• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Kecamatan Cigudeg

Cigudeg adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Secara geografis, Cigudeg terletak pada 6°23 38 LS sampai 6°32 54

LS dan 106°29 24 BT sampai 106°31 51 BTdengan ketinggian rata-rata 800 m

dpl. Peta batas administratif desa dan Kecamatan Cigudeg dapat dilihat pada Gambar 11. Kecamatan Cigudeg secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Rumpin b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Jasinga

c) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tenjo dan Kecamatan Parung Panjang

d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Nanggung, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Leuwiliang.

Suhu udara Kecamatan Cigudeg rata-rata berkisar antara 25°C sampai 26°C. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3.5 knot sampai 5.3 knot dengan kecepatan tertingggi terjadi pada bulan Maret. Menurut stasiun pos hujan Cikasungka pada tahun 2011-2012, Cigudeg memiliki hari hujan rata-rata 8.3 hari pada bulan April sampai September dan 16.7 hari pada bulan Oktober sampai Januari.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor 2013, luas wilayah Kecamatan Cigudeg adalah 177.6 km2 atau 17 761.23 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 12 119 jiwa yang tersebar di 15 desa. Desa yang ada dalam wilayah Cigudeg adalah Sukarasa, Cigudeg, Sukamaju, Bunar, Wargajaya, Mekarjaya, Banyuresmi, Banyuwangi, Cintamanik, Banyuasih, Argapura, Tegallega, Bangunjaya, Batujajar, dan Rengasjajar. Cigudeg memiliki total 85 rukun warga dan 282 rukun tetangga.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Cigudeg tergolong rendah dibanding kecamatan lainnya, yaitu 8 jiwa per ha. Kepadatan penduduk paling tinggi di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Ciomas, yaitu 98 jiwa per ha. Piramida penduduk Kecamatan Cigudeg menyerupai piramida terbalik dimana penduduk usia muda memiliki jumlah yang hampir sama, kemudian menurun dengan signifikan pada usia diatas 29 tahun. Hal ini serupa dengan kondisi umum piramida penduduk di Kabupaten Bogor, dimana rasio penduduk usia muda (0-29 tahun) lebih dominan dibanding usia tua (0-75 tahun). Sex ratio Kecamatan Cigudeg merupakan salah satu yang tertinggi di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 109, hal ini berarti dalam 100 penduduk perempuan terdapat 109 penduduk laki-laki. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh kebun, pedagang serta penambang batu.

Cigudeg dilintasi oleh jalan lintas daerah yaitu antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Banten (Gambar 11). Kontur daerah Cigudeg berbukit di daerah utara dan selatan. Pusat aktivitas penduduk banyak terletak di selatan, yaitu di Desa Cigudeg dan sepanjang jalan nasional, baik berupa pemukiman maupun

pusat administrasi dan perdagangan. Wilayah ini juga sebagian besar merupakan daerah perkebunan kelapa sawit milik PTP Nasional VIII. Selain perkebunan kelapa sawit, terdapat juga perkebunan teh.

Berdasarkan data penutupan lahan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor Tahun 2013, Cigudeg memiliki tujuh jenis penutupan lahan, diantaranya adalah hutan, tubuh air, semak belukar, ladang/ tegalan, kebun, sawah, dan pemukiman. Sebagian besar penutupan lahan Cigudeg didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 53,2% atau 8383,4 ha. Semak belukar merupakan daerah yang belum mendapatkan perlakuan fisik. Sebagian besar merupakan pohon sedang dan semak tinggi. Pada jenis penutupan lahan ini, terdapat pula hutan produksi terbatas yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Kabupaten Bogor Barat

Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Jawa Barat. Pada sensus tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 4 402 026 jiwa atau sama dengan 10.43 % dari total penduduk Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan luas wilayah, Kabupaten Bogor merupakan ketiga terbesar setelah Sukabumi dan Cianjur dengan luas sebesar 223 709 ha. Pemekaran Kabupaten Bogor merupakan gagasan dari keluarnya SK Gubernur no.31 tahun 1990 tentang pola induk pengembangan wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dalam jangka panjang (25-30 Tahun). Aspirasi dari masyarakat kemudian menguatkan keputusan pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengkaji rencana pemekaran ini dimulai dari tahun 2000.

Pada tahun 2007, hasilnya disepakati calon daerah otonomi baru Kabupaten Bogor Barat sebagai pemekaran dari Kabupaten Bogor. Wilayah Kabupaten Bogor Barat meliputi 14 kecamatan, 161 desa dengan luas wilayah 1 124.06 km² atau 42.18 % dari luas Kabupaten Bogor keseluruhan. Jumlah penduduk tahun 2012 sebanyak 1 450 270 jiwa atau sama dengan 28.56 % dari jumlah penduduk kabupaten bogor keseluruhan. Rincian data kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor Barat dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Data wilayah Kabupaten Bogor Barat

No Kecamatan Jumlah Desa Luas (ha) Jumlah Penduduk

1 Darmaga 10 2 637.326 104 825 2 Ciampea 13 3 304.415 152 692 3 Tenjolaya 7 8 665.905 56 747 4 Cibungbulang 15 3 845.418 129 187 5 Pamijahan 15 12 456.090 137 831 6 Leuwiliang 11 9 031.674 117 240 7 Leuwisadeng 8 3 539.514 72 830 8 Rumpin 14 13 735.625 133 925 9 Nanggung 11 15 929.438 85 996 10 Cigudeg 15 17 761.232 121 194 11 Sukajaya 11 15 646.309 56 992 12 Jasinga 16 14 308.336 95 268 13 Tenjo 9 8 665.905 68 475 14 Parung Panjang 11 7 132.106 117 068

Gambar 11 Peta administrasi Kecamatan Cigudeg

DPRD Kabupaten Bogor menerbitkan Surat Keputusan nomor 12 Tahun 2007 tentang persetujuan pembentukan daerah otonom baru pemekaran daerah Kabupaten Bogor, tanggal 6 September 2007. Bupati kemudian menerbitkan Keputusan Bupati nomor 135/576/kpts/huk/2007 tanggal 30 Oktober 2007 tentang persetujuan pemberian bantuan dana untuk daerah otonom baru hasil pemekaran Kabupaten Bogor. Proses ini kemudian disampaikan pada bagian pemerintahan provinsi dan pusat. Saat ini, proses peresmian Kabupaten Bogor Barat masih dalam tahap pembahasan tingkat nasional dalam sidang paripurna DPR untuk kemudian dapat disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri.

Gambar 12 Peta wilayah daerah otonomi baru Kabupaten Bogor Barat Kabupaten Bogor Barat memiliki sektor utama ekonomi pertanian dan pertambangan. Adapun pendukung sektor tersebut adalah pariwisata alam. Kabupaten Bogor Barat memiliki aset alam berupa Gunung Salak Endah, Gunung Halimun Salak, arung jeram Sungai Cikaniki, Gua Gudawang, dan sebagainya. Berdasarkan ekspos BAPPEDA tahun 2014, Kabupaten Bogor Barat akan dikembangkan ke dalam tiga klaster daerah. Klaster pertama merupakan klaster hulu yang memiliki karakteristik lanskap alami yang tinggi. Klaster tengah

berfungsi sebagai pusat administrasi dan aktivitas daerah, dan klaster hilir yang berfungsi sebagai daerah distribusi produk dan jasa daerah (Tabel 13).

Tabel 13 Tabel klasterisasi wilayah Bogor Barat

Klaster Daerah Arah Pengembangan

Klaster Hulu Kec. Sukajaya, Nanggung, Pamijahan, Tenjolaya, Sebagian Cigudeg & Sebagian Leuwiliang

Konservasi,

Pariwisata,/Agribisnis, Pertanian (Perikanan, Peternakan, Perkebunan, & Perhutanan), Penelitian, & Pemukiman Pedesaan (Pd) Klaster Tengah Kec. Jasinga, Cigudeg,

Leuwiliang. Leuwisadeng, Cibungbulang, Ciampea, & Dramaga Pusat Pemerintahan, Pengembangan Perkotaan (Pp2 & Pp3), Pendidikan/Penelitian, Permukiman/Perumahan, Agribisnis & Agroindustri, Perdagangan & Jasa. Klaster Hilir Kec. Rumpin,

Parungpanjang, Tenjo, Sebagian Jasinga

Pengembangan Perkotaan (Pp1), Industri, (In & Zi), Perdagangan & Jasa Skala Regional & Nasional, Permukiman/ Perumahan. Sumber: BAPPEDA (2014)

Kecamatan Cigudeg dipilih sebagai ibu kota. Hal ini merupakan keputusan yang didapatkan dari hasil riset LPPM ITB 2008 mengenai kelayakan daerah untuk ditetapkan sebagai ibu kota. Salah satu pertimbangan utamanya adalah daerah ibu kota harus memiliki aksesibilitas yang paling tinggi untuk daerah daerah lainnya. Dapat dilihat bahwa Cigudeg memiliki posisi yang strategis. Cigudeg dilalui dua jalur utama sirkulasi nasional dan provinsi. Hal ini mendukung aktivitas pusat administrasi yang mewajibkan untuk dapat mengakses informasi skala daerah hingga nasional.

Sumber Daya Kritis

Tahap pertama merupakan identifikasi sumber daya kritis. Pada tahap ini, diidentifikasi daerah yang memiliki sumber daya kritis yang harus dilestarikan. Sumber daya kritis yang diidentifikasi pada studi ini meliputi air tanah, air permukaan, lahan pertanian dan hutan konservasi.

Air Tanah

Ketersediaan air bersih merupakan salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam keberlanjutan penataan kota. Hal ini menandakan bahwa

daerah daerah yang memiliki potensi sebagai penyedia air harus dilindungi dari kontaminasi atau kegiatan yang dapat merusak. Daerah perlindungan air dapat berupa perlindungan air tanah maupun air permukaan. Pada air tanah, daerah perlindungan air terdapat pada daerah yang memiliki kandungan air tanah yang baik dari segi kuantitatif maupun kualititatif.

Penyediaan kebutuhan air bersih di Kecamatan Cigudeg bersumber dari sumur bor atau PDAM Tirta Kahuripan. PDAM Tirta Kahuripan adalah pengelola sistem penyediaan air bersih perpipaan yang melayani wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok. Tercatat ada sebanyak 10 750 sambungan langganan pada bagian Bogor Barat. Kecamatan Cigudeg sendiri berada pada area pelayanan Cabang VIII yang berpusat di Parung Panjang dengan sumber air IPA 100 Liter per detik dan cabang V yang berpusat di Leuwiliang dengan sumber air IPA 20 liter per detik (PDAM 2011). Gambaran sumber air PDAM Tirta Kahuripan dapat dilihat pada Gambar 13. Sebagian penduduk lain menggunakan air tanah dengan sumber sumur bor pribadi maupun sistem perpipaan yang dikelola secara swadaya oleh organisasi daerah masing-masing.

Gambar 13 Sumber air PDAM Tirta Kahuripan Sumber: PDAM (2011)

Berdasarkan hasil penelitian Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, air tanah Cigudeg terbagi menjadi tiga kelas utama, yaitu akuifer produktif, akuifer setempat, dan daerah air tanah langka. Akuifer menurut Melati dan Sujatmiko (2012) merupakan batuan lolos air yang banyak mengandung air. Berdasarkan letaknya di dalam lapisan bawah permukaan, akuifer terbagi kembali menjadi beberapa jenis. Akuifer produktif merupakan area dimana air tanah

memiliki aliran bercelah atau sarang. Bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air (impermeable) dan bagian atasnya dibatasi oleh permukaan air tanah. Aliran akuifer bertipe ruang dan berbentuk butir-butir sehingga air yang jenuh di dalam tanah mengalir dengan baik dan dapat dimanfaatkan dengan produktif. Akuifer setempat merupakan area air tanah yang memiliki aliran rekahan dan saluran kecil sehingga laju aliran dalam tanah tidak secepat akuifer produktif, tetapi masih dapat dimanfaatkan. Daerah air tanah langka berarti air tanah mengendap jenuh dan terperangkap dalam pori batuan atau tanah dan tidak dapat mengalir. Daerah air tanah langka ini sulit untuk dapat dimanfaatkan karena air tanahnya tidak mengalir dan terjebak di pori tertentu di dalam tanah. Akuifer ini memiliki tekanan hidrostatik yang besar sehingga bersifat artesis. Gambaran jenis akuifer dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Jenis akuifer

Sumber: Edwards Aquifer Authority (2014)

Sebagian wilayah bagian barat hingga selatan air tanah Cigudeg merupakan daerah dengan kelas air tanah langka. Daerah kelas air tanah langka merupakan area yang terbesar, yaitu 6 693.05 ha. Air tanah kelas akuifer produktif banyak terdapat di bagian timur Cigudeg dengan total luas area sebesar 5 974.72 ha. Air tanah kelas akuifer setempat ada di sekeliling area akuifer produktif dengan luas area paling kecil, yaitu sebesar 5 092.54 ha. Kelas akuifer air tanah ini dapat dilihat area dan luas penyebarannya pada Gambar 15.

Air tanah juga dipengaruhi oleh karakteristik penutupan lahan. Penutupan lahan di daerah Cigudeg sendiri memiliki karakteristik alami yang dominan. Sebagian besar daerah Cigudeg masih didominasi oleh semak belukar, sawah basah dan perkebunan. Hal ini karena daerah Bogor Barat memang difokuskan untuk pengembangan sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan fisik masih belum terlihat signifikan dan masih banyak terdapat kawasan alami disana. Persebaran penutupan lahan berdasarkan data penutupan lahan Kecamatan Cigudeg dari Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor (2013) dapat dilihat pada Gambar 16. Luas dan presentase penutupan lahan di Kecamatan Cigudeg sendiri dapat dilihat pada Tabel 14.

Gambar 15 Peta kelas akuifer Kecamatan Cigudeg

Gambar 15

Gambar 16 Peta penutupan lahan Kecamatan Cigudeg

Gambar 16

Tabel 14 Luas dan presentase penutupan lahan Kecamatan Cigudeg Penutupan Lahan Luas (ha) Presentase (%)

Hutan 810.6 5.147 Kebun 4 100.3 26.036 Ladang/Tegalan 686.5 4.359 Permukiman 685.2 4.351 Sawah 1 027.8 6.526 Semak/Belukar 8 383.4 53.233 Tubuh Air 54.6 0.347

Sumber: Dinas Tata Ruang (2013)

Analisis kelas air tanah berdasarkan penutupan lahan dibuat berdasarkan kriteria yang diadaptasi dan disesuaikan dari Fabos dan Caswell (1976). Analisis ini adalah upaya mengidentifikasi kelas air tanah berdasarkan kualitas air. Jenis penutupan lahan merupakan salah satu unit yang dapat merepresentasikan kualitas air tanah. Karakteristik penutupan lahan berdasarkan Bakosurtanal (2010) tentang klasifikasi penutupan lahan menjadi acuan pengelompokkan penutupan lahan untuk menentukan kelas kualitas air tanah (Tabel 15).

Tabel 15 Klasifikasi kualitas air tanah berdasarkan karakteristik dan klasifikasi penutupan lahan

Penutupan

Lahan Karakteristik Penutupan Lahan

Kelas Kualitas Air Tanah Hutan Hutan yang tumbuh dan berkembang di

habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi.

A Kebun Lahan yang digunakan untuk kegiatan

pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun.

B Ladang/Tegalan Pertanian lahan kering dengan

penggarapan secara temporer atau berpindah-pindah. Ladang adalah area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman selain padi, tidak memerlukan pengairan secara ekstensif, vegetasinya bersifat artifisial dan memerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

B

Permukiman Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan orang.

Tabel 15 Klasifikasi kualitas air tanah berdasarkan karakteristik dan klasifikasi penutupan lahan (lanjutan)

Penutupan

Lahan Karakteristik Penutupan Lahan

Kelas Kualitas Air Tanah Sawah Areal pertanian yang digenangi air atau

diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman yang berumur pendek (padi).

C

Semak/ Belukar

Kawasan lahan kering yang telah

ditumbuhi dengan berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat. Kawasan semak belukar di Indonesia biasanya kawasan bekas hutan dan tidak menampakkan lagi bekas atau bercak tebangan.

B

Tubuh Air Semua kenampakan perairan berupa laut, waduk, maupun sungai. Area perairan dengan penggenangan air yang dalam dan permanen serta penggenangan dangkal termasuk fungsinya, maupun tempat mengalirnya air yang bersifat alamiah.

A

Kriteria kelas air tanah berdasarkan Fabos dan Caswell (1976) dibagi menjadi tiga kelas utama. Kelas pertama merupakan kelas A dimana kualitas air tanah pada kelas ini merupakan yang paling baik dan harus dilindungi. Jenis penutupan lahan pada kelas A berupa lahan alami, hutan atau wetland yang belum pernah mengalami penyemprotan pestisida atau kegiatan yang mengganggu ambang batas kualitas air. Jenis penutupan lahan yang masuk pada kelas ini adalah hutan dan badan air. Luas kelas kualitas air tanah A adalah 865 ha atau sama dengan 5.49% dari luas keseluruhan kawasan.

Kelas air tanah kedua adalah kelas B. Jenis penutupan lahan pada kelas B merupakan area terbuka yang pernah mengalami penyemprotan hama, tetapi tidak intensif (area bekas pertanian atau perkebunan). Area ini bisa juga berupa daerah rekreasi tertentu yang memiliki sedikit struktur permanen. Jenis penutupan lahan yang termasuk pada area ini adalah semak/ belukar dan ladang/ tegalan. Luas kelas kualitas air tanah B adalah 13 170 ha atau sama dengan 83.62% dari luas keseluruhan kawasan.

Kelas air tanah ketiga adalah kelas C. Area yang termasuk ke dalam kelas C adalah area yang digunakan untuk jalan, area parkir atau beraspal, ataupun area terbangun lainnya. Lahan pertanian yang mengalami pemupukan dan penyemprotan hama intensif juga masuk ke dalam kelas ini. Jenis penutupan lahan yang masuk pada kualitas kelas air tanah C adalah sawah, kebun dan pemukiman. Luas total kelas ini adalah 1713 ha atau sama dengan 10.87% dari total luas keseluruhan kawasan. Persebaran kelas kualitas air tanah di Kecamatan Cigudeg dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Peta kualitas air tanah Kecamatan Cigudeg

Gambar 17

Analisis kawasan perlindungan untuk air tanah selanjutnya ditentukan berdasarkan decision rule yang ditetapkan untuk area komposit dari kelas air tanah berdasarkan hidrogeologi atau jenis akuifer dan kelas air tanah berdasarkan jenis penutupan lahan. Dua jenis analisis ini merupakan keterwakilan dari gambaran kualitas dan kuantitas air tanah yang harus dilindungi. Pembuatan area komposit dilakukan dengan cara scoring berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini untuk menentukan daerah mana saja yang sesuai untuk dijadikan kawasan perlindungan air tanah dan menghindarkannya dari penggunaan yang dapat merusak sumber daya air tanah. Analisis komposit kawasan perlindungan air tanah dilakukan berdasarkan nilai scoring pada Tabel 16 dan Tabel 17. Adapun operasi yang digunakan pada perangkat ArcGIS 9.3 adalah union.

Tabel 16 Kriteria scoring untuk menuntukan komposit daerah perlindungan air tanah secara komposit

Akuifer Produktif

Akuifer Setempat

Daerah Air Tanah Langka Hutan 2 3 4 Tubuh Air 2 3 4 Semak/ Belukar 3 4 5 Ladang/ Tegalan 3 4 5 Kebun 3 4 5 Sawah 4 5 6 Permukiman 4 5 6

Tabel 17 Klasifikasi daerah perlindungan air tanah Kelas Daerah Perlindungan Air Tanah Skor

Daerah Perlindungan Air Tanah Utama 2-3

Daerah Perlindungan Air Tanah Sekunder 4

Daerah non perlindungan 5-6

Kelas daerah perlindungan air tanah dibagi menjadi tiga bagian. Daerah perlindungan air utama, daerah perlindungan air sekunder, dan daerah non perlindungan. Daerah perlindungan air tanah utama merupakan daerah yang memiliki kualitas air tanah dan kemampuan pengisian kembali air tanah yang baik. Daerah ini kemudian akan masuk ke daerah yang dilindungi. Hal ini juga sesuai dengan peraturan BAPPEDA tahun 2006 terkait kawasan lindung bahwa daerah resapan air merupakan area yang harus dilindungi.

Daerah perlindungan air utama selanjutnya akan dibuat sebagai hutan konservasi dan dihindarkan dari kegiatan yang dapat mengurangi kualitas air tanah. Daerah perlindungan air sekunder dapat diperuntukan sebagai kawasan pengembangan terbatas, dengan kegiatan yang tidak merusak air tanah secara langsung. Daerah non perlindungan adalah daerah yang direkomendasikan untuk dijadikan pengembangan kawasan kota.

Hasil klasfikasi daerah perlindungan air tanah kemudian dianalisis kembali untuk menentukan daerah perlindungan maupun pengembangan. Matriks kriteria penentuan daerah perlindungan air tanah dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Matriks kriteria penentuan daerah perlindungan air tanah Makin Konservatif Akuifer Produktif Akuifer Setempat Daerah Air Tanah Langka

Hutan DPUa DPU DPU

Tubuh Air DPU DPU DPU

Semak/ Belukar DPU DPS DPS

Ladang/ Tegalan DPSb DPS DPS

Kebun DPS DPS DNP

Sawah DNPc DNP DNP

Permukiman DNP DNP DNP

Ket: aDaerah Perlindungan Air Utama, bDaerah Perlindungan Air Setempat, cDaerah Non Perlindungan

Sumber: Fabos dan Caswell (1976)

Daerah Perlindungan Air Tanah Utama (DPU) adalah daerah perlindungan air tanah yang khusus mengkonservasi air tanah berdasarkan volume maupun kualitasnya. Daerah ini memiliki penutupan lahan yang tidak banyak memiliki aktivitas pencemaran pada tanah. Hutan dan tubuh air merupakan daerah dengan tingkat konservasi yang tinggi sehingga seluruh jenis akuifer berada pada penutupan lahan ini masuk sebagai daerah perlindungan utama.

Daerah Perlindungan Air Tanah Sekunder (DPS) merupakah daerah yang memiliki potensi konservasi air tanah. Pada daerah ini, penutupan lahan cenderung sudah memiliki interaksi dengan manusia sehingga mengurangi kualitas air tanah, tetapi masih dalam tahap ambang batas.

Daerah non perlindungan merupakan daerah yang direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai kawasan non konservatif. Daerah ini memiliki karakteristik penutupan lahan yang tidak dapat menyerap air dengan baik, sebagai kawasan terbangun atau kedap air. Sawah dan pemukiman masuk sebagai daerah non perlindungan.

Berdasarkan hasil analisis komposit daerah perlindungan air tanah, didapatkan luas daerah perlindungan air tanah utama sebesar 4 533.8 ha atau 25.28%, daerah perlindungan air tanah sekunder sebesar 6 764.7 ha atau 37.73%, dan daerah non perlindungan sebesar 6 600 ha 36.81%. Persebaran daerah perlindungan air tanah dapat dilihat pada Gambar 18.

Air Permukaan

Air permukaan di Cigudeg meliputi sungai dan situ kecil. Cigudeg dilalui oleh tiga daerah aliran sungai yaitu DAS Cidurian yang meliputi 45% bagian barat, DAS Cisadane yang mencakup 20% bagian timur, dan DAS Cimanceuri yang meliputi 35% bagian utara. Karakter DAS yang ada pada Cigudeg berdasarkan tipe kelas aliran sungai Leopold (dalam Fabos 1979) merupakan aliran sungai orde kedua dan ketiga. Aliran ini biasanya berupa sungai kecil yang mengalir sesuai dengan morfologi daerah.

Makin K

onser

va

Gambar 18 Peta daerah perlindungan air tanah

Gambar 18

Sungai besar dengan tipe ordo ketiga yang melalui Cigudeg adalah sungai Cidurian. Sungai Cidurian mengalir dari sumber mata air yang berada di kompleks Gunung Gede ke Laut Jawa dengan melewati empat kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cidurian merupakan satu-satunya sungai kelas tiga yang melewati Cigudeg. Tipe kelas aliran sungai dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Kelas aliran air Sumber: Leopold (dalam Fabos 1979)

Sungai Cidurian di Cigudeg melewati Desa Bunar, Desa Sukarasa dan Desa Sukamaju. Penggunaan lahan di sepanjang Sungai Cidurian didominasi oleh sawah, kebun dan pemukiman pedesaan hunian jarang. Aktivitas yang biasanya dilakukan di sungai masih berupa kegiatan tradisional seperti mandi, mencuci baju, memandikan ternak dan sebagainya. Sungai Cidurian juga digunakan sebagai irigasi teknis untuk mengairi sawah yang ada di sekitarnya.

Panjang Sungai Cidurian yang berada pada wilayah Cigudeg kurang lebih sepanjang 11.7 km, sementara lebarnya bervariasi antara 8 m sampai mencapai kurang lebih 12 m. Salah satu ruas Sungai Cidurian memotong jalan antar provinsi Jawa Barat dan Banten. Karakter Sungai Cidurian dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Sungai Cidurian Sumber: Dok. Pribadi

Aliran aliran sungai kecil lainnya yang mengalir di sepanjang daerah Cigudeg merupakan aliran kecil dari Sungai Cisadane dan Cimanceuri. Sungai

kecil ini banyak terdapat di daerah bukit dengan penutupan lahan berupa semak belukar dan hutan. Sebagian penduduk yang tinggal di lereng bukit memanfaatkan sungai-sungai kecil ini sebagai sumber air untuk dikonsumsi maupun digunakan

Dokumen terkait