• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Wilayah Studi

Kota Bekasi merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan provinsi DKI Jakarta. Secara geografi, Kota

Bekasi berada pada posisi 106°55’ bujur timur dan 6°7’-6°15’ lintang selatan.

Kondisi alam Kota Bekasi merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan 0-2% dan ketinggian 11-81 m di atas permukaan air laut.

Kota Bekasi memiliki luas wilayah sebesar 210,49 km2. Wilayah terluas sebesar 24.73 km2 berada di Kecamatan Mustika Jaya, sedangkan wilayah terkecil sebesar 13.49 km2 berada di Kecamatan Bekasi Timur. Wilayah administrasi Kota Bekasi berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah utara, Kabupaten Bogor di sebelah selatan, Propinsi DKI Jakarta di sebelah barat, serta Kabupaten Bekasi di sebelah timur. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kota Bekasi tahun 2011 sebesar 2,447,930 jiwa dengan spesifikasi penduduk laki-laki sebesar 1,250,435 jiwa dan perempuan sebesar 1,197,495 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Bekasi sebesar 11,629 jiwa/km2. Kota Bekasi dijadikan lokasi kajian karena kota tersebut tergolong kota besar yang memiliki berbagai masalah pencemaran lingkungan, seperti air limbah domestik. Permasalahan air limbah di kota tersebut belum dapat ditangani karena tidak ada sistem penyaluran air limbah dan IPAL.

Kebutuhan Air Bersih

Proyeksi penduduk merupakan perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan. Menurut Sukamdi et al (2010), proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk berdasarkan perhitungan tertentu. Perencanaan sistem penyaluran air limbah hanya pada tingkat kelurahan sehingga proyeksi dihitung berdasarkan jumlah penduduk pada setiap kelurahan di Kota Bekasi. Proyeksi jumlah penduduk pada penelitian ini dilakukan dengan metode aritmatik. Metode tersebut memiliki nilai simpangan terkecil dibandingkan dengan dua metode lainnya. Simpangan terbesar pada metode aritmatik adalah 416 jiwa, sedangkan metode geometrik dan eksponensial adalah 426 jiwa. Proyeksi jumlah penduduk dilakukan hingga tahun 2025 melalui data kependudukan tahun 2010-2013.

Proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode aritmatik setiap kelurahan menghasilkan jumlah penduduk tertinggi di Kelurahan Kaliabang Tengah dengan jumlah penduduk mencapai 130,755 jiwa pada tahun 2025. Sebaliknya, jumlah penduduk terendah terdapat di Kelurahan Margajaya dengan jumlah penduduk 16,489 jiwa pada tahun 2025. Contoh proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bekasi Utara tahun 2025 menggunakan metode aritmatik disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Bekasi Utara terdapat pada Kelurahan Kaliabang Tengah dengan jumlah penduduk sebesar 130,755 jiwa. Sebaliknya, jumlah penduduk terendah terdapat pada Kelurahan Marga Mulya yaitu 28,727 jiwa. Jumlah penduduk tersebut berpengaruh terhadap

luas area blok pelayanan. Hasil perhitungan proyeksi penduduk dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 1.

Tabel 1 Proyeksi penduduk (jiwa) dengan metode aritmatik Kecamatan Bekasi Utara Tahun Kelurahan Harapan Jaya Kaliabang Tengah Perwira Harapan Baru Teluk Pucung Marga Mulya 2014 88,487 100,692 38,573 34,385 66,771 24,349 2015 90,603 103,425 39,892 36,521 67,603 24,747 2020 101,183 117,090 46,487 47,201 71,763 26,737 2025 111,763 130,755 53,082 57,881 75,923 28,727

Perencanaan saluran air limbah domestik diawali dengan penentuan blok pelayanan sehingga jalur perpipaan dapat dirancang. Blok pelayanan merupakan cakupan wilayah yang memberikan input air limbah domestik ke dalam jaringan pipa. Jalur perpipaan ditentukan setelah blok pelayanan diketahui. Penentuan jumlah blok pelayanan dilakukan berdasarkan beberapa faktor, antara lain luas wilayah kelurahan, jumlah penduduk per kelurahan, serta kepadatan penduduk per kelurahan.

Kelurahan Kota Baru merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi sebesar 29,643 jiwa per km2, sedangkan Sumur Batu merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah sebesar 2,196 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kelurahan Sumur Batu karena luas wilayah kelurahan tersebut sebesar 5.69 km2 serta jumlah penduduk cendurung sedikit sebesar 12,497 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kelurahan Kota Baru karena luas wilayah sebesar 1.61 km2 serta jumlah penduduk cukup besar sebanyak 47,755 jiwa. Kepadatan penduduk di setiap kelurahan disajikan pada Lampiran 1.

Setelah data kependudukan tersebut diketahui, maka blok pelayanan dapat ditentukan. Jumlah blok pelayanan ditentukan sebanyak 335 blok dengan luas berbeda-beda. Berdasarkan kecamatan, blok pelayanan terbanyak terdapat di Kecamatan Bekasi Barat sebanyak 71 buah blok, sedangkan blok pelayanan paling sedikit terdapat di Kecamatan Bantar Gebang sebanyak 13 buah blok. Hal ini disebabkan Kecamatan Bekasi Barat terdiri atas lima kelurahan yang tergolong cukup padat. Bahkan, salah satu kelurahan terpadat yaitu Kelurahan Kota Baru merupakan wilayah bagian dari Kecamatan Bekasi Barat. Kecamatan Bantar Gebang memiliki blok pelayanan paling sedikit karena kepadatan penduduk di setiap kelurahan tergolong kecil. Bahkan, salah satu kelurahannya memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 2,196 jiwa per km2, yaitu Kelurahan Sumur Batu.

Setelah luas wilayah dihitung dengan menggunakan software ArcMap, maka kepadatan penduduk masing-masing blok dapat dihitung. Kepadatan penduduk tertinggi sebesar 18,216 jiwa per km2 terdapat di Kelurahan Harapan Jaya, Kali Baru, Kota Baru dan Medan Satria. Blok pelayanan dengan kepadatan penduduk terendah sebesar 333 jiwa per km2 terdapat di Kelurahan Jaka Sampurna, Kranji, dan Kayuringin Jaya.

Berdasarkan kelurahan, maka blok pelayanan terbanyak terdapat di Kelurahan Harapan Jaya sebanyak 25 blok, sedangkan blok pelayanan paling

14

sedikit terdapat di Kelurahan Sumur Batu sebanyak dua blok. Meskipun kepadatan penduduk bukan salah satu yang terbesar, komplek perumahan banyak dijumpai di Kelurahan Harapan Jaya. Oleh sebab itu, infrastruktur jalan menjadi sangat komplek. Salah satu faktor dalam penentuan jalur perpipaan adalah infrastruktur jalan. Hal ini disebabkan karena penentuan jalur perpipaan diusahakan mengikuti infrastruktur jalan agar relokasi lahan tidak dilakukan. Blok pelayanan paling sedikit terdapat pada Kelurahan Sumur Batu karena pada kelurahan tersebut memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu. Ruang terbuka hijau serta permukiman penduduk (kampung). Pembuatan jalur perpipaan difokuskan untuk daerah perumahan karena memiliki infrastruktur jalan yang baik. Satu blok pelayanan terdiri atas satu kelurahan. Namun ada juga blok pelayanan terdiri atas empat kelurahan seperti di Kecamatan Jatisampurna.

Lokasi IPAL ditentukan untuk perencanaan tujuan akhir jalur perpipaan. Lokasi IPAL direncanakan sebanyak empat buah di Kelurahan Jati Cempaka, Jaka Setia, Medan Satria, dan Harapan Baru. Penentuan lokasi IPAL dipengaruhi beberapa faktor, antara lain ketersediaan lahan kosong atau ruang terbuka hijau (RTH), jauh dari pemukiman, dekat dengan badan air penerima, serta elevasi lahan atau pengaliran diusahakan secara gravitasi dari dataran tinggi menuju dataran rendah (Ginanjar 2008). Selanjutnya, penentuan lokasi lubang periksa (manhole) diperlukan untuk pengecekan dan pemeliharaan kondisi jalur perpipaan.

Manhole adalah sarana untuk mempermudah petugas masuk ke dalam jalur perpipaan guna membersihkan atau memperbaiki bagian dalam saluran. Menurut Sabouni dan El Naggar (2011), manhole adalah lubang yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh akses untuk menuju struktur bawah tanah seperti sistem saluran pembuangan. Manhole dapat diletakkan pada persimpangan dan pembelokkan jalur perpipaan dengan sudut kurang dari 90°, perubahan kemiringan saluran, arah aliran, dan diameter saluran (DSD 2013). Sebelum dapat menentukan lokasi manhole, penentuan lokasi node perlu dilakukan. Node merupakan suatu tempat sebagai acuan penentuan lokasi manhole. Penentuan lokasi node dilakukan karena dalam penelitian ini, arah aliran, jalur perpipaan, kemiringan, dan diameter saluran belum diketahui, sehingga syarat penentuan lokasi manhole belum terpenuhi. Jarak antar node adalah 300 m. Setiap node memiliki jumlah daerah pelayanan masing-masing. Daerah pelayanan minimum yaitu satu blok, dan daerah pelayanan maksimum yaitu dua hingga tiga blok.

Lokasi IPAL 1 di Kelurahan Medan Satria terdiri atas 76 blok pelayanan, meliputi Kelurahan Medan Satria, Pejuang, Kaliabang Tengah, sebagian Kelurahan Perwira, Harapan Jaya, Kali Baru, Kota Baru, Bintara, dan Kranji. Sistem penyaluran terdiri atas lima pipa utama dan tujuh pipa cabang. Panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 1 memiliki kisaran 6.9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 1 adalah 84 node. Lokasi IPAL 2 di Kelurahan Harapan Baru terdiri atas 80 blok pelayanan, meliputi Kelurahan Teluk Pucung, Harapan Baru, Marga Mulya, Harapan Mulia, Kayuringin Jaya, Marga Jaya, Margahayu, Duren Jaya, Aren Jaya, Bekasi Jaya, sebagian Kelurahan Jaka Sampurna, Pekayon Jaya, Kranji dan Perwira. Sistem penyaluran terdiri atas lima pipa utama dan sembilan pipa cabang. Panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 2 memiliki kisaran 9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 2 sebanyak 125 node.

Lokasi IPAL 3 di Kelurahan Jati Rasa terdiri atas 68 blok pelayanan meliputi Kelurahan Pekayon Jaya, Jaka Mulya, Jaka Setia, Sepanjang Jaya, sebagian

Kelurahan Jati Kramat, Jati Mekar, Jati Asih, Jati Rasa, Jati Bening, Pengasinan, Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng, dan Margahayu. Empat pipa utama dan enam pipa cabang dengan panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 3 memiliki kisaran 6.5 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 3 sebanyak 89 node. Lokasi IPAL 4 di Kelurahan Jati Cempaka terdiri atas 68 blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Cempaka, Jati Baru, Bintara Jaya, Jati Waringin, Jati Rahayu, Jati Makmur, sebagian Kelurahan Jati Warna, Jati Melati, Jati Murni, Jati Mekar, Jati Bening, Jati Kramat, dan Jati Sampurna. Tiga pipa utama dan sembilan pipa cabang dengan panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 4 memiliki kisaran 13 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 4 sebanyak 120 node.

Selain penentuan lokasi IPAL, lokasi Tangki Septik Komunal (TSK) perlu ditentukan untuk menampung air limbah domestik di daerah yang jauh dari lokasi IPAL. Tangki septik adalah salah satu cara pengolahan air limbah dan dapat menampung limbah untuk memungkinkan padatan agar membentuk menjadi lumpur di bagian bawah tangki (EHS 2006). Menurut Hammid dan Baki (2000), tangki septik komunal adalah suatu sistem pengolahan air limbah secara sedimentasi dalam populasi lebih besar. Tangki septik berfungsi untuk mengendapkan padatan dari air limbah (Andrew 2004).

Lima tangki septik komunal terdapat di Kelurahan Jati Rangga, Jati Mekar, Mustika Sari, Cimuning, dan Ciketing Gudik. TSK 1 terdiri atas sebelas blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Karya, Jati Sampurna dan sebagian Kelurahan Jati Rangga, Jati Raden, Jati Sari dan Jati Ranggon. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama hingga ke lokasi TSK 1 memiliki kisaran 4.9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 1 sebanyak 25 node. TSK 2 terdiri atas 13 blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Luhur dan sebagian Kelurahan Jati Asih, Jati Mekar, Jati Warna, Jati Murni, Jati Ranggon, Jati Sari dan Jati Rangga. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama hingga ke lokasi TSK 2 memiliki kisaran 2.6 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 2 sebanyak 18 node.

TSK 3 terdiri atas sebelas blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng, Bantar Gebang, Mustika Sari, Padurenan, Mustika Jaya, Cimuning. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama menuju TSK 3 memiliki kisaran 3.8 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 3 sebanyak 22 node. TSK 4 terdiri atas enam blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Mustika Jaya, Pengasinan, dan Cimuning. Terdapat satu pipa utama menuju TSK 4 dengan panjang pipa memiliki kisaran 5.4 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 4 sebanyak 19 node. TSK 5 terdiri atas dua blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Bantar Gebang, Cikiwul, Ciketing Gudik, Sumur Batu, dan Padurenan. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama menuju TSK 5 memiliki kisaran 1.3 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 5 sebanyak 7 node. Lokasi IPAL dan TSK, blok pelayanan, serta jalur perpipaan pada masing-masing IPAL dan TSK disajikan pada Lampiran 2.

Perhitungan kebutuhan air didasarkan pada data yang diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Baghasasi Kota Bekasi tahun 2007 hingga 2013. Jumlah pelanggan pada tahun 2007 adalah 66,189 pelanggan, sedangkan tahun 2013 adalah 87,330 pelanggan. Berdasarkan data tersebut, maka jumlah pelanggan pada tahun 2025 diperkirakan sebanyak 129,606 pelanggan

16

(35.24%). Sebagian air limbah dihasilkan dari sisa penggunaan air bersih sehingga kebutuhan air bersih ditentukan berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tahun 2005 tentang Kriteria Perencanaan Air Bersih. Setiap manusia membutuhkan air dengan jumlah tertentu. Menurut Susana dan Eddy (2009), beberapa faktor berpengaruh terhadap penggunaan air, antara lain faktor kebudayaan, status sosial-ekonomi, standar hidup, kesadaran terhadap kebersihan, penggunaan untuk hal-hal produktif, dan biaya pengeluaran untuk air bersih. Kebutuhan air penduduk dipengaruhi oleh cuaca, standar hidup, ketersediaan air dan metode distribusi air (Susana dan Eddy 2009). Tabel 2 menunjukan pembagian kota dan kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk.

Berdasarkan Tabel 2, Kota Bekasi termasuk ke dalam jenis kota metropolitan dengan jumlah penduduk melebihi satu juta jiwa sehingga kebutuhan air bersih terpilih sebesar 190 l/jiwa/hari. Namun, menurut PDAM Tirta Bhagasasi Kota Bekasi, penggunaan kebutuhan air bersih sebesar 150 l/jiwa/hari. Oleh karena itu, nilai kebutuhan air bersih terpilih sesuai standar PDAM Tirta Bhagasasi Kota Bekasi. Kehilangan air pada tahun 2008 adalah sebesar 40%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 28.03%. Data tersebut menunjukan bahwa kehilangan air setiap tahun berkurang 1.95% sehingga kehilangan air pada tahun 2025 diperkirakan sekitar 5%.

Tabel 2 Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk

Kategori Jenis Kota Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Bersih

(liter/jiwa/hari)

I Metropolitan > 1,000,000 190

II Kota Besar 500,000-1,000,000 170

III Kota Sedang 100,000-500,000 130

IV Kota Kecil 20,000-100,000 100

V Desa < 20,000 80

Sumber: DPU 2005

Menurut Ditjen Cipta Karya PU (2005), nilai faktor harian maksimum dan jam puncak untuk kota metropolitan adalah 1.1 dan 1.5. Nilai faktor harian maksimum dan jam puncak pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung jumlah kepadatan penduduk dan jenis aktivitas pada setiap daerah (Jeya 2012). Faktor jam puncak diperoleh melalui perbandingan debit jam puncak dan debit rata-rata harian dalam satu minggu, sedangkan faktor harian maksimum diperoleh melalui perbandingan debit maksimum hari dalam satu minggu dan debit rata-rata harian dalam satu minggu (Reymond dalam Dewi 2014).

Debit air bersih pada jam puncak (Qjp) diperlukan untuk perhitungan debit air limbah. Pada IPAL 1, debit air bersih pada jam puncak (Qjp) terbesar terdapat pada node 46 menuju IPAL 1 yaitu sebesar 0.237 m3/dt, sedangkan Qjp terkecil terdapat pada node 39 menuju 35 yaitu sebesar 0.0013 m3/dt. Adapun nilai Qjp rata-rata pada IPAL 1 adalah 0.041 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada IPAL 2 terdapat pada node 126 menuju IPAL 2 yaitu sebesar 0.169 m3/dt, sedangkan Qjp terkecil terdapat pada node 91 menuju node 92 yaitu sebesar 0.0015 m3/dt. Kemudian, Qjp rata-rata pada IPAL 2 adalah 0.025 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada IPAL 3 terdapat pada node 48 menuju IPAL 3 yaitu sebesar 0.268 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 12 menuju node 13 yaitu sebesar 0.0025 m3/dt. Sehubungan dengan itu, nilai

Qjp rata-rata pada IPAL 3 adalah 0.053 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada IPAL 4 terdapat pada node 119 menuju IPAL 4 yaitu sebesar 0.26 m3/dt, sedangakan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 34 menuju node 32 yaitu sebesar 0.0027 m3/dt. Adapun nilai Qjp rata-rata pada IPAL 4 adalah 0.077 m3/dt.

Selanjutnya nilai Qjp terbesar pada TSK 1 terdapat pada node 25 menuju TSK 1 yaitu sebesar 0.153 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 18 menuju 19 yaitu sebesar 0.018 m3/dt. Adapun nilai Qjp rata-rata pada TSK 1 adalah 0.077 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 2 terdapat pada node 18 menuju TSK 2 yaitu sebesar 0.134 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 11 menuju node 10 yaitu sebesar 0.014 m3/dt. Kemudian, nilai Qjp rata-rata pada TSK 2 adalah 0.086 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 3 terdapat pada node 22 menuju TSK 3 yaitu sebesar 0.182 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 16 menuju node 17 yaitu sebesar 0.037 m3/dt. Selanjutnya, nilai Qjp rata-rata pada TSK 3 adalah 0.089 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 4 terdapat pada node 19 menuju TSK 4 yaitu sebesar 0.282 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 1 menuju node 2 yaitu sebesar 0.011 m3/dt. Sehubungan dengan itu, nilai Qjp rata-rata pada TSK 4 adalah 0.088 m3/dt. Kemudian nilai Qjp terbesar pada pada TSK 5 terdapat pada node 5 menuju TSK 5 yaitu sebesar 0.174 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 3 menuju node 4 yaitu sebesar 0.050 m3/dt. Selain itu, nilai Qjp rata-rata pada TSK 5 adalah 0.087 m3/dt. Contoh hasil perhitungan kebutuhan air bersih dapat dilihat pada Lampiran 3.

Debit dan Sistem Penyaluran Air Limbah

Perhitungan debit puncak dilakukan untuk mengetahui kuantitas air limbah saat jam puncak pada setiap segmen di seluruh IPAL dan TSK. Penentuan debit puncak mempengaruhi dimensi saluran air limbah. Selain debit puncak, perhitungan debit minimum juga perlu dilakukan. Debit minimum (Qmin) merupakan kuantitas air limbah saat pemakaian air minimum. Watson dalam Dewi (2014) menyatakan nilai Qmin digunakan untuk penentuan kedalaman minimum sebagai persyaratan kelayakan penggelontoran.

Nilai Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 1 adalah 0.042 m3/dt, IPAL 2 sebesar 0.027 m3/dt, IPAL 3 sebesar 0.043 m3/dt dan IPAL 4 sebesar 0.046 m3/dt. Qmin terbesar pada IPAL 1 terdapat pada node 46 di Kelurahan Medan Satria. Selanjutnya, Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 2 terdapat pada node 126 di Kelurahan Harapan Baru. Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 3 terdapat pada node 48 di Kelurahan Jati Rasa. Kemudian Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 4 terdapat pada node 119 di Kelurahan Jati Cempaka.

Sehubungan dengan itu, nilai Qmin terbesar mengalir menuju TSK 1 adalah 0.014 m3/dt, TSK 2 sebesar 0.011 m3/dt, TSK 3 sebesar 0.015 m3/dt, TSK 4 sebesar 0.022 m3/dt, dan TSK 5 sebesar 0.009 m3/dt. Qmin terbesar mengalir menuju TSK 1 terdapat pada node 25 di Kelurahan Jati Mekar, Jati Melati, Jati Luhur, dan Jati Asih. Selanjutnya, Qmin terbesar mengalir menuju TSK 2 terdapat pada node 18 di Kelurahan Jati Karya dan Jati Rangga. Qmin terbesar mengalir menuju TSK 3 terdapat pada node 22 di Kelurahan Bojong Menteng, Mustikasari, dan Bojong Rawalumbu. Selanjutnya, Qmin terbesar mengalir menuju TSK 4 terdapat pada node 19 di Kelurahan Cimuning dan Padurenan. Kemudian, Qmin terbesar mengalir menuju TSK 5 terdapat pada node 5 di Kelurahan Ciketing Gudik. Nilai Qmin

18

diperoleh melalui data debit air limbah rata-rata (Qr) dan populasi ekuivalen (PE). Nilai Qr merupakan 80% dari debit air bersih (Qam).

Menurut SCS (1989), Qpeak adalah aliran saat kedalaman banjir maksimum mencapai struktur kontrol air sebagai akibat dari hujan lebat (badai). Menurut Irfan et al (2010), faktor yang mempengaruhi Qpeak antara lain karakteristik hujan (lama, jumlah, intensitas dan distribusi) serta karakteristik DAS (topografi, penggunaan lahan). Nilai Qpeak berfungsi dalam menentukan dimensi saluran. Perhitungan debit puncak dapat diperoleh dari hasil penjumlahan debit air limbah maksimum (Qmaks) serta debit infiltrasi (Qinf). Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 1 terdapat pada node 46 di Kelurahan Medan Satria sebesar 0.237 m3/dt. Selanjutnya, Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 2 terdapat pada node 126 di Kelurahan Harapan Baru sebesar 0.267 m3/dt. Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 3 terdapat pada node 48 di Kelurahan Jati Rasa sebesar 0.268 m3/dt. Kemudian, Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 4 terdapat pada node 119 di Kelurahan Jati Cempaka sebesar 0.260 m3/dt.

Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 1 terdapat pada node 25 di Kelurahan Jati Mekar, Jati Melati, Jati Luhur, dan Jati Asih sebesar 0.153 m3/dt. Selanjutnya, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 2 terdapat pada node 18 di Kelurahan Jati Karya dan Jati Rangga sebesar 0.134 m3/dt. Adapun, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 3 terdapat pada node 22 di Kelurahan Bojong Menteng, Mustikasari dan Bojong Rawalumbu sebesar 0.182 m3/dt, sedangkan menuju TSK 4 terdapat pada node 19 di Kelurahan Cimuning dan Padurenan sebesar 0.282 m3/dt. Kemudian, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 5 terdapat pada node 5 di Kelurahan Ciketing Gudik sebesar 0.174 m3/dt.

Penentuan nilai Qmin dan Qmaks memerlukan nilai PE dan nilai faktor harian maksimum (fmd). Debit air limbah maksimum (Qmaks) merupakan debit air limbah pada saat penggunaan air bersih maksimum. Debit infiltrasi (Qinf) merupakan debit air tambahan yang masuk ke dalam saluran dan berasal dari infiltrasi air tanah serta resapan air hujan. Menurut Rahmani (2010), debit infiltrasi berasal dari penambahan dari air tanah dan limpasan air hujan yang masuk melalui retakan dinding saluran, kebocoran sambungan, pori-pori dinding, dan tutup manhole. Qinf terdiri atas dua debit berbeda, yaitu debit infiltrasi saluran (Qinf saluran) dan debit infiltrasi permukaan (Qinf surface). Qinf merupakan penjumlahan dari kedua data tersebut. Contoh hasil perhitungan debit air limbah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perhitungan dimensi saluran air limbah dilakukan untuk mengetahui kapasitas saluran, kecepatan aliran penuh akhir (vfull), dan debit aliran penuh akhir (Qfull akhir). Nilai Qpeak digunakan untuk menghitung debit penuh awal (Qfull awal). Perhitungan Qfull awal diawali dengan penentuan perbandingan tinggi muka air dan diameter saluran (d/D). Selanjutnya, perbandingan nilai Qpeak dan Qfull awal (Qpeak/Qfull) diketahui melalui grafik design of main sewers (Gambar 2). Nilai d/D digunakan sebesar 0.8 sehingga nilai Qpeak/Qfull digunakan sebesar 0.98. Kemudian, Qfull awal dihitung dengan menggunakan data tersebut.

Selain nilai Qfull awal, penentuan dimensi saluran memerlukan nilai kecepatan aliran penuh (vfull) yang diasumsikan. Nilai vfull (asumsi) digunakan sebesar 1 m/dt. Kecepatan aliran digunakan antara 0.6 m/dt hingga 3 m/dt untuk menjaga kondisi fisik saluran. Penyumbatan pada saluran terjadi jika vfull (asumsi) di bawah 0.6 m/dt, sedangkan kerusakan pada dinding saluran terjadi jika vfull (asumsi) melebihi 3 m/dt. Setelah nilai Qfull awal dan vfull (asumsi) diketahui, maka nilai diameter saluran

(D) dapat dihitung. Nilai D hasil perhitungan tersebut diubah sesuai dengan diameter pipa di pasaran. Nilai diameter saluran tersebut digunakan untuk menghitung jari-jari hidrolis (R) yang mempengaruhi perhitungan vfull.

Jari-jari hidrolis adalah perbandingan luas penampang yang dialiri air dengan

Dokumen terkait