran Metode Gumbel Tipe I dengan nilai Cs = 1.1336 mendekati persyaratan Cs ≤ 1,139 dan nilai Ck = 2.825 yang mendekati persyaratan Ck ≤ 5,4002. Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji kecocokan sebaran tersebut untuk menunjukan distribusinya dapat diterima atau tidak.

Pengujian Keselarasan Sebaran 1. Uji Sebaran Dengan Chi Kuadrat

Untuk menguji keselarasan sebaran Metode Gumbel Tipe I, digunakan uji sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test). Uji sebaran chi kuadrat dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

= + . log K = Jumlah kelas

= + . log n = Jumlah data (12)

= . ≈ = − + DK = Derajat kebebasan = − + = � = = = . ∆ = = . − = = min − . ∆ = − . × = .

Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan kurang dari f2cr (Soewarno 1995). Lampiran 7 menunjukkan hasil perhitungan uji keselarasan sebaran dengan chi kuadrat. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh f2 sebesar 4.667 dengan menggunakan derajat signifikasi 5% dan f2cr berdasarkan Tabel 7 sebesar 7.815 maka dapat dinyatakan bahwa hipotesa yang diuji dapat diterima. Hal ini dikarenakan f2 hasil perhitungan masih lebih kecil dari pada syarat yang ditentukan yakni 7.815.

2. Uji Sebaran Smirnov – Kolmogorov

Uji keselarasan Smirnov – Kolmogorov sering disebut juga sebagai uji kecocokan non parametrik (non parametric test). Hasil perhitungan uji keselarasan sebaran dengan Smirnov – Kolmogorov untuk Metode Gumbel Tipe I dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai D maks sebesar 0.168 untuk jumlah data curah hujan 12 tahun (m=12) dan derajat signifikasi 5%. Pada Tabel 8 menyatakan bahwa nilai Do kritis untuk jumlah data curah hujan 12 tahun (n=12) adalah 0.382. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa nilai D maks lebih kecil dari Do kritis sehingga metode yang diuji dapat diterima.

33 Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan atau intensitas curah hujan rencana dapat dikatakan sebagai ketinggian atau kederasan hujan per satuan waktu, biasanya dalam satuan (mm/jam). Jika volume hujan adalah tetap, maka intensitas hujan akan semakin tinggi seiring dengan durasi hujan yang semakin singkat, sebaliknya intensitas hujan akan semakin rendah seiring dengan durasi hujan yang semakin lama (Kamiana 2010). Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan Metode Dr. Mononobe dengan mengacu pada Persamaan 12 yang merupakan sebuah variasi dari persamaan-persamaan curah hujan jangka pendek. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai dari intensitas curah hujan periode ulang 25 tahun adalah 220.30 mm/hari. Dalam perencanaan ini digunakan intensitas curah hujan dengan lama hujan 2 jam sehingga nilai intensitasnya adalah 48.113 mm/jam. Lampiran 9 menyajikan intensitas curah hujan dengan perode ulang T tahun dan lama hujan t jam.

Debit Banjir Rencana

Untuk menentukan penelusuran banjir terlebih dahulu harus diketahui debit banjir rencana dan metode yang digunakan. Hal ini digunakan sebagai debit inflow untuk menentukan jumlah debit yang akan dibuang pada saluran spillway. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa debit banjir rencana yang digunakan adalah dengan menggunakan metode rasional dengan periode ulang 25 tahun dengan lama hujan 2 jam. Tabel 15 menunjukkan hasil perhitungan debit banjir rencana dengan berbagai periode ulang.

Tabel 15 Perhitungan debit rencana

Periode I C A Qt

mm/jam (km) (m3/det) l/det

2 26.67279144 0.15 0.3861000 0.429441811 429.44 5 35.25940408 0.15 0.3861000 0.567689452 567.69 10 40.94365983 0.15 0.3861000 0.659208072 659.21 25 48.11280712 0.15 0.3861000 0.774633996 774.63 50 53.45690148 0.15 0.3861000 0.860675893 860.68 100 58.74644882 0.15 0.3861000 0.945839562 945.84 200 64.0185714 0.15 0.3861000 1.030722686 1,030.72 1000 76.31438251 0.15 0.3861000 1.228689795 1,228.69

Analisis Kebutuhan Air

Analisis kebutuhan air ini digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air irigasi pada bendungan rencana. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Persamaan 14 yakni:

34

Evapotranspirasi (Et)

Evapotranspirasi (Et) diperoleh dari evapotranspirasi yang dibutuhkan tanaman (Etc). Untuk menghitung Etc digunakan data evapotranpirasi (Eto) dan koefisien tanaman (Kc) yang diambil dari Litbang PG. Cinta Manis yang ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Daftar Eto dan Kc untuk awal taman bulan mei Bulan

Tanam : Mei Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Aprl

ETo 5.92 5.85 5.82 5.86 5.91 5.73 5.74 5.68 5.65 5.65 5.68 5.93

Kc 0.55 0.8 0.95 1 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 0.8 0.6

Sumber: Litbang PG. Cinta Manis

Evapotranspirasi tanaman (Etc) dihitung dengan mengalikan evapotranpirasi (Eto) dengan koefisien tanaman (Kc). Namun demikian, awal tanam pada bendungan rencana direncanakan pada bulan april sehingga nilai koefisien tanaman pada tiap bulan berbeda. Hal ini dikarenakan kebutuhan air untuk tanaman berbeda tergantung dari umur tanaman tersebut. Secara detail evapotranspirasi pada bulan tanam april dapat dilihat pada Lampiran 17.

Perkolasi (P)

Perkolasi adalah meresapnya air ke dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah, dari lapisan tidak jenuh. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, kedalaman air tanah dan sistem perakarannya. Menurut Hadihardjaja (1997) koefisien perkolasi dibagi menjadi dua, yakni berdasarkan kemiringan dan berdasarkan tekstur.

Berdasarkan kemiringan, untuk lahan datar koefisien perkolasi sebesar 1 mm/hari sedangkan pada lahan miring dengan kemiringan lebih dari 5% koefisien yang digunakan adalah 2-5 mm/hari. Berdasarkan tekstur, untuk tanah dengan tekstur berat (lempung) koefisien perkolasi adalah 1-2 mm/hari, tanah dengan tekstur sedang (lempung kepasiran) adalah 2-3 mm/hari dan untuk tanah dengan tekstur ringan koefisien perkolasi adalah 3-6 mm/hari.

Dari pedoman di atas dan berdasarkan pengamatan yang ada, areal lokasi penelitian berupa tanah lempung berpasir. Untuk itu koefisien yang digunakan dalam perhitungan adalah 2 mm/hari.

Curah Hujan Efektif (Re)

Curah hujan dihitung dari data curah hujan rata-rata setengah bulanan yang selanjutnya diurutkan dari data terkecil hingga terbesar. Metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan efektif adalah sebagai berikut:

= ̅ − . .

Sd merupakan standar deviasi yang besarnya dihitung dengan rumus berikut:

= √∑ � − ̅ −

35 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh curah hujan efektif untuk bulan Januari sampai dengan bulan Desember berturut-turut adalah 1.229 mm/hari, 1.195 mm/hari, 1.441 mm/hari, 1.596 mm/hari, 1.106 mm/hari, 0.906 mm/hari, 0.811 mm/hari, 0.075 mm/hari, 0.403 mm/hari, 0.966 mm/hari, 1.153 mm/hari, dan 1.597 mm/hari. Perhitungan curah hujan efektif secara detil disajikan pada Lampiran 10. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Lahan

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan digunakan untuk menggarap lahan yang ditanami dan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk persemaian yang baru tumbuh. Menurut Hadihardjaya (1997) kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman tebu atau palawija sebesar 50 mm selama 15 hari. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa awal tanam adalah bulan April dengan lama pengolahan lahan adalah 1 bulan dan luas lahan yang dialiri seluas 49 ha. Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan air untuk pengolahan lahan (Lampiran 11) diperoleh nilai kebutuhan air untuk bulan April sampai dengan bulan Desember berturut-turut adalah 0.04 m3/dtk, 0.03 m3/dtk, 0.04 m3/dtk, 0.04 m3/dtk, 0.05 m3/dtk, 0.04 m3/dtk, 0.04 m3/dtk, 0.04 m3/dtk, 0.04 m3/dtk dan untuk bulan Januari sampai dengan bulan Maret adalah 0.04 m3/dtk, 0.03 m3/dtk dan 0.02 m3/dtk.

Perhitungan Debit Andalan

Perhitungan debit andalan bertujuan untuk menentukan areal persawahan yang dapat diairi. Debit andalan juga dapat diartikan suatu debit yang dapat disediakan guna kepentingan tertentu sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Jadi diperbolehkan ditetapkan debit andalan sebesar 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang kurang dari debit andalan sebesar 20%. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr. F. J. Mock. Metode ini digunakan untuk menghitung harga debit bulanan, evapotranspirasi, kelembaban air tanah dan tampungan tanah. Metode ini dihitung berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi darah pengaliran. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besarnya debit andalan pada Januari sampai dengan bulan Desember sebesar 0.04 m3/detik. Perhitungan debit andalan dengan menggunakan metode F. J. Mock ini secara detil dapat dilihat pada Lampiran 12.

Neraca Air

Neraca air diperoleh dengan cara membandingkan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Ketersediaan air diperoleh dari hasil perhitungan debit andalan dengan menggunakan metode F. J. Mock sedangkan kebutuhan air diperoleh dari hasil perhitungan kebutuhan air untuk irigasi. Hal ini dikarenakan dalam perencanaan bendungan, air hanya digunakan untuk keperluan irigasi, tidak memperhitungkan kebutuhan air untuk keperluan domestik. Ketersediaan dan kebutuhan air dalam perencanaan bendungan pada perkebunan Cinta Manis ini dapat dilihat pada Tabel 17 dibawah ini:

36

Tabel 17 Perhitungan neraca air

Bulan

Volume Volume Komulatif Selisih

Komulatif

(outflow-inflow) Kebutuhan Air

Irigasi Debit Andalan Komulatif

Outflow Komulatif Inflow (outflow) (inflow) (m3/dtk) m3 (m3/dtk) m3 (m3) (m3) (m3) April 0.04 102,850 0.04 113,546 102,850 113,546 10696 Mei 0.03 82,760 0.04 96,714 185,609 210,260 24651 Juni 0.04 97,844 0.04 95,127 283,453 305,387 21934 Juli 0.04 103,008 0.04 95,233 386,461 400,620 14159 Agt 0.05 118,684 0.04 93,395 505,145 494,015 -11130 Sep 0.04 114,678 0.04 98,426 619,823 592,441 -27381 Okt 0.04 103,658 0.04 97,737 723,480 690,178 -33302 Nov 0.04 101,028 0.04 99,667 824,509 789,844 -34664 Des 0.04 93,539 0.04 100,798 918,047 890,643 -27405 Jan 0.04 98,530 0.04 106,251 1,016,577 996,894 -19683 Feb 0.03 78,331 0.04 101,294 1,094,909 1,098,188 3279 Mar 0.02 58,349 0.04 100,448 1,153,258 1,198,636 45378

Kekurangan air terbesar -34664

Volume Tampungan Bendungan

Volume tampungan bendungan digunakan untuk menentukan elevasi muka air normal yang nantinya akan digunakan sebagai elevasi acuan dalam menentukan debit yang keluar pada spillway. Volume total tampungan pada bendungan dihitung dari jumlah antara volume untuk melayani kebutuhan (Vu), volume kehilangan air pada bendungan akibat penguapan (Ve), volume resapan melalui dasar, dinding dan tubuh bendung (Vi) dan volume atau ruang yang disediakan untuk sedimen (Vs). Volume Untuk Melayani Kebutuhan (Vu)

Volume air untuk melayani kebutuhan diperoleh dari selisih kebutuhan air untuk irigasi tebu selama satu tahun dengan debit andalan yang ada. Berdasarkan Tabel 17 diatas diketahui bahwa kekurangan air terbesar adalah 34664 m3. Nilai ini merupakan volume untuk melayani kebutuhan. Namun demikian karena pengambilan air dari bendungan direncanakan menggunakan pompa dan pipa pengambilan dari pompa terdapat selisih tinggi dari dasar bendungan sehingga hanya 60% air yang dapat digunakan. Oleh karena itu nilai 34664 m3 merupakan 60% air yang dapat digunakan sehingga volume total untuk melayani kebutuhan bendungan adalah 57773 m3.

Volume Kehilangan Air Pada Bendungan Akibat Penguapan (Ve)

Volume kehilangan air pada bendungan akibat penguapan dihitung pada ketinggian muka air normal (2.4 m) dengan luas genangan 41396.45 m2. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 13 diperoleh volume kehilangan air akibat penguapan (Ve) sebesar 17545.18 m3 dalam 1 tahun.

37 Volume Resapan Bendungan (Vi)

Volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding dan tubuh bendungan tergantung dari sifat lulus air material dasar bendungan dan dinding kolam. Sedangkan ini tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar bendungan dan dinding kolam. Rifai (2008) menyatakan bahwa volume resapan dapat dihitung dengan mengalikan volume untuk melayani kebutuhan (Vu) dengan faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar bendungan dan dinding kolam (K). Nilai K=10% bila dasar bendungan dan dinding kolam praktis rapat air sedangkan nilai K=25% bila dasar bendungan dan dinding kolam bersifat semi lulus air. Bendungan direncanakan terbuat dari tanah homogen sehingga nilai K diambil 25%. Hasil perkalian antara Vu dan K untuk volume resapan embung (Vi) adalah 14443.42 m3.

Volume Untuk Ruang Sedimen (Vs)

Ruang untuk sedimen atau tampungan mati (dead storage) pada bendungan kecil disediakan, walaupun daerah tadah hujan disarankan agar ditanami rumput untuk mengendalikan erosi. Menurut Kasiro (1994) nilai batas pemanfaatan ruang untuk sedimen ini adalah:

Vs = 0.05 Vu Dimana:

Vs = ruang untuk sedimen (m3)

Vu = kebutuhan untuk melayani kebutuhan (m3)

Berdasarkan data bahwa nilai Vu adalah 57773 m3 sehingga volume atau ruang yang disediakan untuk sedimen adalah 2888.68 m3 sehingga volume total bendungan adalah 92650.96 m3 yang merupakan hasil penjumlahan dari Vu,Ve,Vi dan Vs.

Hubungan Antara Luas, Volume dan Elevasi

Luas permukaan waduk yang dibatasi garis kontur dan volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur dicari dengan menggunakana Persamaan 32. Perhitungan elevasi, volume dan luas bendungan rencana dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari perhitungan tersebut, kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi, luas genangan dan volume genangan yang dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik hubungan antara elevasi, luas dan volume genangan

0 50000 100000 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 0 10000 20000 30000 40000 50000 E le v asi

Grafik elevasi dan luas

Grafik elevasi dan volume

38

Penelusuran Banjir

Untuk menentukan elevasi puncak bendungan dari bahan timbunan tanah dan mereduksi banjir sesaat yang terjadi, sehingga dapat memperkecil debit banjir yang melewati bendungan maka sebelah hilir perlu diadakan Flood Routing. Salah satu manfaat dari pembangunan bendung adalah untuk pengendalian banjir. Oleh karena itu perlu dilakukan penelusuran banjir untuk menentukan debit outflow untuk mendesain spillway dan tampungan banjir dalam waduk.

Data-data yang diperlukan pada penelusuran banjir yaitu total volume tampungan, hubungan volume tampungan dengan elevasi waduk (Gambar 14 ) dan hubungan debit keluar dengan elvasi muka air di waduk. Berdasarkan analisis volume total tampungan bendungan, volume yang direncanakan adalah sebesar 92650.96 m3. Untuk mencari hubungan debit keluar dan elevasi muka air waduk digunakan pelimpah (spillway) ambang lebar dengan elevasi dan volume yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 31.

Dalam perhitungan debit spillway, diasumsikan lebar spillway adalah 2 m dengan menggunakan koefisien limpasan (Cd) sebesar 2. Perhitungan debit

spillway dengan variasi tinggi muka air banjir yang melimpah diatas spillway

disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Perhitungan debit spillway dengan berbagai nilai H

No H Cd B g Q Asumsi Elevasi (m) (m) (m/dtk2) (m3/dtk) (m) 1 0 2 2 9.81 0 2.4 2 0.01 2 2 9.81 0.011811858 2.41 3 0.02 2 2 9.81 0.033408981 2.42 4 0.03 2 2 9.81 0.061376217 2.43 5 0.04 2 2 9.81 0.094494868 2.44 6 0.05 2 2 9.81 0.132060592 2.45 7 0.06 2 2 9.81 0.173598157 2.46 8 0.07 2 2 9.81 0.21875868 2.47 9 0.08 2 2 9.81 0.267271847 2.48 10 0.09 2 2 9.81 0.318920178 2.49 11 0.1 2 2 9.81 0.373523761 2.5 12 0.11 2 2 9.81 0.430930528 2.51 13 0.12 2 2 9.81 0.491009735 2.52 14 0.13 2 2 9.81 0.553647397 2.53 15 0.14 2 2 9.81 0.618742984 2.54 16 0.15 2 2 9.81 0.686206966 2.55 17 0.16 2 2 9.81 0.755958941 2.56 18 0.17 2 2 9.81 0.82792618 2.57 19 0.18 2 2 9.81 0.902042482 2.58 20 0.19 2 2 9.81 0.978247249 2.59 21 0.2 2 2 9.81 1.056484737 2.6

39 Debit inflow adalah debit yang ke waduk dari DAS di hulu waduk yang besarnya tergantung komponen DAS baik tata guna lahan, geologi permukaan dan kemiringan lereng. Analisa debit inflow menggunakan debit banji rencana periode ulang 25 tahun. Berdasarkan Tabel 15 nilai dari debit banjir rencana adalah 0.774 m3/dtk. Untuk debit outflow menggunakan debit spillway dengan berbagai nilai H. Perhitungan flood routing dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Penelusuran banjir pada bendungan rencana

No Jam t Q inflow Q rerata Q rerata*t

Asumsi Elevasi Qoutflow (dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m) (m) (m3/dtk) 1 1 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.4 0 2 2 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.41 0.011812 3 3 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.42 0.033409 4 4 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.43 0.061376 5 5 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.44 0.094495 6 6 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.45 0.132061 7 7 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.46 0.173598 8 8 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.47 0.218759 9 9 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.48 0.267272 10 10 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.49 0.31892 11 11 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.5 0.373524 12 12 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.51 0.430931 13 13 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.52 0.49101 14 14 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.53 0.553647 15 15 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.54 0.618743 16 16 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.55 0.686207 17 17 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.56 0.755959 18 18 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.57 0.827926 19 19 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.58 0.902042 20 20 3600 0.774633 0 0 2.59 0.978247 Dimensi Bendungan Kemiringan Lereng Urugan

Kemiringan lereng ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Karena tubuh bendungan direncanakan menggunakan urugan homogen maka berdasarkan Soedibyo (1993) diperoleh kemiringan lereng (vertikal : horisontal) sebelah hulu 1 : 3 dan sebelah hilir 1: 2,25 ( Tabel 11 ).

Tinggi Puncak Bendungan

Tinggi puncak bendungan merupakan hasil penjumlahan antara tinggi bendungan dengan tinggi jagaan. Berdasarkan data yang diperoleh untuk volume total tampungan sebesar 92650.96 m3 maka diperoleh elevasi muka air normal adalah 2.4 m. Elevasi ini diperoleh berdasarkan hubungan antara elevasi, luas dan volume genangan. Untuk muka air banjir diperoleh berdasarkan hasil perhitungan

40

flood routing dengan elevasi muka air banjir adalah 2.56 m. Untuk jelasnya mengenai MAB dan elevasi puncak bendung dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Tinggi bendungan

Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu bendungan dengan permukaan air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 15 dan Persamaan 16. Berdasarkan lokasi rencana bendungan yang termasuk kawasan rawa dan bukan kawasan daerah aliran sungai, maka tinggi jagaan dalam perencanaan bendungan tidak dipengaruhi oleh tinggi ombak karena banjir abnormal. Tinggi jagaan hanya dipengaruhi oleh faktor gempa, angin dan angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe bendungan.

1. Tinggi jagaan yang disebabkan oleh gempa (he)

Untuk menentukan tinggi jagaan yang disebabkan oleh gempa digunakan data-data sebagai berikut:

Tabel 20 Koefisien gempa (DHV Consultant, 1991)

Zone Koefisien (Z) Keterangan

A 1.90-2.00 B 1.60-1.90 Palembang C 1.20-1.60 D 0.80-1.20 E 0.40-0.80 F 0.20-0.40

Untuk pembagian zone pada masing-masing kota yang ada di Indoensia dapat dilihat pada pembagian zona gempa berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) gempa pada Gambar 16.

41 Tabel 21 Koefisien gempa (DHV Consultant, 1991)

Periode Ulang (tahun) Percepatan dasar gempa (Ac)

(cm/dtk2) 10 98.42 20 119.62 50 151.72 100 181.21 200 215.81 500 271.35 1000 322.35

Tabel 22 Faktor koreksi (DHV Consultant, 1991)

Tipe Batuan Faktor (V)

Rock Foundation 0.9

Diluvium (Rock Fill Dam) 1.0

Aluvium 1.1

Soft Aluvium 1.2

Dari data pada tabel diatas, maka dapat ditentukan harga yang akan digunakan yaitu:

1) Koefisien gempa (z) = 1.90

2) Percepatan dasar gempa (Ac) = 98.42 cm/dtk2 3) Faktor koreksi (V) = 1.1

4) Percepatan gravitasi (g) = 981 cm/dtk2

Perhitungan intensitas seismik horisontal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= . . �

= . . .

= .

Besarnya tinggi ombak yang diakibatkan oleh gempa (he) dihiutng menggunakan persamaan sebagai berikut:

ℎ = � √�. ℎ. �

Dimana:

e = intensitas seismis horizontal

� = siklus seismis (1 detik)

ℎ = kedalaman air di dalam waduk (m) = elevasi MAB-elevasi dasar kolam = 2.54-0

= 2.54 m

ℎ = .

. √ . .

42

Jadi tinggi puncak ombak diatas permukaan air rata-rata yang disebabkan oleh gempa adalah

= 0.167 m.

2. Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin (hw)

Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin sangat dipengaruhi oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air bendungan. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Feff sebesar 386 m. Sedangkan kecepatan angin (maksimal) di atas permukaan air bendungan diambil dari data di stasiun BMKG Palembang yaitu 32 m/dtk (Lampiran 24). Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik Metode SMB yang dikombinasikan dengan Metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3 tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,25 m.

Gambar 17 Grafik hubungan Metode SMB

3. Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe bendungan (hi). Mengingat limpasan melalui mercu bendungan tipe urugan sangat riskan maka untuk bendungan tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) ditentukan sebesar ( hi = 0.5 m).

Maka tinggi jagaan dapat ditentukan dengan menjumlahkan tinggi puncak ombak karena gempa (he) dan tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin (hw) serta angka tambahan yang didasarkan pada tipe bendungan (ha) dan diperoleh nilai sebesar 0.9167 m. Tinggi puncak bendungan = tinggi bendungan + tinggi jagaan = 2.56 m + 0.9167 m = 3.457 m ≈ 3.5 m.

43 Lebar Mercu Bendung

Lebar mercu bendung minimum dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: B = 3.6 x H1/3-3.0 Dimana: H = tinggi bendungan = 3.5 m Maka : B = 3.6 x (3.5)1/3 – 3 = 2.44 m

Karena fungsi bendungan direncanakan selain untuk suplai air irigasi tetapi juga

Dokumen terkait