• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Lanskap Kawasan Situs Percandian Batujaya Di Kabupaten Karawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Lanskap Kawasan Situs Percandian Batujaya Di Kabupaten Karawang"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

/

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN

KAWASAN SITUS PERCANDIAN BATUJAYA DI

KABUPATEN KARAWANG

HANIA ZULFA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap untuk Pelestarian Kawasan Situs Percandian Batujaya di Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Hania Zulfa

(4)
(5)

ABSTRAK

HANIA ZULFA. Perencanaan Lanskap untuk Pelestarian Lanskap Kawasan Situs Percandian Batujaya di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO.

Kawasan Situs Percandian Batujaya berada di Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini merupakan kompleks percandian bercorak Buddhistik yang dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara. Peningkatan yang pesat terhadap pembangunan di Kabupaten Karawang mengancam tergesernya kawasan yang memiliki nilai bersejarah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini yaitu merencanakan lanskap pelestarian Situs Percandian Batujaya. Tahapan penelitian ini terdiri atas pengumpulan data, analisis, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi kesesuaian tata ruang candi dengan konsep kawasan candi berdasarkan ajaran agama Budha Mahayana sehingga dapat ditentukan unit ruang signifikansi sejarah kawasan. Hasil peta komposit unit ruang signifikansi ini digunakan sebagai arahan penyusunan konsep ruang dan aktivitas serta fasilitas pendukung. Tingkat signifikansi lanskap dipertimbangkan dalam penyusunan zonasi pelestarian rencana lanskap. Hasil akhir penelitian ini dituangkan dalam rencana lanskap.

Kata kunci: Kabupaten Karawang, perencanaan lanskap, Situs Batujaya, zonasi pelestarian.

ABSTRACT

HANIA ZULFA. Landscape Planning for Batujaya Temples Preservation in Karawang. Supervised by QODARIAN PRAMUKATO

Batujaya Temples is located in Batujaya District, Karawang Regency, West Java Province. This buddhistic temples was assumpted built in Tarumanagara Empire Period. The increasing of physical development in Karawang threats the displacement of historical region. Therefore, the objective of this research was to plan a landscape preservation of Batujaya Temples Site. This research stages consists of data collecting and compiling, analysis, synthesis, concept arranging, and planning the landscape, respectively. The analysis was used to identify historical significance and the suitability of temples‟ layout with the concept of the temples site based on Budha Mahayana belief in order to determine the space unit of historical preservation region. The composite map was used to arrange the zone, activities, and facilities concept. The result of this research is presented in a landscape plan of Batujaya Temples Site.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

HANIA ZULFA

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN

KAWASAN SITUS PERCANDIAN BATUJAYA DI

KABUPATEN KARAWANG

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah perencanaan pelestarian lanskap sejarah, dengan judul “Perencanaan Lanskap untuk Pelestarian Kawasan Situs Percandian Batujaya di Kabupaten Karawang”.

Penghargaan dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Qodarian Pramukanto, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan yang sangat bermanfaat selama proses penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Ir Afra DN Makalew, MSc selaku dosen pembimbing akademik, keluarga terutama mamah, bapak, dan kakak-kakak penulis, teman belajar GM, Lanskap 47, Keluarga Besar Arsitektur Lanskap IPB, teman-teman penulis, dinas dan instansi di Kabupaten Karawang, serta pihak lainnya atas segala doa, bantuan, dan dukungannya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Karawang dalam pelestarian lanskap dan pengembangan Situs Percandian Batujaya. Penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak dan dapat menjadi suatu referensi bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, Mei 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Batasan Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Lanskap Sejarah 3

Pelestarian Lanskap Sejarah 4

Perlindungan Benda dan Situs Cagar Budaya 4

Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap Sejarah 5

Zonasi Pelestarian Lanskap Sejarah 5

Candi dan Percandian 6

Mandala dan Mandala Vajradhatu 6

Situs Percandian Batujaya Karawang 7

METODE 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan Penelitian 8

Metode Penelitian 9

Persiapan 10

Inventarisasi dan Kompilasi Data 10

Analisis dan Sintesis 14

Konsep 17

Perencanaan 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Inventarisasi 17

Letak Geografis dan Administratif Situs Percandian Batujaya 17

(12)

Aspek Biofisik 18

Aspek Kesejarahan 28

Analisis 43

Analisis Biofisik 43

Analisis Kesejarahan 48

Analisis Signifikansi Ruang Sejarah 58

Sintesis 63

KONSEP DAN PENGEMBANGAN 68

Konsep Perencanaan Lanskap 68

Konsep Dasar Perencanaan Pelestarian 68

Pengembangan Konsep 68

RENCANA LANSKAP 73

Rencana Lanskap 73

Rencana Ruang dan Aktivitas 73

Zona Sakral 74

Zona Riset 74

Zona Penyangga 74

Zona Pemanfaatan 74

Tabel 15 Rencana lanskap pelestarian kawasan Situs Percandian Batujaya 75

Rencana Fasilitas Pendukung Pelestarian 75

Zona Sakral 75

Zona Riset 75

Zona Penyangga 75

Zona Pemanfaatan 75

Simpulan dan Saran 82

Simpulan 82

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

(13)

DAFTAR TABEL

1 Alat yang digunakan dalam penelitian 9

2 Jenis, tipe, bentuk, cara pengambilan, dan sumber data yang

dikumpulkan 10

3 Kriteria penilaian unit ruang artefak dan penelitian arkeologi 14 4 Kriteria penilaian berdasarkan hierarki Transcendence Budha 15

5 Penilaian rencana pengembangan kawasan 16

6 Penilaian ruang aktivitas masyarakat 16

7 Daftar benda peninggalan Situs Batujaya yang masuk dalam Daftar 18 8 Penggunaan lahan dalam Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung 22

9 Bangunan candi beserta perkiraan fungsinya 42

10 Matriks hasil analisis 57

11 Skoring unit ruang artefak 58

12 Kategorisasi unit ruang pelestarian 63

13 Matriks Hasil Analisis Unit Ruang Kelestarian Sejarah 63

14 Kategori unit ruang dan arahan rencana 67

15 Rencana lanskap pelestarian kawasan Situs Percandian Batujaya 74

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Vajradhatu mandala 7

3 Struktur geometris mandala 7

4 Lokasi penelitian 8

5 Tahapan penelitian 9

6 Penyebaran tanah permukaan kawasan Batujaya 20

7 Tata guna lahan 21

8 Curah hujan kawasan 23

9 Daerah aliran Sungai Citarum 24

10 Hidrologi kawasan 25

11 Aksesibilitas kawasan 26

12 Aksesibilitas 27

13 Museum Situs Cagar Budaya Batujaya 28

14 Koleksi museum 29

15 Situs Segaran I (Candi Jiwa) 29

16 Situs Segaran II (Situs Lempeng) 30

17 Situs Segaran III (Situs Damar) 31

18 Situs Segaran IV 31

19 Situs Segaran V (Candi Blandongan) 32

20 Batu umpak penopang atap candi 32

21 Perbedaan fase pada pembangunan ornamen Candi Blandongan 33 22 Benda-benda temuan di sekitar Candi Blandongan 33

23 Situs Segaran VI 34

(14)

25 Situs Telagajaya I-B 35

26 Situs Telagajaya I-C 36

27 Situs Telagajaya V 37

28 Situs Telagajaya VI (Unur Silinder) 37

29 Situs Telagajaya VIII (Unur Gundul) 38

30 Situs Telagajaya VIII 38

31 Situs Telagajaya XI (Sawah Kramat) 39

32 Persebaran situs di Situs Percandian Batujaya 40

33 Prosesi perayaan waisak di Candi Jiwa 43

34 Geomorfologi kuarter kawasan 45

35 Curah hujan rata-rata bulanan Kabupaten Karawang 2004-2013 46

36 Denah Candi Jiwa 49

37 Denah Candi Blandongan 50

38 Pola linear pada Candi Borobudur 52

39 Pola linear pada tata ruang Situs Percandian Batujaya 52 40 Mandala Vajradhatu dalam kawasan Situs Percandian Batujaya 54

41 Fungsi bangunan candi 56

42 Unit Ruang Arkeologi 60

43 Unit Tata Ruang Candi 61

44 Unit Ruang Ancaman Pengembangan Daerah Perkotaan 62

45 Unit Ruang Ancaman Aktivitas Masyarakat 65

46 Komposit 66

47 Unit Ruang Manajemen Kawasan 69

48 Unit Ruang Biofisik 70

49 Diagram konsep ruang pelestarian 71

50 Zonasi pelestarian 72

51 Rencana Lanskap 76

52 Rencana Lanskap Situs Percandian Batujaya: Zona Sakral 77 53 Rencana Lanskap Situs Percandian Batujaya: Zona Riset 78 54 Rencana Lanskap Situs Percandian Batujaya: Zona Penyangga 79 55 Rencana Lanskap Situs Percandian Batujaya: Zona Pemanfaatan 80

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya saja, akan tetapi kaya juga akan peninggalan sejarah dan budaya. Kekayaan itu menyebar luas di seluruh pelosok negeri baik berupa elemen

intangible maupun elemen tangible. Peninggalan sejarah dan budaya ini menjadi penghubung antara dimensi masa lalu dan masa kini yang mempengaruhi pola budaya serta memberikan identitas khas di masing-masing wilayah. Salah satu bentuk peninggalan sejarah dan budaya tersebut adalah bangunan candi yang banyak dibangun pada masa Kerajaan Hindu-Budha. Kabupaten Karawang turut menjadi bagian penting dalam kejayaan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha yang pernah berkuasa di tatar sunda yang di masa lampau.

Kabupaten Karawang merupakan sebuah daerah administratif yang turut andil sebagai daerah penyokong Ibukota Jakarta. Kabupaten Karawang juga mendapatkan pengaruh besar terutama dalam pengembangan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi. Saat ini di wilayah Karawang telah banyak dibangun perumahan, gedung-gedung, hotel, Central Bussiness Distric, sampai dengan

Memorial Park. Bahkan direncanakan akan dibangun Bandara Internasional Kertajati dan Pelabuhan Cilamaya di wilayah utara Kabupaten Karawang yang ditargetkan selesai pada tahun 2020 (Pikiran-Rakyat.com). Peningkatan yang pesat terhadap pembangunan tersebut akan menimbulkan dampak terhadap semakin bergesernya keberadaan lahan atau bangunan yang memiliki nilai bersejarah bagi Kabupaten Karawang yang seharusnya tetap dipertahankan dan dilestarikan. Salah satu peninggalan yang juga berperan besar dalam sejarah Indonesia di Karawang adalah Kawasan Percandian Batujaya.

Situs percandian Batujaya merupakan sebuah kawasan tempat candi-candi peninggalan Kerajaan Tarumanegara berada. Kawasan ini ditemukan pertama kali pada tahun 1985 oleh Tim Peneliti UI dan diperkirakan dibangun pada abad ke 5. Saat ini candi-candi tersebut masih berada dalam penelitian dan baru beberapa candi yang sudah diekskavasi yaitu Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Candi-candi yang berada di kawasan Batujaya ini bercorak Budhistik. Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang (BPCB) sampai saat ini sudah ada 48 titik situs sejarah di kawasan ini. Kawasan Percandian Batujaya ini termasuk peninggalan sejarah yang memiliki nilai penting bagi Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Indonesia.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini meliputi;

1) mengidentifikasi dan memetakan kondisi eksisting serta karakter lanskap Situs Percandian Batujaya Karawang dari aspek kesejarahan;

2) analisis faktor yang mempengaruhi lanskap Situs Percandian Batujaya sebagai bentuk upaya pelestarian lanskap sejarah, dan;

3) menyusun rencana lanskap Situs Percandian Batujaya untuk kawasan pelestarian lanskap sejarah.

Manfaat Penelitian

Hasil perencanaan yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1) menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Karawang dalam usaha pelestarian dan pengembangan Situs Percandian Batujaya;

2) meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga dan melestarikan nilai sejarah Situs Percandian Batujaya, dan;

3) memberikan informasi yang lengkap mengenai Situs Percandian Batujaya.

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada tatanan unit lanskap sejarah Situs Percandian Batujaya. Penelitian ini tidak mencakup pendekatan sosial. Aspek sosial dalam penelitian ini didekati dengan analisis penggunaan lahan yang ada. Rencana yang dihasilkan berupa rencana lanskap pelestarian Situs Percandian Batujaya.

Kerangka Pikir

(17)

3

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Sejarah

(18)

4

bersejarah dalam kehidupan dan keberadaan manusia. Lanskap ini dibentuk dari perpaduan antara unsur alam dan unsur budaya dengan skala dan cakupan area berupa tapak, distrik, ketetanggaan, komuniti, kota, wilayah, nasional, dan internasional.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah memiliki karakter yang dapat dibentuk dari dua faktor yaitu historic/prehistoric feature

berupa fitur lanskap baik yang terdapat di atas maupun di bawah tanah dan informasi-informasi sejarah yang berhubungan dengan tapak seperti cerita rakyat, legenda, atau catatan sejarah proses terjadinya suatu tapak.

Pelestarian Lanskap Sejarah

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang memiliki suatu nilai dari berbagai perubahan yang bersifat negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimiliki. Kriteria tindakan pelestarian lanskap sejarah tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan faktor faktor berikut, yaitu:

1) makna sejarah (historical significance), didasarkan pada kepentingan relatif dari keunikan dan makna kesejarahan;

2) extant historic resources, didasarkan pada jumlah dan tipe dari fitur utama yang terkait dengan periode sejarah tapak tersebut;

3) kondisi sumberdaya sejarah, berupa kondisi struktural dan kondisi material tanaman, dan;

4) seleksi periode sejarah, meliputi kepentingan dari asosiasi sejarah, ketersediaan sumberdaya eksisting, keterpaduan dari sumberdaya tersedia, keterkaitan antar sumberdaya eksisting dengan keterkaitan sejarah, kondisi sumberdaya saat ini, serta ketersediaan informasi sejarah pada periode yang otentik untuk upaya restorasi.

Perlindungan Benda dan Situs Cagar Budaya

Dalam undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya memiliki definisi yaitu:

1) Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dileskatrikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan melalui proses penetapan;

2) Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia;

(19)

5 4) Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia;

5) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu;

6) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperhatikan ciri tata ruang yang khas.

Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap Sejarah

Upaya pelestarian suatu kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi tidak hanya mempertimbangkan isu keindahannya saja (beautification) tetapi juga berbagai hal yang bersifat menyeluruh (holistic). Hal ini dikarenakan warisan budaya dan sejarah yang ada dibentuk juga oleh berbagai sumberdaya baik bersifat fisik maupun nonfisik (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Menurut Haris dan Dinnes (1988) ditegaskan juga bahwa perlu adanya persyaratan kultural dan teknologikal dalam kawasan yang akan dilestarikan untuk menghasilkan bentuk pemanfaatan yang lebih kreatif.

Zonasi Pelestarian Lanskap Sejarah

Salah satu bentuk dari upaya pelestarian lanskap sejarah adalah dengan penentuan batas ruang pelestarian. Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dalam Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan. Penentuan batas ini salah satu caranya dapat dilakukan dengan mengaplikasikan penggunaan Geographic Information System (GIS). Menurut Box (1999) lanskap yang terkandung benda-benda arkeologi dapat didefinisikan sebagai studi hubungan keruangan antara manusia dengan benda fisik, sosial, dan lingkungan kognitif mereka. Proses sosial dalam lanskap sejarah ini juga dapat dimodelkan dengan mempertimbangkan dimensi waktu. GIS ini pernah digunakan untuk memprediksi lokasi dan batas terirorial model studi di Kroasia yang diindikasikan terdapat banyak situs sejarah.

(20)

6

dievaluasi dan dinilai oleh para ahli di bidangnya. Data monumen dan situs arkeologi tersebut dinilai dengan mempertimbangkan adanya kepentingan ekskavasi, ancaman terhadap situs, dan potensi penelitian arkeologi (Box 1999).

Candi dan Percandian

Candi merupakan sebuah bangunan yang menjadi salah satu bentuk dari komunikasi budaya. Setiap elemen yang terdapat dalam candi baik itu ornamen, relief, tokoh-tokoh kayangan, dan arca yang ada memiliki maksud, tujuan, dan simbol-simbol tertentu. Candi merupakan sebuah bangunan suci, produk budaya dari masa Hindu dan Budha yang menggambarkan konsep kosmologi dan replika dari Gunung Mahameru tempat para dewa (Sarjanawati 2010). Konsep kosmologi ini diperhatikan adanya keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos digambarkan dengan alam semesta sebagai pusat kosmos, sedangkan mikrokosmos digambarkan dengan elemen yang ada di dalam alam semesta seperti manusia, rumah, desa, dan komunitas (Harto 2005). Bangunan candi dapat berfungsi sebagai makam ataupun untuk ritual ibadah. Oleh karena itu untuk menjalani suatu ritual umumnya tidak hanya terdapat satu buah candi melainkan lebih dan umumnya membentuk sebuah kompleks atau kawasan yang dapat disebut sebagai kawasan percandian.

Mandala dan Mandala Vajradhatu

Menurut Herwindo et al (2014) candi merupakan karya arsitektur yang dibangun berdasarkan mandala dan beberapa kaidah lain berdasarkan sifat keagamaan baik Hindu maupun Budha. Candi Budha memiliki variasi iconografi, mandala dan bentuk candi. Mandala adalah gambaran alam semesta yang diintepretasikan dalam sebuah bentuk geometris yang dapat diaplikasikan dalam seni, bangunan, dan ruang. Aliran Budha memegang peran penting dalam penentuan iconografi atau mandala dalam candinya. Mandala Vajradhatu adalah mandala yang dibawa oleh pengaruh Budha Mahayana yang dilambangkan dengan Pagoda Intan di puncak Gunung Sumeru dengan lima atap lingkaran. Pada umumnya candi Budha terletak di pusat lahan dan dikelilingi candi-candi pendamping sebagai satelit.

Pada konsep mandala Vajradhatu dalam Kossak dan Singer (1998)

Vairochana dalam bentuk empat wajah dan delapan tangannya menjadi pusat dalam mandala. Vairochana ini dikelilingi dan ditempatkan empat simbol keluarga yang juga dihubungkan dengan empat kepentingan Budha (Tathagata) yaitu Akshobya di sebelah timur, Ratnasambhava di selatan, Amitabha di barat, dan Amoghasiddhi di utara. Setiap tatagata ini dikelilingi oleh empat penjaga. Pada empat lingkaran yang menandakan titik tengah kompas tersebut terdapat empat dewi-dewi yang berhubungan dengan persembahan untuk dewa sentral dalam mandala ini. Dewi-dewi tersebut yaitu Vajrapuspa di barat daya melambangkan bunga, Vajradipa di barat laut melambangkan cahaya,

(21)

7

Gambar 2 Vajradhatu mandala

Sumber : Kossak dan Singer (1998)

Gambar 3 Struktur geometris mandala Sumber: ccat.sas.upenn.edu/george/scaffold.map

Situs Percandian Batujaya Karawang

Situs Percandian Batujaya merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Karawang. Nama ini diambil dari nama kecamatan dimana situs pertama kali ditemukan yaitu di Kecamatan Batujaya. Lokasi situs merupakan areal persawahan warga yang dahulunya merupakan danau. Menurut Djafar (2010) hal ini juga ditandai dengan nama desa Segaran yang berarti laut atau kolam dalam bahasa Sanskerta.

(22)

8

dalam dua tahap yaitu abad 5-7 pada masa Tarumanegara dan tahap kedua di abad 7-10 pada masa Sriwijaya (Djafar 2010). Menurut Djafar (1992) dalam Djafar (2010) terdapat lebih dari 20 buah reruntuhan bangunan bata yang tersebar di kawasan situs seluas 5 km2 ini.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai perencanaan pelestarian lanskap ini dilakukan Situs Percandian Batujaya yang secara administratif terletak di Desa Segaran di Kecamatan Batujaya dan Desa Teluk Buyung di Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Kawasan yang menjadi target studi adalah lokasi yang berdasarkan penelitian dari Djafar (2010) memiliki luas dugaan sebesar ± 500 ha. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Maret 2014 sampai April 2015.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa hardware dan

(23)

9 Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian

Alat Kegunaan

Kamera Digital Mendokumentasikan beberapa obyek pengamatan

Kertas dan alat tulis Mencatat data yang diperoleh dalam pengamatan dan wawancara

Aplikasi Microsoft Word 2010

Mengolah data berupa text dalam penulisan laporan dan deskripsi data

Software ArcGIS Mengolah data spasial

Software Adobe Photoshop

Membuat gambar ilustrasi dan memperhalus hasil gambar spasial

Software CorelDraw Membuat layout hasil akhir gambar

Metode Penelitian

Metode yang digunakan secara umum dalam penelitian ini adalah deskriptif dan menggunakan pendekatan penelusuran sejarah. Proses ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan dan kompilasi data, tahap analisis dan sintesis, tahap penyusunan konsep, dan tahap perencanaan. Bagan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

(24)

10

Persiapan

Tahapan persiapan merupakan tahap awal dalam pelaksanaan penelitian ini. Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu penyusunan proposal, studi pustaka untuk mengetahui gambaran secara umum lokasi dan metode penelitian, pelaksanaan kolokium, pengurusan perizinan, penyusunan rencana anggaran biaya penelitian, dan persiapan peta dasar Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan Desa Teluk Buyung Kecamatan Pakisjaya Kabupaten Karawang.

Inventarisasi dan Kompilasi Data A) Inventarisasi Data

Tahap inventarisasi data merupakan tahap pengambilan dan pengumpulan data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan tujuan awal penelitian. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang dan wawancara. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka baik dalam bentuk literatur buku, jurnal, dan buku elektronik/jurnal maupun dalam bentuk laporan yang diambil dari dinas terkait.

Kegiatan survei lapang dilakukan untuk mendapatkan data primer mengenai beberapa aspek biofisik dan aspek kesejarahan dengan menilai langsung dan mendokumentasikan aspek yang diteliti. Kegiatan wawancara dilakukan kepada responden ahli dalam bidangnya untuk mengetahui informasi kesejarahan dari setiap objek sejarah yang dinilai.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka untuk mengetahui informasi terkait aspek biofisik, aspek kesejarahan, dan aspek legal. Penelitian yang dihasilkan oleh Djafar (2010) berupa temuan benda-benda arkeologi dan kesejarahannya digunakan sebagai data dasar untuk aspek biofisik dan aspek kesejejarahan dalam penelitian ini. Data aspek legal yang diambil berupa status legal dan kebijakan mengenai perlindungan benda cagar budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang. Secara lebih rinci jenis data, tipe data, bentuk data, cara pengambilan data, dan sumber data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis, tipe, bentuk, cara pengambilan, dan sumber data yang dikumpulkan

Jenis data Tipe data Bentuk

wilayah Sekunder Spasial Studi pustaka Bappeda

- Luas wilayah Sekunder Deskriptif Studi pustaka Bappeda

Demografi

- Kecamatan dalam

(25)

11 Tabel 2 Jenis, tipe, bentuk, cara pengambilan, dan sumber data yang dikumpulkan

(lanjutan)

Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur

Aspek Biofisik

Topografi

- Kemiringan lahan Sekunder Deskriptif,

Spasial Studi pustaka Bappeda, Literatur

Tanah

- Jenis tanah Sekunder Spasial Studi pustaka Literatur

Tataguna lahan A.

- Jenis penggunaan

lahan Sekunder Spasial Studi pustaka Bappeda

Iklim B.

- Suhu, kelembaban,

dan curah hujan Sekunder

Deskriptif,

Spasial Studi pustaka BMKG, Literatur

Hidrologi C.

- Badan air Sekunder Spasial,

Deskriptif Studi pustaka BIG, Literatur Vegetasi

Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur, BPCB Serang

Aksesibilitas dan Sirkulasi

- Jenis jaringan

jalan Sekunder Deskriptif Studi pustaka Dinas Bina Marga

(26)

12

Tabel 2 Jenis, tipe, bentuk, cara pengambilan, dan sumber data yang dikumpulkan (lanjutan)

Primer Deskriptif Studi pustaka Dinas Bina Marga

Artefak

- Bentuk dan jenis artefak

Sekunder,

Primer Deskriptif Studi pustaka Literatur

Tata ruang

- Bentuk tata ruang kawasan

percandian

Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur

Orientasi

- Orientasi hadap candi dan maknanya

Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur

Fungsi dan makna - Fungsi elemen

lanskap sejarah fisik dan nonfisik

Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur

Religi

- Aktivitas religi

yang dilaksanakan Sekunder Deskriptif Studi pustaka Literatur Aspek Legalitas

Sekunder Deskriptif Studi pustaka

Disbudpar Karawang, BPCB Serang

B) Kompilasi Data

Pada tahap ini, data yang telah didapatkan dari tahap pengumpulan data yang berasal dari berbagai sumber dikompilasi dan disusun ke dalam bentuk data spasial. Data yang diperoleh baik dalam bentuk deskriptif, foto, maupun tabular dari masing-masing sub aspek tersebut disusun menjadi suatu peta tematik untuk mempermudah proses tahapan penelitian selanjutnya yaitu tahap analisis dan sintesis.

1. Aspek Biofisik

Topografi

Data topografi yang dikumpulkan berupa data spasial yang mengambarkan garis kontur dan kemiringan lahan Situs Percandian Batujaya.

Tanah

(27)

13

Tataguna Lahan

Data tataguna lahan menggambarkan jenis penggunaan lahan di masa lalu dan saat ini yang ada pada unit lanskap. Data yang diperoleh berupa peta tematik tataguna lahan yang bersumber dari Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) berupa Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang serta data spasial dari studi literatur.

Iklim

Data yang akan diperoleh berupa data suhu rata-rata bulanan, kelembaban rata-rata, dan curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Karawang. Data yang akan didapatkan berupa data deskriptif.

Hidrologi

Data hidrologi yang digunakan berupa data badan air yang terdapat disekitar wilayah unit penelitian yaitu Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung.

Vegetasi

Data vegetasi yang diperoleh berupa deskriptif yang menjelaskan jenis vegetasi dengan nilai etnobotani yang ada di sekitar kawasan Situs Percandian Batujaya. Nilai etnobotani menekankan bagaimana keterkaitan budaya masyarakat dengan sumberdaya tumbuhan di lingkungannya secara langsung maupun tidak langsung (Suryadarma 2008).

Aksesibilitas dan Sirkulasi

Data mengenai aksesibilitas dan sirkulasi yang dimaksud adalah jenis, jumlah, dan kondisi jaringan jalan yang ada, serta jenis moda transportasi. Data jenis jaringan jalan yang dikumpulkan berupa data spasial. Kondisi jaringan jalan dan jenis moda transportasi yang ada digunakan sebagai uraian deskriptif.

2. Aspek Kesejarahan

Aksesibilitas dan Sirkulasi Lanskap Sejarah

Data mengenai aksesibilitas dan sirkulasi sejarah yang dimaksud terkait dengan jenis dan moda transportasi yang digunakan serta sejarah yang ada saat periode Kerajaan Tarumanegara.

Artefak

Data artefak yang dikumpulkan berupa elemen fisik yang ditemukan di Situs Percandian Batujaya. Informasi kesejarahan mengenai artefak tersebut juga diperoleh untuk menjelaskan elemen secara deskriptif kemudian disusun ke dalam bentuk spasial.

Tata ruang

Data yang digunakan dalam penyusunan tata ruang adalah pola persebaran situs-situs dalam Situs Percandian Batujaya yang diperoleh dengan mengetahui titik koordinat situs dan studi pustaka. Data ini kemudian disusun ke dalam peta spasial.

Orientasi

Orientasi bangunan candi disusun dengan mengetahui informasi kesejarahan dari setiap situs-situs yang ada di kawasan tersebut. Data ini disusun dengan penjelasan secara deskriptif.

Fungsi dan Makna

(28)

14

Religi

Data religi diperoleh dalam bentuk deskriptif. Data ini disusun dengan mengetahui ritual keagamaan atau aktivitas lain yang berhubungan dengan nilai-nilai sejarah yang ada di kawasan tersebut.

Analisis dan Sintesis

Tahap analisis dilakukan terhadap data yang telah diperoleh dari tahap pengumpulan data. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi serta kendala yang ada dari Situs Percandian Batujaya dalam upaya pelestarian lanskap sejarah. Kegiatan analisis dilakukan dengan metode analisis secara spasial dan deskriptif. A) Aspek Legal

Aspek legal dilakukan analisis secara deskriptif untuk mempertimbangkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pelestarian lanskap sejarah di Situs Percandian Batujaya.

B) Aspek Biofisik

Analisis aspek biofisik dilakukan terhadap kondisi fisik kawasan. Analisis dilakukan untuk mengetahui alasan penempatan situs dan membandingkannya dengan literatur yang ada. Selain itu juga diajukan alternatif dalam pengendalian permasalahan untuk tujuan pelestarian lanskap kawasan.

C) Aspek Kesejarahan

Analisis aspek kesejarahan dilakukan terhadap sub aspek aksesibilitas dan sirkulasi, artefak, tata ruang, orientasi, dan fungsi serta makna dari setiap situs yang ada sebagai suatu unit lanskap. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pendirian situs terkait dengan subaspek tersebut berdasarkan literatur yang tersedia.

Selanjutnya, dilakukan analisis aspek biofisik dan kesejarahan dengan mengintepretasikan data spasial dan atribut yang diperoleh ke dalam unit-unit ruang untuk mengetahui unit ruang signifikansi kawasan secara keseluruhan. Unit-unit ruang tersebut meliputi:

1. Unit Ruang Arkeologi

Unit ruang arkeologi mencakup keberadaan artefak yang ada pada kawasan baik situs yang sudah diekskavasi maupun ruang potensial artefak. Setiap ruang sejarah dalam unit ruang ini dinilai dengan skor satu sampai tiga. Kriteria penilaian tersebut disajikan pada Tabel 3.

(29)

15 Tabel 3 Kriteria penilaian unit ruang artefak dan penelitian arkeologi (lanjutan)

Kriteria penilaian 1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi) Ancaman

Unit ruang candi bertujuan mengidentifikasi dan intepretasi tata ruang Kawasan Situs Percandian Batujaya. Setiap Transcendence Budha dalam mandala

Vajradhatu dalam unit ruang ini dilakukan penilaian berdasarkan nilai kepentingan dan kesakralannya dari satu sampai tiga. Tabel 4 menjelaskan kriteria penilaian berdasarkan hierarki Transcendence Budha dalam Vajradhatu.

Tabel 4 Kriteria penilaian berdasarkan hierarki Transcendence Budha

Transcendence

3. Unit Ruang Ancaman Pengembangan Daerah Perkotaan

(30)

16

2011-2031. Setiap kawasan dalam RTRW dinilai terkait dengan ancaman yang akan ditimbulkan terhadap kawasan. Tabel penilaian rencana pengembangan kawasan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Penilaian rencana pengembangan kawasan

Kawasan berdasarkan RTRW Skor Kategori Unit Ruang

Pemukiman 3 Tinggi

Pertanian lahan basah 2 Sedang

Perlindungan sempadan sungai 1 Rendah

Pengembangan pariwisata 1 Rendah

Perlindungan kawasan mangrove 1 Rendah

4. Unit Ruang Ancaman Aktivitas Masyarakat

Unit ruang ancaman aktivitas masyarakat merupakan unit ruang yang menggambarkan adanya ancaman dari aktivitas masyarakat terhadap signifikansi sejarah kawasan. Unit ruang ini mencakup ruang sebagai tempat tinggal, kegiatan pertanian, dan kegiatan ritual keagamaan. Penilaian ruang aktivitas masyarakat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Penilaian ruang aktivitas masyarakat Jenis penggunaan lahan Skor Kategori Unit

Ruang Keterangan

Pemukiman 3 Tinggi Ruang tempat

tinggal dan

aktivitas sehari-hari Lahan pertanian (sawah,

sawah tadah hujan, ladang, kebun,dan badan air)

2 Sedang Ruang aktivitas pertanian Radius 100 dalam Situs

Segaran I

1 Rendah Ruang aktivitas ritual keagamaan Semak, kawasan mangrove 1 Rendah Ruang nonaktivitas

Selanjutnya masing-masing unit ruang tersebut dilakukan skoring untuk mengetahui nilai kepentingan sejarah kawasan atau signifikansi sejarah berdasarkan kriteria penilaian. Hasil skoring dari penilaian tersebut dibagi ke dalam tiga kelas dengan menggunakan rumus interval mengacu pada Selamet (1983) dalam Anggraeni (2011) sebagai berikut :

(31)

17 Keterangan:

Tinggi = SMi + 2IK + 1 sampai SMa Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai (SMi + IK)

Unit ruang yang telah diperoleh dari tahap analisis kemudian di-overlay

sehingga menghasilkan sebuah peta komposit. Peta komposit tersebut selanjutnya dikategorikan ke dalam unit ruang signifikansi sejarah tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan total skor yang dihasilkan.

Konsep

Konsep disusun berdasarkan zonasi yang telah dihasilkan pada tahap sintesis. Konsep dasar untuk kawasan pelestarian lanskap sejarah Situs Percandian Batujaya ditentukan pada tahap ini. Konsep ditujukan untuk melindungi benda cagar budaya dengan tetap mempertahankan karakternya. Konsep yang dibuat terdiri atas konsep ruang dan aktivitas serta konsep fasilitas pendukung. Konsep ruang dikembangkan sesuai dengan signifikansi sejarah disertai jenis aktivitas yang akan direncanakan. Sementara itu, konsep fasilitas pendukung pelestarian disesuaikan dengan aktivitas yang dibuat pada konsep ruang pelestarian.

Perencanaan

Perencanaan lanskap merupakan tahapan terakhir dalam penelitian ini. Rencana yang dihasilkan berupa rencana lanskap untuk pelestarian lanskap sejarah Situs Percandian Batujaya secara lebih terperinci. Rencana lanskap ini juga meliputi rencana tergambar seperti rencana ruang yang akan dikembangkan, jalur intepretasi, serta fasilitas-fasilitas pendukung kawasan pelestarian sejarah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Inventarisasi

Letak Geografis dan Administratif Situs Percandian Batujaya

Pada mulanya Situs Percandian Batujaya terletak pada dua desa yaitu Desa Segaran dan Desa Telagajaya yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Batujaya. Namun, pada tahun 1995 terjadi pemekaran wilayah administrasi yang membuat wilayah Desa Telagajaya (termasuk sebagian lokasi penelitian) masuk ke dalam Desa Teluk Buyung, Kecamatan Pakisjaya (Djafar 2010). Secara astronomis, Situs Percandian Batujaya terletak pada koordinat 107o08‟40” sampai 107009‟20” BT dan 6002‟50” sampai 6003‟50‟‟ LS. Situs ini berjarak ±33 km dari Ibukota Kabupaten Karawang yaitu Karawang Barat.

Aspek Legal

(32)

18

yang sudah masuk dalam daftar inventarisasi ini. Pada tahun 2014 Situs Percandian Batujaya sudah diajukan penetapannya sebagai Benda Cagar Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia akan tetapi masih dalam proses penetapannya. Penetapan ini bukan lagi secara individu, tetapi sudah menyeluruh menjadi satu kawasan.

Tabel 7 Daftar benda peninggalan Situs Batujaya yang masuk dalam Daftar Inventarisasi Peninggalan Cagar Budaya

Nama Cagar

Budaya Lokasi Desa Jenis Nomor Inventaris Keterangan Segaran IV Segaran Struktur 020.02.19.02.10 Stuktur

Bangunan Bata Segaran VI Segaran Struktur 017.02.19.02.10 Batu lingga Segaran VII Segaran Struktur 018.02.19.02.10 Stuktur Bata Segaran VIII Segaran Struktur 019.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya I-B Telagajaya Struktur 021.02.19.02.10 Candi Telagajaya I-C Telagajaya Struktur 022.02.19.02.10 Candi Telagajaya II Telaga Jaya Struktur 013.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya V Telaga Jaya Struktur 014.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya VI Telaga Jaya Struktur 015.02.19.02.10 Stuktur Bata Telagajaya VII Telaga Jaya Struktur 016.02.19.02.10 - Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang

Saat ini Kawasan Situs Percandian Batujaya dikelola secara bersama oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang, Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Namun, sampai saat ini belum ada batasan wilayah pengelolaan kawasan. Status kepemilikian lahan kawasan masih dimiliki oleh warga. Beberapa situs sudah dibebaskan kepemilikan lahannya yaitu pada situs yang sudah dilakukan penggalian dan pemugaran seperti Situs Segaran V (Candi Blandongan) dan Situs Segaran I (Candi Jiwa). Beberapa situs lainnya akan terus diupayakan pembebasan kepemilikan lahannya terutama pada situs yang letaknya berada tepat di bawah rumah milik warga yaitu Situs Telagajaya IX dan Situs Telagajaya X. Aspek Biofisik

A) Topografi

Menurut Sutikno dalam Djafar (2010), kawasan Situs Percandian Batujaya terletak pada ketinggian yang sangat datar yaitu rata-rata 4 m dpl. Kemiringan lereng di situs ini kurang dari 2%.

B) Tanah

(33)

19 kandungan bahan organik rendah sampai sedang dengan nilai pH sekitar 5.5-6.5. Jenis tanah ini ditemukan di bagian dataran tanggul alam, dataran banjir, dan dataran Aluvial barusan (recent). Jenis bentuk lahan yang ada di Situs Percandian Batujaya saat ini tentunya dipengaruhi dengan bentuk lahan yang ada. Menurut Sutikno dalam Djafar (2010) ditemukan 7 bentuk satuan lahan yaitu sebagai berikut:

1. Dataran Aluvial

Dataran ini terbentuk akibat proses sedimentasi dari aliran permukaan, genangan, dan luapan air banjir Sungai Citarum. Dataran ini terletak pada ketinggian sekitar 1 sampai 4 m dpl dengan kemiringan kurang dari 2%.

2. Tanggul Alam

Bentuk lahan ini merupakan hasil sedimentasi yang terdapat di sepanjang tanggul sungai dan erosi serta tanah longsor yang terdapat di tebing sungai akibat banjir dan aliran sungai Citarum. Tanggul ini relatif lebih tinggi dan berpotensi untuk dijadikan daerah pemukiman dan pertanian.

3. Bentuk Lahan Rawa Belakang

Bentuk lahan ini merupakan sebuah daerah cekungan atau rawa yang sering digenangi air pada musim hujan. Daerah ini cenderung lebih lembab dan didominasi oleh vegetasi rawa.

4. Dataran Aluvial Pantai

Dataran ini terbentuk akibat proses Aluvial dan marin yang dipengaruhi oleh masuknya air laut melalui sungai kecil dan intrusi air laut dalam lapisan tanahnya dan didominasi oleh yaitu Mangrove dan kelapa.

5. Beting Pantai

Daerah ini terletak di sepanjang garis pantai dengan lereng cembung. Saat ini beting pantai dimanfaatkan sebagai daerah perkampungan di pinggir pantai. 6. Lembah Antarbeting (Swale)

Lembah antarbeting memiliki bentuk lahan berupa cekungan sehingga sering tergenang di sepanjang tahun. Namun, hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menanam padi (sawah).

7. Dataran Pasang Surut

Lahan ini dipengaruhi oleh proses marin dari Laut Jawa didominasi oleh lumpur (mudflat) serta hampir selalu tergenang air laut. Masyarakat setempat sampai saat ini memanfaatkan lahan tersebut untuk tambak hasil laut.

C) Tataguna lahan

(34)

20

Gambar 6 Penyebaran tanah permukaan kawasan Batujaya

Ga

mbar

6 P

eny

eba

ra

n ta

na

h pe

rmuka

an ka

w

asa

n

B

atuj

(35)

21

Gambar 7 Tata guna lahan

Ga

mbar

7 T

ata guna

lah

(36)

22

Tabel 8 Penggunaan lahan dalam Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung

Jenis Penggunaan Lahan Luas Area

(ha) %

Air Tawar Sungai 16.36 1.59

Pemukiman 146.38 14.24

Kebun 9.49 0.92

Ladang 0.24 0.02

Sawah 726.91 70.73

Sawah Tadah Hujan 118.87 11.57

Semak 9.59 0.93

D) Iklim

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kabupaten Karawang memiliki curah hujan bulanan setempat rata-rata selama tahun 2013 sebesar 249.83 mm dengan bulan paling kering terjadi pada Agustus dan September dengan curah hujan mencapai 28 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari yang mencapai angka 678 mm. Kelembaban udara di wilayah ini cukup fluktuatif akan tetapi tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2013 kelembaban udara rata-rata mencapai 78.75% dengan nilai minimum sebesar 73% pada bulan September dan nilai maksimum sebesar 84% pada bulan Januari. Suhu udara rata-rata sebesar 27.61oC dengan suhu udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 26.6oC dan suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober sebesar 27.6 oC. Gambar 8 menunjukan curah hujan tahunan kawasan dari tahun 1980 sampai 2010.

E) Hidrologi

Desa Segaran dan Desa Teluk Buyung secara fisiografi masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan hulu yang berada di daerah Gunung Wayang sebelah selatan Kota Bandung yang dapat ditunjukan pada Gambar 9 (Greenpeace.co.id). Kedua desa ini menjadi daerah hilir karena letaknya yang tidak jauh dari Laut Jawa.

(37)

23

Gambar 8 Curah hujan kawasan

Ga

mbar

8 C

ur

ah hujan k

awa

sa

(38)

24

Gambar 9 Daerah aliran Sungai Citarum

Ga

mbar

9 D

ae

ra

h a

li

ra

n

S

unga

i C

it

(39)

25

Gambar 10 Hidrologi kawasan

Ga

mbar

10 Hidr

ologi

ka

wa

sa

(40)

26

F) Vegetasi

Kabupaten Karawang dikenal juga sebagai lumbung padi Jawa Barat. Hasil produksi padi sawah dan ladangnya dapat menyumbang 21% stok pangan Jawa Barat dan 11% stok pangan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten (BPS) Karawang hingga tahun 2012 dari total luas lahan 175 327 ha sebesar 55.94% digunakan sebagai areal persawahan dengan luas 98 079 ha dan sisanya merupakan lahan kering. Secara umum jenis vegetasi yang berada di Situs Percandian Batujaya merupakan tanaman pangan berupa padi dan umbi-umbian serta dan tanaman kebun. Lahan disekitar Situs Percandian Batujaya ini diperkirakan sudah ditanami tanaman padi sejak masa Kerajaan Tarumanegara. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, padi ini juga dimanfaatkan untuk menjadi bahan campuran bata untuk pembangunan candi-candi. Hal ini diketahui dengan ditemukan adanya sekam padi pada bata bangunan Candi Blandongan yang sekaligus dapat diketahui umur bangunan situs tersebut melalui uji karbon C-14 (Djafar 2010).

G) Aksesibilitas dan Sirkulasi

Akses yang ada saat ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu akses di luar kawasan dan akses dalam kawasan (Gambar 11). Akses luar kawasan berupa jalan kabupaten dan jalan lokal. Jalan kabupaten ini kondisinya cukup baik dan sebagian besar sudah diaspal sedangkan kondisi jalan lokal baik dan sebagian besar dibeton. Akses dalam kawasan sendiri berupa jalan setapak yang kondisinya cukup baik dan sudah dibeton. Lokasi ini dapat diakses baik dari arah Jakarta maupun Bekasi. Dari arah Jakarta dapat diakses melalui Tol Karawang Barat sedangkan dari arah Bekasi melalui Jalan Raya Cikarang sampai menuju daerah Tanjung Pura Karawang dilanjutkan ke arah Batujaya. Kedua akses ini dapat ditempuh dengan bus antar kota maupun kendaraan pribadi. Jalur jalan yang ada kondisinya baik dan termasuk dalam Jalan Kabupaten. Lokasi dapat dijangkau dari gerbang utama kurang lebih 500 m dengan berjalan kaki atau dengan ojek motor yang disewakan oleh masyarakat sekitar. Peta jalur sirkulasi kawasan disajikan pada Gambar 12.

Gambar 11 Aksesibilitas kawasan : (a) Akses dalam kawasan dan (b) Akses luar (menuju) kawasan

(41)

27

Gambar 12 Aksesibilitas

Ga

mbar

12 Aks

esibi

li

(42)

28

Aspek Kesejarahan

A) Aksesibilitas dan Sirkulasi Lanskap Sejarah

Aksesibilitas dan sirkulasi yang ada di kawasan Situs Percandian Batujaya di masa lalu sendiri belum diketahui secara pasti. Namun, adanya suatu aktivitas dapat memberikan gambaran adanya jalur sirkulasi atau sebaliknya. Menurut Lubis (2011) Karawang berfungsi sebagai salah satu pelabuhan penting hingga abad ke 14 Masehi. Karawang menjadi pusat perdagangan yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal saja tetapi juga bangsa lain. Aktivitas perdagangan ini tidak hanya terjadi di tepi pantai atau pusat pelabuhan, akan tetapi juga dilakukan sampai ke daerah pedalaman melalui sungai-sungai besar salah satunya adalah Sungai Citarum. Hal ini ditunjukan dengan adanya temuan keramik asing yang menunjukan bahwa pedagang-pedagang ini berasal dari daerah Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Eropa (Saringendyanti 2008). Jalur sirkulasi yang ada di dalam kawasan sendiri ditemukan di Situs Segaran I. Di situs ini terdapat sebuah jalan (patha) yang diduga digunakan untuk aktivitas keagamaan pradaksina (Djafar 2010).

B) Artefak

Artefak dapat diartikan sebagai sebuah bentuk peninggalan masa lalu yang memiliki nilai sejarah dan budaya bagi kehidupan manusia. Situs Percandian Batujaya memiliki peninggalan warisan sejarah yang berasal dari 3 periode yaitu prasejarah (masa perundagian), kerajaan, dan periode kolonial. Bentuk tinggalan yang ada pun bervariasi yaitu berupa bangunan candi, gerabah, keramik, batu asahan, votive tablet, fragmen-fragmen candi, batuan dasar struktur candi, dan benda sejarah lain yang ditemukan disekitar candi. Benda-benda penemuan itu saat ini ditempatkan di sebuah museum yang letaknya berada di sekitar kawasan. Museum ini diperuntukkan sebagai gedung penyelamatan Benda Cagar Budaya. Museum yang dibangun pada tahun 2004 diatas lahan seluas 1 500 m2 (Gambar 13) ini menyimpan hasil penelitian dan informasi sejarah kawasan yang diuraikan secara deskriptif dalam sebuah panel (Gambar 14). Museum ini dapat memperluas pengetahuan pelajar maupun masyarakat sekitar atau luar kawasan mengenai sejarah Situs Percandian Batujaya.

Gambar 13 Museum Situs Cagar Budaya Batujaya : (a) Bangunan Museum dan (b) Signage museum

(43)

29

Gambar 14 Koleksi museum Sumber: Dokumen Pribadi

Struktur peninggalan berupa bangunan candi yang ada di Situs Percandian Batujaya hingga saat ini belum diteliti secara lebih dalam. Berdasarkan penelitian terbaru sampai saat ini sudah ditemukan 48 titik unur yang tersebar di kedua kecamatan tersebut. Namun dari total yang ada baru 20 titik yang diketahui secara jelas bentuk peninggalannya (BPCB Serang 2014).

1. Situs Segaran I

Situs Segaran I disebut juga sebagai Candi atau Unur Jiwa (Gambar 15). Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat, nama candi ini diambil dari salah satu cerita yang berkembang di masyarakat. Dahulu setiap datang banjir mereka mengungsikan ternak mereka seperti ayam, kambing, dan domba ke tempat ini. Walaupun sudah diungsikan akan tetapi banyak ternak yang mati dan tidak pernah ditemukan jasadnya. Oleh karena itu tempat ini dianggap seolah-olah mengambil „jiwa‟ ternak-ternak mereka. Situs ini merupakan situs yang telah selesai dilakukan pemugarannya.

Gambar 15 Situs Segaran I (Candi Jiwa) Sumber: Dokumen Pribadi

(44)

30

kaki-kaki candi dengan ukuran 18x18 m dengan tinggi sekitar 4.7 m. Candi ini memiliki arah orientasi ke tenggara-barat laut. Keempat sisi candi tidak memiliki tangga naik atau pintu masuk. Susunan bata yang melingkar dengan diameter 6 m tampak di atas bangunan yang tersisa dan dibatasi oleh bata yang dipasang tegak (rolak) membentuk bujur sangkar. Susunan pasangan bata seperti ini mencirikan susunan dasar sebuah stupa sehingga kemungkinan besar candi ini merupakan sebuah candi stupa (Djafar 2010).

2. Situs Segaran II (Situs Lempeng)

Menurut Djafar (2010) Situs Segaran II (Situs Lempeng) berukuran sekitar 100 x 100 m dengan ketinggian 0.50 m (Gambar 16). Situs Lempeng ini menyimpan cukup banyak peninggalan yang memiliki nilai penting. Sumur kuno dan dua buah lempengan batu besar yang berukuran 2x2 m dengan bentuk hampir segi lima ditemukan di situs ini. Selain itu juga terdapat sisa-sisa struktur bangunan bata yang membujur dengan arah tenggara sampai barat laut. Manik-manik kaca, tulang dan gigi hewan, serta sebuah pecahan gerabah Arikamedu (Rouletted Pottery) ditemukan di situs ini. Menurut Djafar (2010) pecahan gerabah ini memberikan bukti adanya hubungan dengan India walaupun tidak secara langsung. Selain itu, penemuan penting lainnya adalah kerangka manusia beserta bekal kubur seperti alat-alat dari besi dan gelang emas. Penemuan ini diduga berasal dari lapisan kebudayaan buni pada masa perundagian sebelum masa pembangunan Situs Percandian Batujaya itu sendiri. Penelitian ini masih berlanjut sampai sekarang untuk memperoleh data yang lebih lengkap.

Gambar 16 Situs Segaran II (Situs Lempeng) Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

3. Situs Segaran III (Situs Damar)

(45)

31

Gambar 17 Situs Segaran III (Situs Damar) Sumber: Dokumen Pribadi

4. Situs Segaran IV

Situs yang berbentuk unur kecil ini menurut Djafar (2010) ukurannya kini hanya 6x4 m saja akibat pencangkulan tanah untuk perluasan lahan sawah (Gambar 18). Situs ini berupa sebuah struktur bangunan bata dengan arah tenggara-barat laut beserta candi kecil berbentuk bujur sangkar berukuran 6.5x6.50 m.

Gambar 18 Situs Segaran IV

Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

5. Situs Segaran V

(46)

32

Gambar 19 Situs Segaran V (Candi Blandongan) Sumber: Dokumen Pribadi

Sebuah batu umpak ditemukan di bagian depan candi ini. Batu umpak ini berfungsi untuk menopang kayu sehingga diperkirakan bangunan ini dahulunya memiliki atap (Gambar 20). Bagian atas badan candi ini diduga berbentuk stupa yang masif berupa susunan bata yang kemudian dilapisi dengan beton stuko (Djafar 2010).

Gambar 20 Batu umpak penopang atap candi Sumber: Dokumen Pribadi

(47)

33

Gambar 21 Perbedaan fase pada pembangunan ornamen Candi Blandongan: (a) Fase pertama dan (b) Fase kedua

Sumber: Dokumen Pribadi

Adanya fragmen meterai (votive tablet) terakota bergambar relief Budha yang ditemukan di situs ini membuktikan adanya pengaruh Budha dalam corak candinya. Menurut Djafar (2010) sebagian votive tablet tersebut ada yang berinskripsi dan sebagian lainnya tidak. Selain itu, ditemukan pula dua buah fragmen inskripsi yang tergores pada sebuah pecahan bata dan sebuah pecahan terakota serta dua buah inskripsi yang digoreskan pada lempengan emas kecil yang dilipat. Keempat inskripsi tersebut berisi ayat-ayat suci agama Budha yang ditulis dengan aksara palawa dan bahasa sansakerta. Di sisi timur laut dan tenggara kaki candi pada halaman candinya ditemukan pula runtuhan pagar keliling dengan sisa-sisa bagian pintu atau gapura di bagian tengah masing-masing sisi pagar keliling tersebut (Djafar 2010). Beberapa benda penemuan yang ditemukan di sekitar Candi Blandongan dapat disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Benda-benda temuan di sekitar Candi Blandongan: (a) Votive tablet, dan; (b) Kelengkapan upacara

Sumber: Dokumen Pribadi

6. Situs Segaran VI

(48)

34

tinggalan di situs ini merupakan sebuah batu tegak dari jenis konglomerat. Sekeliling batu konglomerat ini terdapat lima buah batu tegak lainnya dengan jarak 2.50 m. Batuan ini diduga merupakan tinggalan tradisi megalitikum berupa susunan batu temu-gelang (stone enclosure) (Gambar 23).

Gambar 23 Situs Segaran VI

Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

7. Situs Segaran VII

Peninggalan struktur Situs Segaran VII berupa susunan bata bagian kaki candi (Djafar 2010). Bangunan tersebut berukuran 8.4x5.4 m dan memiliki dinding membentuk segi empat panjang seperti bak serta bagian dalamnya diurug dengan tanah. Penelitian di situs Segaran VII masih berlanjut sampai saat ini. 8. Situs Segaran VIII

Situs ini terletak di tengah persawahan di pinggir sebuah perkampungan Desa Segaran. Struktur bangunan yang ditemukan berupa pondasi tembok memanjang serta sebuah umpak batu berbentuk pipih bulat dengan diameter sekitar 30 cm dan tinggi 20 cm (Djafar 2010).

9. Situs Segaran IX

Situs Segaran IX terletak di tengah persawahan milik masyarakat sekitar. Tinggalan sejarah yang ada di situs ini berupa bangunan bata empat persegi panjang berukuran 7.5x10.55 m. Bangunan tersebut merupakan dinding bagian bawah candi dengan bentuk empat persegi panjang dan terdapat tangga naik di sebelah sisi timurnya (Djafar 2010).

10. Situs Telagajaya I

Situs ini semula merupakan sebuah unur yang kemudian dihuni oleh penduduk dan dikenal dengan kampung Gunteng. Nama “Serut” diambil dari vegetasi yang mendominasi situs ini. Di situs ini sedikitnya ditemukan empat sektor situs yang masing-masing memiliki sisa bangunan candi. Keseluruhan bangunan yang ada di situs ini memiliki orientasi arah timur laut-barat daya.

Situs Telagajaya I-A

(49)

35 “bak” yang berdiri di atas sebuah pondasi. Situs ini mulai di pugar pada tahun 2007 sampai saat ini oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang. Penelitian di situs ini masih dilakukan sampai saat ini. Struktur tinggalan Situs Telagajaya I-A disajikan pada Gambar 23.

Gambar 24 Situs Telagajaya I-A Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

Situs Telagajaya I-B

Struktur bangunan situs ini sudah sangat rusak. Situs ini berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 7.77 m dan memiliki satu tangga naik atau pintu masuk di sisi timur laut. Bentuknya hampir menyerupai Situs Telagajaya I-A. Pada kaki candi sisi barat laut diduga pernah dilakukan perbaikan atau perubahan setelah candi didirikan (Djafar 2010). Struktur tinggalan dalam Situs Telagajaya I-B disajikan pada Gambar 24.

Gambar 25 Situs Telagajaya I-B Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

Situs Telagajaya I-C

(50)

36

Gambar 26 Situs Telagajaya I-C Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

Situs Telagajaya I-D

Menurut Djafar (2010) Situs Telagajaya I-D merupakan sebuah candi berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8.40x5.60 m. Bagian yang tersisa pada situs ini hanyalah sebuah bagian kaki dengan dindingnya sekitar 1.60 m. Candi ini mempunyai tangga masuk yang terletak di sisi timur laut.

11. Situs Telagajaya II

Situs Telagajaya II terbagi menjadi TLJ II-A dan TLJ II-B karena adanya penggarapan lahan sawah yang memisahkan keduanya. Di situs ini ditemukan sebuah kaki bangunan yang berukuran 18 x 15 m dengan orientasi timur laut-barat daya. Candi ini mempunyai tangga naik di sisi timur laut (Djafar 2010). Penelitian pada situs ini masih terus berlanjut.

12. Situs Telagajaya III

Menurut Djafar (2010) Situs Telagajaya III merupakan sebuah unur kecil dengan ukuran 4x1.50 m dan tinggi sekitar 0.5 m. Di dalam unur ini terdapat sisa struktur bangunan bata membujur ke arah barat daya-timur laut. Namun, situs ini belum diteliti dan diekskavasi lebih lanjut.

13. Situs Telagajaya IV

Menurut Djafar (2010) Situs Telagajaya IV ini terdiri dari dua sektor. Sektor ini semula merupakan sebuah unur dan kemudian terpisah karena penggarapan tanah untuk dijadikan sawah. Situs ini baru diteliti pada tahun 2011 ditemukan runtuhan dinding bangunan ke arah barat laut. Situs ini masih dalam tahap penelitian.

14. Situs Telagajaya V

(51)

37 satu buah lagi di sisi timur laut (Djafar 2010). Penelitian di situs ini masih berlanjut sampai saat ini.

Gambar 27 Situs Telagajaya V

Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

15. Situs Telagajaya VI (Unur Silinder)

Situs TLJ VI dikenal juga dengan sebutan Unur Silinder (Gambar 28). Batas situs ini semakin akibat penggarapan lahan sawah oleh masyarakat. Di situs ini ditemukan sebuah struktur bangunan bata berdenah bujur sangkar di bagian atas unur dan empat buah struktur yang lebih kecil sudut unur. Selain itu ditemukan juga sisa sebuah bangunan berdenah bujur sangkar dengan ukuran 9.30 m yang diperkirakan sisa kaki sebuah bangunan stupa. Di sebelah utara unur terdapat sisa bangunan yang lain yang lebih kecil berbentuk bujur sangkar yang juga diperkirakan sebuah bangunan stupa (Djafar 2010). Namun, sampai saat ini belum dilakukan pemugaran lebih lanjut.

Gambar 28 Situs Telagajaya VI (Unur Silinder) Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

16. Situs Telagajaya VII

(52)

38

Menurut Djafar (2010) dugaan sementara situs Gundul merupakan bahan baku untuk pembuatan percandian di kawasan situs Batujaya. Penelitian di situs ini masih terus berlanjut.

Gambar 29 Situs Telagajaya VIII (Unur Gundul) Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

17. Situs Telagajaya VIII

Menurut Djafar (2010), struktur tinggalan yang ada di situs ini berupa sisa bagian bawah sebuah bangunan candi berdenah segi empat dengan berukuran 6x4 m pada kedalaman sekitar 10 cm dari permukaan tanah sawah. Candi ini mempunyai sebuah tangga naik yang terletak di sisi timur laut. Namun, tangga ini sudah sangat hancur dan di tengahnya terdapat sebuah sumur berbentuk segi empat. Sumur ini ditemukan dalam keadaan sudah tergali secara “liar‟‟ dan sudah terisi dengan tanah bercampur pecahan bata. Pecahan-pecahan gerabah hias gores ditemukan di sekitar struktur pondasi. Struktur tinggalan dalam Situs Telagajaya VIII disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Situs Telagajaya VIII Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

18. Situs Telagajaya IX

(53)

39 diperkirakan merupakan sebuah struktur sisa bangunan candi. Hingga saat ini Situs Telagajaya IX belum diteliti dan digali lebih lanjut.

19. Situs Telagajaya X

Kondisi situs ini hampir sama dengan Situs Telagajaya IX. Di atas situs ini telah berdiri sebuah bangunan rumah penduduk. Situs ini pertama kali ditemukan ketika pemilik rumah tersebut menggali tanah di bagian belakang rumahnya untuk membuat sumur. Sebuah bata dengan goresan inskripsi ditemukan di antara susunan bata tersebut (Djafar 2010). Situs Telagajaya X ini juga belum diteliti lebih lanjut.

20. Situs Telagajaya XI (Sawah Kramat)

Situs Telagajaya XI atau biasa disebut oleh masyarakat sebagai sawah kramat (Gambar 31). Struktur tinggalan yang ada di situs ini diperkirakan sebuah bangunan candi yang berdenah segi. Struktur bangunan ini berada pada kedalaman 14 cm dari permukaan tanah sawah dengan ketinggian bangunan 134 cm (Djafar 2010). Namun, ketinggian ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan penelitian yang masih berlanjut sampai sekarang.

Gambar 31 Situs Telagajaya XI (Sawah Kramat) Sumber: Juru Pelihara Lapang Situs Batujaya 2014

C) Tata Ruang

(54)

40

Gambar 32 Persebaran situs di Situs Percandian Batujaya

Ga

mbar

32 P

ers

eba

ra

n

sit

us di

S

itus P

erc

andian

B

atuj

(55)

41 D) Orientasi

Benda peninggalan yang ada di kawasan Situs Percandian Batujaya ini pada umumnya berupa struktur bangunan candi. Bangunan-bangunan candi ini sebagian besar memiliki arah orientasi menghadap barat daya dan timur laut. Berdasarkan hasil penelitian Djafar (2010), semua bangunan ini memiliki arah dengan nilai azimuth 45 o -50o kecuali bangunan di SEG III A yang memiliki nilai sebesar 64 o terhadap titik pusat setiap bangunan.

Menurut Djafar (2010), berdasarkan arah orientasinya terhadap mata angin, bangunan-bangunan peninggalan di kawasan ini dapat dibedakan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:

1. Bangunan dengan orientasi Barat Daya-Timur Laut (BD-TL)

Bangunan candi yang memiliki orientasi ini berjumlah 7 buah. Secara lebih rinci, 6 buah bangunan masing-masing memiliki 1 buat tangga yang berada di sisi timur laut sedangkan 1 bangunan lainnya memiliki 2 tangga dimana salah satunya menghadap sisi barat daya.

2. Bangunan dengan orientasi Barat Laut-Tenggara (BL- TG)

Bangunan dengan orientasi ini hanya terdapat sebanyak 2 bangunan. Kedua bangunan ini memiliki 1 tangga yang berada di sisi barat laut.

3. Bangunan dengan orientasi Barat Daya-Timur Laut dan Barat Laut-Tenggara (BD-TL dan BL-TG)

Bangunan dengan orientasi ini berjumlah 2 bangunan. Salah satu bangunannya memiliki tangga di keempat sisinya sedangkan bangunan lain tidak memiliki tangga di keempat sisinya.

4. Bangunan yang belum jelas orientasinya

Bangunan yang belum diketahui arah orientasinya di Situs Percandian Batujaya ini berjumlah 12 bangunan. Sebanyak 6 buah struktur di antaranya belum dilakukan penggalian sehingga belum diketahui bentuk bangunannya. E) Fungsi dan Makna

(56)

42

Tabel 9 Bangunan candi beserta perkiraan fungsinya

No. Nama Bangunan Candi Fungsi Candi

1. Situs Segaran I (Candi Jiwa) Bangunan stupa

2. Situs Segaran II Bangunan profan

3. Situs Segaran III Belum diketahui

4. Situs Segaran IV Belum diketahui

5. Situs Segaran V (Candi Blandongan) Bangunan stupa (Bangunan utama)

6. Situs Segaran VI Belum diketahui

7. Situs Segaran VII Bangunan profan

8. Situs Segaran VIII Bangunan profan

9. Situs Segaran IX Belum diketahui

10. Situs Telagajaya I-A Belum diketahui 11. Situs Telagajaya I-B Belum diketahui 12. Situs Telagajaya I-C Belum diketahui 13. Situs Telagajaya I-D Belum diketahui 14. Situs Telagajaya II Belum diketahui 15. Situs Telagajaya III Belum diketahui 16. Situs Telagajaya IV Belum diketahui 17. Situs Telagajaya V (Unur Asem) Bangunan stupa 18. Situs Telagajaya VI (Unur Silinder) Bangunan stupa

19. Situs Telagajaya VII (Unur Gundul) Sumber bahan baku candi1 20. Situs Telagajaya VIII (Sumuran) Belum diketahui

21. Situs Telagajaya IX Belum diketahui

22. Situs Telagajaya X Belum diketahui

23. Situs Telagajaya XI (Sawah Kramat) Belum diketahui 1

Menurut Saringendyanti (2008) situs ini juga diduga dianggap sebagai Gunung Meru Sumber: Djafar (2010)

F) Religi

Situs Percandian Batujaya merupakan sebuah kompleks percandian yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Budha di kala itu. Saat ini ritual keagamaan Budha juga masih dilak3rr ukan di tempat tersebut. Sejak tahun 2008, perayaan Hari Waisak mulai dilakukan oleh umat Budha di Situs Percandian Batujaya akan tetapi pelaksanaannya hanya dilakukan di salah satu candi yaitu Candi Jiwa (Gambar 33). Hal ini dikarenakan baru Candi Jiwa saja yang telah selesai tahap pemugarannya.

Gambar

Gambar 6  Penyebaran tanah permukaan kawasan Batujaya
Gambar 7  Tata guna lahan
Gambar 8  Curah hujan kawasan
Gambar 9  Daerah aliran Sungai Citarum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik lahan yang sangat sesuai untuk pembangunan kawasan industri di Kabupaten Karawang yaitu memiliki kemiringan lereng datar hingga landai (0 – 8 %), daya

Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam menyelamatkan dan melestarikan situs-situs sejarah Sisingamangaraja yang ada di Desa

Indeks Perkembangan Desa (IPD) berpengaruh nyata positif terhadap konversi hutan. Hal ini berarti bahwa perkembangan wilayah yang cukup pesat.. dapat menjadi faktor

Zona penyangga seluas ±13 Ha (16%), terdiri dari batas fisik dan batas alami, berfungsi menjaga karakteristik zona inti dan zona pendukung agar tidak semakin berubah atau

Lanskap di sekitar tempat bersarang ketiga jenis elang memiliki heterogenitas yang cukup tinggi, dan secara umum heterogenitas lanskap yang tertinggi terletak pada

Bagi Masyarakat Manfaat rancangan Rumah Susun Entrepreneur Wanita di Kabupaten Karawang bagi masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang dapat memberikan referensi seputar

Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan DAS Lepan telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada di sekitar kawasan tersebut.Fenomena

Hasil proyeksi ini natinya akan menjadi alat analisis untuk melihat dampak negatif terhadap kecukupan pangan di Kabupaten Karawang dalam beberapa tahun yang akan datang perkembangan