• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP CIGUDEG

SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN BOGOR BARAT

NUR HEPSANTI HASANAH

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Nur Hepsanti Hasanah

(4)
(5)

ABSTRAK

NUR HEPSANTI HASANAH. Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO

Kabupaten Bogor Barat adalah daerah otonomi baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bogor. Pembentukan daerah otonomi baru ini disepakati pada tahun 2014 dan menjadi salah satu langkah untuk katalisasi pembangunan daerah. Kecamatan Cigudeg ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Bogor Barat yang berfungsi sebagai pusat administrasi dan aktivitas daerah, disusul dengan beberapa daerah pendukung di sekitarnya yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan industri. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun perencanaan lanskap Cigudeg sebagai ibu kota Kabupaten Bogor Barat. Perencanaan dilakukan dengan framework analisis lanskap METLAND (The

Metropolitan Landscape Planning Model Study) (Fabos dan Caswell 1976).

Metode perencanaan lanskap ini didasarkan pada analisis sumber daya kritis, lanskap bahaya dan kesesuaian pengembangan fisik. Perencanaan lanskap Cigudeg menghasilkan tujuh ruang, yaitu daerah hutan konservasi, daerah hutan produksi dan pertanian terbatas, daerah pertanian sawah dan ladang, daerah sempadan sungai dan danau, daerah pengembangan fisik tinggi, daerah pengembangan fisik menengah dan daerah pengembangan fisik rendah.

Kata kunci: Ibu Kota, Kesesuaian Pengembangan Fisik, Lanskap Bahaya, METLAND, Perencanaan Lanskap, Sumber Daya Kritis

ABSTRACT

NUR HEPSANTI HASANAH. Landscape Planning of Cigudeg as Capital City of West Bogor Region. Supervised by QODARIAN PRAMUKANTO

West Bogor region is a new autonomous region as an expansion of the Bogor

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP CIGUDEG

SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN BOGOR BARAT

NUR HEPSANTI HASANAH

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat

Nama : Nur Hepsanti Hasanah NIM : A44100009

Disetujui oleh

Ir Qodarian Pramukanto, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini adalah Perencanaan Lanskap Cigudeg sebagai Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini banyak pihak yang membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi pendampingan penyusunan skripsi berupa kritik, saran maupun dukungan.

2. Keluarga besar DJ Family, yaitu ayah (Djadjang Djarkasih), ibu (Tuti Suhartuti), kakak (Muhammad Iqbal Ghazaly) dan adik (Hanna Nurlita Rizqiyani dan Gina Amalia Nurdini) yang selalu memberikan doa, dukungan serta kasih sayang selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya.

3. Staf Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor, serta seluruh jajaran dinas Kabupaten Bogor yang sudah membantu dalam pengumpulan data.

4. Beasiswa Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan dukungan dana. 5. Teman-teman bimbingan skripsi (Anya, Nurul dan Rezza), Rohis ARL 47

(Sai, Afifah, PM dan Hafidz) serta keluarga ARL 47 yang selalu memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian. 6. Keluarga besar Asrama TPB IPB terutama Senior Resident 47 atas

kerjasama, dukungan dan semangat yang selalu diberikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

PENDAHULUAN 2

Latar Belakang 3

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perencanaan Lanskap 2

Sumber Daya Kritis 4

Air Permukaan 4

Air Tanah 5

Lahan Pertanian 7

Hutan Konservasi 9

Lanskap Bahaya 9

Longsor 10

Penurunan Muka Tanah 12

METODOLOGI 14

Waktu dan Tempat Penelitian 14

Alat dan Bahan Penelitian 14

Metode Penelitian 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kondisi Umum 24

Sumber Daya Kritis 28

Lanskap Bahaya 51

Kesesuaian Pengembangan Fisik 63

Sintesis 69

Perencanaan Lanskap 70

SIMPULAN DAN SARAN 89

(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 90

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria lahan pertanian pangan berkelanjutan 7

2 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah 8

3 Kriteria kawasan rawan longsor 10

4 Kelas kerawanan longsor 11

5 Jenis, spesifikasi dan bentuk data 16

6 Kelas kualitas air bawah tanah 19

7 Kriteria kawasan lindung untuk hutan dan daerah resapan air 19 8 Kriteria kawasan lindung waduk, situ, sungai dan mata air 20

9 Klasifikasi kawasan karst 21

10 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan lereng 22 11 Peruntukan lahan berdasarkan kemiringan lereng 23

12 Data wilayah Kabupaten Bogor Barat 25

13 Tabel klasterisasi wilayah Bogor Barat 28

14 Luas dan presentase penutupan lahan Kecamatan Cigudeg 33 15 Klasifikasi kualitas air tanah berdasarkan karakteristik dan klasifikasi 33 16 Kriteria scoring untuk menuntukan komposit daerah perlindungan air

tanah secara komposit 36

17 Klasifikasi daerah perlindungan air tanah 36

18 Matriks kriteria penentuan daerah perlindungan air tanah 37

19 Data produktivitas sawah Kecamatan Cigudeg 41

20 Data produktivitas tanaman palawija Kecamatan Cigudeg 44 21 Luas dan presentase kesesuaian lahan pertanian 45 22 Luas dan presentase pola ruang Kecamatan Cigudeg 48

23 Luas dan presentase kawasan rawan longsor 55

24 Matriks kriteria pengembangan fisik 67

25 Karakteristik, presentase dan luas ruang 77

26 Matriks fungsi, aktivitas dan fasilitas ruang 78 27 Rencana pengembangan subkawasan daerah pengembangan fisik tinggi 83

28 Rencana vegetasi 87

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Daerah aliran sungai 5

3 Jenis akuifer 6

4 Longsoran rotasi 11

5 Longsoran translasi 11

6 Layout karst karbonat 12

7 Berbagai jenis penurunan muka tanah karena karst 13

8 Peta lokasi penelitian Kecamatan Cigudeg 14

9 Komponen penelitian 15

10 Framework analisis lanskap untuk keperluan preservasi, perlindungan,

dan pengembangan tapak 18

11 Peta administrasi Kecamatan Cigudeg 26

(16)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

13 Sumber air PDAM Tirta Kahuripan 29

14 Jenis akuifer 30

15 Peta kelas akuifer Kecamatan Cigudeg 31

16 Peta penutupan lahan Kecamatan Cigudeg 32

17 Peta kualitas air tanah Kecamatan Cigudeg 35

18 Peta daerah perlindungan air tanah 38

19 Kelas aliran air 39

20 Sungai Cidurian 39

21 Sungai kecil di Cigudeg 40

22 Situ Cigudeg 40

23 Peta daerah perlindungan air permukaan 42

24 Peta daerah perlindungan air 43

25 Sawah di Kecamatan Cigudeg 44

26 Kebun singkong dan kebun kacang tanah 44

27 Peta kesesuaian lahan pertanian 46

28 Peta perlindungan lahan pertanian 47

29 Peta pola ruang Kecamatan Cigudeg 49

30 Peta perlindungan hutan konservasi 50

31 Peta perlindungan sumber daya kritis 52

32 Peta elevasi Kecamatan Cigudeg 53

33 Bentukan bentang alam Cigudeg 54

34 Peta rawan longsor Kecamatan Cigudeg 56

35 Gua berair di kompleks karst Gua Gudawang 57

36 Peta titik tracking Gua Gudawang 58

37 Peta geologi Kecamatan Cigudeg 59

38 Peta kontur Kecamatan Cigudeg 60

39 Peta karst Kecamatan Cigudeg 61

40 Peta daerah lanskap bahaya 62

41 Peta komposit analisis daerah perlindungan dan pengembangan 64

42 Peta kemiringan lereng Kecamatan Cigudeg 65

43 Jalan nasional Kecamatan Cigudeg 66

44 Jalan provinsi dan jalan kabupaten Kecamatan Cigudeg 66

45 Jalan lingkungan Kecamatan Cigudeg 67

46 Peta kesesuaian pengembangan fisik 68

47 Peta rencana blok 71

48 Konsep ruang kawasan lindung 72

49 Konsep ruang kawasan budidaya 72

50 Spektrum konsep karakteristik dan aktivitas ruang 73

51 Konsep keterkaitan antar klaster 73

52 Konsep pengembangan sirkulasi kawasan lindung 75 53 Konsep pengembangan sirkulasi kawasan pengembangan 75

54 Peta rencana lanskap Kecamatan Cigudeg 80

55 Rencana lanskap kawasan lindung Kecamatan Cigudeg 81 56 Rencana lanskap kawasan budidaya pertanian kecamatan Cigudeg 82

(17)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

58 Rencana lanskap kawasan pengembangan fisik ibu kota Kabupaten

Bogor Barat 85

59 Tampak potongan rencana lanskap Kecamatan Cigudeg 86

60 Rencana Sirkulasi 87

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perencanaan pengembangan dan pembangunan wilayah memiliki peran penting dalam menentukan arah pengelolaan sumber daya di suatu daerah, baik dari segi potensi sumber daya alam, maupun sumber daya manusia. Perencanaan yang baik akan memberikan dampak yang positif terhadap keberlanjutan fungsi ekologis suatu daerah. Selain itu, pertimbangan terhadap bahaya alam dan perlindungan sumber daya alam kritis juga merupakan hal yang sangat penting dalam keberlanjutan kawasan perencanaan. Hal ini agar pembangunan infrastruktur dapat tetap berjalan harmonis dengan berlangsungnya fungsi ekologis dan sosial di daerah tersebut. Hal tersebut juga merupakan tujuan dari perencanaan sebuah wilayah. Begitu pula yang diharapkan dalam perencanaan wilayah Kabupaten Bogor Barat.

Kabupaten Bogor Barat merupakan daerah otonomi baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bogor. Pembentukan daerah otonomi baru ini disahkan di tingkat provinsi pada tahun 2014 dan merupakan salah satu langkah untuk katalisasi pembangunan daerah yang sebelumnya terhambat karena luasan yang terlalu besar (Sindonews 2014). Pengelolaan dan pembangunan yang tidak merata menyebabkan potensi alam dan manusia di bagian Bogor Barat belum dapat diberdayakan dengan maksimal. Pemekaran ini didukung masyarakat Kabupaten Bogor secara keseluruhan maupun masyarakat Kabupaten Bogor Barat sendiri.

Kecamatan Cigudeg ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Bogor Barat, disusul dengan beberapa daerah pendukung di sekitarnya yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industri dan administrasi. Penetapan ini berdasarkan hasil penelitian LPPM ITB dan keputusan DPRD kabupaten Bogor (Lintas Bogor 2014). Keputusan ini juga dikeluarkan dalam SK gubernur Jawa Barat nomor 130/Kep.503-Desen/2008.

(20)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah menyusun perencanaan lanskap Kecamatan Cigudeg sebagai ibu kota Kabupaten Bogor Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi rencana pengembangan lanskap Kecamatan Cigudeg sebagai ibu kota Kabupaten Bogor Barat oleh pemerintah daerah. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan arah pembangunan daerah di sekitarnya.

Kerangka Pikir

Pembangunan infrastruktur yang masif akan dilakukan di Kecamatan Cigudeg seiring dengan ditetapkannya daerah tersebut sebagai ibu kota daerah otonomi baru Kabupaten Bogor Barat. Hal ini dapat memberikan dampak buruk terhadap ekosistem kebun, hutan, sawah maupun karst yang terdapat di Cigudeg. Perencanaan yang baik diperlukan agar didapatkan peruntukan tata guna lahan yang tepat.

Analisis pertama adalah identifikasi daerah sumber daya kritis. Analisis daerah ini meliputi air permukaan, air tanah, lahan pertanian dan hutan konservasi. Tahap kedua merupakan identifikasi lanskap bahaya. Daerah lanskap bahaya ini meliputi daerah yang berpotensi terjadi bencana longsor dan Penurunan muka tanah karena karst. Daerah yang tidak termasuk dalam kriteria perlindungan sumber daya kritis dan lanskap bahaya selanjutnya dianalisis kembali dalam analisis kesesuaian pengembangan fisik. Analisis kesesuaian pengembangan fisik menghasilkan daerah sesuai dengan pengembangan fisik tinggi, menengah dan rendah. Daerah ini kemudian dikembangkan menjadi perencanaan lanskap ibu kota Kabupaten Bogor Barat. Kerangka pikir perencanaan yang menjadi dasar studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

(21)

Gambar 1 Kerangka pikir

Simonds (1983) menyebutkan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang harus dilestarikan mencakup pemandangan dari suatu lanskap, ekosistem serta unsur-unsur langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), proses perencanaan lanskap terdiri dari enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan, inventarisasi (pengumpulan data dan informasi), analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Perancangan lanskap yang umum dikenal sebagai bentuk akhir dari rekayasa lanskap merupakan tahap lanjutan dari perencanaan lanskap. Bentuk

Analisis sumber daya

Kawasan ibu kota Kabupaten Bogor Barat

(22)

hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap bukanlah suatu pendugaan atau pra-konsep yang masih mentah, tetapi pra-konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut.

Perencanaan lanskap yang baik harus melindungi badan air, dan menjaga air tanah, tidak mengkonservasi hutan, dan sumber air mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklum, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan ekologi (Simonds 1983).

Sumber Daya Kritis

Sumber daya kritis didefinisikan sebagai karakteristik lanskap lokal yang bermanfaat dan terbatas dalam wilayah kota (Fabos dan Caswell 1976). Sumber daya ini sangat penting untuk perkembangan suatu wilayah. Sumber daya kritis ini diklasifikasikan menjadi sumber daya terbarukan, tidak terbarukan dan estetik kultural. Sumber daya terbarukan adalah sumber daya yang dapat dilengkapi kembali, seperti air tanah yang diisi kembali oleh curah hujan tahunan. Sumber daya tidak terbarukan adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti pasir dan kerikil. Sumber daya estetik-kultural tidak sama kritis dengan klasifikasi lainnya, tetapi sangat penting. Kehadiran sumber daya estetik kultural meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena itu masing-masing sumber daya ini sangat vital untuk setiap kota atau wilayah, penting untuk membuat perencanaan yang dapat melindungi sumber daya ini dari kontaminasi, pengembangan, dan deplesi. Hal ini dapat dilakukan dengan melestarikan sumber daya lokal, bukan dengan mengimpor persediaan yang dibutuhkan dari tempat yang jauh. Suatu wilayah metropolitan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian kota dan pada saat yang sama menghasilkan kualitas lingkungan yang lebih baik (Department of Landscape Architecture and Regional Planning University of Massachussets 1994). Analisis yang termasuk dalam sumber daya kritis di Kecamatan Cigudeg adalah air permukaan, air tanah, lahan pertanian dan hutan konservasi.

Air Permukaan

(23)

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air menyatakan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Sumber air permukaan adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada ataupun di atas permukaan tanah. Mata air yang muncul di permukaan bumi akan mengalir sebagai air permukaan. Air hujan yang tidak mengalami peresapan, dan mata air yang muncul di permukaan bumi akan membentuk aliran permukaan yang menjadi sungai serta genangan air berupa rawa atau danau. Air permukaan muncul juga dalam bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS).

Menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melaluli sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau

catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri

atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

Gambar 2 Daerah aliran sungai Sumber: Thewatershedproject.org

Air Tanah

Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mendefinisikan air tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah dimanfaatkan untuk konsumsi masyarakat baik skala rumah tangga maupun industri.

(24)

digunakan untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim digunakan adalah air tanah (SIH3 2013)

Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan mulai jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka air tanah (water

table). Air yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan air tanah, yang

kemudian bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke kolam, danau, sungai, dan laut (Fetter 1994).

Gambar 3 Jenis akuifer

Sumber: Todd (dalam Kodatie 1996)

Air tanah mempunyai 3 (tiga) fungsi bagi manusia (SIH3 2013) yaitu: 1. sebagai sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

manusia.

2. bagian dari hidrologi dalam tanah yang mempengaruhi keseimbangan siklus hidrologi global.

3. sebagai anggota atau agen dari geologi. Ada dua sumber air tanah yaitu:

1. air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui pori-pori atau retakan dalam formasi batuan dan akhirnya mencapai muka air tanah.

2. air dari aliran air permukaan seperti sungai, danau, dan reservoir yang meresap melalui tanah ke dalam lajur jenuh.

(25)

Lahan Pertanian

Permentan No.7 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Kriteria Dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyatakan bahwa kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan perternakan.

Area pertanian merupakan area yang paling mudah untuk dikembangkan dengan tekanan pengembangan yang tinggi. Kondisi saat ini memperlihatkan bahwa tiga juta akre area pertanian berkurang setiap tahunnya karena konversi ke area terbangun. (Fabos 1979).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diatur bahwa kriteria kawasan pertanian pangan berkelanjutan adalah:

1. berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi;

2. memiliki potensi sesuai, sangat sesuai atau agak sesuai untuk peruntukan pangan;

3. didukung infrastruktur dasar; dan

4. telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan.

Penjabaran secara rinci ketentuan kriteria butir 1 dan 2 tersebut dituangkan seperti pada Tabel 1, sementara berdasarkan komoditas pertanian padi sawah, didapatkan keiteria kesesuaian lahan yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Kriteria lahan pertanian pangan berkelanjutan

No Kriteria Parameter

1 Kesatuan

hamparan lahan

a. kesatuan hamparan lahan harus memenuhi skala ekonomi yang

didasarkan atas ketentuan rasio pendapatan dengan biaya usaha tani minimal lebih besar dari 1 (satu) dan penghasilan usahatani mampu

b.berdasarkan perhitungan butir a maka ditetapkan luas minimal lahan per satuan hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. c. dalam hal luas lahan eksisting per satuan hamparan lahan kurang

dari kriteria luasan lahan per satuan hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan maka lahan tersebut dikelola secara bersama sehingga diperoleh luasan minimal penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

d.petani yang lahannya kurang dari luasan kesatuan hamparan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir c berhak atas jaminan sosial sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

2 Potensi teknis

dan Kesesuaian Lahan

a. Semua lahan beririgasi dapat ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

b. lahan rawa pasang surut/lebak dapat ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan memperhatikan kedalaman gambut serta konservasi tanah dan air;

c. lahan tidak beririgasi dapat ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan memperhatikan besaran curah hujan tahunan minimal 1000 (seribu) mm/tahun.

(26)

Tabel 1 Kriteria lahan pertanian pangan berkelanjutan (lanjutan)

No Kriteria Parameter

3 Infrastruktur

Dasar

Ketentuan ketersedian infrastruktur dasar pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diatur sebagai berikut:

a. ketentuan jaringan irigasi diatur berdasarkan jenis Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

b. dalam hal jenis Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

merupakan lahan beririgasi maka harus tersedia jaringan irigasi tersier dan/atau rencana pembangunan jaringan tersier.

c. dalam hal jenis Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

merupakan lahan rawa pasang surut/lebak maka harus tersedia jaringan drainase primer dan sekunder dan/atau telah tersedia rencana jaringan drainase tersier.

d. dalam hal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan

lahan tidak beririgasi maka harus tersedia rencana pembangunan irigasi air permukaan dan/atau air bawah tanah.

e. tersedia akses jalan dan jembatan yang dapat digunakan sebagai sarana transportasi sarana prasarana dan hasil pertanian.

4 Dimanfaatkan

sebagai Lahan Pertanian Pangan

a. diukur dengan besaran produktivitas, intensitas pertanaman, ketersedian air, penerapan kaidah konservasi lahan dan air serta daya dukung lingkungan.

b. produktivitas minimal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

yang merupakan lahan beririgasi, masing-masing komoditas pangan pokok adalah sebagai berikut:

-Padi 3 ton/ha -Ubi Jalar 75 ton/ha -Ubi Kayu 100 ton/ha

c. produktivitas minimal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

yang merupakan lahan rawa pasang surut/lebak, masing-masing komoditas pangan pokok adalah sebagai berikut:

- Padi 2 ton/ha - Ubi Jalar 75 ton/ha - Ubi Kayu 100 ton/ha

d. produktivitas minimal Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

yang merupakan lahan tidak beririgasi, masing-masing komoditas pangan pokok adalah sebagai berikut: - Padi 2 ton/ha

- Ubi Jalar 75 ton/ha - Ubi Kayu 100 ton/ha

e. intensitas pertanaman untuk tanaman pangan pokok semusim

pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik di lahan beririgasi, lahan rawa pasang surut/lebak atau lahan beririgasi minimal 1 kali setahun.

Tabel 2 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah

(27)

Tabel 2 Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah (lanjutan) lindung, yaitu: kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam, kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya. Salah satu bentuk kawasan lindung adalah hutan konservasi.

Hutan Konservasi merupakan daerah yang secara legal ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh pemerintah daerah. Hutan Konservasi ditetapkan berdasarkan kriteria kawasan lindung yang ditentukan dalam peraturan daerah.

Lanskap Bahaya

(28)

mencakup daerah yang memiliki potensi lanskap bahaya longsor dan penurunan muka tanah karena karst.

Longsor

Pengertian tanah longsor menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (dalam Utomo 2008) adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dimulai dengan meresapnya air ke dalam tanah yang akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah akan menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

Perubahan gaya yang sering terjadi di atas tanah ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia. Pengaruh kondisi alam dapat diakibatkan oleh adanya gempa bumi atau erosi. Pengaruh manusia dapat diakibatkan oleh tekanan jumlah penduduk yang menempati daerah-daerah berlereng, dimana daerah tersebut sangat berpengaruh terhadap resiko terjadinya longsor. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain: kemiringan lereng, karakteristik tanah, geologi, vegetasi, curah hujan, dan aktifitas manusia (Sutikno 1997).

Berdasarkan model pendugaan BBSDLP (2009), parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan tanah longsor adalah curah hujan, kemiringan lahan dan penutupan lahan.

Tabel 3 Kriteria kawasan rawan longsor

Kelas Parameter Bobot Skor

Curah Hujan (mm/tahun) 40%

(29)

Setelah melakukan penilaian di tiap komponen analisis longsor, dilakukan penghitungan skor untuk mendapatkan kelas kerawanan longsor dengan formula berikut:

Skor Total = 0,4FCH+0,4FKL+0,2FPL Keterangan :

FCH = Faktor Curah Hujan FKL = Faktor Kemiringan Lereng FPL = Faktor Penutupan Lahan

Tabel 4 Kelas kerawanan longsor

Kelas Kerawanan Longsor Skor

Rendah 10-20

Sedang 20-35

Tinggi 35-50

Adapun jenis-jenis tanah longsor yang sering terjadi menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (dalam Utomo 2008) adalah:

1. Longsoran Rotasi (slump): bergeraknya sejumlah massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

Gambar 4 Longsoran rotasi

2. Longsoran Translasi (sliding): bergeraknya sejumlah massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 5 Longsoran translasi

(30)

4. Runtuhan Batu: pergerakan ke bawah sejumlah batuan besar atau material lain dengan cara jatuh bebas. Biasanya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.

5. Rayapan Tanah: merupakan jenis gerakan tanah berupa butiran kasar/halus yang bergeraknya sangat lambat, dan hampir tidak dapat dikenali karena efeknya akan kelihatan setelah beberapa waktu.

Penurunan Muka Tanah

Penurunan muka tanah dapat terjadi baik secara lokal maupun regional. Kondisi tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor penyebab, antara lain sebagai berikut (Whittaker dan Reddish 1989):

1. Penurunan muka tanah alami (natural subsidence).

2. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan cair dari dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi.

3. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh adanya beban-beban berat diatasnya seperti struktur bangunan.

4. Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat dari tanah (aktifitas penambangan).

Pada penelitian ini, penurunan muka tanah yang dimaksud adalah penurunan muka tanah karena adanya rongga di bawah permukaan tanah. Rongga ini adalah gua karst yang cukup banyak terdapat di daerah Cigudeg, salah satunya adalah Gua Gudawang.

Menurut Samodra (2001), karst mengandung makna sebagai suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit). Bentang alam tersebut baik berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan (karstifikasi) yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya. Secara sempit, kawasan karst dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau proses karstifikasi.

(31)

Proses karstifikasi dipengaruhi air yang dipercepat oleh CO2, baik yang

berasal dari atmosfir yang terdapat di atas permukaan tanah maupun yang berada di dibawah permukaan sebagai hasil dari pembusukan sisa tumbuhan atau humus. Kadar CO2 asal biogenik umumnya tinggi. Jumlah CO2 di permukaan tanah

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kegiatan penguapan akar tumbuhan, kegiatan mikroba dan banyak sedikitnya fauna invertebrata yang hidup di permukaan tanah. Kelangsungan karstifikasi, proses alam yang membentuk bentang alam karst harus tetap dipertahankan. Kawasan karst dalam konteks yang lebih luas merupakan perpaduan antara unsur-unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah dan batuan yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh.

Karst di dalam tanah membentuk gua. Menurut Samodra (2001) gua merupakan lorong-lorong di bawah tanah yang terbentuk dari retakan- retakan akibat dari pelarutan batu gamping. Proses kimia yang terjadi di kawasan karst yang memicu terbentuknya lorong-lorong gua, diwujudkan dalam bentuk reaksi:

CaCo3 + CO2 + H2O Ca(HCO3)2

Air hujan yang mengandung CO2 asal udara dan asal organik meresap ke

dalam tanah, melarutkan batu gamping yang dilaluinya. Ca(HCO3)2 yang

dihasilkan larut dalam air, sehingga lambat laun terbentuk rongga-rongga di dalam batu gamping. Lorong-lorong gua merupakan hasil kegiatan pelarutan air sepanjang ruang dan selama waktu geologi. Banyaknya konsentrasi CO2 akan

dengan cepat melarutkan karst dan dapat mengakibatkan membesarnya ruang di bawah tanah tanpa penopang yang kuat. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan yang serius jika diatasnya terdapat kegiatan pengembangan fisik yang tinggi.

(32)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, tepatnya di Kecamatan Cigudeg. Secara geografis, Cigudeg terletak pada 6°23 38 LS sampai

6°32 54 LS dan 106°29 24 BT sampai 106°31 51 BTdengan ketinggian

rata-rata 800 m dpl. Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan. Pengumpulan data kondisi tapak mulai dilakukan pada bulan September 2014 yang dilanjutkan dengan pengolahan data, dan penyusunan hasil studi sampai Mei 2015.

Gambar 8 Peta lokasi penelitian Kecamatan Cigudeg Sumber: google.com

Alat dan Bahan Penelitian

Survei menggunakan GPS (Global Positioning System), kamera digital, dan alat tulis. Pengolahan data menggunakan alat alat sebagai berikut;

1. Geographic Information System (GIS) berupa hardware (komputer);

2. Software pengolahan data spasial (ArcView GIS 9.2);

3. Software pemetaan dan rancang bangun (AutoCAD 2007);

4. Software grafis Adobe Photoshop CS 3 dan Corel Draw X3.

(33)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis METLAND (The Metropolitan

Landscape Planning Model Study) (Fabos dan Caswell 1976). Metode ini

memiliki pendekatan sumber daya kritis dan zona bahaya dalam menentukan daerah utama yang akan direncanakan. Proses penelitian ini sendiri dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap inventarisasi, tahap analisis, dan tahap perencanaan (Gambar 9).

Gambar 9 Komponen penelitian Persiapan

Pada tahap ini, dilakukan persiapan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, pembuatan rincian kegiatan penelitian, pembuatan surat dan dokumen pelengkap administrasi, perincian dan penelusuran sumber data yang dibutuhkan, dan persiapan kebutuhan alat dan bahan untuk penelitian.

Survei

(34)

Tabel 5 Jenis, spesifikasi dan bentuk data No Jenis Data Bentuk Data Interpretasi

Data

Penutupan lahan √ Peta penutupan

lahan

Demografi √ Data sosial

digunakan

(35)

1. Peta Rencana Tata Ruang

Peta rencana tata ruang digunakan untuk mengetahui rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

2. Letak Geografis dan Administratif Tapak

Data letak geografis digunakan untuk mengetahui hubungan tapak dengan daerah di sekitarnya. Batas utama penelitian ini adalah batas administratif. 3. Topografi dan kemiringan lahan

Data topografi dan kemiringan lahan digunakan untuk analisis kesesuaian penggunaan lahan. Data ini juga berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya potensi bahaya karena tingkat kemiringan yang terlalu tinggi agar dihindarkan dari peruntukan penggunaan lahan berbasis aktivitas kota.

4. Geologi

Data geologi dan tanah yang berasal dari pemerintah daerah Kecamatan Cigudeg digunakan untuk memberikan gambaran mengenai formasi batuan pembentuk lahan dan jenis tanah pada lokasi penelitian.

5. Karst

Data jalur karst digunakan untuk memberikan informasi spasial persebaran daerah karst. Hal ini dibutuhkan untuk selanjutnya menyusun daerah karst yang memiliki potensi lanskap bahaya.

6. Hidrologi

Data hidrologi yang digunakan berupa data DAS dan badan air Kecamatan Cigudeg. Data DAS dan badan air digunakan dalam analisis sumber daya kritis. 7. Penutupan Lahan

Peta penutupan lahan digunakan untuk mengetahui kenampakan atas tapak dan elemen fisik yang membentuk tapak. Peta penutupan lahan juga digunakan untuk menganalisis kesesuaian pengembangan tapak.

8. Kesesuaian Lahan Pertanian

Peta kesesuaian lahan pertanian digunakan dalam analisis sumber daya kritis untuk mengidentifikasi lahan pertanian yang harus dilindungi.

Data Sosial merupakan salah satu aspek yang penting untuk dikaji mengingat pentingnya peran masyarakat dalam memberikan penilaian khusus tentang tapak. Data demografi digunakan untuk mengetahui kondisi umum sosial dari tapak berupa kepadatan, persebaran penduduk dan aktivitas utama masyarakat. Data lainnya digunakan sebagai pertimbangan lebih lanjut mengenai rencana pengembangan tapak.

Analisis

Tahap analisis merupakan tahap data inventarisasi yang sudah ada dikaji untuk mengetahui berbagai macam potensi yang ada pada tapak. Potensi ini meliputi potensi sumber daya, potensi bahaya, maupun potensi pengembangan ruang. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode METLAND (The

Metropolitan Landscape Planning Model Study).

(36)

suatu tapak. Bagian yang termasuk sumber daya kritis diantaranya adalah air, lahan pertanian, hutan, pasir dan batu. Analisis pada penelitian ini disesuaikan dengan kondisi Kecamatan Cigudeg yang memiliki sumber daya kritis air permukaan, air tanah dan lahan pertanian.

Tahap kedua adalah identifikasi lanskap bahaya. Pada kondisi tertentu, lanskap memiliki potensi bahaya yang harus diberikan perhatian khusus terhadap rencana pengembangannya. Analisis lanskap bahaya merupakan upaya untuk mengindarkan perencanaan dari pemanfaatan yang dapat menimbulkan potensi bahaya. Keadaan bentang alam Kecamatan Cigudeg yang berbukit memiliki potensi untuk terjadi bahaya longsor. Selain itu, daerah karst yang ada di bagian barat Kecamatan Cigudeg juga dapat menimbulkan penurunan muka tanah. Tahap ketiga merupakan identifikasi kesesuaian lahan untuk pengembangan.

Metode analisis METLAND terdiri atas 3 (tiga) tahap penilaian dengan memilih variabel tertentu yang digunakan untuk menganalisis nilai-nilai intrinsik dalam karakter lingkungan yang bermanfaat atau menimbulkan bahaya pada lingkungan alam: yaitu Tahap I: Identifikasi Sumber daya Kritis, Tahap II Identifikasi Zona Bahaya, dan Tahap III: Identifikasi Kesesuaian untuk pengembangan (Fabos dan Caswell 1976). Gambar 10 menunjukkan framework

tahapan analisis.

Gambar 10 Framework analisis lanskap untuk keperluan preservasi, perlindungan, dan pengembangan tapak

Sumber: Modifikasi Fabos dan Caswell (1976)

Analisis Sumber Daya Kritis

A. Analisis Air

Kriteria penilaian untuk sumber air permukaan dilihat dari jumlah dan kualitas air yang tersedia pada badan air yang terdapat di Kecamatan Cigudeg.

(37)

Analisis air tanah didasarkan pada kualitas dan potensi kuantitas air tanah. Analisis kualitas air tanah didasarkan pada kriteria kelas kualitas air tanah Fabos dan Caswell (1976) pada Tabel 6. Analisis potensi kuantitas air tanah didasarkan pada data hidrogeologi.

Tabel 6 Kelas kualitas air bawah tanah

Kelas Keterangan

A Terletak pada area:

1. Lahan alami (e.g. hutan dan wetland) yang belum pernah dilakukan penyemprotan pestisida atau kegiatan yang dapat mengganggu ambang batas kualitas air.

2. Penggunaan area rekreasi tertentu (e.g. lapangan tenis dan pantai) untuk kegiatan yang tidak menimbulkan polusi pada air.

B Terletak pada area:

1. Area terbuka yang pernah dilakukan kegiatan penyemprotan pestisida (e.g. lahan bekas pertanian)

2. Area rekerasi tertentu yang hanya memiliki sedikit struktur permanen, tidak dipupuk, dan sedikit perkerasan.

3. Area penggalian dan pembuangan sampah tertentu C Terletak pada area:

1. Penggunaan untuk jalan, area parkir beraspal, dan /atau septic tank

2. Area rekreasi dan lahan pertanian yang membutuhkan pemupukan berkala dan penyemprotan hama

Sumber: Fabos dan Caswell (1976)

Selanjutnya digunakan juga analisis kategori kawasan lindung dari BAPPEDA (2006), tetapi lebih khususkan pada kategori resapan air sebagai standar zonasi. Kriteria ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kriteria kawasan lindung untuk hutan dan daerah resapan air Kategori

Kawasan Kriteria

Hutan lindung - Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing

dikalikan dengan angka penimbangan mempunyai jumlah nilai (score) 175 atau lebih; dan/atau

- Kawasan hutan dengan kelerengan lebih dari 40%; dan/atau dengan ketinggian ≥ 2000 mdpl; dan /atau - Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka

terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15 %; dan/atau

(38)

Tabel 7 Kriteria kawasan lindung untuk hutan dan daerah resapan air (lanjutan)

- Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung dengan faktor-faktor kelerengan, jenis tanah dan curah hujan dengan score antara 125 - 175;dan/atau - Kawasan dengan curah hujan lebih dari 1000 mm/tahun;

dan/atau

- Kelerengan di atas 15%; dan/atau

- Ketinggian tempat 1000 sampai dengan 2000 meter di atas permukaan laut.

Resapan air - Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1000 mm/tahun;

- Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm;

- Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1 meter/hari;

- Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah setempat;

- Kelerengan kurang dari 15%; Sumber : BAPPEDA (2006)

Dalam analisis untuk kawasan sumber daya air permukaan yang harus dilindungi digunakan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 (Tabel 8).

Tabel 8 Kriteria kawasan lindung waduk, situ, sungai dan mata air Kawasan Lindung Area Terlindung

Waduk dan situ ≥ 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat Sungai besar ≥ 100 m dari sempadan sungai

Sungai Kecil ≥ 50 m dari sempadan sungai Mata air Radius ≥ 200 m di sekitar mata air Sumber : BAPPEDA (2006)

B. Analisis Lahan Pertanian

Analisis lahan pertanian dilakukan dengan overlay data kesesuaian lahan pertanian Kecamatan Cigudeg dari Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor dengan kondisi asli lahan pertanian pada tapak. Kriteria kesesuaian lahan pertanian dapat dilihat pada tinjauan pustaka mengenai lahan pertanian.

Analisis Lanskap Bahaya

A. Analisis Longsor

(39)

B. Analisis Penurunan Muka Tanah akibat Karst

Analisis klasifikasi daerah karst berdasarkan pada keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral 1456/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelompokan kawasan karst (Tabel 9). Kawasan karst kelas 1 yang nantinya diprioritaskan sebagai kawasan lindung.

Tabel 9 Klasifikasi kawasan karst

Klasifikasi Kriteria Kegiatan

Kawasan Karst kelas 1

a. berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya mencukupi fungsi umum hidrologi:

b. mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan;

c. gua-guanya mempunyai speleotem aktif dan atau

peninggalan-peninggalan sejarah sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; d. mempunyai kandungan flora dan

fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan.

a. berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang

mempengaruhi naik turunnya muka air bawah tanah di kawasan kars, sehingga masih mendukung fungsi umum hidrologi;

b. mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat tinggal tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi.

kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Kegiatan pertambangan diperbolehkan.

(40)

Analisis Kesesuaian Pengembangan Fisik

Analisis kesesuaian pengembangan fisik diadaptasi dari kriteria dan metode yang disampaikan oleh Fabos dan Caswell (1976). Analisis ini mencakup komponen kemiringan lereng dan aksesibilitas. Komponen analisis ini mewakili bagian penting dalam menentukan kesesuaian pengembangan fisik.

Kriteria yang digunakan mengacu pada beberapa komponen. Kemiringan lereng mewakili gambaran kesesuaian penggunaan lahan pada daerah tersebut. Semakin datar kelas lereng daerah tersebut, maka semakin sesuai untuk dikembangkan sebagai daerah pembangunan fisik yang tinggi. Sementara akses mewakili nilai posisi dari suatu daerah. Semakin strategis dan aksesibel, maka daerah tersebut memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sebagai daerah dengan pengembangan fisik tinggi. Hal ini tentu saja didasarkan pula dengan pertimbangan komponen lainnya.

Pada komponen kemiringan lereng, kriteria yang diacu adalah keriteria dari Noor (2006) pada Tabel 10 dan Marsh (dalam Nurfatimah 2011) pada Tabel 11.

Tabel 10 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan lereng Kelas Lereng Karakter dan Kesesuaian Lahan 0 – 5% Lahan bertopografi datar, sangat sesuai untuk

dikembangkan menjadi areal permukiman dan pertanian. Sebagian area yang berpotensi mengalami genangan banjir dan sebagian berpotensi terhadap drainase yang buruk. 5 – 15% Lahan bertopografi landai; kurang sesuai untuk

pembangunan lapangan terbang atau areal industri berat; irigasi yang terbatas namun baik untuk pengembangan pertanian keras. Lahan yang sesuai untuk dikembangan menjadi permukiman, perkantoran, dan areal bisnis dengan drainase baik.

15 – 30% Lahan bertopografi bergelombang; kurang sesuai untuk areal pertanian karena masalah erosi; namun lahan dengan kemiringan lereng diatas 20% dapat dimanfaatkan untuk areal pertanian dengan jenis tanaman tertentu. Lahan ini juga baik untuk pengembangan industri ringan, komplek perumahan, dan untuk fasilitas rekreasi.

30 – 50% Lahan bertopografi terjal; cocok untuk dikembangkan menjadi tempat tinggal dengan cara cluster; pariwisata dengan intensitas rendah dan lahan yang cocok untuk hutan dan padang rumput.

>50% Lahan bertopografi sangat terjal; tempat yang sesuai untuk kehidupan satwa liar dan tanaman hutan lindung serta padang rumput yang terbatas; tidak sesuai untuk areal real estate karena topografi yang terlalu terjal.

(41)

Tabel 11 Peruntukan lahan berdasarkan kemiringan lereng Peruntukan

Lahan

Kelas Kemiringan Lereng (%)

0-3 3-5 5-10 10-15 15-20 20-30 >30 Jalan Raya √

Parkir √

Taman √

CBD √ √

Pemukiman √ √ √ √

Trotoar √ √ √ √

Drainase √ √ √

Rekreasi √ √ √ √ √ √ √

Sumber : Marsh (dalam Nurfatimah 2011)

Pada umumnya hirarki jalan terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Menurut Miro (dalam Nurfatimah 2011), peran dan fungsi masing-masing jalan tersebut, yaitu :

a. Jalan Arteri: Jalan yang melayani rute jarak jauh dengan kecepatan rata- rata tinggi dan jumlah masuk masih dibatasi secara efisien;

b. Jalan Kolektor: jalan yang melayani rute jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah masuk masih dibatasi;

c. Jalan Lokal: jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah masuk yang tidak dibatasi.

Sintesis

Sintesis merupakan tahap integrasi dan elaborasi hasil analisis dalam menyusun dan menentukan rencana pengembangan tapak. Pada tahap ini akan diperoleh pengembangan tapak berupa rencana blok (block plan) yang akan digunakan untuk menyusun perencanaan lanskap.

Perencanaan Lanskap

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah tahap perencanaan lanskap. Hasil sintesis dan penyesuaian terhadap konsep, tujuan serta sasaran perencanaan, akan diperoleh alternatif perencanaan lanskap terpilih yang sesuai untuk dikembangkan pada tapak. Perencanaan lanskap tersebut dinyatakan sebagai rencana lanskap dan disajikan dalam bentuk produk arsitektur lanskap berupa gambar rencana lanskap

(landscape plan) yang merupakan hasil elaborasi lebih lanjut dari rencana blok

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kecamatan Cigudeg

Cigudeg adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Secara geografis, Cigudeg terletak pada 6°23 38 LS sampai 6°32 54

LS dan 106°29 24 BT sampai 106°31 51 BTdengan ketinggian rata-rata 800 m

dpl. Peta batas administratif desa dan Kecamatan Cigudeg dapat dilihat pada Gambar 11. Kecamatan Cigudeg secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Rumpin b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Jasinga

c) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tenjo dan Kecamatan Parung Panjang

d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Nanggung, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Leuwiliang.

Suhu udara Kecamatan Cigudeg rata-rata berkisar antara 25°C sampai 26°C. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3.5 knot sampai 5.3 knot dengan kecepatan tertingggi terjadi pada bulan Maret. Menurut stasiun pos hujan Cikasungka pada tahun 2011-2012, Cigudeg memiliki hari hujan rata-rata 8.3 hari pada bulan April sampai September dan 16.7 hari pada bulan Oktober sampai Januari.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor 2013, luas wilayah Kecamatan Cigudeg adalah 177.6 km2 atau 17 761.23 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 12 119 jiwa yang tersebar di 15 desa. Desa yang ada dalam wilayah Cigudeg adalah Sukarasa, Cigudeg, Sukamaju, Bunar, Wargajaya, Mekarjaya, Banyuresmi, Banyuwangi, Cintamanik, Banyuasih, Argapura, Tegallega, Bangunjaya, Batujajar, dan Rengasjajar. Cigudeg memiliki total 85 rukun warga dan 282 rukun tetangga.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Cigudeg tergolong rendah dibanding kecamatan lainnya, yaitu 8 jiwa per ha. Kepadatan penduduk paling tinggi di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Ciomas, yaitu 98 jiwa per ha. Piramida penduduk Kecamatan Cigudeg menyerupai piramida terbalik dimana penduduk usia muda memiliki jumlah yang hampir sama, kemudian menurun dengan signifikan pada usia diatas 29 tahun. Hal ini serupa dengan kondisi umum piramida penduduk di Kabupaten Bogor, dimana rasio penduduk usia muda (0-29 tahun) lebih dominan dibanding usia tua (0-75 tahun). Sex ratio Kecamatan Cigudeg merupakan salah satu yang tertinggi di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 109, hal ini berarti dalam 100 penduduk perempuan terdapat 109 penduduk laki-laki. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh kebun, pedagang serta penambang batu.

(43)

pusat administrasi dan perdagangan. Wilayah ini juga sebagian besar merupakan daerah perkebunan kelapa sawit milik PTP Nasional VIII. Selain perkebunan kelapa sawit, terdapat juga perkebunan teh.

Berdasarkan data penutupan lahan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor Tahun 2013, Cigudeg memiliki tujuh jenis penutupan lahan, diantaranya adalah hutan, tubuh air, semak belukar, ladang/ tegalan, kebun, sawah, dan pemukiman. Sebagian besar penutupan lahan Cigudeg didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 53,2% atau 8383,4 ha. Semak belukar merupakan daerah yang belum mendapatkan perlakuan fisik. Sebagian besar merupakan pohon sedang dan semak tinggi. Pada jenis penutupan lahan ini, terdapat pula hutan produksi terbatas yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Kabupaten Bogor Barat

Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Jawa Barat. Pada sensus tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 4 402 026 jiwa atau sama dengan 10.43 % dari total penduduk Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan luas wilayah, Kabupaten Bogor merupakan ketiga terbesar setelah Sukabumi dan Cianjur dengan luas sebesar 223 709 ha. Pemekaran Kabupaten Bogor merupakan gagasan dari keluarnya SK Gubernur no.31 tahun 1990 tentang pola induk pengembangan wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dalam jangka panjang (25-30 Tahun). Aspirasi dari masyarakat kemudian menguatkan keputusan pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengkaji rencana pemekaran ini dimulai dari tahun 2000.

Pada tahun 2007, hasilnya disepakati calon daerah otonomi baru Kabupaten Bogor Barat sebagai pemekaran dari Kabupaten Bogor. Wilayah Kabupaten Bogor Barat meliputi 14 kecamatan, 161 desa dengan luas wilayah 1 124.06 km² atau 42.18 % dari luas Kabupaten Bogor keseluruhan. Jumlah penduduk tahun 2012 sebanyak 1 450 270 jiwa atau sama dengan 28.56 % dari jumlah penduduk kabupaten bogor keseluruhan. Rincian data kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor Barat dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Data wilayah Kabupaten Bogor Barat

No Kecamatan Jumlah Desa Luas (ha) Jumlah Penduduk

1 Darmaga 10 2 637.326 104 825

(44)

Gambar 11 Peta administrasi Kecamatan Cigudeg

(45)

DPRD Kabupaten Bogor menerbitkan Surat Keputusan nomor 12 Tahun 2007 tentang persetujuan pembentukan daerah otonom baru pemekaran daerah Kabupaten Bogor, tanggal 6 September 2007. Bupati kemudian menerbitkan Keputusan Bupati nomor 135/576/kpts/huk/2007 tanggal 30 Oktober 2007 tentang persetujuan pemberian bantuan dana untuk daerah otonom baru hasil pemekaran Kabupaten Bogor. Proses ini kemudian disampaikan pada bagian pemerintahan provinsi dan pusat. Saat ini, proses peresmian Kabupaten Bogor Barat masih dalam tahap pembahasan tingkat nasional dalam sidang paripurna DPR untuk kemudian dapat disahkan oleh Kementrian Dalam Negeri.

(46)

berfungsi sebagai pusat administrasi dan aktivitas daerah, dan klaster hilir yang berfungsi sebagai daerah distribusi produk dan jasa daerah (Tabel 13).

Tabel 13 Tabel klasterisasi wilayah Bogor Barat

Klaster Daerah Arah Pengembangan

Klaster Hulu Kec. Sukajaya, Nanggung, Pamijahan, Tenjolaya, Klaster Tengah Kec. Jasinga, Cigudeg,

Leuwiliang. Leuwisadeng, Klaster Hilir Kec. Rumpin,

Parungpanjang, Tenjo, Sebagian Jasinga

Pengembangan Perkotaan (Pp1), Industri, (In & Zi), Perdagangan & Jasa Skala Regional & Nasional, Permukiman/ Perumahan. Sumber: BAPPEDA (2014)

Kecamatan Cigudeg dipilih sebagai ibu kota. Hal ini merupakan keputusan yang didapatkan dari hasil riset LPPM ITB 2008 mengenai kelayakan daerah untuk ditetapkan sebagai ibu kota. Salah satu pertimbangan utamanya adalah daerah ibu kota harus memiliki aksesibilitas yang paling tinggi untuk daerah daerah lainnya. Dapat dilihat bahwa Cigudeg memiliki posisi yang strategis. Cigudeg dilalui dua jalur utama sirkulasi nasional dan provinsi. Hal ini mendukung aktivitas pusat administrasi yang mewajibkan untuk dapat mengakses informasi skala daerah hingga nasional.

Sumber Daya Kritis

Tahap pertama merupakan identifikasi sumber daya kritis. Pada tahap ini, diidentifikasi daerah yang memiliki sumber daya kritis yang harus dilestarikan. Sumber daya kritis yang diidentifikasi pada studi ini meliputi air tanah, air permukaan, lahan pertanian dan hutan konservasi.

Air Tanah

(47)

daerah daerah yang memiliki potensi sebagai penyedia air harus dilindungi dari kontaminasi atau kegiatan yang dapat merusak. Daerah perlindungan air dapat berupa perlindungan air tanah maupun air permukaan. Pada air tanah, daerah perlindungan air terdapat pada daerah yang memiliki kandungan air tanah yang baik dari segi kuantitatif maupun kualititatif.

Penyediaan kebutuhan air bersih di Kecamatan Cigudeg bersumber dari sumur bor atau PDAM Tirta Kahuripan. PDAM Tirta Kahuripan adalah pengelola sistem penyediaan air bersih perpipaan yang melayani wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok. Tercatat ada sebanyak 10 750 sambungan langganan pada bagian Bogor Barat. Kecamatan Cigudeg sendiri berada pada area pelayanan Cabang VIII yang berpusat di Parung Panjang dengan sumber air IPA 100 Liter per detik dan cabang V yang berpusat di Leuwiliang dengan sumber air IPA 20 liter per detik (PDAM 2011). Gambaran sumber air PDAM Tirta Kahuripan dapat dilihat pada Gambar 13. Sebagian penduduk lain menggunakan air tanah dengan sumber sumur bor pribadi maupun sistem perpipaan yang dikelola secara swadaya oleh organisasi daerah masing-masing.

Gambar 13 Sumber air PDAM Tirta Kahuripan Sumber: PDAM (2011)

(48)

memiliki aliran bercelah atau sarang. Bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air (impermeable) dan bagian atasnya dibatasi oleh permukaan air tanah. Aliran akuifer bertipe ruang dan berbentuk butir-butir sehingga air yang jenuh di dalam tanah mengalir dengan baik dan dapat dimanfaatkan dengan produktif. Akuifer setempat merupakan area air tanah yang memiliki aliran rekahan dan saluran kecil sehingga laju aliran dalam tanah tidak secepat akuifer produktif, tetapi masih dapat dimanfaatkan. Daerah air tanah langka berarti air tanah mengendap jenuh dan terperangkap dalam pori batuan atau tanah dan tidak dapat mengalir. Daerah air tanah langka ini sulit untuk dapat dimanfaatkan karena air tanahnya tidak mengalir dan terjebak di pori tertentu di dalam tanah. Akuifer ini memiliki tekanan hidrostatik yang besar sehingga bersifat artesis. Gambaran jenis akuifer dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Jenis akuifer

Sumber: Edwards Aquifer Authority (2014)

Sebagian wilayah bagian barat hingga selatan air tanah Cigudeg merupakan daerah dengan kelas air tanah langka. Daerah kelas air tanah langka merupakan area yang terbesar, yaitu 6 693.05 ha. Air tanah kelas akuifer produktif banyak terdapat di bagian timur Cigudeg dengan total luas area sebesar 5 974.72 ha. Air tanah kelas akuifer setempat ada di sekeliling area akuifer produktif dengan luas area paling kecil, yaitu sebesar 5 092.54 ha. Kelas akuifer air tanah ini dapat dilihat area dan luas penyebarannya pada Gambar 15.

(49)

Gambar 15 Peta kelas akuifer Kecamatan Cigudeg

Gambar 15

(50)

Gambar 16 Peta penutupan lahan Kecamatan Cigudeg

Gambar 16

(51)

Tabel 14 Luas dan presentase penutupan lahan Kecamatan Cigudeg Penutupan Lahan Luas (ha) Presentase (%)

Hutan 810.6 5.147

Kebun 4 100.3 26.036

Ladang/Tegalan 686.5 4.359

Permukiman 685.2 4.351

Sawah 1 027.8 6.526

Semak/Belukar 8 383.4 53.233

Tubuh Air 54.6 0.347

Sumber: Dinas Tata Ruang (2013)

Analisis kelas air tanah berdasarkan penutupan lahan dibuat berdasarkan kriteria yang diadaptasi dan disesuaikan dari Fabos dan Caswell (1976). Analisis ini adalah upaya mengidentifikasi kelas air tanah berdasarkan kualitas air. Jenis penutupan lahan merupakan salah satu unit yang dapat merepresentasikan kualitas air tanah. Karakteristik penutupan lahan berdasarkan Bakosurtanal (2010) tentang klasifikasi penutupan lahan menjadi acuan pengelompokkan penutupan lahan untuk menentukan kelas kualitas air tanah (Tabel 15).

Tabel 15 Klasifikasi kualitas air tanah berdasarkan karakteristik dan klasifikasi penutupan lahan

Penutupan

Lahan Karakteristik Penutupan Lahan

Kelas Kualitas Air Tanah Hutan Hutan yang tumbuh dan berkembang di

habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi.

A

Kebun Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun.

B Ladang/Tegalan Pertanian lahan kering dengan

penggarapan secara temporer atau berpindah-pindah. Ladang adalah area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman selain padi, tidak memerlukan pengairan secara ekstensif, vegetasinya bersifat artifisial dan memerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

B

Permukiman Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan orang.

(52)

Tabel 15 Klasifikasi kualitas air tanah berdasarkan karakteristik dan klasifikasi penutupan lahan (lanjutan)

Penutupan

Lahan Karakteristik Penutupan Lahan

Kelas Kualitas Air Tanah Sawah Areal pertanian yang digenangi air atau

diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman yang berumur pendek (padi).

C

Semak/ Belukar

Kawasan lahan kering yang telah

ditumbuhi dengan berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat. Kawasan semak belukar di Indonesia biasanya kawasan bekas hutan dan tidak menampakkan lagi bekas atau bercak tebangan.

B

Tubuh Air Semua kenampakan perairan berupa laut, waduk, maupun sungai. Area perairan dengan penggenangan air yang dalam dan permanen serta penggenangan dangkal termasuk fungsinya, maupun tempat mengalirnya air yang bersifat alamiah.

A

Kriteria kelas air tanah berdasarkan Fabos dan Caswell (1976) dibagi menjadi tiga kelas utama. Kelas pertama merupakan kelas A dimana kualitas air tanah pada kelas ini merupakan yang paling baik dan harus dilindungi. Jenis penutupan lahan pada kelas A berupa lahan alami, hutan atau wetland yang belum pernah mengalami penyemprotan pestisida atau kegiatan yang mengganggu ambang batas kualitas air. Jenis penutupan lahan yang masuk pada kelas ini adalah hutan dan badan air. Luas kelas kualitas air tanah A adalah 865 ha atau sama dengan 5.49% dari luas keseluruhan kawasan.

Kelas air tanah kedua adalah kelas B. Jenis penutupan lahan pada kelas B merupakan area terbuka yang pernah mengalami penyemprotan hama, tetapi tidak intensif (area bekas pertanian atau perkebunan). Area ini bisa juga berupa daerah rekreasi tertentu yang memiliki sedikit struktur permanen. Jenis penutupan lahan yang termasuk pada area ini adalah semak/ belukar dan ladang/ tegalan. Luas kelas kualitas air tanah B adalah 13 170 ha atau sama dengan 83.62% dari luas keseluruhan kawasan.

(53)

Gambar 17 Peta kualitas air tanah Kecamatan Cigudeg

Gambar 17

(54)

Analisis kawasan perlindungan untuk air tanah selanjutnya ditentukan berdasarkan decision rule yang ditetapkan untuk area komposit dari kelas air tanah berdasarkan hidrogeologi atau jenis akuifer dan kelas air tanah berdasarkan jenis penutupan lahan. Dua jenis analisis ini merupakan keterwakilan dari gambaran kualitas dan kuantitas air tanah yang harus dilindungi. Pembuatan area komposit dilakukan dengan cara scoring berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini untuk menentukan daerah mana saja yang sesuai untuk dijadikan kawasan perlindungan air tanah dan menghindarkannya dari penggunaan yang dapat merusak sumber daya air tanah. Analisis komposit kawasan perlindungan air tanah dilakukan berdasarkan nilai scoring pada Tabel 16 dan Tabel 17. Adapun operasi yang digunakan pada perangkat ArcGIS 9.3 adalah union.

Tabel 16 Kriteria scoring untuk menuntukan komposit daerah perlindungan air tanah secara komposit

Tabel 17 Klasifikasi daerah perlindungan air tanah Kelas Daerah Perlindungan Air Tanah Skor

Daerah Perlindungan Air Tanah Utama 2-3

Daerah Perlindungan Air Tanah Sekunder 4

Daerah non perlindungan 5-6

Kelas daerah perlindungan air tanah dibagi menjadi tiga bagian. Daerah perlindungan air utama, daerah perlindungan air sekunder, dan daerah non perlindungan. Daerah perlindungan air tanah utama merupakan daerah yang memiliki kualitas air tanah dan kemampuan pengisian kembali air tanah yang baik. Daerah ini kemudian akan masuk ke daerah yang dilindungi. Hal ini juga sesuai dengan peraturan BAPPEDA tahun 2006 terkait kawasan lindung bahwa daerah resapan air merupakan area yang harus dilindungi.

Daerah perlindungan air utama selanjutnya akan dibuat sebagai hutan konservasi dan dihindarkan dari kegiatan yang dapat mengurangi kualitas air tanah. Daerah perlindungan air sekunder dapat diperuntukan sebagai kawasan pengembangan terbatas, dengan kegiatan yang tidak merusak air tanah secara langsung. Daerah non perlindungan adalah daerah yang direkomendasikan untuk dijadikan pengembangan kawasan kota.

(55)

Tabel 18 Matriks kriteria penentuan daerah perlindungan air tanah

Ket: aDaerah Perlindungan Air Utama, bDaerah Perlindungan Air Setempat, cDaerah Non Perlindungan

Sumber: Fabos dan Caswell (1976)

Daerah Perlindungan Air Tanah Utama (DPU) adalah daerah perlindungan air tanah yang khusus mengkonservasi air tanah berdasarkan volume maupun kualitasnya. Daerah ini memiliki penutupan lahan yang tidak banyak memiliki aktivitas pencemaran pada tanah. Hutan dan tubuh air merupakan daerah dengan tingkat konservasi yang tinggi sehingga seluruh jenis akuifer berada pada penutupan lahan ini masuk sebagai daerah perlindungan utama.

Daerah Perlindungan Air Tanah Sekunder (DPS) merupakah daerah yang memiliki potensi konservasi air tanah. Pada daerah ini, penutupan lahan cenderung sudah memiliki interaksi dengan manusia sehingga mengurangi kualitas air tanah, tetapi masih dalam tahap ambang batas.

Daerah non perlindungan merupakan daerah yang direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai kawasan non konservatif. Daerah ini memiliki karakteristik penutupan lahan yang tidak dapat menyerap air dengan baik, sebagai kawasan terbangun atau kedap air. Sawah dan pemukiman masuk sebagai daerah non perlindungan.

Berdasarkan hasil analisis komposit daerah perlindungan air tanah, didapatkan luas daerah perlindungan air tanah utama sebesar 4 533.8 ha atau 25.28%, daerah perlindungan air tanah sekunder sebesar 6 764.7 ha atau 37.73%, dan daerah non perlindungan sebesar 6 600 ha 36.81%. Persebaran daerah perlindungan air tanah dapat dilihat pada Gambar 18.

Air Permukaan

Air permukaan di Cigudeg meliputi sungai dan situ kecil. Cigudeg dilalui oleh tiga daerah aliran sungai yaitu DAS Cidurian yang meliputi 45% bagian barat, DAS Cisadane yang mencakup 20% bagian timur, dan DAS Cimanceuri yang meliputi 35% bagian utara. Karakter DAS yang ada pada Cigudeg berdasarkan tipe kelas aliran sungai Leopold (dalam Fabos 1979) merupakan aliran sungai orde kedua dan ketiga. Aliran ini biasanya berupa sungai kecil yang mengalir sesuai dengan morfologi daerah.

Makin K

onser

va

(56)

Gambar 18 Peta daerah perlindungan air tanah

Gambar 18

(57)

Sungai besar dengan tipe ordo ketiga yang melalui Cigudeg adalah sungai Cidurian. Sungai Cidurian mengalir dari sumber mata air yang berada di kompleks Gunung Gede ke Laut Jawa dengan melewati empat kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cidurian merupakan satu-satunya sungai kelas tiga yang melewati Cigudeg. Tipe kelas aliran sungai dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Kelas aliran air Sumber: Leopold (dalam Fabos 1979)

Sungai Cidurian di Cigudeg melewati Desa Bunar, Desa Sukarasa dan Desa Sukamaju. Penggunaan lahan di sepanjang Sungai Cidurian didominasi oleh sawah, kebun dan pemukiman pedesaan hunian jarang. Aktivitas yang biasanya dilakukan di sungai masih berupa kegiatan tradisional seperti mandi, mencuci baju, memandikan ternak dan sebagainya. Sungai Cidurian juga digunakan sebagai irigasi teknis untuk mengairi sawah yang ada di sekitarnya.

Panjang Sungai Cidurian yang berada pada wilayah Cigudeg kurang lebih sepanjang 11.7 km, sementara lebarnya bervariasi antara 8 m sampai mencapai kurang lebih 12 m. Salah satu ruas Sungai Cidurian memotong jalan antar provinsi Jawa Barat dan Banten. Karakter Sungai Cidurian dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Sungai Cidurian Sumber: Dok. Pribadi

Gambar

Gambar 6  Layout karst karbonat
Gambar 7  Berbagai jenis penurunan muka tanah karena karst
Gambar 8 Peta lokasi penelitian Kecamatan Cigudeg
Gambar 9 Komponen penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini tergambar dalam; (a) Siswa mampu membangun kerjasama dalam memahami tugas yang diberikan oleh guru, (b) Siswa mulai berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam 2 siklus dengan menerapkan Metode Smart Games dalam pembelajaran Matematika pada siswa Kelas IX B

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas

Pertama, mengalami pertobatan yang sejati “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Ma r. Kebenaran a gung yang dikhotbahkan Kri stus adalah waktunya telah genap; Kerajaan Al

Kemudian jika button pada halaman satu diklik maka aplikasi akan berpindah ke halaman dua dengan menampilkan kata yang telah dimasukkan sebelumnya.. Ilustrasinya seperti

Seorang wanita dengan gejala yang khas atau infertilitas yang tidak bisa dijelaskan biasanya diduga menderita endometriosis. Sebagai tambahan pemeriksaan laboratorium tertentu

configuration dalam software X-CTU untuk dapat membaca modul Xbee, pada bagian function set diatur menjadi ZIGBEE COORDINATOR AT, selanjutnya parameter pada node

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Gap Analysis yang bertujuan untuk melakukan analisis dan perbandingan terhadap teknologi yang