• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi

Letak Geografis dan Administratif Situs Percandian Batujaya

Pada mulanya Situs Percandian Batujaya terletak pada dua desa yaitu Desa Segaran dan Desa Telagajaya yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Batujaya. Namun, pada tahun 1995 terjadi pemekaran wilayah administrasi yang membuat wilayah Desa Telagajaya (termasuk sebagian lokasi penelitian) masuk ke dalam Desa Teluk Buyung, Kecamatan Pakisjaya (Djafar 2010). Secara astronomis, Situs Percandian Batujaya terletak pada koordinat 107o08‟40” sampai 107009‟20” BT dan 6002‟50” sampai 6003‟50‟‟ LS. Situs ini berjarak ±33 km dari Ibukota Kabupaten Karawang yaitu Karawang Barat.

Aspek Legal

Kawasan Situs percandian Batujaya sudah masuk dalam Daftar Inventarisasi Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian cagar Budaya Serang tahun 2011 (Tabel 7). Namun, dari 48 titik situs yang sudah ditemukan baru beberapa benda peninggalan

18

yang sudah masuk dalam daftar inventarisasi ini. Pada tahun 2014 Situs Percandian Batujaya sudah diajukan penetapannya sebagai Benda Cagar Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia akan tetapi masih dalam proses penetapannya. Penetapan ini bukan lagi secara individu, tetapi sudah menyeluruh menjadi satu kawasan.

Tabel 7 Daftar benda peninggalan Situs Batujaya yang masuk dalam Daftar Inventarisasi Peninggalan Cagar Budaya

Nama Cagar

Budaya Lokasi Desa Jenis Nomor Inventaris Keterangan Segaran IV Segaran Struktur 020.02.19.02.10 Stuktur

Bangunan Bata Segaran VI Segaran Struktur 017.02.19.02.10 Batu lingga Segaran VII Segaran Struktur 018.02.19.02.10 Stuktur Bata Segaran VIII Segaran Struktur 019.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya I-B Telagajaya Struktur 021.02.19.02.10 Candi Telagajaya I-C Telagajaya Struktur 022.02.19.02.10 Candi Telagajaya II Telaga Jaya Struktur 013.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya V Telaga Jaya Struktur 014.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya VI Telaga Jaya Struktur 015.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya VII Telaga Jaya Struktur 016.02.19.02.10 - Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang

Saat ini Kawasan Situs Percandian Batujaya dikelola secara bersama oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang, Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Namun, sampai saat ini belum ada batasan wilayah pengelolaan kawasan. Status kepemilikian lahan kawasan masih dimiliki oleh warga. Beberapa situs sudah dibebaskan kepemilikan lahannya yaitu pada situs yang sudah dilakukan penggalian dan pemugaran seperti Situs Segaran V (Candi Blandongan) dan Situs Segaran I (Candi Jiwa). Beberapa situs lainnya akan terus diupayakan pembebasan kepemilikan lahannya terutama pada situs yang letaknya berada tepat di bawah rumah milik warga yaitu Situs Telagajaya IX dan Situs Telagajaya X. Aspek Biofisik

A) Topografi

Menurut Sutikno dalam Djafar (2010), kawasan Situs Percandian Batujaya terletak pada ketinggian yang sangat datar yaitu rata-rata 4 m dpl. Kemiringan lereng di situs ini kurang dari 2%.

B) Tanah

Jenis tanah yang ada di Situs Percandian Batujaya sebagian besar tergolong dalam jenis tanah Aluvial yang memiliki tekstur lempung lanau (Gambar 6). Menurut Sutikno dalam Djafar (2010) tanah jenis ini merupakan jenis tanah yang berkembang dari bahan induk Aluvial muda. Tanah ini memiliki struktur plastis, konsistensinya teguh, dan dalam keadaan basah menjadi sangat lekat. Jenis tanah ini juga memiliki warna kelabu, permeabilitasnya lambat, drainase jelek dan

19 kandungan bahan organik rendah sampai sedang dengan nilai pH sekitar 5.5-6.5. Jenis tanah ini ditemukan di bagian dataran tanggul alam, dataran banjir, dan dataran Aluvial barusan (recent). Jenis bentuk lahan yang ada di Situs Percandian Batujaya saat ini tentunya dipengaruhi dengan bentuk lahan yang ada. Menurut Sutikno dalam Djafar (2010) ditemukan 7 bentuk satuan lahan yaitu sebagai berikut:

1. Dataran Aluvial

Dataran ini terbentuk akibat proses sedimentasi dari aliran permukaan, genangan, dan luapan air banjir Sungai Citarum. Dataran ini terletak pada ketinggian sekitar 1 sampai 4 m dpl dengan kemiringan kurang dari 2%.

2. Tanggul Alam

Bentuk lahan ini merupakan hasil sedimentasi yang terdapat di sepanjang tanggul sungai dan erosi serta tanah longsor yang terdapat di tebing sungai akibat banjir dan aliran sungai Citarum. Tanggul ini relatif lebih tinggi dan berpotensi untuk dijadikan daerah pemukiman dan pertanian.

3. Bentuk Lahan Rawa Belakang

Bentuk lahan ini merupakan sebuah daerah cekungan atau rawa yang sering digenangi air pada musim hujan. Daerah ini cenderung lebih lembab dan didominasi oleh vegetasi rawa.

4. Dataran Aluvial Pantai

Dataran ini terbentuk akibat proses Aluvial dan marin yang dipengaruhi oleh masuknya air laut melalui sungai kecil dan intrusi air laut dalam lapisan tanahnya dan didominasi oleh yaitu Mangrove dan kelapa.

5. Beting Pantai

Daerah ini terletak di sepanjang garis pantai dengan lereng cembung. Saat ini beting pantai dimanfaatkan sebagai daerah perkampungan di pinggir pantai. 6. Lembah Antarbeting (Swale)

Lembah antarbeting memiliki bentuk lahan berupa cekungan sehingga sering tergenang di sepanjang tahun. Namun, hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menanam padi (sawah).

7. Dataran Pasang Surut

Lahan ini dipengaruhi oleh proses marin dari Laut Jawa didominasi oleh lumpur (mudflat) serta hampir selalu tergenang air laut. Masyarakat setempat sampai saat ini memanfaatkan lahan tersebut untuk tambak hasil laut.

C) Tataguna lahan

Kabupaten Karawang dikenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Hasil produksi padi sawah dan ladangnya dapat menyumbang 21% stok pangan Jawa Barat dan 11% stok pangan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karawang hingga tahun 2012 dari total luas lahan 175 327 ha sebesar 55.94% digunakan sebagai areal persawahan dengan luas 98 079 ha dan sisanya merupakan lahan kering. Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung saat ini memiliki luas wilayah masing-masing ± 622 ha dan ± 408.2 ha. Secara umum kawasan ini dikelilingi oleh persawahan milik masyarakat sekitar. Tata guna lahan kawasan dapat dilihat pada Gambar 7 sedangkan persentase penggunaan lahan di kedua desa dapat dilihat pada Tabel 8.

20

Gambar 6 Penyebaran tanah permukaan kawasan Batujaya

Ga mbar 6 P eny eba ra n ta na h pe rmuka an ka w asa n B atuj aya

21

Gambar 7 Tata guna lahan

Ga mbar 7 T ata guna lah an

22

Tabel 8 Penggunaan lahan dalam Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung

Jenis Penggunaan Lahan Luas Area

(ha) %

Air Tawar Sungai 16.36 1.59

Pemukiman 146.38 14.24

Kebun 9.49 0.92

Ladang 0.24 0.02

Sawah 726.91 70.73

Sawah Tadah Hujan 118.87 11.57

Semak 9.59 0.93

D) Iklim

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kabupaten Karawang memiliki curah hujan bulanan setempat rata-rata selama tahun 2013 sebesar 249.83 mm dengan bulan paling kering terjadi pada Agustus dan September dengan curah hujan mencapai 28 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari yang mencapai angka 678 mm. Kelembaban udara di wilayah ini cukup fluktuatif akan tetapi tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2013 kelembaban udara rata-rata mencapai 78.75% dengan nilai minimum sebesar 73% pada bulan September dan nilai maksimum sebesar 84% pada bulan Januari. Suhu udara rata-rata sebesar 27.61oC dengan suhu udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 26.6oC dan suhu udara rata- rata tertinggi pada bulan Oktober sebesar 27.6 oC. Gambar 8 menunjukan curah hujan tahunan kawasan dari tahun 1980 sampai 2010.

E) Hidrologi

Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung secara fisiografi masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan hulu yang berada di daerah Gunung Wayang sebelah selatan Kota Bandung yang dapat ditunjukan pada Gambar 9 (Greenpeace.co.id). Kedua desa ini menjadi daerah hilir karena letaknya yang tidak jauh dari Laut Jawa.

Kawasan Situs Percandian Batujaya terletak kurang lebih 500 m di sebelah timur dari Sungai Citarum. Lebar Sungai Citarum di daerah hilir kurang lebih sekitar 40 sampai 60 m (Saringendyanti 2008). Sungai Citarum ini memiliki peranan sangat penting bagi masyarakat kedua desa yakni digunakan untuk irigasi sawah yang berada di sekitarnya. Selain itu, masyarakat juga menggunakan air dari sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari maupun transportasi. Masyarakat memanfaatkannya sebagai jalur penyebrangan ke luar wilayah Kabupaten Karawang seperti Kabupaten Bekasi dengan menggunakan perahu kecil ataupun rakit. Peta Hidrologi kawasan ini dapat dilihat pada Gambar 10.

23

Gambar 8 Curah hujan kawasan

Ga mbar 8 C ur ah hujan k awa sa n

24

Gambar 9 Daerah aliran Sungai Citarum

Ga mbar 9 D ae ra h a li ra n S unga i C it arum

25

Gambar 10 Hidrologi kawasan

Ga mbar 10 Hidr ologi ka wa sa n

26

F) Vegetasi

Kabupaten Karawang dikenal juga sebagai lumbung padi Jawa Barat. Hasil produksi padi sawah dan ladangnya dapat menyumbang 21% stok pangan Jawa Barat dan 11% stok pangan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten (BPS) Karawang hingga tahun 2012 dari total luas lahan 175 327 ha sebesar 55.94% digunakan sebagai areal persawahan dengan luas 98 079 ha dan sisanya merupakan lahan kering. Secara umum jenis vegetasi yang berada di Situs Percandian Batujaya merupakan tanaman pangan berupa padi dan umbi-umbian serta dan tanaman kebun. Lahan disekitar Situs Percandian Batujaya ini diperkirakan sudah ditanami tanaman padi sejak masa Kerajaan Tarumanegara. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, padi ini juga dimanfaatkan untuk menjadi bahan campuran bata untuk pembangunan candi- candi. Hal ini diketahui dengan ditemukan adanya sekam padi pada bata bangunan Candi Blandongan yang sekaligus dapat diketahui umur bangunan situs tersebut melalui uji karbon C-14 (Djafar 2010).

G) Aksesibilitas dan Sirkulasi

Akses yang ada saat ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu akses di luar kawasan dan akses dalam kawasan (Gambar 11). Akses luar kawasan berupa jalan kabupaten dan jalan lokal. Jalan kabupaten ini kondisinya cukup baik dan sebagian besar sudah diaspal sedangkan kondisi jalan lokal baik dan sebagian besar dibeton. Akses dalam kawasan sendiri berupa jalan setapak yang kondisinya cukup baik dan sudah dibeton. Lokasi ini dapat diakses baik dari arah Jakarta maupun Bekasi. Dari arah Jakarta dapat diakses melalui Tol Karawang Barat sedangkan dari arah Bekasi melalui Jalan Raya Cikarang sampai menuju daerah Tanjung Pura Karawang dilanjutkan ke arah Batujaya. Kedua akses ini dapat ditempuh dengan bus antar kota maupun kendaraan pribadi. Jalur jalan yang ada kondisinya baik dan termasuk dalam Jalan Kabupaten. Lokasi dapat dijangkau dari gerbang utama kurang lebih 500 m dengan berjalan kaki atau dengan ojek motor yang disewakan oleh masyarakat sekitar. Peta jalur sirkulasi kawasan disajikan pada Gambar 12.

Gambar 11 Aksesibilitas kawasan : (a) Akses dalam kawasan dan (b) Akses luar (menuju) kawasan

27 Gambar 12 Aksesibilitas Ga mbar 12 Aks esibi li tas

28

Aspek Kesejarahan

A) Aksesibilitas dan Sirkulasi Lanskap Sejarah

Aksesibilitas dan sirkulasi yang ada di kawasan Situs Percandian Batujaya di masa lalu sendiri belum diketahui secara pasti. Namun, adanya suatu aktivitas dapat memberikan gambaran adanya jalur sirkulasi atau sebaliknya. Menurut Lubis (2011) Karawang berfungsi sebagai salah satu pelabuhan penting hingga abad ke 14 Masehi. Karawang menjadi pusat perdagangan yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal saja tetapi juga bangsa lain. Aktivitas perdagangan ini tidak hanya terjadi di tepi pantai atau pusat pelabuhan, akan tetapi juga dilakukan sampai ke daerah pedalaman melalui sungai-sungai besar salah satunya adalah Sungai Citarum. Hal ini ditunjukan dengan adanya temuan keramik asing yang menunjukan bahwa pedagang-pedagang ini berasal dari daerah Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Eropa (Saringendyanti 2008). Jalur sirkulasi yang ada di dalam kawasan sendiri ditemukan di Situs Segaran I. Di situs ini terdapat sebuah jalan (patha) yang diduga digunakan untuk aktivitas keagamaan pradaksina (Djafar 2010).

B) Artefak

Artefak dapat diartikan sebagai sebuah bentuk peninggalan masa lalu yang memiliki nilai sejarah dan budaya bagi kehidupan manusia. Situs Percandian Batujaya memiliki peninggalan warisan sejarah yang berasal dari 3 periode yaitu prasejarah (masa perundagian), kerajaan, dan periode kolonial. Bentuk tinggalan yang ada pun bervariasi yaitu berupa bangunan candi, gerabah, keramik, batu asahan, votive tablet, fragmen-fragmen candi, batuan dasar struktur candi, dan benda sejarah lain yang ditemukan disekitar candi. Benda-benda penemuan itu saat ini ditempatkan di sebuah museum yang letaknya berada di sekitar kawasan. Museum ini diperuntukkan sebagai gedung penyelamatan Benda Cagar Budaya. Museum yang dibangun pada tahun 2004 diatas lahan seluas 1 500 m2 (Gambar 13) ini menyimpan hasil penelitian dan informasi sejarah kawasan yang diuraikan secara deskriptif dalam sebuah panel (Gambar 14). Museum ini dapat memperluas pengetahuan pelajar maupun masyarakat sekitar atau luar kawasan mengenai sejarah Situs Percandian Batujaya.

Gambar 13 Museum Situs Cagar Budaya Batujaya : (a) Bangunan Museum dan (b) Signage museum

29

Gambar 14 Koleksi museum Sumber: Dokumen Pribadi

Struktur peninggalan berupa bangunan candi yang ada di Situs Percandian Batujaya hingga saat ini belum diteliti secara lebih dalam. Berdasarkan penelitian terbaru sampai saat ini sudah ditemukan 48 titik unur yang tersebar di kedua kecamatan tersebut. Namun dari total yang ada baru 20 titik yang diketahui secara jelas bentuk peninggalannya (BPCB Serang 2014).

1. Situs Segaran I

Situs Segaran I disebut juga sebagai Candi atau Unur Jiwa (Gambar 15). Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat, nama candi ini diambil dari salah satu cerita yang berkembang di masyarakat. Dahulu setiap datang banjir mereka mengungsikan ternak mereka seperti ayam, kambing, dan domba ke tempat ini. Walaupun sudah diungsikan akan tetapi banyak ternak yang mati dan tidak pernah ditemukan jasadnya. Oleh karena itu tempat ini dianggap seolah-olah mengambil „jiwa‟ ternak-ternak mereka. Situs ini merupakan situs yang telah selesai dilakukan pemugarannya.

Gambar 15 Situs Segaran I (Candi Jiwa) Sumber: Dokumen Pribadi

Situs ini semula digarap oleh penduduk sebagai lahan pertanian yang ditanami pohon pisang dan palawija. Tinggalan candi ini hanya berupa bagian

30

kaki-kaki candi dengan ukuran 18x18 m dengan tinggi sekitar 4.7 m. Candi ini memiliki arah orientasi ke tenggara-barat laut. Keempat sisi candi tidak memiliki tangga naik atau pintu masuk. Susunan bata yang melingkar dengan diameter 6 m tampak di atas bangunan yang tersisa dan dibatasi oleh bata yang dipasang tegak (rolak) membentuk bujur sangkar. Susunan pasangan bata seperti ini mencirikan susunan dasar sebuah stupa sehingga kemungkinan besar candi ini merupakan sebuah candi stupa (Djafar 2010).

2. Situs Segaran II (Situs Lempeng)

Menurut Djafar (2010) Situs Segaran II (Situs Lempeng) berukuran sekitar 100 x 100 m dengan ketinggian 0.50 m (Gambar 16). Situs Lempeng ini menyimpan cukup banyak peninggalan yang memiliki nilai penting. Sumur kuno dan dua buah lempengan batu besar yang berukuran 2x2 m dengan bentuk hampir segi lima ditemukan di situs ini. Selain itu juga terdapat sisa-sisa struktur bangunan bata yang membujur dengan arah tenggara sampai barat laut. Manik- manik kaca, tulang dan gigi hewan, serta sebuah pecahan gerabah Arikamedu (Rouletted Pottery) ditemukan di situs ini. Menurut Djafar (2010) pecahan gerabah ini memberikan bukti adanya hubungan dengan India walaupun tidak secara langsung. Selain itu, penemuan penting lainnya adalah kerangka manusia beserta bekal kubur seperti alat-alat dari besi dan gelang emas. Penemuan ini diduga berasal dari lapisan kebudayaan buni pada masa perundagian sebelum masa pembangunan Situs Percandian Batujaya itu sendiri. Penelitian ini masih berlanjut sampai sekarang untuk memperoleh data yang lebih lengkap.

Gambar 16 Situs Segaran II (Situs Lempeng) Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

3. Situs Segaran III (Situs Damar)

Situs Segaran III atau Situs Damar terdiri dari dua sektor yaitu Segaran III-A dan Segaran III-B (Gambar 17). Ukuran masing-masing 22x21 m dan 12.50 x5 m serta ketinggian rata-rata sekitar 0.50- 1 m. Pondasi sisa bangunan yang ditemukan berorientasi ke arah tenggara-barat laut. Terdapat bagian tangga dengan lebar 5 m di bagian sisi barat laut, akan tetapi panjangnya belum diketahui dan sebagian tangga ini sudah melesak (Djafar 2010). Namun, sampai saat ini penelitian di Situs Damar belum dilanjutkan kembali.

31

Gambar 17 Situs Segaran III (Situs Damar) Sumber: Dokumen Pribadi

4. Situs Segaran IV

Situs yang berbentuk unur kecil ini menurut Djafar (2010) ukurannya kini hanya 6x4 m saja akibat pencangkulan tanah untuk perluasan lahan sawah (Gambar 18). Situs ini berupa sebuah struktur bangunan bata dengan arah tenggara-barat laut beserta candi kecil berbentuk bujur sangkar berukuran 6.5x6.50 m.

Gambar 18 Situs Segaran IV

Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

5. Situs Segaran V

Nama Candi Blandongan (Situs Segaran V) berasal dari kata Blandongan dalam bahasa sunda yang berarti gudang atau bangunan darurat (Gambar 19). Menurut Djafar (2010) candi ini diperkirakan merupakan candi utama di Situs Percandian Batujaya mengingat ukurannya yang merupakan paling besar. Selain itu, candi ini juga merupakan tempat paling banyak ditemukan benda-benda peninggalan Kerajaan Tarumanegara lainnya dan memiliki ornamen yang sangat unik.

32

Gambar 19 Situs Segaran V (Candi Blandongan) Sumber: Dokumen Pribadi

Sebuah batu umpak ditemukan di bagian depan candi ini. Batu umpak ini berfungsi untuk menopang kayu sehingga diperkirakan bangunan ini dahulunya memiliki atap (Gambar 20). Bagian atas badan candi ini diduga berbentuk stupa yang masif berupa susunan bata yang kemudian dilapisi dengan beton stuko (Djafar 2010).

Gambar 20 Batu umpak penopang atap candi Sumber: Dokumen Pribadi

Bangunan Candi Blandongan ini dibangun dalam dua fase. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ornamen yang berbeda di kanan dan kiri bagian depan candi. Fase pertama pada pembuatan ornamen tersebut dibangun pada abad 6 sampai 7 dan fase kedua pada abad 8-10 (Djafar 2010). Gambar 21 memperlihatkan adanya dua fase pada pembangunan ornamen Candi Blandongan.

33

Gambar 21 Perbedaan fase pada pembangunan ornamen Candi Blandongan: (a) Fase pertama dan (b) Fase kedua

Sumber: Dokumen Pribadi

Adanya fragmen meterai (votive tablet) terakota bergambar relief Budha yang ditemukan di situs ini membuktikan adanya pengaruh Budha dalam corak candinya. Menurut Djafar (2010) sebagian votive tablet tersebut ada yang berinskripsi dan sebagian lainnya tidak. Selain itu, ditemukan pula dua buah fragmen inskripsi yang tergores pada sebuah pecahan bata dan sebuah pecahan terakota serta dua buah inskripsi yang digoreskan pada lempengan emas kecil yang dilipat. Keempat inskripsi tersebut berisi ayat-ayat suci agama Budha yang ditulis dengan aksara palawa dan bahasa sansakerta. Di sisi timur laut dan tenggara kaki candi pada halaman candinya ditemukan pula runtuhan pagar keliling dengan sisa-sisa bagian pintu atau gapura di bagian tengah masing-masing sisi pagar keliling tersebut (Djafar 2010). Beberapa benda penemuan yang ditemukan di sekitar Candi Blandongan dapat disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Benda-benda temuan di sekitar Candi Blandongan: (a) Votive tablet, dan; (b) Kelengkapan upacara

Sumber: Dokumen Pribadi

6. Situs Segaran VI

Penemuan di Situs Segaran VI cukup berbeda dibandingkan dengan situs lain di kawasan Situs Percandian Batujaya. Menurut Djafar (2010) benda

34

tinggalan di situs ini merupakan sebuah batu tegak dari jenis konglomerat. Sekeliling batu konglomerat ini terdapat lima buah batu tegak lainnya dengan jarak 2.50 m. Batuan ini diduga merupakan tinggalan tradisi megalitikum berupa susunan batu temu-gelang (stone enclosure) (Gambar 23).

Gambar 23 Situs Segaran VI

Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

7. Situs Segaran VII

Peninggalan struktur Situs Segaran VII berupa susunan bata bagian kaki candi (Djafar 2010). Bangunan tersebut berukuran 8.4x5.4 m dan memiliki dinding membentuk segi empat panjang seperti bak serta bagian dalamnya diurug dengan tanah. Penelitian di situs Segaran VII masih berlanjut sampai saat ini. 8. Situs Segaran VIII

Situs ini terletak di tengah persawahan di pinggir sebuah perkampungan Desa Segaran. Struktur bangunan yang ditemukan berupa pondasi tembok memanjang serta sebuah umpak batu berbentuk pipih bulat dengan diameter sekitar 30 cm dan tinggi 20 cm (Djafar 2010).

9. Situs Segaran IX

Situs Segaran IX terletak di tengah persawahan milik masyarakat sekitar. Tinggalan sejarah yang ada di situs ini berupa bangunan bata empat persegi panjang berukuran 7.5x10.55 m. Bangunan tersebut merupakan dinding bagian bawah candi dengan bentuk empat persegi panjang dan terdapat tangga naik di sebelah sisi timurnya (Djafar 2010).

10. Situs Telagajaya I

Situs ini semula merupakan sebuah unur yang kemudian dihuni oleh penduduk dan dikenal dengan kampung Gunteng. Nama “Serut” diambil dari vegetasi yang mendominasi situs ini. Di situs ini sedikitnya ditemukan empat sektor situs yang masing-masing memiliki sisa bangunan candi. Keseluruhan bangunan yang ada di situs ini memiliki orientasi arah timur laut-barat daya.

Situs Telagajaya I-A

Pada dinding sisi timur laut di sudut utara dan sudut timur candi ini terdapat tembok memanjang yang membentuk garis lurus dengan arah barat laut-tenggara. Candi Telagajaya I-A ini tidak memiliki tangga naik atau pintu masuk di keempat sisinya, akan tetapi kaki candi ini mempunyai bentuk konstruksi seperti sebuah

35 “bak” yang berdiri di atas sebuah pondasi. Situs ini mulai di pugar pada tahun 2007 sampai saat ini oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang. Penelitian di situs ini masih dilakukan sampai saat ini. Struktur tinggalan Situs Telagajaya I-A disajikan pada Gambar 23.

Gambar 24 Situs Telagajaya I-A Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

Situs Telagajaya I-B

Struktur bangunan situs ini sudah sangat rusak. Situs ini berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 7.77 m dan memiliki satu tangga naik atau pintu masuk di sisi timur laut. Bentuknya hampir menyerupai Situs Telagajaya I-A. Pada kaki candi sisi barat laut diduga pernah dilakukan perbaikan atau perubahan setelah candi didirikan (Djafar 2010). Struktur tinggalan dalam Situs Telagajaya I- B disajikan pada Gambar 24.

Gambar 25 Situs Telagajaya I-B Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

Situs Telagajaya I-C

Menurut Djafar (2010) candi ini (Gambar 25) merupakan bangunan dengan 4 persegi yang memiliki ukuran sekitar 6.60 x 6.20 m. Candi ini dihiasi dengan ornamen yang terbuat dari bahan stuko. Sejumlah hiasan stuko berupa kepala manusia dan binatang ditemukan bersama runtuhan bata di permukaan lantai halaman sekeliling lantai candi. Candi ini memiliki sebuah tangga naik yang

Dokumen terkait