• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain bentuk kemasan primer Telur Ayam Buras dan pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain bentuk kemasan primer Telur Ayam Buras dan pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DESAINBENTUK KEMASAN PRIMER TELUR AYAM BURAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU EKSTERNAL DAN INTERNAL

SELAMA TRANSPORTASI

HAMI WAHYU

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul desainbentuk kemasan primer telur ayam burasdan pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsiini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi. Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.

Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah cukup. Kerusakan mekanis dan penurunan mutu Telur Ayam Buras (TAB) selama pengangkutan dan penyimpanan dapat disebabkan olehgetaran, gesekan serta goncangan karena tumpukan dalam kemasan. Kerusakan mekanis dan penurunan mutu telur dapat dikurangi dengan kemasan yang mampu mereduksi guncangan/getaran dan mencegah terjadinya benturan antartelur, maka didesainlah kemasan dengan tiga bentuk yaitu bentuk A, B, dan C.Kualitas telurdiamati pada hari 0 sebelum dan sesudahsimulasi hingga hari ke-7penyimpanan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap telur. Penyimpanan telur dilakukan pada suhu ruang. Parameter yang diukur adalah kerusakan mekanis, susut bobot, diameter kantung udara, nilai Haugh Unit, dan indeks kuning telur. Berdasarkan parameter-parameter yang diukur, telur mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Berdasarkan metode evaluasi indeks pembobotan (weight property indices) terhadap keseluruhan hasil pengukuran parameter mutu telur, desain kemasan primer B merupakan kemasan terbaik dalam mempertahankan mutu TAB.

Kata kunci:desain, kemasan, kualitas, simulasi, telur ayam buras

ABSTRACT

HAMI WAHYU. Primary packaging shape design of “buras” eggschicken and the influence of quality of internal and external during transport. Supervised by LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.

Egg is the perfect food, because it contains nutrients needed for living things such as proteins, fats, vitamins and minerals in enough quantities. Mechanical damage and a decrease in the quality of “buras” eggs chicken during the transport and storage may be caused by vibration, friction and shocks because stack in the pack.Mechanical damage and a decrease in the quality of eggs can be reduced with packaging that is able to reduce shocks/vibration and prevent the occurrence of impact of eggs and other eggs, then designed packaging with three shape A, B, and C.The quality of eggs was observed on day 0 before and after the simulation until the 7th day of storage is to know the influence of the type of packaging towards the egg.Egg storage is done at room temperature. Parameters measured is mechanical damage, weight loss, the diameter of air space, the value of the Haugh Unit, and index of egg yolk.Based on the parameters measured, the qualities of eggs decreased after simulation and during storage.Based on the evaluation method of weight property indices toward whole results measurement parametersof the eggs quality, the primary packaging design B is the best packaging in maintaining the quality TAB.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DESAINBENTUK KEMASAN PRIMER TELUR AYAM BURASDAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU EKSTERNAL DAN INTERNAL

SELAMA TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 ini ialah kemasan, dengan judul Desain Bentuk Kemasan Primer Telur Ayam Burasdan Pengaruhnya Terhadap Mutu Eksternal dan Internal Selama Transportasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugrohoselaku pembimbingatas arahan dan pengajarannya hingga karya ilmiah iniselesai. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada dosen penguji yang turut memberikan saran dan pengarahan untuk tugas akhir, ini yaitu Dr Nanik Purwanti, STP MSc, dan Dr. Muhamad Yulianto, ST, MT. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tersayang Ahmad Suriani serta seluruh keluarga atas kasih sayang,dukungan serta doa yang tak pernah putus sampai sekarang.Di samping itu terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sulyaden, Bapak Abas dan Bapak Ahmad selaku teknisi yang membantu selama pengukuran dan pengambilan data di laboratorium.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Telur Ayam Buras (TAB) 3

Komposisi Fisik Telur Ayam 3

Bentuk dan Berat Telur 4

Candling/Peneropongan 4

Perubahan Fisik pada Telur 5

Kualitas Telur 6

Proses Perancangan 8

Pengemasan Telur 9

Simulasi Transportasi Hasil Pertanian 10

METODE 11

Waktu dan Tempat 11

Bahan 11

Alat 11

Metode Penelitian 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Perencanaan Desain 15

Pengembangan Desain 15

Hasil Desain Kemasan Primer 17

Perubahan Kualitas Internal TAB Setelah Simulasi Transportasi 19 Perubahan Kualitas Eksternal TAB Setelah Simulasi Transportasi 26

Pemilihan Desain Kemasan Terbaik 30

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

(10)
(11)

1 Data produksi Telur Ayam Buras (TAB) 1

2 Persyaratan tingkatan kualitas telur 8

3 Uji tingkat kerusakan mekanis 14

4 Data pengukuran kuat tekan maksimum telur ayam ras 17

5 Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute 18

6 Keadaan fisik TAB sebelum simulasi transportasi 20

7 Parameter yang diukur pada TAB yang dilakukan perlakuan simulasi

transportasi 21

8 Nilai Haugh unit TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama

penyimpanan pascasimulasi 21

9 Nilai indeks kuning TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama

penyimpanan pascasimulasi 23

10 Persentase peningkatan susut bobot TAB sebelum simulasi,pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi 24

11 Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB 26

12 Penentuan indeks sifat berbobot ( ) 30

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam buras/ayam kampung (sumber: youngmuhajir.wordpress.com) 3

2 Struktur telur 3

3 Perbandingan antara (a) Telur segar dan (b) yang disimpan 4

4 Jenis-jenis flute 10

5 Tipe kemasan RSC (A), HTC (B), dan FTC (C) 10

6 Penyusunan telur dalam kemasan sekunder (a) Tampak atas, (b)

Tampak samping & (c) Tampak depan 12

7 Penyusunan kemasan di atas meja simulator 13

8 Diagram alir metode penelitian 14

9 Desain kemasan primer A 16

10 Desain kemasan primer B 16

11 Desain kemasan primer C 17

12 Kemasan sekunder 18

13 Kemasan primer yang didesain dan dibuat (a) kemasan A, (b) kemasan

B, (c) kemasan C dan (d) kemasan kontrol 18

14 Penyusunan TAB dalam kemasan (tampak atas) (a) kemasan A, (b)

kemasan B, (c) kemasan C, dan (d) kontrol 19

15 Perubahan nilai Haugh unit TAB 21

16 Perubahan nilai indeks kuning TAB 23

17 Peningkatan berkurangnya bobot TAB 24

18 Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB 26

19 Diagram kerja gaya bebas pada simulasi sistem transportasi TAB 27

20 Tingkat kerusakan mekanis TAB pascasimulasi transportasi pada

berbagai jenis kemasan 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian 33

2 Cara pengukuran tinggi putih telur, tinggi dan diameter kuning telur,

dan diameter kantung telur 34

3 Kemasan dilihat dari luar setelah TAB dikemas dengan kemasan primer

dan sekunder 35

4 Gambar teknik desain kemasan primer TAB 36

5 Konversi angkutan truk berdasarkan data lembaga uji kontruksi BPPT

1986 38

6 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nilai Haugh unit sebelum simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan 42

7 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nillai Indeks kuning telur sebelum simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan 46

8 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nillai susut bobot telur sesudah

simulasi transportasi dan selama penyimpanan 50

9 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk diameter kantung udara sebelum simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan 54

10 Data hasil pengukuran pada H0 sebelum dan sesudah simulasi, H+3,

H+5, dan H+7 selama penyimpanan 58

11 Contoh perhitungan nilai Haugh unit, indeks kuning telur, dan susut

bobot 63

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah cukup (Deptan 2010). Telur mengandung protein bermutu tinggi karena mengandung susunan asam amino esensial lengkap sehingga telur dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan.

Produksi telur ayam buras dari tahun 2009-2015 cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2009 secara nasional produksi telur mencapai 160,921 ton. Kemudian pada tahun 2015 meningkat mencapai 191,765ton (Badan Pusat Statistik 2015). Adapun data produksi telur ayam buras di Indonesia dari tahun 2009-2015 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1Data produksi Telur Ayam Buras (TAB)

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Produktivitas

(ton) 160,921 175,528 187,558 197,083 194,620 184,636 191,765 Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Produksi telur ayam buras pada mulanya dilakukan oleh peternak yang hanya memelihara beberapa ekor. Rantai pemasaran telur ayam buras diawali dengan mengumpulkan telur dari para peternak yang terpencar-pencar. Jalur distribusi telur ayam buras memiliki rantai pemasaran yang panjang sehingga akan sangat mempengaruhi perubahan mutu komoditas pada saat sampai ditujuan karena sifat yang mudah rusak dan kualitas cepat berubah. Ada empat tahap utama jalur transportasi produk ini, yaitu (1) produsen atau peternak, (2) pengumpul atau pemasuk, (3) pengecer atau supermarket, (4) konsumen atau eksportir (Dirjen Peternakan 2009).

Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan telur ayam buras selama pengangkutan atau transportasi, antara lain : kerusakan fisiologis, kerusakan fisik akibatpengangkutan dan pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan wadahpengangkutan yang kurang memadai dan terjadinya keterlambatan jalurpengangkutan. Kerusakan mekanis selama pengangkutan dapat disebabkan olehgetaran, gesekan serta goncangan karena tumpukan dalam kemasan. Telur akanmengalami perubahan setelah dikeluarkan dari tubuh induk dan saatpengangkutan.

Telur memiliki sifat mudah pecah dan kualitas cepat menurun setelahkeluar dariinduknya. Kurang lebih dari 5 - 7 hari terjadi penurunan kualitas yangditandai adanya pembesaran rongga udara. Pembesaran rongga udaramenyebabkan pori-pori kulit semakin membesar sehingga akan memudahkankeluarnya uap air dari albumen dan kehilangan gas CO2 serta masuknya mikrobayang dapat menyebabkan terjadinya busuk.

(14)

adalah kemasan peti kayu yang dilapisi kertas koran, jerami, atau sekam padi. Selain itu molded paper pulp juga telah umum digunakan oleh para distributor telur. Selain murah, bahan kemasan tersebut mudah diperoleh mereka. Peti kayu dan molded paper adalahkemasan yang dapat digunakan berulang kali, sehingga menguntungkan bagi para distributor telur. Selain kedua kemasan diatas terdapat kemasan lain yang juga bisa digunakan berulang kali, yaitu kemasan kardus karton. Kemasan kardus dapat digunakan sebagai kemasan primer dan kemasan sekunder. Keuntungan menggunakan kemasan kardus sebagai kemasan primer adalah kemampuan kardus yang mudah dibentuk.

Perumusan Masalah

Telur Ayam Buras (TAB) merupakan hasil pertanian/peternakan yang memiliki nilai jual yang tinggi, hal ini terjadi karena TAB sangat jarang petani yang memproduksinya. Pengemasan dan transportasi TAB sangat penting untuk diperhatikan yang mana resiko terjadinya kerusakan mekanis dan rusaknya mutu telur pada keadaan ini hingga sampai ke meja konsumen tinggi. Telur ayam buras akan mengalami kerusakan mekanis saat transportasi akibat benturan yang terjadi antartelur dalam kemasan serta antara telur dengan kemasan. Selain kerusakan mekanis, penurunan mutu telur juga akan terjadi akibat transportasi yaitu turunnya nilai Haugh unit, indeks kuning telur, dan susut bobot. Hal ini terjadi akibat terjadinya gunjangan/getaran yang berlebih terhadap telur tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah kerusakan mekanis dan penurunan mutu telur diperlukan kemasan yang mampu mereduksi guncangan/getaran dan mencegah terjadinya benturan antartelur, sehingga dapat melindungi telur pada proses distribusi hingga berada di meja konsumen.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendesain bentuk kemasan primer telur ayam buras dengan bahan kardus/karton.

2. Mengidentifikasi perubahan mutu telur ayam buras (kerusakan mekanis, susut bobot, Haugh unit, indeks kuning telur, dan kantung udara) sebagai dampak dari perbedaan bentuk kemasan sebelum dan sesudah simulasi transportasi dan selama penyimpanan.

3. Menentukan jenis kemasan yang paling optimum untuk telur agar kerusakan fisik serta penurunan mutu selama transportasi dan selama penyimpanan dapat dihindari.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Ayam Buras (TAB)

Telur ayam kampung adalah telur yang dihasilkan oleh ayam kampung.Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah dikenal luas dimasyarakat dikenal dengan istilah ayam buras (ayam bukan ras)dan telah tersebar diseluruh pelosok nusantara. Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus), dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus). Hasil domestikasi ini secara umum disebut ayam buras. Ayam-ayam buras yang sekarang ini telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia telah menjadi ayam-ayam buras dengan morfologi yang beraneka ragam (Mansjoer 1985). Ayam buras dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1Ayam buras/ayam kampung (sumber: youngmuhajir.wordpress.com)

Komposisi Fisik Telur Ayam

Struktur telur terdiri atas sel hidup yang dikelilingi oleh kuning telursebagai cadangan makanan terbesar. Kedua komponen tersebut dikelilingi olehputih telur yang mempunyai kandungan air tinggi, bersifat elastis dan dapatmempertahankan goncangan yang mungkin terjadi pada telur. Komponen dalamtersebut dilindungi oleh kulit telur yang berfungsi untuk mengurangi kerusakanfisik maupun biologis. Adanya kulit ini memungkinkan dilakukan pernapasan danpertukaran gas dari dalam dan luar kulit. Persentase berat putih telur adalah 57%,kuning telur 32% dan kulit 11% (Romanoff dan Romanoff 1963). Struktur telur diperlihatkan pada Gambar 2.

(16)

Kuning telur merupakan bagian yang penting pada telur karena mengandung zat-zat bernilai gizi tinggi berfungsi menunjang kehidupan embrio (Syarief et al1989). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dandibungkus oleh suatu lapisan tipis yang disebut dengan membran vitelline. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa kuning telur mempunyaikandungan bahan padat sebesar 50%, tetapi persentase ini akan turun selamapenyimpanan karena migrasi air dari bagian putih telur. Bahan padat tersebutterdiri dari lemak dan protein. Protein kuning telur yang berikatan dengan lemakdisebut lipoprotein dan yang berikatan dengan fosfor disebut dengan posfoprotein.Pada Gambar3, menunjukkan perbedaan telur segar yang masih barudengan telur yang sudah disimpan. Bagian putih telur yang masih segar terdiri daribeberapa lapisan yang berbeda kekentalannya. Sedangkan telur yang sudah mengalami penyimpanan cairan putih telur hanya terdiri satu lapis saja. Perbedaanini disebabkan oleh kandungan ovomucin yang berbeda pada telur yang utuh.

(a) (b)

Gambar 3Perbandingan antara (a) Telur segar dan (b) yang disimpan

Bentuk dan Berat Telur

Bentuk telur yang sempurna sering disebut lonjong dan bulat telur. Namun sering dijumpai pula kelainan bentuk telur yang disebabkan adanya kelainandalam proses pembentukan kulit telur karena adanya kondisi abnormal padabagian isthimus atau uterus (Card 1972). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) besar telur dipengaruhi oleh umur unggas. Semakin tua umur unggas maka semakin besar telur yang dihasilkan hingga umur tertentu, kemudian menurun dengan bertambahnya umur unggas tersebut. Dikatakan juga bahwa kekurangan protein, kalsium, vitamin D, dan garam besi menyebabkan turunnya berat telur. Dalam kegiatan pengkelasan, telur diklasifikasikan kedalam beberapa kelas ukuran berdasarkan berat (gram) setiap butirnya. Dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) 3926-2008, tentang telur ayam konsumsi, kelas ukuran telur terdiri dari kecil (bobot telur < 50 g), sedang (50 g ≤ bobot telur ≤ 60 g), dan besar (bobot telur > 60 g).

Candling/Peneropongan

(17)

Candling dilakukan menggunakan sumber transmisi cahaya dan telur diposisikan sebelum transmisi cahaya tersebut. Lingkungan pengamatan selama candling dibuat gelap agar hasil candling dapat diamati dengan mudah. Telur akan berwarna kuning hingga merah tergantung warna kerabang ketika di bawah transmisi cahaya. Pada candling dapat diamati ukuran kantung udara, kenampakan warna, dan pergerakan kuning telur. Selain itu, adanya kerusakan fisik, benda asing, perkembangan embrio, dan cacat pada bagian dalam telur juga dapat diamati. Candling sangat baik untuk mendeksi keretakan kerabang yang tidak bisa dideteksi secara kasat mata(Romanoff dan Romanoff 1963).

Perubahan Fisik pada Telur

Perubahan fisik pada telur selama transportasi dan penyimpanan dapat dikurangi dengan penanganan yang baik, namun tidak dapat dicegah secara keseluruhan. Perubahan yang dapat dengan mudah diamati adalah adanya kerusakan eksternal pada kerabang, seperti pecah atau retak akibat guncangan yang terjadi selama transportasi. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama penyimpanan, seperti: penurunan berat telur, pembesaran diameter kantung udara, penambahan ukuran kuning telur, penurunan tinggi putih telur, dan kenaikan pH sebagai akibat kehilangan gas CO2juga dapat diamati langsung (Buckle et al. 1985).

Perubahan fisik karena transportasi biasanya disebabkan oleh benturan yang terjadi antartelur dalam kemasan serta antara telur dengan kemasan. Selain itu, kondisi jalan dan kendaraan yang digunakan selama transportasi juga sangat mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi. Seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, kerusakan yang terjadi biasanya berupa tergores, retak, atau pecah. Luka gores sangat berpengaruh pada perubahan kualitas telur selama penyimpanan. Adanya goresan pada kerabang sangat memungkinkan terlukanya pori-pori sehingga mikroba masuk ke dalam telur dengan mudah. Sedangkan untuk perubahan fisik pada isi telur lebih disebabkan oleh aktivitas udara dan air di lingkungan penyimpanan telur maupun yang berada di dalam isi telur. Pergerakan udara disekeliling telur yang lebih cepat dan jumlah pori-pori kerabang lebih banyak , serta suhu lingkungan yang tinggi, dapat menyebabkan penurunan berat yang lebih besar (Fardiaz dan Soekarto 1972). Perubahan selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat menyebabkan perubahan kualitas telur yang tinggi dan penyimpanan yang semakin lama mengakibatkan ukuran kantung udara meningkat, kuning telur encer dan membran menjadi lemah, putih telur menjadi lebih encer, kandungan basa dalam telur meningkat dan timbul bau busuk.

(18)

Kualitas Telur

Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhiselera konsumen (Stadelman dan Cotteril 1973). Romanoff dan Romanoff (1963)mendefinisikan kualitas sebagai ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaankonsumen. United States Departement of Agriculture (USDA 1964) menyatakan bahwa kualitas adalah karakteristik yang ada pada suatu produk yang menggambarkan tingkat keunggulan produk tersebut. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang diinginkan dan disukai oleh konsumen, sehingga para konsumen mau berkorban untuk mendapatkan produk tersebut.

1. Faktor kualitas pada telur

Faktor kualitas dibagi menjadi dua faktor yaitu eksterior yang meliputiwarna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang telur dan faktor interior meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalan, bentuk kuning telur yaitu tidak adanoda pada putih maupun pada kuning telur (USDA 1964).Menurut Sirait (1986),faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalahsusut berat telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur,bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang.

a. Faktor kualitas eksternal

Faktor kualitas eksternal terlihat nyata pada pengamatan telur secara langsung dari bagian luar dan merupakan poin pertama dalam penilaian kualitas telur. Faktor kualitas eksternal pada telur antara lain adalah: bentuk dan tekstur kerabang, kekuatan kerabang, dan kebersihan kerabang.

b. Faktor kualitas internal

Pengamatan faktor kualitas internal dilakukan dengan memecah dan mengeluarkan isi telur. Adapun faktor-faktor yang diukur dalam hal ini adalah: keadaan kantung udara (kedalaman/diameter kantung udara), keadaan putih telur (kekentalan, kadar air, pH, kebersihan, adanya blood spot atau meet spot), serta keadaan kuning telur (indeks kuning telur, warna, adanya blood spot atau meet spot).

Nilai Haugh unituntuk telur yang baru ditelurkan nilainya 100, sedangkan telur dengan mutu terbaik nilainya diatas 72. Telur busuk nilainya dibawah 50 (Buckel et al. 1985). Penentuan kualitas telur berdasarkan Haugh unitmenurut standar United States Departement of Agriculture (USDA), adalah sebagai berikut:

1) Nilai Haugh unitkurang dari 31 digolongkan kualitas IV 2) Nilai Haugh unit31-60 digolongkan kualitas III

3) Nilai Haugh unit60-72 digolongkan kualitas II 4) Nilai Haugh unitlebih dari 72 digolongkan kualitas I

(19)
(20)

Tabel 2Persyaratan tingkatan kualitas telur

No. Bagian Telur Kualitas Telur

Kualitas AA Kualitas A Kualitas B

1 Kerabang

a. keutuhan

utuh utuh utuh

b. bentuk normal normal Abnormal

c. kehalusan halus Halus sedikit kasar

2 Kantung

udara

a. kedalaman kurang dari 0.5 cm

0.5-0.9 cm 1cm atau lebih

b. kebebasan bergerak

diam ditempat bebas bergerak bebas bergerak dan dapat

b. kekentalan kental sedikit encer encer, kuning

telur belum tercampur dengan putih telur

c. indeks 0.134-0.175 0.092-0.133 0.050-0.091

4 Kuning telur

a. bentuk bulat agak pipih Pipih

b. posisi ditengah sedikit bergeser

dari

d. kebersihan bersih Bersih ada sedikit bercak

darah

e. indeks 0.458-0.521 0.394-0.457 0.330-0.393

Sumber : SNI 3926:2008 (Badan Standardisasi Nasional 2008)

ProsesPerancangan

Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang rekayasawan (insinyur) dan melibatkan kegiatan kreatif. Ciri utama perancangan menurut Mangunwidjaja dan Suryani (2000) adalah berawal dari masalah yang umum, luas, tidak terdefinisikan dan diupayakan menjadi pernyataan atau masalah yang jelas. Fakta dan keterangan yang mendukung diperlukan dan dipilih berdasarkan arti pentingnya. Berdasarkan keterangan yang dihimpun selanjutnya diciptakan masalah yang lebih khusus. Masalah khusus inilah yang ditindak lanjuti secara rekayasa.

(21)

proses perancangan mesin, yaitu:mendefinisikan masalah, mengumpulkan informasi, membuat alternatif solusi, menganalisis dan memilih alternatif solusi, desain secara mendetail, pembuatan prototipe dan pengujian, serta penggandaan skala dari prototipe yang dihasilkan pada tahap ini dibutuhkan untuk menghasilkan skala yang sebenarnya.

Pengemasan Telur

Secara alami telur telah memiliki kemasan, yaitu kerabang. Meskipun kerabang cukup kuat telur tetap merupakan produk yang bersifat rapuh, sehingga membutuhkan penanganan yang baik. Proses distribusi meliputi kegiatan pengemasan, penanganan,penggudangan, dan pengangkutan. Selama proses tersebut, kemasan dan produkyang dikemas menghadapi berbagai resiko, diantarannya resiko lingkungan(environmental hazards) akibat suhu dan kelembaban, resiko fisik(physical hazards) karena gesekan, dampak tekanan, distorsi, dan resiko lainseperti masuknya organisme, kontaminasi dan pencucian (Syarief et al. 1989). Menurut Seydim dan Dawson(1999) fungsi utama kemasan dalam distribusi adalah mencegah telur mengalami kerusakan, terutama pada bagian kerabang. Pengemasan telur juga memungkinkan untuk melindungi kualitas bagian dalam telur dengan membatasi pertukaran gas melalui kerabang dan membran kerabang. Dewasa ini untuk mengemas hasil pertanian sering digunakan kemasan kertas yang berjenis karton bergelombang (Corrugated box).Karton gelombang ialah karton yang terbuat dari satu atau beberapa lapisan medium bergelombang (flutting medium) dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Keduanya kemudian direkatkan didalam mesin corrugator, yaitu mesin penggelombang kertas. Kualitas karton gelombang ditentukan oleh jumlah gramatur kertas pelapis, ketahanan retak (bursting strength) dan ketahanan tekan tepi (edge crush resistance). Kemasan ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: mempunyai bobot yang lebih ringan, permukaan yang halus, sifat meredam yang baik, mudah dicetak atau diberi label,mudah dirakit atau dibongkar dalam penyimpanan, dan mudah didaur ulang dan digunakan kembali.Kekurangan dari kemasan ini ialah kekuatannya akan berkurang pada kondisi udara yang lembab (Peleg 1985).

(22)

Gambar 4Jenis-jenis flute

Kotak karton gelombang mempunyai beberapa variasi yang umum digunakan yaitu : RSC (Regular Slotted Container), HTC (Half Telescopic Container), dan FTC (Full Telescopic Container). FTC dan RSC banyak digunakan di Indonesia sebagai kemasan distribusi produk hortikultura dan tipe RSC lebih banyak digunakan dalam kemasan industri karena lebih hemat dalam penggunaan bahan. Ketiga tipe kemasan dapat dilihat pada Gambar5 berikut :

Gambar 5Tipe kemasan RSC (A), HTC (B), dan FTC (C)

Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

(23)

Purwadaria (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan yang sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian inidilaksanakan di Laboratorium Siswadhi Soepardjo dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2016 –September 2016.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah telur ayam buras umur satu hari 260 butir ukuran kecil (27.54g -46.18 g) dari petani di Gadog, Ciawi. Telur disortasi berdasarkan kerusakan pada kerabang seperti pecah, tergores dan berlubang. Bahan pembuatan kemasan yaitu, karton (kardus), koran bekas, dan eggs tray (molded paper pulp).

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meja simulator, timbangan analitik (ACIS Ad-2100H), jangka sorong (Triple brand dan XPtool), candler, stopwatch, dan kaca (20 x 30 x 0.5 cm). Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu : desain, prototyping, pengujian dan pengamatan.

Tahapan desain, prototyping dan pengujian

1. Tahapan desain

a. Mengumpulkan informasi tentang telur ayam buras, yaitu : dimensi dan kekuatan tekan kerabang telur.

(24)

telah diperoleh. Bentuk kemasan primer yang didesain menjadi tiga bentuk, yaitu kemasan primer A, kemasan primer B, dan kemasan primer C.

2. Tahapanprototyping

a. Membuat pola pada bahan kardus berdasarkan desain yang dibuat, kemudian dilakukan proses cutting dan pengguntingan bahan berdasarkan pola yang telah digambar.

b. Perakitan kemasan kardus yang telah dibentuk berdasarkan desain yang telah dirancang.

3. Tahapan pengujian

a. Telur yang telah diambil dari produsen terlebih dahulu dilakukan candling untuk mengetahui kualitas awal dari telur sehingga dapat dilakukan sortasi awal. Telur yang retak, terdapat blood spot, maupun meet spot dipisahkan dari telur-telur yang lain.

b. Telur yang digunakan dalam penelitian ini, sebelumnya dibersihkan dari kotoran-kotoran yang masih menempel menggunakan lap kering. Kemudian masing-masing telur ditimbang agar diketahui bobot awalnya dan diukur parameternya sebelum simulasi transportasi.

c. Kemudian telur diletakkan pada kemasan primer dan kemudian disusun kedalam kemasan sekunder menjadi tiga layer dapat dilihat pada Gambar 6. Masing-masing kemasan sekunder berisi sebanyak ±60 butir, dengan ±20 butir setiap kemasan primernya.

d. Setiap kemasan telur disusun dan ditempatkan di atas meja simulator dan digetarkan selama 4.38 jam, cara penyusunan dapat dilihat pada Gambar 7. Pergetaran dilakukan pada arah vertikal dengan frekuensi 3.33 Hz dan amplitudo 3.95.

(25)

Gambar 7Penyusunan kemasan di atas meja simulator

e. Setelah dilakukan penggetaran menggunakan meja simulator, selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut:

(1) Mutu eksternal telur dengan penghitungan jumlah telur yang rusak dan jumlah telur yang utuh. Kerabang yang pecah, retak, maupun tergores termasuk dalam kategori telur yang rusak.

(2) Pengamatan mutu internal telur (diameter kantung udara, susut bobot, Haugh unit, dan indeks kuning telur). Cara pengamatan tinggi putih telur, tinggi dandiameter kuning telur, dan diameter kantung udara terlampir pada Lampiran 2.

Pengamatan dilakukan pada hari sebelum simulasi, pascasimulasi, hari ketiga pascasimulasi, hari kelima pascasimulasi, dan hari ketujuh pascasimulasi.Pengamatan pada H0 sebelum, H0 sesudah simulasi, H+3, H+5, dan H+7 diharapkan mampu memperlihatkan perubahan mutu eksternal maupun mutu internal TAB. Diagram alir prosedur penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengamatan

1. Haugh unit

Bobot telur harus ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan digital, kemudian telur dipecah dan isinya dituangkan di atas meja kaca yang datar. Tinggi putih telur diukur menggunakan jangka sorong. Menurut Suryadani (2008) nilai Haugh unitditentukan berdasarkan persamaan berikut:

HU = 100 log (H + 7.57 - 1.7 W0.37) dimana: HU = Haugh unit

H = tinggi putih telur kental (mm)

W = massa telur (gram)

2. Indeks kuning telur

Telur dipecah kemudian isinya dituangkan di atas meja kaca, selanjutnya tinggi kuning telur dan diameter kuning telur diukur dengan jangka sorong. Indeks kuning telur ditentukan berdasarkan persamaan berikut:

Indeks Kuning Telur = T gg g r

(26)

Gambar 8Diagram alir metode penelitian 3. Susut bobot

Susut bobot diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian pengukuran hingga 0.1 gram. Susut bobot telur diperoleh dari selisih berat awal telur dengan berat akhir telur sesuai dengan umur penyimpanan.

Susut bobot (%) = �−��

(27)

dimana: W = bobot awal bahan (gram) Wa = bobot akhir bahan (gram) 4. Tingkat kerusakan mekanis

Uji tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara visual pada bagian luar telur setelah telur ayam buras dilakukan simulasi transportasi diatas meja getar. Kriteria rusak didasarkan pada terdapatnya luka gores pada kerabang, retak, hingga pecah. Lembar pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3Uji tingkat kerusakan mekanis Penggetaran Jenis

Keterangan: KA =desain kemasan primer 1 KB = desain kemasan primer 2 KC = desain kemasan primer 3

Kontrol = kemasan primer molded paper pulp

Persamaan yang digunakan untuk menghitung persentase kerusakan mekanis pada telur tersebut adalah:

5. Diameter kantung udara

Pengamatan mutu telur berdasarkan kantung udara dapat dilihat dengan cara peneropongan sederhana menggunakan lampu 60 watt melalui tabung silinder dengan posisi bagian yang tumpul berada diatas, pengukuran diameter kantung udara menggunakan jangka sorong.

6. Rancanganpercobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yang digunakan adalah perlakuan jenis kemasan terdiri dari 4 taraf yaitu :

A = Kemasan A

B = Kemasan B

C = Kemasan C

Kontrol = Kemasan molded paper pulp

Faktor kedua yang digunakan adalah lama simpan yang ter diri atas 5 taraf yaitu :

H0sb = Lama simpan hari ke-0 sebelum simulasi H0ss = Lama simpan hari ke-0 sesudah simulasi H+3 = Lama simpan hari ke-3 sesudah simulasi H+5 = Lama simpan hari ke-5 sesudah simulasi H+7 = Lama simpan hari ke-7 sesudah simulasi

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Desain

Identifikasi Masalah

Transportasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pendistribusian TAB. Selama transportasi, banyak hal yang mempengaruhi perubahan kualitas TAB, perubahan kualitas yang terlihat langsung adalah perubahan fisik dari produk. Kerusakan yang terjadi berupa kerusakan mekanis yang disebabkan oleh getaran yang terjadi selama transportasi. Getaran yang terjadi selama transportasi menyebabkan telur retak atau pecah.

Telur Ayam Buras (TAB) merupakan produk biologis yang didistribusikan selain untuk dikonsumsi, juga didistribusikan untuk budidaya (ditetaskan). Penanganan khusus selama transportasi sangat diperlukan agar gaya-gaya mekanis yang dialami TAB selama transportasi tidak menurunkan kualitas eksternal maupun internalnya. Konsumen dapat menerima TAB dengan kualitas terbaik apabila dalam pendistribusiannya dilakukan dengan baik.Pendistribusikan TAB dari farm menuju rumah pengemasan dalam jumlah besar masih menggunakan cara yang sederhana, yaitu dengan kotak karton, peti kayu, dan molded paper (eggs tray).

Pengembangan Desain

Rancangan Fungsional

1. Kemasan primer yang didesain mampu mereduksi getaran vertikal maupun horisontal saat TAB didistribusikan.

2. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari kerusakan mekanis saat transportasi.

3. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari penurunan mutu setelah transportasi dan penyimpanan.

Rancangan Struktural

1. Kemasan primer A

(29)

Gambar 9 Desain kemasan primer A 2. Kemasan primer B

Kemasan primer B memiliki bentuk yang hampir sama dengan kemasan primer A, namun memiliki perbedaan pada lubang yang dibentuk pada kemasan. Lubang pada kemasan primer B bagian tengahnya tidak dihilangkan, namun dibelah menjadi delapan bagian. Hal ini bertujuan agar TAB menjadi lebih tercengkram dengan baik pada kemasan, sehingga mengurangi pergerakan telur pada saat transportasi. Desain kemasan primer B dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Desain kemasan primer B 3. Kemasan primer C

(30)

Gambar 11 Desain kemasan primer C

Hasil Desain Kemasan Primer

Desain kemasan primer untuk telur ayam buras dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan tekan telur dan dimensinya.Untuk data dimensi TAB dilakukan pengukuran dengan menggunakan lima sampel, kemudian diambil rataan dari data yang diperoleh. Rataan dimensi TAB yang diperoleh adalah 55 mm untuk tingginya dan 42 mm untuk diameternya. Adapun data kekuatan tekan telur dilakukan pendekatan dari kekuatan tekan maksimal telur ayam ras. Data kekuatan tekan maksimal telur ayam ras dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4Data pengukuran kuat tekan maksimum telur ayam ras

Skema pembebanan Parameter terukur 1 2 3 Rataan Diameter mayor (mm) 54.40 54.50 53.60 54.17 Diameter minor (mm) 43.50 43.00 42.90 43.13 Kuat tekan maksimum (N/mm2) 0.06 0.07 0.05 0.06 Diameter mayor (mm) 56.20 55.20 55.35 55.58 Diameter minor (mm) 42.80 44.40 44.65 43.95 Kuat tekan maksimum (N/mm2) 0.05 0.05 0.05 0.05 Sumber : Data Praktikum Terpadu Mekanika Dan Bahan Teknik (2014)

(31)

Gambar 12Kemasan sekunder

(a) (b) (c) (d)

Gambar 13Kemasan primer yang didesain dan dibuat (a) kemasan A, (b) kemasan B, (c) kemasan C dan (d) kemasan kontrol

Kemasan primer ini didesain masing-masing memiliki fungsi untuk menanta rapi TAB di dalam kemasan sekunder. Bentuk kemasan primer didesain untuk mencegah TAB saling berbenturan saat transportasi dan untuk mengurangi getaran yang dialami TAB baik secara vertikal maupun horisontal. Kemasan primer akan disusun di dalam kemasan sekunder tiga lapis, masing-masing kemasan didesain dapat menampung 20 butir TAB. Kapasitas TAB yang terdapat didalam satu kemasan sekunder ± 60 butir. Penyusunan TAB dalam kemasan primer dan sekunder tampak atas yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 14. Adapun TAB yang terlihat diluar kemasan setelah dikemas dengan kemasan primer dan kemasan sekunder, dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 5Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute Jenis flute Ketebalan

(mm)

Kekuatan tekan tepi (kg/cm2)

Single wall

A 4.90-5.50 6.80-7.60

B 2.90-3.50 5.20-7.30

C 3.90-4.50 5.40-7.50

Double wall

A+B 7.80-9.00 9.00-12.10

A+C 8.80-10.00 9.10-12.30

Sumber : Peleg (1985)

(32)

perjalanan truk yang diisi sebanyak 80% dari kapasitas maksimumnya dengan kecepatan 60 km/jam untuk jalan normal di dalam dan luar kota sejauh 298.89 km. Keadaan tersebut juga setara dengan perjalanan truk yang diisi sebanyak 80% dari kapasitas maksimumnya dengan kecepatan 30 km/jam di jalan buruk aspal sejauh 281.76 km, dimana perhitungan lebih rinci disajikan pada Lampiran 5.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 14Penyusunan TAB dalam kemasan (tampak atas) (a) kemasan A, (b) kemasan B, (c) kemasan C, dan (d) kontrol

Perubahan Kualitas Internal TAB Setelah Simulasi Transportasi

Keadaan TAB Sebelum Simulasi Transportasi

(33)

Tabel 6Keadaan fisik TAB sebelum simulasi transportasi

Parameter Satuan Kisaran Rataan Kelas

Bobot gram 27.54-46.18 38.53 Kecil

Haugh unit - 76.94-90.13 84.54 AA

Indeks kuning telur - 0.46-0.52 0.50 AA

Kantung udara mm <3.5 <3.5 AA

Keadaan fisik TAB yang digunakan memiliki nilai yang beragam. Keadaan induk ayam yang menelurkan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, fisiologis, dan biologis, sehingga terjadi keberagaman telur yang dihasilkan. TAB yang digunakan pada penelitian ini, secara umum termasuk kedalam kelas AA (kelas kualitas terbaik), dan termasuk dalam ukuran kecil. Hal ini sesuai dengan persyaratan tingkatan kualitas telur menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) 3926-2008. Data hasil pengukuran dari semua parameter selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 11.

Penurunan Nilai Haugh Unit

Haughunitmerupakan nilaiyang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu merupakan korelasi antara bobot telur (gram) dengan tinggi putih telur (mm). Beberapa pendapat menyatakan semakin lama telur disirnpan, semakin besar penurunan HU, indeks kuning telur dan berkurangnya bobot telur karena terjadi penguapan air dalam telur hingga kantung udara bertambah besar (Haryono 2000).

1. Penurunan nilai Haugh unit pengaruh simulasi transportasi

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata nilai Haugh unit TAB pada masing-masing jenis kemasan saat pascasimulasi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan bentuk kemasan tidak mempengaruhi nilai Haugh unit pada saat simulasi transportasi.Namun perbedaan nyata nilai Haugh unit pada masing-masing jenis kemasan terlihat jika dibandingkan dengan nilai Haugh unit TAB yang disimpan tanpa perlakuan simulasi transportasi.Dimana masing-masing kemasan yang dilakukan simulasi transportasi mengalami penurunan nilai Haugh unit3.70 kemasan A, 4.52 kemasan B, 8.04 kemasan C, dan 3.75 kemasan kontrol. Penurunannilai Haugh unit tertinggi adalah pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C. Hal ini diduga terjadi karena kemasan primer C tidak kuat mencengkram TAB, sehingga guncangan dari alat simulator langsung mengenai TAB tanpa bisa diredam/dikurangi dengan baik oleh kemasan primer C.Sedangkan penurunan nilai Haugh unit pada TAB yang disimpan tanpa dilakukan simulasi transportasi hanya 0.12, dapat dilihat pada Tabel 7.

(34)

Tabel 7Parameter yang diukur pada TAB yang dilakukan perlakuan simulasi transportasi

Parameter

TAB tanpa perlakuan simulasi transportasi Sebelum

Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB

2. Penurunan nilai Haugh unit pengaruh penyimpanan

Gambar 15Perubahan nilai Haugh unit TAB

(35)

penyimpanan H+3. Hasil uji statistik nilai Haugh unit menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada kemasan lainya terhadap pengaruh dari penyimpanan. Hal ini diduga karena penyimpanan dilakukan pada suhu ruang tanpa adanya perlakuan suhu, sehingga tidak mempengaruhi nilai Haugh unit. Hasil uji statistik nilai Haugh unit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 8 menunjukkan nilai Haugh unit telur pada masing-masing jenis kemasan sebelum simulasi transportasi serta nilai Haugh unit telur selama penyimpanan pascasimulasi.

Nilai Haugh unit pada H+7 penyimpanan untuk masing-masing TAB pada setiap perlakuan kemasan masih berada pada rentang nilai kualitas B, yaitu antara 60 hingga 72. Hal ini menunjukkan bahwa TAB masih layak untuk dikonsumsi, namun dengan kualitas yang telah menurun.Laju rata-rata penurunan nilai Haugh unit pada masing-masing TAB adalah 2.22/hari untuk KA, 2.07/hari untuk KB, 2.72/hari untuk KC, dan 1.63/hari untuk kontrol.

Penurunan Nilai Indeks Kuning Telur

Indeks kuning telur merupakan prosedur yang dirancang untuk menyatakan kondisi dalam telur secara umum dan bersifat matematis terukur. Pengukuran dengan membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning telur yang baru dipecahkan di atas meja datar (Romanoff dan Romanoff 1963). Menurut Buckle et al. (1987) indeks kuning telur adalah perbandingan antara tinggi kuning telur dengan garis tengahnya, dimana indeks kuning telur segar beragam antara 0.33 dan 0.55 dengan nilai rata-rata 0.42, dengan bertambahnya umur telur indeks kuning telur akan menurun akibat bertambahnya ukuran garis tengah kuning telur sebagai akibat perpindahan air.

1. Penurunan nilai indeks kuning telur pengaruh simulasi transportasi

Simulasi transportasi tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap penurunan nilai indeks kuning telur TAB. Hal ini ditunjukkan bahwa perubahan nilai indeks kuning telur TAB pascasimulasi yang begitu kecil. Dimana penurunan nilai indeks kuning telur masing-masing kemasan adalah 0.01 kemasan A, 0.00 kemasan B, 0.03 kemasan C, dan 0.01 kemasan kontrol. Nilai indeks kuning telur sebelum simulasi transportasi dan selama penyimpanan pascasimulasi dapat dilihat pada Tabel 9.Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan primer tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks kuning TAB, hasil uji statistik nilai indeks kuning telur dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai indeks kuning telur mengalami penurunan pascasimulasi tertinggi dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C dengan perubahan nilai indeks kuning telur sebesar 0.03.

2. Penurunan nilai indeks kuning telur pengaruh penyimpanan

(36)

Gambar 16Perubahan nilai indeks kuning TAB

Tabel 9Nilai indeks kuning TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB dan huruf kecil merupakan uji statistik

Penurunan nilai indeks kuning telur TAB lebih dipengaruhi oleh lama penyimpanan TAB. Selama masa penyimpanan terjadi transfer air dari putih telur menuju kuning telur, sehingga kuning telur menjadi semakin encer. Air yang terus-menerus masuk ke dalam kuning telur menurunkan permeabilitas dan elastisitas membran vitelin (membran yang memisahkan kuning telur dengan putih telur). Kuning telur yang semakin encer mengakibatkan tinggi kuning telur menjadi semakin rendah dan diameternya menjadi semakin besar, sehingga nilai indeks kuning telur menjadi menurun. Penurunan nilai indeks kuning telur sebelum simulasi, pascasimulasi hingga penyimpanan H+7 dapat dilihat pada Gambar 16.

Laju perubahan nilai indeks kuning telur secara umum mengalami peningkatan pascasimulasi, kemudian menurun pada H+3 penyimpanan dan kembali meningkat pada H+5. Laju perubahan nilai indeks kuning telur turun secara drastis pada penyimpanan H+7. Hal ini menunjukkan bahwa laju perubahan nilai indeks kuning telur mengalami puncak perubahan pada H+5 penyimpanan.

Peningkatan Nilai Susut Bobot

1. Peningkatan nilai susut bobot pengaruh simulasi transportasi

Nilai susut bobot merupakan parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan bobot dari pascasimulasi sampai H+7 penyimpanan. Hasil uji statistik

(37)

menunjukkan bahwa perlakuan desain pada kemasan primer TAB memberikan pengaruh nyata terhadap nilai susut bobot pada masing-masing kemasan primer setelah simulasi transportasi. Hal ini ditunjukkan dengan terbaginya nilai susut bobot menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pertama kemasan A, kelompok kedua kemasan kontrol, dan kelompok ketigakemasan B dan C. Hasil uji statistik nilai susut bobot secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pascasimulasi transportasi nilai susut bobot terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C sebesar 0.19% dan nilai susut bobot yang terendah terjadi pada TAB yang dikemas dengan kemasan primer A dengan nilai sebesar 0.10%.

Selama simulasi transportasi aktivitas TAB menjadi meningkat, hal ini mengakibatkan peningkatan pada laju respirasi TAB. Sel TAB membutuhkan energi yang lebih banyak ketika terjadi peningkatan aktivitas, dibandingkan dengan TAB dalam keadaan diam. Laju respirasi akan meningkat untuk mengimbangi kegiatan fisiologis sel TAB, dimana semakin meningkatnya laju respirasi maka penguapan air dan karbondioksida semakin besar. Hal ini mempengaruhi persentase laju penyusutan bobot TAB.

Gambar 17Peningkatan berkurangnya bobot TAB

Tabel 10Persentase peningkatan susut bobot TAB sebelum simulasi,pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi 2. Peningkatan nilai susut bobot pengaruh penyimpanan

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai susut bobot mengalami peningkatan pascasimulasi sampai H+7penyimpanan. Hal ini diduga karena semakin lama penyimpanan TAB maka telur mengalami kehilangan air sehingga

(38)

bobotny semakin berkurang. Telur mengalami kehilangan air selama penyimpanan sehingga bobot telur menjadi berkurang (Biladeau dan Keener 2009). Nilai susut bobot terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dengan nilai sebesar 1.31%, sedangkan terendah terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C dan kemasan kontrol dengan nilai sebesar 1.14% pada H+7 penyimpanan. Nilai susut bobot pada H+7 penyimpanan pada kemasan tanpa perlakuan simulasi transportasi lebih tinggi yaitu 1.73%, dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai susut bobot untuk masing-masing kemasan primer pascasimulasi sampai penyimpanan H+7 dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nyata terhadap nilai susut bobot pada pengaruh penyimpanan untuk masing-masing kemasan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10 dimana masing-masing kemasan terbagi menjadi beberapa kelompok karena pengaruh penyimpanan. Nilai susut bobot didapat dengan perhitungan berdasarkan rumus yang terdapat pada metode, contoh perhitungan susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 12. Peningkatan nilai susut bobot TAB pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17.

Perubahan Ukuran Diameter Kantung Udara

1. Perubahan ukuran diameter kantung udara pengaruh simulasi transportasi Kantung udara merupakan salah satu parameter yang dapat diidentifikasi untuk menentukan kualitas telur. Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB sebelum simulasi transportasi, pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 11. Perubahan ukuran kantung udara pascasimulasi paling tinggi dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dengan peningkatan nilai sebesar 3.36 mm. Hal ini diduga karena TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B mengalami guncangan yang lebih besar dari kemasan lainya, sehingga mengalami penambahan ukuran diameter kantung udara lebih besar. Efek getaran selama simulasi transportasi memberikan pengaruh terhadap posisi dan ukuran diameter kantung udara. Posisi kantung udara dalam TAB dapat bergeser karena guncangan atau getaran, sehingga dapat menambah ukuran kantung udara di dalamnya.

Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB sebelum simulasi, pascasimulasi hingga H+7 penyimpanan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 18. Pada gambar dapat diketahui bahwa perubahan diameter kantung udara terbesar terjadi pada TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer C. Sedangkan perubahan diameter kantung udara terkecil dialami oleh TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer B dan kontrol. Hal ini diduga kedua kemasan primer mampu mengurangi dampak getaran pada saat simulasi transportasi, sehingga TAB mengalami perubahan diameter kantung udara menjadi lebih kecil selama simulasi TAB hingga H+7 penyimpanan.

2. Perubahan ukuran diameter kantung udara pengaruh penyimpanan

(39)

primer A dengan nilai sebesar 9.99 mm. Hal ini diduga karena guncangan yang berulang dan keras pada saat simulasi transportasi menyebabkan kantung udara bergeser. Sebelumnya diketahui bahwa TAB yang dikemas menggunakan kemasan primer A posisi TAB terlepas dari kemasannya. Posisi TAB yang berubah karena guncangan mengakibatkan udara di dalam TAB akan berusaha untuk selalu berada diatas karena sifatnya yang ringan. Udara akan mendesak bagian antara lapisan membran dan bagian permukaan kerabang, sehingga mengakibatkan perubahan ukuran diameter dan posisi kantung udara.

Gambar 18Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB Tabel 11Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB Perlakuan

Perubahan diameter kantung udara (mm) Sebelum Keterangan : Huruf kapital merupakan kualitas dari TAB dan huruf kecil merupakan uji statistik

Laju rata-rata penambahan ukuran diameter kantung udara sebesar 1.27 mm/hari untuk kemasan primer A, 0.98 mm/hari untuk kemasan primer B, 0.74 mm/hari untuk kemasan primer C, dan sebesar 0.92 mm/hari untuk kemasan kontrol (molded paper pulp). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan primer molded paper pulp masih lebih baik dalam menekan perubahan ukuran diameter kantung udara TAB, sedangkan kemasan primer yang didesain masih memiliki nilai laju perubahan diameter kantung udara TAB diatas 2 mm/hari.

Perubahan Kualitas Eksternal TAB Setelah Simulasi Transportasi

Kualitas eksternal telur terlihat nyata dengan pengamatan langsung pada bagian luar telur. Parameter kualitas eksternal telur antara lain : bentuk dan tekstur kerabang, kekuatan kerabang, dan kebersihan kerabang. Konsumen dapat menilai

(40)

langsung kualitas telur berdasarkan penampakan luar telur. Oleh karena itu, diperlukan sortasi dan grading untuk mendapatkan telur dengan kualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Pengamatan terhadap kualitas eksternal telur pada penelitian ini lebih ditekankan pada kekuatan kerabang serta perubahan tingkat kebersihan kerabang setelah simulasi transportasi. Hal ini dilakukan karena kekuatan kerabang serta kebersihan kerabang merupakan dampak langsung dari bentuk kemasan primer yang didesain setelah simulasi transportasi. Bentuk dan tekstur serta kebersihan kerabang sebelumnya digunakan sebagai dasar sortasi awal TAB sebelum perlakuan pengemasan, sehingga tidak diamati lebih lanjut.

Kerusakan Mekanis

Kekuatan kerabang terkait erat dengan daya tahan kerabang telur terhadap kerusakan mekanis yang terjadi selama berlangsungnya simulasi transportasi serta gaya-gaya yang dialami TAB selama simulasi transportasi. Gaya-gaya yang dialami TAB selama simulasi transportasi dapat dilihat pada Gambar19. Hasil pengukuran setelah simulasi transportasi selama 4.38 jam dengan frekuensi getaran 3.33 Hz dan amplitudo 3.95 cm (setara dengan perjalanan sejauh 298.89 km pada jalan luar kota atau setara dengan perjalanan sejauh 281.76 km pada jalan buruk) menunjukkan kerusakan hanya pada kemasan primer A yaitu sebesar 7%, sedangkan pada kemasan primer lainya tidak terjadi kerusakan. Profil tingkat kerusakan mekanis yang dialami TAB selama simulasi transportasi dapat dilihat pada gambar 20.

(41)

Gambar 20Tingkat kerusakan mekanis TAB pascasimulasi transportasi pada berbagai jenis kemasan

Gambar 21 Posisi TAB setelah simulasi transportasi pada kemasan primer A Kekuatan kerabang telur juga berpengaruh terhadap kerusakan mekanis yang dialami TAB. Semakin tebal kerabang, maka daya tahan telur terhadap beban mekanis akan semakin besar. Ukuran tebal kerabang TAB rata-rata yang terukur pada penelitian ini adalah 0.31 mm. Ketebalan kerabang ini telah memenuhi standar ketebalan kerabang telur minimal untuk kegiatan pemasaran, yaitu 0.30 mm – 0.33 mm. Kerusakan yang terjadi pada TAB terjadi pada posisi horisontal, yakni pada bagian tengah seperti yang terlihat pada Gambar22. Hasil penelitian Romanoff (1929) terhadap 4000 butir telur tentang kekuatan kerabang, menghasilkan tiga kelas yang diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Telur dengan ketebalan rata-rata dan seragam; 2. Telur dengan ketebalan di bawah rata-rata (bagian tumpul lebih tebal dari bagian runcing); 3. Telur dengan ketebalan kerabang diatas rata-rata (bagian runcing lebih tebal dari bagian tumpul).

(a) (b)

(42)

Kerusakan mekanis terjadi pada posisi horisontal telur dan di bagian tumpul telur. Jika dihubungkan dengan kelas kerabang, maka kerabang TAB yang diamati pada penelitian ini masuk pada kelas ke-3, yaitu kerabang dengan ketebalan diatas rata-rata (bagian runcing lebih tebal dari bagian tumpul. Hal ini dibuktikan dengan adanya TAB yang pecah pada bagian tumpul telur. Ukuran ketebalan kerabang mempengaruhi tingkat ketahanan kerabang terhadap gaya-gaya mekanis dari luar. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Romanoff (1929) tentang tingkat ketahanan kerabang telur, menunjukkan kolerasi positif antara ukuran ketebalan kerabang telur terhadap tingkat ketahanan pecah kerabang telur tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain kemasan primer yang dilakukan berhasil mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan mekanis pada TAB. Hal ini dilihat pada persentase ketahanan TAB terhadap kerusakan mekanis sebesar 100% pada kemasan primer B, C, dan kontrol serta sebesar 93% pada kemasan primer A.

Kebersihan Kerabang Pascasimulasi Transportasi

Kebersihan kerabang pada TAB memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penilaian konsumen. Konsumen akan menilai TAB pertama kali dengan penglihatan, yaitu melihat apakah TAB bersih ataupun kotor pada kerabangnya. USDA dalam Egg Grading Manual menyatakan bahwa kerabang telur yang bersih itu jika terbebas dari benda-benda asing dan noda yang terlihat jelas pada permukaan kerabang. Jika kerabang dalam keadaan utuh dan terdapat benda asing yang menempel pada permukaan kerabang, maka kerabang telur dinyatakan kotor. Noda seluas 1/32 luas kerabang total jika noda terkumpul atau noda seluas 1/16 bagian luas kerabang total jika posisi noda tersebar.

Gambar 23 Keadaan kebersihan kerabang TAB pascasimulasi

(43)

pembersihan kerabang lagi. Hal ini sulit dilakukan karena sifat noda (kuning dan putih telur) yang lengket dan mengeras apabila sudah mengering. Noda pada kerabang TAB dapat dilihat pada Gambar 23.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemasan primer B,C, dan kontrol mampu mempertahankan kebersihan kerabang dengan baik dengan tidak terjadinya kerusakan mekanis. Hal ini diduga karena bentuk kemasan primer yang didesain mampu mengurangi getaran pada saat simulasi dengan baik. Sehingga bentuk kemasan B dan C cukup optimal dalam mempertahankan kualitas eksternal telur, karena mampu mempertahankan TAB tidak rusak secara mekanis sama dengan kemasan primer kontrol (molded paper pulp).

Pemilihan Desain Kemasan Terbaik

Tabel 12 Penentuan indeks sifat berbobot ( ) Jenis

Penentuan desain kemasan primer terbaik dilakukan dengan metode evaluasi sifat pembobotan, hal ini dilakukan karena pemilihan kemasan dilakukan berdasarkan beberapa kriteria. Rajan dan Narasimhan (2002) menyatakan bahwa penentuan model kemasan terbaik berdasarkan kriteria, dilakukan dengan metode evaluasi indeks pembobotan (weight property index). Penentuan nilai pembobot dipilih berdasarkan parameter yang lebih mempengaruhi mutu TAB. Berdasarkan Tabel 12, kemasan terbaik dipilih adalah kemasan B dengan nilai indeks sifat berbobot paling tinggi. Kemasan B lebih baik dalam mempertahankan mutu TAB, karena bentuk kemasan yang dapat mencengkram TAB dengan baik. Sehingga TAB tidak banyak bergerak ketika terjadi getaran/guncangan saat simulasi transportasi. Proses penentuan dapat dilihat pada Lampiran 12, dimana setiap parameter mendapatkan nilai pembobotan dengan cara membandingkan antar parameter tersebut. Setiap kemasan akan dicari nilai parameternya untuk dikalikan dengan masing-masing nilai pembobotan sehingga didapatkan nilai indeks sifat berbobot ( ).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(44)

mampu mencengkram TAB dengan baik sehingga terhindar dari kerusakan mekanis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai desain kemasan primer TAB dengan mempertimbangkan aspek ekonomisnya. Desain kemasan sekunder TAB juga perlu dilakukan agar kemasan TAB menjadi lebih menarik konsumen. Untuk parameter pengukuran mutu internal perlu ditambahkan indeks putih telur, agar lebih kelihatan pengaruhnya terhadap bentuk kemasan yang didesain.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta W. 2012. Kajian Pengaruh Fisis Teknik Pengemasan Selama Transportasi Terhadap Mutu Eksternal dan Internal Telur Ayam Buras (TAB) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia 2009-2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Biladeau AM, Keener KM. 2009. The effects of edible coatings on chicken egg quality under refrigerated storage. Poultry Science. 88:1266-1274.

Buckle K A, EdwardRA, FleetG H, WoottenM. 1985. Ilmu Pangan (H. Purnomo dan Adiono, Penerjemah). Jakarta (ID) : Universitas Indonesia Pr.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Telur Ayam Konsumsi. [internet].[Diakses 2016 Maret 28]. Tersedia pada :

http://www.bsn.go.id. SNI 3926:2008.

Card I. 1972. Poultry Production. 9th Edition. Philadelphia (US): Lea and Febiger. Deptan. 2010. Tanya Jawab Seputar Telur Sumber Makanan Bergizi. [Internet].

[Diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada :

http://www.deptan.go.id/pengumuman/nak032010/Booklet%20Telur.pdf. Fardiaz D, SoekartoT. 1972. Mempelajari pengawetan telur utuh dengan bahan

penyamak nabati. Buletin Penelitian Teknologi Hasil Pertanian. (5) : 1-7 Haryono. 2000. Langkah-Langkah Teknis Uji Kualitas Telur Konsumsi Ayam Ras.

Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak Bogor.

Khandani S. 2005. Engineering Design Process.1st ed. [ebook]. [Diakses 2016 April 20]. Tersedia pada :https://www.saylor.org/site/wp-content/uploads/2012/09/ME101-4.1-Engineering-Design-Process.pdf Lowe B. 1963. Experimental Cookery. New York (US): John Wiley and Sons. Mangunwidjaja D, Suryani A. 2000. Dasar Rekayasa Proses. Bogor (ID) : Institut

Pertanian Bogor.

Mansjoer S S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red [disertasi]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Peleg K. 1985. Produce Handling, Packaging, and Distribution. Westport, Connecticut (US): AVI Publishing Company.

(45)

Rajan KM, Narasimhan KJ. 2002. An approach to selection of material and manufacturing processes for rocket motor cases using weighted perpomance index. J. Mater. Eng. Perform. 11(4):444-449.

Romanoff L, A Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York (US): John Wiley and Sons.

Seydim AC, Dawson PL. 1999. Packaging Effect on Shell Egg Breakge Rates During Simulated Transportation. Poultry Science. 78: 148-151

Sirait C. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor (ID).

Soedibyo T. 1992. Alat simulasi pengangkutan buah-buahan segar dengan mobil dan kereta api. Jurnal Hortikultura 2(1) : 66-73.

Stadelman WJ, Cotteril OJ. 1977. Egg Science and Technology. Westport, Connecticut(US): The Avi Publishing.

Sudaryani T. 2008. Kualitas Telur. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Syarief R, SantausaS, Isyana ST. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.Bogor (ID): Labolatorium Rekayasa Proses Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

[USDA] United States Departement of Agriculture. 1964. Egg Grading Manual. Agriculture Handbook, number 75. Washington DC (US).

Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas.Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Zulfikar. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil Perendaman

(46)

Lampiran 1Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

Gambar 1 Timbangan analitik

(ACIS Ad-2100H)

Gambar 2 Stopwatch

Gambar 3 Candler

Gambar 4 Jangka sorong (Triple brand dan XPtool)

Gambar 5 Kaca (20 x 30 x 0.5 cm)

(47)

Lampiran 2Cara pengukuran tinggi putih telur, tinggi dan diameter kuning telur, dan diameter kantung telur

Gambar 1

Pemecahan telur di atas kaca

Gambar 2

Pengukuran tinggi kuning telur

Gambar 3

Pengukuran diameter kuning telur

Gambar 4

Pengukuran tinggi putih telur

Gambar 5

Peneropongan diameter kantung udara

Gambar 6

(48)

Lampiran 3Kemasan dilihat dari luar setelah TAB dikemas dengan kemasan primer dan sekunder

Gambar 1 Kemasan primer A

Gambar 2 Kemasan primer B

Gambar 3 Kemasan primer C

(49)

Lampiran 4Gambar teknik desain kemasan primer TAB

Gambar 1 Kemasan primer A

(50)

Lampiran 4 Lanjutan

(51)

Lampiran 5Konversi angkutan truk berdasarkan data lembaga uji kontruksi BPPT 1986

Jika alat simulasi mendapat gonjangan vertikal selama 1 jam, maka jarak yang ditempuh adalah :

� =�� ×

Dimana : x = jumlah luas seluruh getaran vertikal (cm2/jam) z = jumlah luas seluruh bak truk (cm2/jam) Y = jarak yang ditempuh truk (km)

Data pengukuran gonjangan truk :

Lembaga uji kontruksi BPPT 1986 telah mengukur guncangan truk truk yang diisi 80% penuh dengan kecepatan 60 km/jam untuk jalan dalam dan luar kota, dan 30 km/jam untuk jalan buruk (aspal) dan jalan buruk berbatu. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1 Data pengukuran guncangan truk pada berbagai keadaan jalan

Jumlah kejadian

Sumber : Lembaga Uji Kontruksi BPPT, 1986

Jalan dalam dan luar kota diukur selama 30 menit dengan jarak 30 km, sedangkan jalan buruk (aspal) dan jalan buruk (berbatu) diukur selama 60 menit dengan jarak 30 km.

Asumsi :

1. Kecepatan truk di jalan dalam dan luar kota 60 km/jam, sedangkan di jalan buruk aspal dan jalan buruk berbatu 30km/jam.

2. Frekuensi getaran bak truk 1.442 Hz A. Transportasi jalan luar kota

Berdasarkan tabel di atas, maka :

1. Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = Ʃ (Ni x Ai)/Ʃ (Ni) Dimana : P = rata-rata getaran bak truk

N = jumlah kejadian amplitudo

(52)

Lampiran 4 Lanjutan

2. Luas satu siklus bak truk kondisi jalan kota = ∫ � sin �� �� Dimana : T = periode (detik/getaran)

ω= kecepatan sudut (getaran/ detik)

3. Amplitudo rata-rata getaran bak truk bila melalui jalan luar kota :

� = � . + +� . ++ + ⋯ +� . + ⋯ ++ � . ++ � .

= 1.742 cm

4. Jika diketahui frekuensi bak truk = 1.442 Hz

Maka : � = =

. = . � /

� = �= .� = . � /

5. Luas siklus getaran bak truk di jalan luar kota

= ∫ . . sin . � �

6. Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam : = 30 menit x 60 detik/menit x 1.442 getaran/detik x 0.00115 cm2/getaran = 2.985 cm2

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan menggunakan meja simulator dapat dihitung dengan metode dibawah ini :

Nilai frekuensi dan amplitudo getaran meja simulator

T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 rataan

Luas satu siklus getaran :

= � ∫ sin �� ��

Jumlah seluruh getaran selama 1 jam :

= 1 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 3.33 getaran/detik =11988 getaran/jam

Gambar

Gambar 1Ayam buras/ayam kampung (sumber: youngmuhajir.wordpress.com)
Tabel 2Persyaratan tingkatan kualitas telur
Gambar 4Jenis-jenis flute
Gambar 8Diagram alir metode penelitian  3.  Susut bobot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar Natrium Benzoat pada jahe dan lengkuas giling yang beredar di beberapa pasar tradisional di Kota Padang.. BAHAN

The authors present empirical data about the high school years to help assess the rela- tive importance of such factors as academic ability, level of parental income and

Although Economics of Education Review does not cover economic education (teaching economics), an exception may be made for this book, because someday a controlled study of

Hasil uji wilcoxon digunakan untuk mengetahui terdapat tidaknya perbedaan nilai rata-rata antara dua kelompok data yang berpasangan ( pretest dan postest )

Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi menurut IMT/U, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, asupan zat besi, dan

Dalam hal ini kemoterapi dengan beberapa karateristik pasien seperti usia pada pasien kemoterapi, jenis kelamin pada pasien kemoterapi, jenis kanker, stadium, siklus

Karena banyaknya suatu permasalahan yang timbul dalam sebuah sistem berjalan, maka dibuatlah suatu sistem usulan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi dengan

Apabila analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu