• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Masalah

Transportasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pendistribusian TAB. Selama transportasi, banyak hal yang mempengaruhi perubahan kualitas TAB, perubahan kualitas yang terlihat langsung adalah perubahan fisik dari produk. Kerusakan yang terjadi berupa kerusakan mekanis yang disebabkan oleh getaran yang terjadi selama transportasi. Getaran yang terjadi selama transportasi menyebabkan telur retak atau pecah.

Telur Ayam Buras (TAB) merupakan produk biologis yang didistribusikan selain untuk dikonsumsi, juga didistribusikan untuk budidaya (ditetaskan). Penanganan khusus selama transportasi sangat diperlukan agar gaya-gaya mekanis yang dialami TAB selama transportasi tidak menurunkan kualitas eksternal maupun internalnya. Konsumen dapat menerima TAB dengan kualitas terbaik apabila dalam pendistribusiannya dilakukan dengan baik.Pendistribusikan TAB dari farm menuju rumah pengemasan dalam jumlah besar masih menggunakan cara yang sederhana, yaitu dengan kotak karton, peti kayu, dan molded paper (eggs tray).

Pengembangan Desain

Rancangan Fungsional

1. Kemasan primer yang didesain mampu mereduksi getaran vertikal maupun horisontal saat TAB didistribusikan.

2. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari kerusakan mekanis saat transportasi.

3. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari penurunan mutu setelah transportasi dan penyimpanan.

Rancangan Struktural

1. Kemasan primer A

Kemasan primer A didesain dengan bentuk dimana kemasan diberi lubang yang bagian tengahnya dihilangkan dengan diameter 4.2 cm. Fungsi lubang pada kemasan adalah untuk menjaga agar telur tidak bergerak ketika dilakukan simulasi transportasi. Desain kemasan primer A dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Desain kemasan primer A 2. Kemasan primer B

Kemasan primer B memiliki bentuk yang hampir sama dengan kemasan primer A, namun memiliki perbedaan pada lubang yang dibentuk pada kemasan. Lubang pada kemasan primer B bagian tengahnya tidak dihilangkan, namun dibelah menjadi delapan bagian. Hal ini bertujuan agar TAB menjadi lebih tercengkram dengan baik pada kemasan, sehingga mengurangi pergerakan telur pada saat transportasi. Desain kemasan primer B dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Desain kemasan primer B 3. Kemasan primer C

Kemasan primer C didesain dengan bentuk yang lebih kokoh dari yang lainnya, yaitu seluruh TAB berada di dalam kemasan primer C. TAB dicengkram dengan ½ dari tinggi keseluruhannya, sehingga TAB menjadi lebih terjaga kualitasnya di dalam kemasan C. Desain kemasan primer C dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Desain kemasan primer C

Hasil Desain Kemasan Primer

Desain kemasan primer untuk telur ayam buras dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan tekan telur dan dimensinya.Untuk data dimensi TAB dilakukan pengukuran dengan menggunakan lima sampel, kemudian diambil rataan dari data yang diperoleh. Rataan dimensi TAB yang diperoleh adalah 55 mm untuk tingginya dan 42 mm untuk diameternya. Adapun data kekuatan tekan telur dilakukan pendekatan dari kekuatan tekan maksimal telur ayam ras. Data kekuatan tekan maksimal telur ayam ras dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4Data pengukuran kuat tekan maksimum telur ayam ras

Skema pembebanan Parameter terukur 1 2 3 Rataan Diameter mayor (mm) 54.40 54.50 53.60 54.17 Diameter minor (mm) 43.50 43.00 42.90 43.13 Kuat tekan maksimum (N/mm2) 0.06 0.07 0.05 0.06 Diameter mayor (mm) 56.20 55.20 55.35 55.58 Diameter minor (mm) 42.80 44.40 44.65 43.95 Kuat tekan maksimum (N/mm2) 0.05 0.05 0.05 0.05 Sumber : Data Praktikum Terpadu Mekanika Dan Bahan Teknik (2014)

Pada penelitian ini, digunakan bahan kemasan kertas karton (kardus) untuk kemasan primer maupun kemasan sekunder. Kemasan sekunder pada penelitian ini menggunakan RSC (Regular Slotter Container) karena kotak karton jenis ini mudah didapatkan dan sudah cukup kuat untuk melindungi kemasan primer A, B, C dan kontrol. Karena dimensi dipasaran tidak ada yang sesuai dengan dimensi yang diinginkan, maka kotak karton dibentuk ulang dengan dimensi yaitu 29 cm x 23.5 cm x 18 cm. Kemasan primer pada penelitian ini menggunakan karton jenis flutesingle wall B, dengan ketebalan 2.90-3.50 mm dan kekuatan tekan tepi 5.20-7.30 kg/cm2. Pemilihan jenis flute ini karena kekuatan tepi yang cukup besar dengan ketebalan yang lebih tipis dari jenis yang lainya. Data ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute dapat dilihat pada Tabel 5.Kemasan primer yang didesain dengan tiga bentuk yaitu, kemasan A, Bdan C.Untuk semua gambar teknik kemasan primer yang lebih jelasdapat dilihat pada Lampiran 4. Kemasan sekunder dan kemasan primerdalam penelitian inidapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.

Gambar 12Kemasan sekunder

(a) (b) (c) (d)

Gambar 13Kemasan primer yang didesain dan dibuat (a) kemasan A, (b) kemasan B, (c) kemasan C dan (d) kemasan kontrol

Kemasan primer ini didesain masing-masing memiliki fungsi untuk menanta rapi TAB di dalam kemasan sekunder. Bentuk kemasan primer didesain untuk mencegah TAB saling berbenturan saat transportasi dan untuk mengurangi getaran yang dialami TAB baik secara vertikal maupun horisontal. Kemasan primer akan disusun di dalam kemasan sekunder tiga lapis, masing-masing kemasan didesain dapat menampung 20 butir TAB. Kapasitas TAB yang terdapat didalam satu kemasan sekunder ± 60 butir. Penyusunan TAB dalam kemasan primer dan sekunder tampak atas yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 14. Adapun TAB yang terlihat diluar kemasan setelah dikemas dengan kemasan primer dan kemasan sekunder, dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 5Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute Jenis flute Ketebalan

(mm)

Kekuatan tekan tepi (kg/cm2) Single wall A 4.90-5.50 6.80-7.60 B 2.90-3.50 5.20-7.30 C 3.90-4.50 5.40-7.50 Double wall A+B 7.80-9.00 9.00-12.10 A+C 8.80-10.00 9.10-12.30 Sumber : Peleg (1985)

Kemasan pada Gambar (11d) merupakan kemasan primer kontrol yang menggunakan kemasan eggs tray dari bahan molded paper pulp. Kemasan dengan bahan molded paper pulp digunakan sebagai kontrol karena pada umumnya transportasi untuk pengangkutan TAB menggunakan eggs tray dengan bahan tersebut. Simulasi transportasi dilakukan di atas meja simulator selama 4.38 jam dengan amplitudo dan frekuensi rataan masing-masing 3.95 cm dan 3.33 Hz. Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Agusta (2012) yang juga melakukan simulasi transportasi untuk TAB. Keadaan tersebut setara dengan

perjalanan truk yang diisi sebanyak 80% dari kapasitas maksimumnya dengan kecepatan 60 km/jam untuk jalan normal di dalam dan luar kota sejauh 298.89 km. Keadaan tersebut juga setara dengan perjalanan truk yang diisi sebanyak 80% dari kapasitas maksimumnya dengan kecepatan 30 km/jam di jalan buruk aspal sejauh 281.76 km, dimana perhitungan lebih rinci disajikan pada Lampiran 5.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 14Penyusunan TAB dalam kemasan (tampak atas) (a) kemasan A, (b) kemasan B, (c) kemasan C, dan (d) kontrol

Perubahan Kualitas Internal TAB Setelah Simulasi Transportasi

Keadaan TAB Sebelum Simulasi Transportasi

Telur ayam buras yang digunakan pada penelitian ini berasal dari induk ayam dengan varietas yang sama dengan keadaan lingkungan pemeliharaan yang sama. Telur yang diamati berumur satu hari setelah ditelurkan oleh ayam tersebut. Keadaan awal TAB secara umum sebelum simulasi transportasi, ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6Keadaan fisik TAB sebelum simulasi transportasi

Parameter Satuan Kisaran Rataan Kelas

Bobot gram 27.54-46.18 38.53 Kecil

Haugh unit - 76.94-90.13 84.54 AA

Indeks kuning telur - 0.46-0.52 0.50 AA

Kantung udara mm <3.5 <3.5 AA

Keadaan fisik TAB yang digunakan memiliki nilai yang beragam. Keadaan induk ayam yang menelurkan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, fisiologis, dan biologis, sehingga terjadi keberagaman telur yang dihasilkan. TAB yang digunakan pada penelitian ini, secara umum termasuk kedalam kelas AA (kelas kualitas terbaik), dan termasuk dalam ukuran kecil. Hal ini sesuai dengan persyaratan tingkatan kualitas telur menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) 3926-2008. Data hasil pengukuran dari semua parameter selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 11.

Penurunan Nilai Haugh Unit

Haughunitmerupakan nilaiyang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu merupakan korelasi antara bobot telur (gram) dengan tinggi putih telur (mm). Beberapa pendapat menyatakan semakin lama telur disirnpan, semakin besar penurunan HU, indeks kuning telur dan berkurangnya bobot telur karena terjadi penguapan air dalam telur hingga kantung udara bertambah besar (Haryono 2000).

1. Penurunan nilai Haugh unit pengaruh simulasi transportasi

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata nilai Haugh unit TAB pada masing-masing jenis kemasan saat pascasimulasi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan bentuk kemasan tidak mempengaruhi nilai Haugh unit pada saat simulasi transportasi.Namun perbedaan nyata nilai Haugh unit pada masing-masing jenis kemasan terlihat jika dibandingkan dengan nilai Haugh unit TAB yang disimpan tanpa perlakuan simulasi transportasi.Dimana masing-masing kemasan yang dilakukan simulasi transportasi mengalami penurunan nilai Haugh unit3.70 kemasan A, 4.52 kemasan B, 8.04 kemasan C, dan 3.75 kemasan kontrol. Penurunannilai Haugh unit tertinggi adalah pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C. Hal ini diduga terjadi karena kemasan primer C tidak kuat mencengkram TAB, sehingga guncangan dari alat simulator langsung mengenai TAB tanpa bisa diredam/dikurangi dengan baik oleh kemasan primer C.Sedangkan penurunan nilai Haugh unit pada TAB yang disimpan tanpa dilakukan simulasi transportasi hanya 0.12, dapat dilihat pada Tabel 7.

Hal ini diduga karena nilai Haugh unit mengalami penurunan dapat disebabkan oleh perpindahan CO2 dari dalam ke luar kerabang. Perpindahan CO2 terjadi semakin cepat mungkin karena dipengaruhi getaran pada saat simulasi transportasi, hal ini bisa terjadi karena posisi kuning telur di dalam kerabang berpindah-pindah. Posisi kuning telur yang berpindah-pindah dapat menyebabkan putih telur mengalami pengenceran, karena CO2 yang terkandung didalamnya terdesak keluar dari kerabang. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) hilangnya CO2 melalui pori-pori kerabang telur menyebabkan turunya kosentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur menurun.

Tabel 7Parameter yang diukur pada TAB yang dilakukan perlakuan simulasi transportasi

Parameter

TAB tanpa perlakuan simulasi transportasi Sebelum simulasi Transportasi Pascasimulasi Transportasi H+3 penyimpanan H+5 penyimpanan H+7 penyimpanan HU 68.21 A 68.09 A 64.28 A 61.89 A 59.94B IKT 0.46 AA 0.42 A 0.41 A 0.37 B 0.34 B SB (%) 0.00 0.57 0.95 1.32 1.73 DKU (mm) 16.52 B 17.67 B 19.05 B 19.76 B 20.81 B Sumber : Agusta (2012)

Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB

2. Penurunan nilai Haugh unit pengaruh penyimpanan

Gambar 15Perubahan nilai Haugh unit TAB

Tabel 8 Nilai Haugh unit TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi

Perlakuan

Nilai Haugh unit

Sebelum simulasi Transportasi Pascasimulasi Transportasi H+3 penyimpanan H+5 penyimpanan H+7 penyimpanan KA 83.12aAA 79.42aAA 67.78b A 63.47aA 60.70a A KB 85.71aAA 81.19aAA 67.65a A 65.76a A 65.07a A KC 86.44aAA 78.40aAA 64.74a A 63.33a A 62.77a A Kontrol 83.98aAA 80.23aAA 69.01a A 68.01a A 67.70a A Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB dan huruf kecil merupakan uji statistik Seiring berjalannya waktu penyimpanan, nilai Haugh unit pada masing-masing kemasan pun mengalami penurunan. Telur yang dikemas dengan kemasan kontrol (molded paper pulp) memiliki nilai Haugh unit tertinggi jika dibandingkan dengan telur-telur yang dikemas dengan kemasan primer lainnya. Penurunan nilai Haugh unitTAB dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan contoh perhitungan nilai Haugh unit dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada kemasan A pengaruh penyimpanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama penyimpanan H+5 dan H+7, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok

50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 H 0 S B H 0 S S H + 3 H + 5 H + 7 H au g h u n it Umur simpan KA KB KC Kontrol Pengaruh penggetaran Pengaruh penyimpanan

penyimpanan H+3. Hasil uji statistik nilai Haugh unit menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada kemasan lainya terhadap pengaruh dari penyimpanan. Hal ini diduga karena penyimpanan dilakukan pada suhu ruang tanpa adanya perlakuan suhu, sehingga tidak mempengaruhi nilai Haugh unit. Hasil uji statistik nilai Haugh unit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 8 menunjukkan nilai Haugh unit telur pada masing-masing jenis kemasan sebelum simulasi transportasi serta nilai Haugh unit telur selama penyimpanan pascasimulasi.

Nilai Haugh unit pada H+7 penyimpanan untuk masing-masing TAB pada setiap perlakuan kemasan masih berada pada rentang nilai kualitas B, yaitu antara 60 hingga 72. Hal ini menunjukkan bahwa TAB masih layak untuk dikonsumsi, namun dengan kualitas yang telah menurun.Laju rata-rata penurunan nilai Haugh unit pada masing-masing TAB adalah 2.22/hari untuk KA, 2.07/hari untuk KB, 2.72/hari untuk KC, dan 1.63/hari untuk kontrol.

Penurunan Nilai Indeks Kuning Telur

Indeks kuning telur merupakan prosedur yang dirancang untuk menyatakan kondisi dalam telur secara umum dan bersifat matematis terukur. Pengukuran dengan membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning telur yang baru dipecahkan di atas meja datar (Romanoff dan Romanoff 1963). Menurut Buckle et al. (1987) indeks kuning telur adalah perbandingan antara tinggi kuning telur dengan garis tengahnya, dimana indeks kuning telur segar beragam antara 0.33 dan 0.55 dengan nilai rata-rata 0.42, dengan bertambahnya umur telur indeks kuning telur akan menurun akibat bertambahnya ukuran garis tengah kuning telur sebagai akibat perpindahan air.

1. Penurunan nilai indeks kuning telur pengaruh simulasi transportasi

Simulasi transportasi tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap penurunan nilai indeks kuning telur TAB. Hal ini ditunjukkan bahwa perubahan nilai indeks kuning telur TAB pascasimulasi yang begitu kecil. Dimana penurunan nilai indeks kuning telur masing-masing kemasan adalah 0.01 kemasan A, 0.00 kemasan B, 0.03 kemasan C, dan 0.01 kemasan kontrol. Nilai indeks kuning telur sebelum simulasi transportasi dan selama penyimpanan pascasimulasi dapat dilihat pada Tabel 9.Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan primer tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks kuning TAB, hasil uji statistik nilai indeks kuning telur dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai indeks kuning telur mengalami penurunan pascasimulasi tertinggi dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C dengan perubahan nilai indeks kuning telur sebesar 0.03.

2. Penurunan nilai indeks kuning telur pengaruh penyimpanan

Nilai indeks kuning telur mengalami penurunan seiring berjalannya waktu penyimpanan pascasimulasi transportasi.Selama masa penyimpanan pascasimulasi nilai indeks kuning TAB terus mengalami penurunan. Nilai indeks kuning TAB pada H+7 penyimpanan memiliki nilai yang cukup berbeda berkisar antara 0.34 hingga 0.41, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh TAB yang dikemas dengan kemasan B. Sedangkan nilai terendah dimiliki oleh TAB yang dikemas menggunakan molded paper pulp yang merupakan kemasan kontrol. Hasil uji statistik untuk kemasan A, kemasan C, dan kemasan kontrol terjadi perbedaan nyata terhadap waktu penyimpanan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Contoh perhitungan nilai indeks kuning telur dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 16Perubahan nilai indeks kuning TAB

Tabel 9Nilai indeks kuning TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi

Perlakuan

Nilai indeks kuning telur Sebelum simulasi transportasi Pascasimulasi transportasi H+3 penyimpanan H+5 penyimpanan H+7 penyimpanan KA 0.49aAA 0.48aAA 0.46b AA 0.39ab B 0.37a B KB 0.50aAA 0.50aAA 0.46a AA 0.42a A 0.41a A KC 0.51aAA 0.48aAA 0.46b AA 0.37a B 0.36a B Kontrol 0.50aAA 0.49aAA 0.42b A 0.36a B 0.34a B Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB dan huruf kecil merupakan uji statistik

Penurunan nilai indeks kuning telur TAB lebih dipengaruhi oleh lama penyimpanan TAB. Selama masa penyimpanan terjadi transfer air dari putih telur menuju kuning telur, sehingga kuning telur menjadi semakin encer. Air yang terus-menerus masuk ke dalam kuning telur menurunkan permeabilitas dan elastisitas membran vitelin (membran yang memisahkan kuning telur dengan putih telur). Kuning telur yang semakin encer mengakibatkan tinggi kuning telur menjadi semakin rendah dan diameternya menjadi semakin besar, sehingga nilai indeks kuning telur menjadi menurun. Penurunan nilai indeks kuning telur sebelum simulasi, pascasimulasi hingga penyimpanan H+7 dapat dilihat pada Gambar 16.

Laju perubahan nilai indeks kuning telur secara umum mengalami peningkatan pascasimulasi, kemudian menurun pada H+3 penyimpanan dan kembali meningkat pada H+5. Laju perubahan nilai indeks kuning telur turun secara drastis pada penyimpanan H+7. Hal ini menunjukkan bahwa laju perubahan nilai indeks kuning telur mengalami puncak perubahan pada H+5 penyimpanan.

Peningkatan Nilai Susut Bobot

1. Peningkatan nilai susut bobot pengaruh simulasi transportasi

Nilai susut bobot merupakan parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan bobot dari pascasimulasi sampai H+7 penyimpanan. Hasil uji statistik

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 H 0 S B H 0 S S H + 3 H + 5 H + 7 in d e ks ku n in g te lu r umur simpan KA KB KC Kontrol Pengaruh penggetaran Pengaruh penyimpanan

menunjukkan bahwa perlakuan desain pada kemasan primer TAB memberikan pengaruh nyata terhadap nilai susut bobot pada masing-masing kemasan primer setelah simulasi transportasi. Hal ini ditunjukkan dengan terbaginya nilai susut bobot menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pertama kemasan A, kelompok kedua kemasan kontrol, dan kelompok ketigakemasan B dan C. Hasil uji statistik nilai susut bobot secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pascasimulasi transportasi nilai susut bobot terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C sebesar 0.19% dan nilai susut bobot yang terendah terjadi pada TAB yang dikemas dengan kemasan primer A dengan nilai sebesar 0.10%.

Selama simulasi transportasi aktivitas TAB menjadi meningkat, hal ini mengakibatkan peningkatan pada laju respirasi TAB. Sel TAB membutuhkan energi yang lebih banyak ketika terjadi peningkatan aktivitas, dibandingkan dengan TAB dalam keadaan diam. Laju respirasi akan meningkat untuk mengimbangi kegiatan fisiologis sel TAB, dimana semakin meningkatnya laju respirasi maka penguapan air dan karbondioksida semakin besar. Hal ini mempengaruhi persentase laju penyusutan bobot TAB.

Gambar 17Peningkatan berkurangnya bobot TAB

Tabel 10Persentase peningkatan susut bobot TAB sebelum simulasi,pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi

Perlakuan Susut bobot (%) Sebelum simulasi transportasi Pascasimulasi transportasi H+3 penyimpanan H+5 penyimpanan H+7 penyimpanan

KA 0 0.10 (a) 0.32 (a) 0.65 (a) 1.29 (b)

KB 0 0.18 (b) 0.53 (a) 0.86 (b) 1.31 (c)

KC 0 0.19 (b) 0.57 (a) 0.64 (a) 1.14 (b)

Kontrol 0 0.15 (ab) 0.45 (a) 0.81 (b) 1.14 (c) 2. Peningkatan nilai susut bobot pengaruh penyimpanan

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai susut bobot mengalami peningkatan pascasimulasi sampai H+7penyimpanan. Hal ini diduga karena semakin lama penyimpanan TAB maka telur mengalami kehilangan air sehingga

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 . 5 1 1 . 5 2 2 . 5 3 3 . 5 4 4 . 5 5 5 . 5 B o bo t (gram ) Umur simpan KA KB KC Kontrol H+7 H+5 H+3 H0ss H0sb Pengaruh penggetaran Pengaruh penyimpanan

bobotny semakin berkurang. Telur mengalami kehilangan air selama penyimpanan sehingga bobot telur menjadi berkurang (Biladeau dan Keener 2009). Nilai susut bobot terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dengan nilai sebesar 1.31%, sedangkan terendah terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C dan kemasan kontrol dengan nilai sebesar 1.14% pada H+7 penyimpanan. Nilai susut bobot pada H+7 penyimpanan pada kemasan tanpa perlakuan simulasi transportasi lebih tinggi yaitu 1.73%, dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai susut bobot untuk masing-masing kemasan primer pascasimulasi sampai penyimpanan H+7 dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nyata terhadap nilai susut bobot pada pengaruh penyimpanan untuk masing-masing kemasan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10 dimana masing-masing kemasan terbagi menjadi beberapa kelompok karena pengaruh penyimpanan. Nilai susut bobot didapat dengan perhitungan berdasarkan rumus yang terdapat pada metode, contoh perhitungan susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 12. Peningkatan nilai susut bobot TAB pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17.

Perubahan Ukuran Diameter Kantung Udara

1. Perubahan ukuran diameter kantung udara pengaruh simulasi transportasi Kantung udara merupakan salah satu parameter yang dapat diidentifikasi untuk menentukan kualitas telur. Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB sebelum simulasi transportasi, pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 11. Perubahan ukuran kantung udara pascasimulasi paling tinggi dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dengan peningkatan nilai sebesar 3.36 mm. Hal ini diduga karena TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B mengalami guncangan yang lebih besar dari kemasan lainya, sehingga mengalami penambahan ukuran diameter kantung udara lebih besar. Efek getaran selama simulasi transportasi memberikan pengaruh terhadap posisi dan ukuran diameter kantung udara. Posisi kantung udara dalam TAB dapat bergeser karena guncangan atau getaran, sehingga dapat menambah ukuran kantung udara di dalamnya.

Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB sebelum simulasi, pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 18. Pada gambar dapat diketahui bahwa perubahan diameter kantung udara terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C. Sedangkan perubahan diameter kantung udara terkecil dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dan kontrol. Hal ini diduga kedua kemasan primer mampu mengurangi dampak getaran pada saat simulasi transportasi, sehingga TAB mengalami perubahan diameter kantung udara menjadi lebih kecil selama simulasi TAB hingga H+7 penyimpanan.

2. Perubahan ukuran diameter kantung udara pengaruh penyimpanan

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada kemasan A, kemasan C, dan kemasan kontrol berpengaruh nyata terhadap nilai diameter kantung udara berdasarkan perbedaan waktu penyimpanan TAB. Hasil uji statistik secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 9. Perubahan ukuran diameter TAB H+7 penyimpanan terbesar dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan

primer A dengan nilai sebesar 9.99 mm. Hal ini diduga karena guncangan yang berulang dan keras pada saat simulasi transportasi menyebabkan kantung udara bergeser. Sebelumnya diketahui bahwa TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer A posisi TAB terlepas dari kemasannya. Posisi TAB yang berubah karena guncangan mengakibatkan udara di dalam TAB akan berusaha untuk selalu berada diatas karena sifatnya yang ringan. Udara akan mendesak bagian antara lapisan membran dan bagian permukaan kerabang, sehingga mengakibatkan perubahan ukuran diameter dan posisi kantung udara.

Gambar 18Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB Tabel 11Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB Perlakuan

Perubahan diameter kantung udara (mm) Sebelum simulasi Transportasi Pascasimulasi Transportasi H+3 penyimpanan H+5 penyimpanan H+7 penyimpanan KA 14.21aB 17.43a B 18.79a B 21.52b B 24.20c B KB 15.92a B 19.28a B 20.45a B 22.58a B 22.78a B KC 16.71a B 17.23a B 20.54a B 22.45b B 24.71c B Kontrol 14.45a B 16.19a B 18.36a B 20.09ab B 22.66b B Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB dan huruf kecil merupakan uji statistik

Laju rata-rata penambahan ukuran diameter kantung udara sebesar 1.27 mm/hari untuk kemasan primer A, 0.98 mm/hari untuk kemasan primer B, 0.74 mm/hari untuk kemasan primer C, dan sebesar 0.92 mm/hari untuk kemasan kontrol (molded paper pulp). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan primer molded paper pulp masih lebih baik dalam menekan perubahan ukuran diameter kantung udara TAB, sedangkan kemasan primer yang didesain masih memiliki nilai laju perubahan diameter kantung udara TAB diatas 2 mm/hari.

Dokumen terkait