• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bekasi"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN

AIR LIMBAH DOMESTIK KOTA BEKASI

YONATHAN SUGIARTO MARTONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

iv

ABSTRAK

YONATHAN SUGIARTO MARTONO. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bekasi. Dibimbing oleh ALLEN KURNIAWAN dan NORA H. PANDJAITAN.

Sistem penyaluran air limbah domestik merupakan salah satu bagian penting pada prasarana suatu kota agar dapat mencegah pencemaran lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem penyaluran air limbah domestik menuju lokasi rencana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan tangki septik komunal (TSK) Kota Bekasi. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait, studi pustaka, dan hasil penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan adalah pengolahan air limbah sistem tertutup. Dari hasil analisis di wilayah Utara Bekasi akan digunakan IPAL dan di wilayah Selatan Bekasi akan digunakan TSK. Sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bekasi menuju IPAL telah didesain untuk melayani 292 blok. Sistem ini membutuhkan 4 unit IPAL yang dilengkapi dengan pompa sebanyak 16-24 buah untuk masing-masing IPAL dan 3 buah drop manhole. Sistem penyaluran air limbah domestik menuju TSK didesain untuk melayani 43 blok. Sistem ini membutuhkan 5 unit TSK yang dilengkapi dengan pompa sebanyak 2-5 buah untuk masing-masing TSK dan 5 buah drop manhole.

Kata Kunci:air limbah domestik, debit, instalasi pengolahan air limbah, manhole, tangki septik komunal.

ABSTRACT

YONATHAN SUGIARTO MARTONO. Planning of Domestic Wastewater Sewer System in Bekasi City. Supervised by ALLEN KURNIAWAN and NORA H. PANDJAITAN.

Sewerage system for domestic wastewater is an important part of city infrastructure particularly to prevent environmental pollution. This research aimed to design domestic wastewater sewer system for Bekasi City. This system would convey wastewater towards wastewater treatment plant (WWTP) and communal septic tank (CST). This research used secondary data from related agencies,

literature study, and previous research’s result. The method used was off site wastewater treatment plant. Based on analysis result area, area in North Bekasi would use WWTP and in South Bekasi would used CST. Sewerage system for domestic wastewater towards WWTP has been designed to serve 292 blocks. This system need 4 units WWTP. Two units of WWTP were equiped with 3 units drop manhole and every WWTP was equiped with 16-24 pumps. Sewerage system for domestic wastewater towards CST has been designed to serve 43 blocks. This system need 5 units CST. Three units of CST were equiped with 5 units of drop manhole and every CST was equiped with 2-5 pumps.

(5)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN

AIR LIMBAH DOMESTIK KOTA BEKASI

YONATHAN SUGIARTO MARTONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga laporan penelitian dengan judul Perencanaan Sistem Penyaluran

Air Limbah Domestik Kota Bekasi dapat diselesaikan. Laporan penelitian ini

merupakan salah satu syarat kelulusan dari program sarjana di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Bapak Allen Kurniawan, S.T., M.T. serta Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan penelitian ini.

2. Bapak Chusnul Arif selau dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan laporan penelitian ini.

3. Papa, Mama, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa untuk kelancaran pelaksanaan rangkaian penelitian.

4. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan penelitian ini. Diharapkan kritik dan saran terhadap isi laporan penelitian ini guna meningkatkan kualitas penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat diterima dan digunakan serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2015

(9)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SIMBOL xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Air Limbah Domestik 2

Sistem Penyaluran Air Limbah 4

METODE PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat 8

Alat dan Bahan 8

Pengumpulan dan Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kondisi Umum Wilayah Studi 12

Kebutuhan Air Bersih 12

Debit dan Sistem Penyaluran Air Limbah 17

Penanaman Pipa dan Daya Pompa 22

Dimensi Manhole dan Drop Manhole 24

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Proyeksi penduduk (jiwa) dengan metode aritmatik Kecamatan

Bekasi Utara 13

Tabel 2 Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk 16 Tabel 3 Nilai D, R, dan slope pada IPAL serta TSK 19 Tabel 4 Nilai maksimum dan minimum Qfull awal serta vfull pada IPAL dan

TSK 20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik design of main sewers 10

Gambar 2 Diagram alir penelitian 11

Gambar 3 Drop manhole 24

Gambar 4 Lubang inlet dan outlet drop manhole 25

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil perhitungan proyeksi penduduk di Kota Bekasi dengan

Metode Aritmatik 29

Lampiran 2 Lokasi blok layanan, jalur perpipaan, IPAL dan TSK 33 Lampiran 3 Contoh hasil perhitungan kebutuhan air Kota Bekasi 35 Lampiran 4 Contoh hasil perhitungan debit air limbah Kota Bekasi 36 Lampiran 5 Contoh hasil perhitungan dimensi air limbah 37 Lampiran 6 Contoh hasil perhitungan tinggi muka air dan kecepatan

minimum 38

Lampiran 7 Contoh hasil perhitungan debit penggelontoran 39 Lampiran 8 Contoh hasil perhitungan tinggi muka air dan kecepatan

minimum akhir 40

Lampiran 9 Contoh hasil perhitungan penanaman pipa 41

Lampiran 10 Hasil perhitungan daya pompa 42

Lampiran 11 Hasil perhitungan dimensi drop manhole 43 Lampiran 12 Peta lokasi IPAL, TSK, node, dan jalur perpipaan 45 Lampiran 13 Peta lokasi IPAL, TSK, manhole, dan jalur perpipaan 47

Lampiran 14 Penampang melintang manhole 49

(11)

xi

Lampiran 16 Penampang memanjang jalur perpipaan 51

DAFTAR SIMBOL

Ag = luas penampang basah saluran pada saat kedalaman minimum (m2) Amin = luas penampang basah saluran pada saat debit minimum (m2) Cr = koefisien inflitrasi (0.1 – 0.3)

= tinggi muka air saat penggelontoran (mm)

̅̅̅ = 2/5 × dg

dmin = tinggi muka air minimum (mm)

̅̅̅̅̅̅ = kedalaman titik berat air pada saat kedalaman minimum (mm) D = diameter saluran (mm)

Dhitung = diameter saluran hasil perhitungan (mm) Do = diameter saluran air limbah (m)

Du = diameter outlet (m)

e = bilangan pokok sistem logaritma natural (2.71) EDS(us) = elevasi dasar saluran di node n (m)

EDS(ds) = elevasi dasar saluran di node n+1 (m) ET(us) = elevasi tanah di node n (m)

ET(ds) = elevasi tanah di node n+1 (m) fhm = faktor harian maksimum fjp = faktor jam puncak Fo = bilangan Froude

g = percepatan gravitasi (m2/dt) ho = kedalaman aliran (m)

Hl = kehilangan energi (headloss) (m) KG(us) = kedalaman galian di node n (m) KG(ds) = kedalaman galian di node n+1 (m) L = panjang pipa (m)

n = jumlah node pada suatu sistem penyaluran air limbah n = koefisien kekasaran Manning

P = daya pompa (watt)

Po = penduduk pada tahun dasar (jiwa) Pn = penduduk pada tahun n (jiwa)

Pt = penduduk pada tahun proyeksi t (jiwa) PE = populasi ekivalen

(12)

xii

Qmaks = debit air limbah maksimum (m3/dt) Qmin = debit air limbah minimum (m3/dt) Qpeak = debit puncak air limbah (m3/dt) Qr = debit rata-rata (m3/dt)

Qr ab = debit air limbah rata-rata (m3/dt) r = angka pertumbuhan penduduk (%) R = jari-jari hidrolis (mm)

S = kemiringan pipa atau saluran (%) t = periode proyeksi (tahun)

T = selisih tahun proyeksi dengan tahun dasar (tahun) vfull = kecepatan aliran penuh (diasumsikan) (m/dt) vmin = kecepatan aliran minimum (m/dt)

vmin/vfull = diperoleh dari grafik design of main sewers (m/dt) vpeak = kecepatan aliran puncak (m/dt)

vw = kecepatan aliran penghantar (m/dt)

yo = perbandingan tinggi muka air outlet dengan kedalaman outlet (m) yN = rasio pengisian (ho/Do)

β = rata-rata pertambahan penduduk (jiwa)

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian air akan terbuang menjadi air limbah setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Agar kebersihan lingkungan terjaga, air limbah dari daerah permukiman dialirkan dan dikumpulkan melalui sistem penyaluran dan pengolahan. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 pasal 20 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup menyebutkan setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta mendapat izin dari Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Air limbah dengan kualitas tidak memenuhi persyaratan baku mutu harus dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Air limbah merupakan cairan buangan dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lain yang mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kehidupan manusia maupun makhluk hidup lain serta mengganggu kelestarian lingkungan (Tchobanoglous dalam Supradarta 2005). Air limbah domestik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu black water dan grey water. Air limbah dari buangan tubuh manusia seperti tinja dan urine disebut black water, sedangkan air limbah berupa bahan organik dari buangan dapur dan kamar mandi disebut gray water (Veenstra dalam Supradarta 2005). Sistem pengolahan air limbah masih belum banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat di kota sebagian besar menggunakan tangki septik (septic tank) sebagai sarana pengolahan air limbah. Perbedaan tingkat pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh pada kemampuan masyarakat untuk memperoleh tingkat sanitasi memadai. Hal ini mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat karena air limbah merupakan media pembawa berbagai jenis penyakit. Selain itu, air limbah juga dapat merusak kelestarian lingkungan.

Wilayah Kota Bekasi dialiri tiga sungai utama yaitu Sungai Cakung, Sungai Bekasi, dan Sungai Sunter. Kondisi air permukaan Sungai Bekasi saat ini tercemar oleh air limbah. Pencemaran air didefinisikan sebagai pembuangan substansi dengan karakteristik dan jumlah yang menyebabkan estetika, bau, rasa, serta menimbulkan potensi kontaminasi (Suripin dalam Sasongko 2006). Sehubungan dengan kondisi tersebut, setiap kota harus memiliki sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang memadai. Sistem ini akan mempermudah penyaluran air limbah sehingga tingkat kesehatan dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.

(14)

2

BOD5 sebesar 250 mg/L, COD sebesar 500 mg/L, dan TSS sebesar 500 mg/L. Selain itu, penanganan air bekas kakus dan tinja (black water) masih dilakukan secara on site (setempat). Sistem penyaluran air limbah diperlukan untuk mengurangi pencemaran badan air di Kota Bekasi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa rumusan masalah antara lain: 1. Berapa total debit air limbah domestik Kota Bekasi sesuai dengan tahun

perencanaan sistem penyaluran air limbah?

2. Bagaimana perencanaan teknis sistem penyaluran air limbah di Kota Bekasi?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini:

1. Merancang sistem penyaluran air limbah domestik menuju lokasi rencana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Kota Bekasi tahun 2025.

2. Merancang sistem penyaluran air limbah domestik menuju lokasi rencana tangki septik komunal (TSK) Kota Bekasi tahun 2025.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai usulan dan rekomendasi teknis dalam merencanakan pengelolaan limbah cair di Kota Bekasi. Selain itu, perencanaan alat pelengkap saluran air limbah domestik dapat membantu proses penyaluran air limbah agar berlangsung secara optimal.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini: 1. Deskripsi daerah studi

2. Proyeksi jumlah penduduk dan debit air limbah 3. Perencanaan sistem penyaluran air limbah domestik 4. Perencanaan jalur air limbah domestik

5. Penentuan kapasitas bangunan penggelontor

TINJAUAN PUSTAKA

Air Limbah Domestik

(15)

= ×

Keterangan:

Qjp = debit jam puncak (m3/dt) Qr = debit rata-rata (m3/dt) fjp = faktor jam puncak

Besarnya debit jam puncak menyatakan besarnya kebutuhan air bersih. Debit air limbah menyatakan banyaknya air buangan atau limbah yang dihasilkan oleh masyarakat selama rentang waktu tertentu. Analisis debit air limbah mencakup debit air limbah puncak (Qpeak) dan debit air limbah minimum (Qmin). Menurut Tchobanoglous et.al (2003), debit air limbah dapat dihitung dengan persamaan 2.

= % ×

Keterangan:

Qab = debit air limbah (m3/dt)

Debit air limbah minimum (Qmin) merupakan debit air buangan saat pemakaian air minimum. Penentuan debit minimum membutuhkan nilai populasi ekuivalen (PE) dan debit air limbah rata-rata (Qr ab). Debit air limbah minimum dihitung dengan persamaan 3, dan debit air limbah rata-rata dihitung dengan persamaan 4. Populasi ekivalen (PE) merupakan jumlah limbah organik terurai dari aktivitas rumah tangga maupun komersial dan dihitung dengan persamaan 5 (DGE 2007). PE = populasi ekivalen (jiwa)

Qr ab = debit air limbah rata-rata (m3/dt)

n = jumlah node pada suatu sistem penyaluran air limbah

Debit puncak air limbah (Qpeak) menurut SNI 03-3413-1994 tentang Metode Pengukuran Debit Puncak Sungai dengan Cara Tidak Langsung merupakan debit pada saat tinggi muka air mencapai titik maksimum dari hidrograf tinggi muka air. Perhitungan debit puncak dapat diperoleh dari hasil penjumlahan debit air limbah maksimum (Qmaks) serta debit infiltrasi (Qinf) (persamaan 6).

(16)

4

maksimum. Faktor harian maksimum adalah perbandingan antara penggunaan air maksimum dengan penggunaan air rata-rata (Nurcahyono 2008). Debit air limbah maksimum dihitung dengan persamaan 7.

= × .8×

ℎ ×

Keterangan:

fhm = faktor harian maksimum

Debit infiltrasi (Qinf) merupakan debit air tambahan yang masuk ke dalam saluran dan berasal dari infiltrasi air tanah serta resapan air hujan (Jatmiko dalam Dewi 2014). Qinf merupakan hasil penjumlahan dari dua debit berbeda, yaitu debit infiltrasi saluran (Qinf saluran) dan debit infiltrasi permukaan (Qinf surface). Debit infiltrasi saluran (Qinf saluran) merupakan jumlah air tambahan dari tanah yang masuk ke dalam saluran melalui celah-celah sambungan antar saluran. Debit infiltrasi saluran dihitung dengan persamaan 8. Selanjutnya, debit infiltrasi permukaan (Qinf surface) merupakan jumlah air tambahan yang berasal dari air hujan dan masuk ke saluran melalui lubang manhole. Debit infiltrasi permukaan dihitung dengan persamaan 9.

inf = ( ) × �

Keterangan:

Qinf saluran = debit infiltrasi saluran (m3/dt) L = panjang pipa (m)

qinf = 1-3 l/dt/1000 m panjang pipa

inf = × ×

Keterangan:

Qinf surface = debit infiltrasi permukaan (m3/dt) Cr = koefisien inflitrasi (0.1 – 0.3)

Sistem Penyaluran Air Limbah

Untuk merancang sistem penyaluran air limbah terlebih dahulu harus diketahui nilai debit aliran penuh awal (Qfull awal). Debit aliran penuh awal (Qfull awal) dihitung melalui persamaan 10. Nilai Qfull/Qpeak diperoleh dari grafik design of main sewers (Gambar 1). Perhitungan dimensi saluran air limbah dilakukan setelah diketahui nilai debit aliran penuh awal (Qfull awal) dan kecepatan aliran penuh (vfull) diasumsikan. Diameter saluran dihasilkan melalui persamaan 11 (Agus et al 2001). Setelah nilai diameter diperoleh, maka jari-jari hidrolis (R) dapat dihitung. Jari-jari hidrolis dihitung melalui persamaan 12.

� = ×

ℎ =√ × (

)

(17)

= . ×

Keterangan:

Dhitung = diameter saluran hasil perhitungan (mm) Qfull awal = debit aliran penuh awal (m3/dt)

vfull = kecepatan aliran penuh (diasumsikan) (m/dt) R = jari-jari hidrolis (mm)

D = diameter saluran (mm)

Kemiringan pipa (slope pipa) juga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi nilai vfull. Kemiringan pipa minimal diperlukan agar kecepatan pengaliran minimal diperoleh dengan daya pembilasan sendiri (tractive force) guna mengurangi gangguan endapan di dasar pipa. Nilai kemiringan pipa dapat berupa asumsi dengan syarat nilai vfull tidak kurang dari 0.6 m/dt dan tidak lebih dari 3 m/dt (Tchobanoglous dalam Prameswari 2014). Kecepatan aliran penuh (vfull) merupakan kecepatan aliran air limbah pada saat pipa dalam keadaan penuh. Kecepatan aliran penuh dihitung dengan persamaan Manning (persamaan 13), dan kecepatan aliran puncak (vpeak) dihitung dengan persamaan 14.

= � × × = ×

Keterangan:

S = kemiringan pipa atau saluran (%) n = koefisien kekasaran Manning vpeak = kecepatan aliran puncak (m/dt)

(18)

6

= ×

Penggelontoran perlu dilakukan apabila tinggi muka air (dmin) kurang dari 100 mm dan kecepatan aliran minimum kurang dari 0.6 m/dt (Mc Ghee 1991). Penggelontoran merupakan penambahan sejumlah air hingga debit tertentu. Hal ini diperlukan bila kecepatan pembersihan tidak tercapai karena debit aliran yang terlalu kecil. Perhitungan debit penggelontoran dilakukan pada node yang memiliki tinggi muka air minimum dan kecepatan aliran minimum kecil. Debit penggelontoran dihasilkan melalui persamaan 18 dan Kecepatan aliran penghantar (vw) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 19 (McGhee 1991).

= ��× (� − � ) Vw = kecepatan aliran penghantar (m/dt)

Ag = luas penampang basah saluran pada saat kedalaman minimum (m2) Amin = luas penampang basah saluran pada saat debit minimum (m2)

= tinggi muka air saat penggelontoran (mm)

̅̅̅ = 2/5 × dg

̅̅̅̅̅̅ = kedalaman titik berat air pada saat kedalaman minimum (mm) g = percepatan gravitasi (m2/dt)

Setelah nilai Qg diketahui, maka debit air limbah minimum pada setiap node perlu ditambahkan dengan debit penggelontoran. Kemudian hasil penjumlahan debit tersebut digunakan untuk mencari nilai tinggi muka air (dmin) dan kecepatan aliran minimum (vmin) hingga sesuai dengan persyaratan.

Perhitungan penanaman pipa dilakukan untuk mengetahui besar kedalaman penanaman pipa. Pipa harus terlindungi dari beban atas sehingga kedalaman penanaman pipa minimal perlu diketahui (DPU 2011). Perhitungan kedalaman penanaman pipa dihasilkan melalui persamaan 20 dan persamaan 21.

� = � − � (20) EDS(us) = elevasi dasar saluran di node n (m) EDS(ds) = elevasi dasar saluran di node n+1 (m)

(19)

pelaksanaan galian, atau pemasangan pipa. Setelah kedalaman penanaman pipa diperoleh, maka kebutuhan jumlah pompa pada sistem penyaluran air limbah dapat diketahui. Perhitungan daya pompa diperlukan untuk mengetahui kebutuhan energi yang digunakan. Perhitungan daya pompa menggunakan persamaan 22 (Ramadhani dan Winarni 2004). Perhitungan kehilangan energi (headloss) menggunakan persamaan Hazen William (persamaan 23).

Hl = kehilangan energi (headloss) (m)

= ( . × � × . )

.8

×

Keterangan:

n = koefisien manning untuk berbagai jenis pipa

Drop manhole digunakan apabila saluran saat memasuki manhole memiliki elevasi lebih tinggi dari saluran saat meninggalkan manhole. Tujuan penggunaan drop manhole untuk menghindari penceburan atau splashing air buangan sehingga saluran menjadi rusak akibat penggerusan atau pelepasan H2S (Hardjosuprapto 2000). Aliran air limbah hampir jatuh secara vertikal ke dasar manhole sehingga dinding manhole harus diperkuat dengan material penahan seperti lempengan granit untuk mencegah abrasi (Hager 2010). Perhitungan bilangan Froude diperlukan untuk mengetahui jenis aliran saluran air limbah. Bilangan Froud dihasilkan melalui persamaan 24, dan kedalaman aliran (ho) dihitung dengan persamaan 25 (Hager Do = diameter saluran air limbah (m) ho = kedalaman aliran (m)

��= . × [ − − . × �� ]

Keterangan:

(20)

8

Debit relatif (qN) diperoleh dari persamaan 26, sedangkan kedalaman aliran outlet (ho) diperoleh melalui persamaan 27. Perbandingan kedalaman aliran outlet dengan diameter outlet (yo) dihitung melalui persamaan 28 (Hager 2010).

�� = � ×

( × 8)

Keterangan:

So = kemiringan saluran (%) n = koefisien kekasaran Manning

ℎ = � ×

Keterangan:

ho = kedalaman aliran outlet (m) Du = diameter outlet (m)

yo = perbandingan kedalaman aliran outlet dengan diameter outlet

� = × [

( × )

]

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian perencanaan sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bekasi mengambil lokasi di wilayah administratif Kota Bekasi. Penelitian dilaksanakan dari bulan April hingga Desember 2014. Pengambilan data dilakukan di seluruh kelurahan pada setiap kecamatan di Kota Bekasi.

Alat dan Bahan

Bahan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa luas wilayah dan jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Bekasi dari tahun 2010 hingga 2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu juga digunakan peta kontur, serta peta administrasi Kota Bekasi. Pada penelitian ini digunakan seperangkat komputer dengan aplikasi Ms Office untuk melakukan analisis dan menyusun laporan serta ArcMap10 untuk membuat blok pelayanan dan jalur perpipaan.

Pengumpulan dan Analisis Data

(21)

memerlukan perkiraan perkembangan penduduk di masa depan pada akhir periode perencanaan. Pada kenyataannya, proyeksi penduduk tidak selalu tepat, tetapi perkiraan ini dapat dijadikan acuan perhitungan kebutuhan air pada tahun perencanaan. Ada beberapa metode untuk memproyeksikan jumlah penduduk, antara lain metode geometrik, aritmatik, dan eksponensial.

Menurut Klosterman (1990), metode aritmatik (persamaan 29) merupakan teknik proyeksi paling sederhana. Penduduk diproyeksikan sebagai fungsi dari waktu.

= +

Keterangan:

Pt = penduduk pada tahun proyeksi t (jiwa)

α = penduduk pada tahun dasar (jiwa)

β = rata-rata pertambahan penduduk (jiwa)

T = selisih tahun proyeksi dengan tahun dasar (tahun)

Menurut Klosterman (1990), metode geometrik (persamaan 30) merupakan proyeksi dengan tingkat pertumbuhan tetap dan dapat diterapkan pada wilayah dengan pertambahan absolut penduduk pada tahun-tahun awal observasi sedikit dan menjadi semakin banyak pada tahun-tahun akhir observasi. Asumsi pada model ini adalah penduduk akan bertambah atau berkurang pada tingkat pertumbuhan yang tetap.

= + �

Menurut Adioetomo dan Samosir (2010), metode eksponensial merupakan proyeksi pertambahan penduduk yang terjadi secara perlahan-lahan sepanjang tahun. Analisis data dengan metode eksponensial menggunakan persamaan 31.

= × ×

Keterangan:

Pn = penduduk pada tahun n (jiwa) Po = penduduk pada tahun dasar (jiwa)

e = bilangan pokok sistem logaritma natural (2.71) r = angka pertumbuhan penduduk (%)

t = periode proyeksi (tahun)

Metode yang dipilih adalah metode yang hasilnya memiliki nilai simpangan yang terkecil untuk mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan dalam memproyeksikan jumlah penduduk.

Perhitungan debit jam puncak (Qjp) dilakukan dengan menggunakan persamaan 1. Selanjutnya nilai Qjp tersebut digunakan untuk menghitung nilai debit air limbah (Qab) dengan menggunakan persamaan 2. Debit air limbah minimum (Qmin) dihitung dengan menggunakan persamaan 3, sedangkan debit air limbah maksimum (Qmaks) dihitung dengan menggunakan persamaan 7.

(22)

10

Kecepatan aliran puncak (vpeak) dihitung dengan menggunakan persamaan 14. Nilai vpeak/vfull dinyatakan sebagai v/V pada grafik design of main sewers (Gambar 1).

Kecepatan aliran penuh (vfull) juga digunakan untuk menghitung nilai debit aliran penuh (Qfull) melalui persamaan 15. Tinggi muka air minimum (dmin) dihitung dengan menggunakan persamaan 16. Nilai dmin/D dinyatakan sebagai d/D pada grafik design of main sewers (Gambar 1). Selanjutnya, kecepatan minimum (vmin) dihitung dengan menggunakan persamaan 17. Nilai vmin/vfull dinyatakan sebagai v/V pada grafik design of main sewers (Gambar 1). Kebutuhan penggelontoran diperlukan untuk dapat menentukan besarnya debit penggelontoran (Qg). Persamaan 18 digunakan untuk menghitung Qg.

Gambar 1 Grafik design of main sewers (Qasim 1985)

(23)

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Penggunaan Pompa Penggunaan DropManhole

Daya Pompa Dimensi Drop Manhole

(24)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Studi

Kota Bekasi merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan provinsi DKI Jakarta. Secara geografi, Kota

Bekasi berada pada posisi 106°55’ bujur timur dan 6°7’-6°15’ lintang selatan. Kondisi alam Kota Bekasi merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan 0-2% dan ketinggian 11-81 m di atas permukaan air laut.

Kota Bekasi memiliki luas wilayah sebesar 210,49 km2. Wilayah terluas sebesar 24.73 km2 berada di Kecamatan Mustika Jaya, sedangkan wilayah terkecil sebesar 13.49 km2 berada di Kecamatan Bekasi Timur. Wilayah administrasi Kota Bekasi berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah utara, Kabupaten Bogor di sebelah selatan, Propinsi DKI Jakarta di sebelah barat, serta Kabupaten Bekasi di sebelah timur. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kota Bekasi tahun 2011 sebesar 2,447,930 jiwa dengan spesifikasi penduduk laki-laki sebesar 1,250,435 jiwa dan perempuan sebesar 1,197,495 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Bekasi sebesar 11,629 jiwa/km2. Kota Bekasi dijadikan lokasi kajian karena kota tersebut tergolong kota besar yang memiliki berbagai masalah pencemaran lingkungan, seperti air limbah domestik. Permasalahan air limbah di kota tersebut belum dapat ditangani karena tidak ada sistem penyaluran air limbah dan IPAL.

Kebutuhan Air Bersih

Proyeksi penduduk merupakan perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan. Menurut Sukamdi et al (2010), proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk berdasarkan perhitungan tertentu. Perencanaan sistem penyaluran air limbah hanya pada tingkat kelurahan sehingga proyeksi dihitung berdasarkan jumlah penduduk pada setiap kelurahan di Kota Bekasi. Proyeksi jumlah penduduk pada penelitian ini dilakukan dengan metode aritmatik. Metode tersebut memiliki nilai simpangan terkecil dibandingkan dengan dua metode lainnya. Simpangan terbesar pada metode aritmatik adalah 416 jiwa, sedangkan metode geometrik dan eksponensial adalah 426 jiwa. Proyeksi jumlah penduduk dilakukan hingga tahun 2025 melalui data kependudukan tahun 2010-2013.

Proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode aritmatik setiap kelurahan menghasilkan jumlah penduduk tertinggi di Kelurahan Kaliabang Tengah dengan jumlah penduduk mencapai 130,755 jiwa pada tahun 2025. Sebaliknya, jumlah penduduk terendah terdapat di Kelurahan Margajaya dengan jumlah penduduk 16,489 jiwa pada tahun 2025. Contoh proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bekasi Utara tahun 2025 menggunakan metode aritmatik disajikan pada Tabel 1.

(25)

luas area blok pelayanan. Hasil perhitungan proyeksi penduduk dapat dilihat secara

Perencanaan saluran air limbah domestik diawali dengan penentuan blok pelayanan sehingga jalur perpipaan dapat dirancang. Blok pelayanan merupakan cakupan wilayah yang memberikan input air limbah domestik ke dalam jaringan pipa. Jalur perpipaan ditentukan setelah blok pelayanan diketahui. Penentuan jumlah blok pelayanan dilakukan berdasarkan beberapa faktor, antara lain luas wilayah kelurahan, jumlah penduduk per kelurahan, serta kepadatan penduduk per kelurahan.

Kelurahan Kota Baru merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi sebesar 29,643 jiwa per km2, sedangkan Sumur Batu merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah sebesar 2,196 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kelurahan Sumur Batu karena luas wilayah kelurahan tersebut sebesar 5.69 km2 serta jumlah penduduk cendurung sedikit sebesar 12,497 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kelurahan Kota Baru karena luas wilayah sebesar 1.61 km2 serta jumlah penduduk cukup besar sebanyak 47,755 jiwa. Kepadatan penduduk di setiap kelurahan disajikan pada Lampiran 1.

Setelah data kependudukan tersebut diketahui, maka blok pelayanan dapat ditentukan. Jumlah blok pelayanan ditentukan sebanyak 335 blok dengan luas berbeda-beda. Berdasarkan kecamatan, blok pelayanan terbanyak terdapat di Kecamatan Bekasi Barat sebanyak 71 buah blok, sedangkan blok pelayanan paling sedikit terdapat di Kecamatan Bantar Gebang sebanyak 13 buah blok. Hal ini disebabkan Kecamatan Bekasi Barat terdiri atas lima kelurahan yang tergolong cukup padat. Bahkan, salah satu kelurahan terpadat yaitu Kelurahan Kota Baru merupakan wilayah bagian dari Kecamatan Bekasi Barat. Kecamatan Bantar Gebang memiliki blok pelayanan paling sedikit karena kepadatan penduduk di setiap kelurahan tergolong kecil. Bahkan, salah satu kelurahannya memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 2,196 jiwa per km2, yaitu Kelurahan Sumur Batu.

Setelah luas wilayah dihitung dengan menggunakan software ArcMap, maka kepadatan penduduk masing-masing blok dapat dihitung. Kepadatan penduduk tertinggi sebesar 18,216 jiwa per km2 terdapat di Kelurahan Harapan Jaya, Kali Baru, Kota Baru dan Medan Satria. Blok pelayanan dengan kepadatan penduduk terendah sebesar 333 jiwa per km2 terdapat di Kelurahan Jaka Sampurna, Kranji, dan Kayuringin Jaya.

(26)

14

sedikit terdapat di Kelurahan Sumur Batu sebanyak dua blok. Meskipun kepadatan penduduk bukan salah satu yang terbesar, komplek perumahan banyak dijumpai di Kelurahan Harapan Jaya. Oleh sebab itu, infrastruktur jalan menjadi sangat komplek. Salah satu faktor dalam penentuan jalur perpipaan adalah infrastruktur jalan. Hal ini disebabkan karena penentuan jalur perpipaan diusahakan mengikuti infrastruktur jalan agar relokasi lahan tidak dilakukan. Blok pelayanan paling sedikit terdapat pada Kelurahan Sumur Batu karena pada kelurahan tersebut memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu. Ruang terbuka hijau serta permukiman penduduk (kampung). Pembuatan jalur perpipaan difokuskan untuk daerah perumahan karena memiliki infrastruktur jalan yang baik. Satu blok pelayanan terdiri atas satu kelurahan. Namun ada juga blok pelayanan terdiri atas empat kelurahan seperti di Kecamatan Jatisampurna.

Lokasi IPAL ditentukan untuk perencanaan tujuan akhir jalur perpipaan. Lokasi IPAL direncanakan sebanyak empat buah di Kelurahan Jati Cempaka, Jaka Setia, Medan Satria, dan Harapan Baru. Penentuan lokasi IPAL dipengaruhi beberapa faktor, antara lain ketersediaan lahan kosong atau ruang terbuka hijau (RTH), jauh dari pemukiman, dekat dengan badan air penerima, serta elevasi lahan atau pengaliran diusahakan secara gravitasi dari dataran tinggi menuju dataran rendah (Ginanjar 2008). Selanjutnya, penentuan lokasi lubang periksa (manhole) diperlukan untuk pengecekan dan pemeliharaan kondisi jalur perpipaan.

Manhole adalah sarana untuk mempermudah petugas masuk ke dalam jalur perpipaan guna membersihkan atau memperbaiki bagian dalam saluran. Menurut Sabouni dan El Naggar (2011), manhole adalah lubang yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh akses untuk menuju struktur bawah tanah seperti sistem saluran pembuangan. Manhole dapat diletakkan pada persimpangan dan pembelokkan jalur perpipaan dengan sudut kurang dari 90°, perubahan kemiringan saluran, arah aliran, dan diameter saluran (DSD 2013). Sebelum dapat menentukan lokasi manhole, penentuan lokasi node perlu dilakukan. Node merupakan suatu tempat sebagai acuan penentuan lokasi manhole. Penentuan lokasi node dilakukan karena dalam penelitian ini, arah aliran, jalur perpipaan, kemiringan, dan diameter saluran belum diketahui, sehingga syarat penentuan lokasi manhole belum terpenuhi. Jarak antar node adalah 300 m. Setiap node memiliki jumlah daerah pelayanan masing-masing. Daerah pelayanan minimum yaitu satu blok, dan daerah pelayanan maksimum yaitu dua hingga tiga blok.

Lokasi IPAL 1 di Kelurahan Medan Satria terdiri atas 76 blok pelayanan, meliputi Kelurahan Medan Satria, Pejuang, Kaliabang Tengah, sebagian Kelurahan Perwira, Harapan Jaya, Kali Baru, Kota Baru, Bintara, dan Kranji. Sistem penyaluran terdiri atas lima pipa utama dan tujuh pipa cabang. Panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 1 memiliki kisaran 6.9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 1 adalah 84 node. Lokasi IPAL 2 di Kelurahan Harapan Baru terdiri atas 80 blok pelayanan, meliputi Kelurahan Teluk Pucung, Harapan Baru, Marga Mulya, Harapan Mulia, Kayuringin Jaya, Marga Jaya, Margahayu, Duren Jaya, Aren Jaya, Bekasi Jaya, sebagian Kelurahan Jaka Sampurna, Pekayon Jaya, Kranji dan Perwira. Sistem penyaluran terdiri atas lima pipa utama dan sembilan pipa cabang. Panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 2 memiliki kisaran 9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 2 sebanyak 125 node.

(27)

Kelurahan Jati Kramat, Jati Mekar, Jati Asih, Jati Rasa, Jati Bening, Pengasinan, Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng, dan Margahayu. Empat pipa utama dan enam pipa cabang dengan panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 3 memiliki kisaran 6.5 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 3 sebanyak 89 node. Lokasi IPAL 4 di Kelurahan Jati Cempaka terdiri atas 68 blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Cempaka, Jati Baru, Bintara Jaya, Jati Waringin, Jati Rahayu, Jati Makmur, sebagian Kelurahan Jati Warna, Jati Melati, Jati Murni, Jati Mekar, Jati Bening, Jati Kramat, dan Jati Sampurna. Tiga pipa utama dan sembilan pipa cabang dengan panjang pipa utama terjauh hingga ke lokasi IPAL 4 memiliki kisaran 13 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju IPAL 4 sebanyak 120 node.

Selain penentuan lokasi IPAL, lokasi Tangki Septik Komunal (TSK) perlu ditentukan untuk menampung air limbah domestik di daerah yang jauh dari lokasi IPAL. Tangki septik adalah salah satu cara pengolahan air limbah dan dapat menampung limbah untuk memungkinkan padatan agar membentuk menjadi lumpur di bagian bawah tangki (EHS 2006). Menurut Hammid dan Baki (2000), tangki septik komunal adalah suatu sistem pengolahan air limbah secara sedimentasi dalam populasi lebih besar. Tangki septik berfungsi untuk mengendapkan padatan dari air limbah (Andrew 2004).

Lima tangki septik komunal terdapat di Kelurahan Jati Rangga, Jati Mekar, Mustika Sari, Cimuning, dan Ciketing Gudik. TSK 1 terdiri atas sebelas blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Karya, Jati Sampurna dan sebagian Kelurahan Jati Rangga, Jati Raden, Jati Sari dan Jati Ranggon. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama hingga ke lokasi TSK 1 memiliki kisaran 4.9 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 1 sebanyak 25 node. TSK 2 terdiri atas 13 blok pelayanan meliputi Kelurahan Jati Luhur dan sebagian Kelurahan Jati Asih, Jati Mekar, Jati Warna, Jati Murni, Jati Ranggon, Jati Sari dan Jati Rangga. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama hingga ke lokasi TSK 2 memiliki kisaran 2.6 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 2 sebanyak 18 node.

TSK 3 terdiri atas sebelas blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng, Bantar Gebang, Mustika Sari, Padurenan, Mustika Jaya, Cimuning. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama menuju TSK 3 memiliki kisaran 3.8 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 3 sebanyak 22 node. TSK 4 terdiri atas enam blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Mustika Jaya, Pengasinan, dan Cimuning. Terdapat satu pipa utama menuju TSK 4 dengan panjang pipa memiliki kisaran 5.4 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 4 sebanyak 19 node. TSK 5 terdiri atas dua blok pelayanan meliputi sebagian Kelurahan Bantar Gebang, Cikiwul, Ciketing Gudik, Sumur Batu, dan Padurenan. Terdapat satu pipa utama dan satu pipa cabang dengan panjang pipa utama menuju TSK 5 memiliki kisaran 1.3 km. Jumlah node pada jalur pipa menuju TSK 5 sebanyak 7 node. Lokasi IPAL dan TSK, blok pelayanan, serta jalur perpipaan pada masing-masing IPAL dan TSK disajikan pada Lampiran 2.

(28)

16

(35.24%). Sebagian air limbah dihasilkan dari sisa penggunaan air bersih sehingga kebutuhan air bersih ditentukan berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tahun 2005 tentang Kriteria Perencanaan Air Bersih. Setiap manusia membutuhkan air dengan jumlah tertentu. Menurut Susana dan Eddy (2009), beberapa faktor berpengaruh terhadap penggunaan air, antara lain faktor kebudayaan, status sosial-ekonomi, standar hidup, kesadaran terhadap kebersihan, penggunaan untuk hal-hal produktif, dan biaya pengeluaran untuk air bersih. Kebutuhan air penduduk dipengaruhi oleh cuaca, standar hidup, ketersediaan air dan metode distribusi air (Susana dan Eddy 2009). Tabel 2 menunjukan pembagian kota dan kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk.

Berdasarkan Tabel 2, Kota Bekasi termasuk ke dalam jenis kota metropolitan dengan jumlah penduduk melebihi satu juta jiwa sehingga kebutuhan air bersih terpilih sebesar 190 l/jiwa/hari. Namun, menurut PDAM Tirta Bhagasasi Kota Bekasi, penggunaan kebutuhan air bersih sebesar 150 l/jiwa/hari. Oleh karena itu, nilai kebutuhan air bersih terpilih sesuai standar PDAM Tirta Bhagasasi Kota Bekasi. Kehilangan air pada tahun 2008 adalah sebesar 40%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 28.03%. Data tersebut menunjukan bahwa kehilangan air setiap tahun berkurang 1.95% sehingga kehilangan air pada tahun 2025 diperkirakan sekitar 5%.

Tabel 2 Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk

Kategori Jenis Kota Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Bersih

(liter/jiwa/hari)

I Metropolitan > 1,000,000 190

II Kota Besar 500,000-1,000,000 170

III Kota Sedang 100,000-500,000 130

IV Kota Kecil 20,000-100,000 100

V Desa < 20,000 80

Sumber: DPU 2005

Menurut Ditjen Cipta Karya PU (2005), nilai faktor harian maksimum dan jam puncak untuk kota metropolitan adalah 1.1 dan 1.5. Nilai faktor harian maksimum dan jam puncak pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung jumlah kepadatan penduduk dan jenis aktivitas pada setiap daerah (Jeya 2012). Faktor jam puncak diperoleh melalui perbandingan debit jam puncak dan debit rata-rata harian dalam satu minggu, sedangkan faktor harian maksimum diperoleh melalui perbandingan debit maksimum hari dalam satu minggu dan debit rata-rata harian dalam satu minggu (Reymond dalam Dewi 2014).

(29)

Qjp rata-rata pada IPAL 3 adalah 0.053 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada IPAL 4 terdapat pada node 119 menuju IPAL 4 yaitu sebesar 0.26 m3/dt, sedangakan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 34 menuju node 32 yaitu sebesar 0.0027 m3/dt. Adapun nilai Qjp rata-rata pada IPAL 4 adalah 0.077 m3/dt.

Selanjutnya nilai Qjp terbesar pada TSK 1 terdapat pada node 25 menuju TSK 1 yaitu sebesar 0.153 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 18 menuju 19 yaitu sebesar 0.018 m3/dt. Adapun nilai Qjp rata-rata pada TSK 1 adalah 0.077 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 2 terdapat pada node 18 menuju TSK 2 yaitu sebesar 0.134 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 11 menuju node 10 yaitu sebesar 0.014 m3/dt. Kemudian, nilai Qjp rata-rata pada TSK 2 adalah 0.086 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 3 terdapat pada node 22 menuju TSK 3 yaitu sebesar 0.182 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 16 menuju node 17 yaitu sebesar 0.037 m3/dt. Selanjutnya, nilai Qjp rata-rata pada TSK 3 adalah 0.089 m3/dt. Nilai Qjp terbesar pada TSK 4 terdapat pada node 19 menuju TSK 4 yaitu sebesar 0.282 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 1 menuju node 2 yaitu sebesar 0.011 m3/dt. Sehubungan dengan itu, nilai Qjp rata-rata pada TSK 4 adalah 0.088 m3/dt. Kemudian nilai Qjp terbesar pada pada TSK 5 terdapat pada node 5 menuju TSK 5 yaitu sebesar 0.174 m3/dt, sedangkan nilai Qjp terkecil terdapat pada node 3 menuju node 4 yaitu sebesar 0.050 m3/dt. Selain itu, nilai Qjp rata-rata pada TSK 5 adalah 0.087 m3/dt. Contoh hasil perhitungan kebutuhan air bersih dapat dilihat pada Lampiran 3.

Debit dan Sistem Penyaluran Air Limbah

Perhitungan debit puncak dilakukan untuk mengetahui kuantitas air limbah saat jam puncak pada setiap segmen di seluruh IPAL dan TSK. Penentuan debit puncak mempengaruhi dimensi saluran air limbah. Selain debit puncak, perhitungan debit minimum juga perlu dilakukan. Debit minimum (Qmin) merupakan kuantitas air limbah saat pemakaian air minimum. Watson dalam Dewi (2014) menyatakan nilai Qmin digunakan untuk penentuan kedalaman minimum sebagai persyaratan kelayakan penggelontoran.

Nilai Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 1 adalah 0.042 m3/dt, IPAL 2 sebesar 0.027 m3/dt, IPAL 3 sebesar 0.043 m3/dt dan IPAL 4 sebesar 0.046 m3/dt. Qmin terbesar pada IPAL 1 terdapat pada node 46 di Kelurahan Medan Satria. Selanjutnya, Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 2 terdapat pada node 126 di Kelurahan Harapan Baru. Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 3 terdapat pada node 48 di Kelurahan Jati Rasa. Kemudian Qmin terbesar mengalir menuju IPAL 4 terdapat pada node 119 di Kelurahan Jati Cempaka.

(30)

18

diperoleh melalui data debit air limbah rata-rata (Qr) dan populasi ekuivalen (PE). Nilai Qr merupakan 80% dari debit air bersih (Qam).

Menurut SCS (1989), Qpeak adalah aliran saat kedalaman banjir maksimum mencapai struktur kontrol air sebagai akibat dari hujan lebat (badai). Menurut Irfan et al (2010), faktor yang mempengaruhi Qpeak antara lain karakteristik hujan (lama, jumlah, intensitas dan distribusi) serta karakteristik DAS (topografi, penggunaan lahan). Nilai Qpeak berfungsi dalam menentukan dimensi saluran. Perhitungan debit puncak dapat diperoleh dari hasil penjumlahan debit air limbah maksimum (Qmaks) serta debit infiltrasi (Qinf). Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 1 terdapat pada node 46 di Kelurahan Medan Satria sebesar 0.237 m3/dt. Selanjutnya, Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 2 terdapat pada node 126 di Kelurahan Harapan Baru sebesar 0.267 m3/dt. Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 3 terdapat pada node 48 di Kelurahan Jati Rasa sebesar 0.268 m3/dt. Kemudian, Qpeak terbesar mengalir menuju IPAL 4 terdapat pada node 119 di Kelurahan Jati Cempaka sebesar 0.260 m3/dt.

Nilai Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 1 terdapat pada node 25 di Kelurahan Jati Mekar, Jati Melati, Jati Luhur, dan Jati Asih sebesar 0.153 m3/dt. Selanjutnya, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 2 terdapat pada node 18 di Kelurahan Jati Karya dan Jati Rangga sebesar 0.134 m3/dt. Adapun, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 3 terdapat pada node 22 di Kelurahan Bojong Menteng, Mustikasari dan Bojong Rawalumbu sebesar 0.182 m3/dt, sedangkan menuju TSK 4 terdapat pada node 19 di Kelurahan Cimuning dan Padurenan sebesar 0.282 m3/dt. Kemudian, Qpeak terbesar mengalir menuju TSK 5 terdapat pada node 5 di Kelurahan Ciketing Gudik sebesar 0.174 m3/dt.

Penentuan nilai Qmin dan Qmaks memerlukan nilai PE dan nilai faktor harian maksimum (fmd). Debit air limbah maksimum (Qmaks) merupakan debit air limbah pada saat penggunaan air bersih maksimum. Debit infiltrasi (Qinf) merupakan debit air tambahan yang masuk ke dalam saluran dan berasal dari infiltrasi air tanah serta resapan air hujan. Menurut Rahmani (2010), debit infiltrasi berasal dari penambahan dari air tanah dan limpasan air hujan yang masuk melalui retakan dinding saluran, kebocoran sambungan, pori-pori dinding, dan tutup manhole. Qinf terdiri atas dua debit berbeda, yaitu debit infiltrasi saluran (Qinf saluran) dan debit infiltrasi permukaan (Qinf surface). Qinf merupakan penjumlahan dari kedua data tersebut. Contoh hasil perhitungan debit air limbah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perhitungan dimensi saluran air limbah dilakukan untuk mengetahui kapasitas saluran, kecepatan aliran penuh akhir (vfull), dan debit aliran penuh akhir (Qfull akhir). Nilai Qpeak digunakan untuk menghitung debit penuh awal (Qfull awal). Perhitungan Qfull awal diawali dengan penentuan perbandingan tinggi muka air dan diameter saluran (d/D). Selanjutnya, perbandingan nilai Qpeak dan Qfull awal (Qpeak/Qfull) diketahui melalui grafik design of main sewers (Gambar 2). Nilai d/D digunakan sebesar 0.8 sehingga nilai Qpeak/Qfull digunakan sebesar 0.98. Kemudian, Qfull awal dihitung dengan menggunakan data tersebut.

(31)

(D) dapat dihitung. Nilai D hasil perhitungan tersebut diubah sesuai dengan diameter pipa di pasaran. Nilai diameter saluran tersebut digunakan untuk menghitung jari-jari hidrolis (R) yang mempengaruhi perhitungan vfull.

Jari-jari hidrolis adalah perbandingan luas penampang yang dialiri air dengan keliling basah saluran (Triatmodjo 1995). Selain jari-jari hidrolis, kemiringan (slope) pipa juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai vfull. Nilai kemiringan pipa dapat berupa asumsi dengan syarat nilai vfull tidak kurang dari 0.6 m/dt dan tidak lebih dari 3 m/dt (Reinita dan Eddy 2012). Menurut Erikkson dalam Dewi (2014), kecepatan aliran kurang dari 0.6 m/dt menimbulkan seimentasi, sedangkan kecepatan aliran melebihi 3 m/dt menyebabkan erosi pada permukaan saluran. Nilai kemiringan pipa digunakan antara 0.5% hingga 1% (DPU 2011) karena jika kurang dari 0.5% maka vfull tidak mencapai 0.6 m/dt, sebaliknya jika lebih dari 1% maka nilai vfull melebihi 3 m/dt. Nilai kemiringan diusahakan sekecil mungkin, tetapi mampu memberikan kecepatan yang diharapkan sehingga tidak terjadi penyumbatan dan merusak permukaan saluran (Maryanto 2011). Nilai D, R dan slope terkecil dan terbesar pada masing-masing IPAL serta TSK disajikan pada Tabel 3.

Setelah nilai kemiringan pipa diketahui maka vfull dapat dihitung. Selain R dan kemiringan pipa, nilai koefisien kekasaran manning (n) juga diperlukan dalam perhitungan vfull. Nilai n untuk pipa beton yaitu 0.012 hingga 0.016. Pipa beton dipilih karena beberapa faktor, antara lain biasa digunakan pada pengaliran gravitasi maupun bertekanan, memiliki durabilitas baik sehingga lebih ekonomis, konstruksi kuat, dan dimensi tersedia dalam variasi besar. Nilai n digunakan sebesar 0.016. Hal ini bertujuan agar tinggi muka air minimum (dmin) yang diperoleh dapat mencapai 100 mm.

Tabel 3 Nilai D, R, dan S pada IPAL serta TSK

Nama Diameter (D) Jari-jari Hidrolis (R) Kemiringan (S)

Min (cm) Maks (cm) Min (cm) Maks (cm) Min (%) Maks (%)

Kecepatan aliran penuh air limbah (vfull) merupakan kecepatan aliran air limbah pada saat pipa dalam keadaan penuh. Setelah nilai n ditentukan, maka vfull dapat dihitung. Debit penuh akhir (Qfull akhir) dapat dihitung setelah nilai vfull diketahui. Debit penuh air limbah merupakan debit air limbah pada saat pipa dalam keadaan penuh. Selain vfull, diameter pipa juga diperlukan dalam perhitungan Qfull akhir. Nilai Qfull akhir harus lebih besar daripada nilai Qfull awal. Nilai maksimum dan minimum Qfull awal serta vfull pada IPAL dan TSK disajikan pada Tabel 4.

(32)

20

dengan cara merubah besar kemiringan pipa hingga nilai vpeak berada direntang yang telah ditentukan. Contoh hasil perhitungan dimensi saluran air limbah dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 4 Nilai Qfull awal (m3/dt) serta vfull (m/dt) pada IPAL dan TSK

Nama Kecepatan aliran penuh (vfull) Debit penuh (Qfull)

Perhitungan volume air limbah dilakukan untuk memperoleh kecepatan aliran maksimum dan kecepatan aliran minimum. Hal ini sangat penting karena nilai kecepatan aliran minimum akan mempengaruhi penentuan keperluan penggelontoran. Setelah nilai debit aliran minimum (Qmin) dan debit aliran penuh (Qfull) diketahui, maka nilai tinggi muka air minimum (dmin) dapat diperoleh dengan menggunakan grafik design of main sewer.

Nilai dmin terbesar pada pipa menuju IPAL 1 sebesar 132 mm, IPAL 2 sebesar 106 mm, IPAL 3 sebesar 147 mm, dan IPAL 4 sebesar 129 mm. Kemudian, nilai dmin terbesar pada pipa menuju TSK 1 sebesar 110 mm, TSK 2 sebesar 87 mm, TSK 3 sebesar 127 mm, TSK 4 sebesar 151 mm, dan TSK 5 sebesar 109 mm. Jika tinggi muka air minimum kurang dari 100 mm, maka penggelontoran perlu dilakukan.

Kecepatan aliran minimum (vmin) dapat diketahui dengan menggunakan perbandingan tinggi muka air dan diameter (d/D) serta grafik design of main sewer. Nilai vmin terkecil pada pipa menuju IPAL 1 adalah 4 × 10-4 m/dt, IPAL 2 sebesar 0.2 m/dt, IPAL 3 sebesar 1 × 10-3 m/dt, dan IPAL 4 sebesar 2 × 10-3 m/dt. Kemudian, nilai vmin terkecil pada pipa menuju TSK 1 adalah 0.3 m/dt, TSK 2 sebesar 5 × 10-3 m/dt, TSK 3 sebesar 0.3 m/dt, TSK 4 sebesar 5 × 10-3 m/dt, dan TSK 5 sebesar 2 × 10-2 m/dt. Sebaliknya, nilai vmin terbesar pada IPAL 1 adalah 0.9 m/dt, IPAL 2 sebesar 0.8 m/dt, IPAL 3 sebesar 0.9 m/dt, dan IPAL 4 sebesar 1 m/dt. Kemudian, nilai vmin terbesar pada pipa menuju TSK 1 adalah 0.9 m/dt, TSK 2 sebesar 0.6 m/dt, TSK 3 sebesar 1 m/dt, TSK 4 sebesar 0.9 m/dt, dan TSK 5 sebesar 0.7 m/dt. Penggelontoran perlu dilakukan apabila kecepatan aliran minimum kurang dari 0.6 m/dt.

(33)

Penggelontoran merupakan penambahan sejumlah air hingga debit tertentu akibat kecepatan pembersihan tidak tercapai karena debit aliran terlalu kecil. Menurut SNI 03-3989 Tahun 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, penggelontoran merupakan upaya pembilasan seluruh jaringan instalasi springkler menggunakan air bersih dengan tekanan tertentu untuk membersihkan kotoran-kotoran yang dapat mengganggu dan merusak sistem. Penggelontoran bertujuan untuk membuat aliran di dalam pipa berjalan lancar sehingga dapat menghilangkan sedimen dan mengurangi kepekatan air limbah (Gambiro 2012).

Beberapa faktor perlu diperhatikan dalam penggelontoran, antara lain air penggelontoran harus bersih dari kandungan lumpur, pasir, tidak asam, serta tidak boleh mengotori saluran (Ilmi dalam Dewi 2014). Perhitungan debit penggelontoran dilakukan pada node yang memiliki tinggi muka air minimum dan kecepatan aliran minimum kecil. Nilai debit penggelontoran dipengaruhi beberapa hal, antara lain luas penampang basah pada saat debit minimum (Amin), luas penampang basah pada saat kedalaman minimum (Ag), dan kecepatan aliran penghantar (vw).

Perhitungan Amin dilakukan melalui perbandingan tinggi muka air minimum dengan diameter penuh (dmin/Dfull) dan grafik design of main sewer. Setelah nilai Amin diperoleh, nilai Ag perlu diketahui. Perhitungan nilai Ag membutuhkan beberapa parameter perencanaan, antara lain tinggi muka air gelontor (dg) dan diameter rencana (D). Tinggi muka air gelontor (dg) berkisar antara 60-100 mm. Nilai tersebut disesuaikan dengan nilai debit penggelontoran. Setelah nilai dg ditentukan, maka nilai perbandingan tinggi muka air gelontor dengan diameter rencana dapat diperoleh. Selanjutnya, nilai Ag dapat dihitung melalui grafik design of main sewer. Nilai Amin dan Ag digunakan untuk menghitung nilai kecepatan aliran penghantar (vw). Namun, selain kedua data tersebut, vw juga dipengaruhi oleh kecepatan minimum (vmin).

Setelah nilai Amin, Ag, dan vw diketahui, maka perhitungan debit penggelontoran (Qgelontor) dapat dilakukan. Debit penggelontoran merupakan jumlah air untuk ditambahkan ke dalam saluran agar kecepatan pembersihan dapat terpenuhi. Nilai Qgelontor berguna dalam perhitungan volume air limbah akhir. Oleh sebab itu, nilai Qgelontor harus disesuaikan dengan keadaan pada perhitungan volume akhir air limbah. Nilai Qgelontor terkecil pada pipa menuju IPAL 1 adalah 19 × 10-4 m3/dt, IPAL 2 sebesar 2 × 10-3 m3/dt, IPAL 3 sebesar 1 × 10-3 m3/dt, dan IPAL 4 sebesar 4 × 10-4 m3/dt. Kemudian, Qgelontor terkecil pada pipa menuju TSK 1 adalah 7 x 10-4 m3/dt, TSK 2 sebesar 2 × 10-4 m3/dt, TSK 3 sebesar 23 × 10-4 m3/dt, TSK 4 sebesar 77 × 10-4 m3/dt, dan TSK 5 sebesar 92 × 10-4 m3/dt. Sebaliknya, nilai Qgelontor terbesar pada pipa menuju IPAL 1 adalah 6 × 10-2 m3/dt, IPAL 2 sebesar 98 × 10-3 m3/dt, IPAL 3 sebesar 5 × 10-2 m3/dt, dan IPAL 4 sebesar 94 × 10-3 m3/dt. Kemudian, nilai Qgelontor terbesar pada pipa menuju TSK 1 adalah 3 × 10-2 m3/dt, TSK 2 sebesar 5 × 10-2 m3/dt, TSK 3 sebesar 3 × 10-2 m3/dt, TSK 4 sebesar 5 × 10 -2 m3/dt, dan TSK 5 sebesar 5 × 10-2 m3/dt. Meskipun nilai Qgelontor akan berpengaruh pada perhitungan volume air limbah, tidak semua data digunakan. Contoh hasil perhitungan debit penggelontoran dapat dilihat pada Lampiran 7.

(34)

22

minimal (vmin) sesuai dengan ketentuan. Perhitungan ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan volume air limbah sebelumnya. Namun, nilai Qmin digunakan setelah Qmin dijumlahkan dengan Qgelontor. Akan tetapi, tidak semua Qmin harus ditambah Qgelontor, hanya pada node di hulu sistem perpipaan atau pada node dengan nilai dmin atau Vmin belum memenuhi persyaratan.

Nilai tinggi muka air minimum (dmin) diperoleh melalui perbandingan debit minimum dengan debit penuh (Qmin/Qfull) dan grafik design of main sewer. Nilai dmin terkecil pada pipa menuju IPAL 1 adalah 104 mm, IPAL 2 sebesar 101 mm, IPAL 3 sebesar 102 mm, dan IPAL 4 sebesar 100 mm. Kemudian, nilai dmin terkecil pada pipa menuju TSK 1 adalah 102 mm, TSK 2 sebesar 108 mm, TSK 3 sebesar 104 mm, TSK 4 sebesar 115 mm, dan TSK 5 sebesar 107 mm. Sebaliknya, nilai dmin terbesar pada pipa menuju IPAL 1 adalah 460 mm, IPAL 2 sebesar 460 mm, IPAL 3 sebesar 259 mm, dan IPAL 4 sebesar 581.42 mm. Kemudian, nilai dmin terbesar pada pipa menuju TSK 1 adalah 260 mm, TSK 2 sebesar 350 mm, TSK 3 sebesar 208 mm, TSK 4 sebesar 254 mm, dan TSK 5 sebesar 231 mm. Data tersebut menunjukkan nilai dmin pada setiap jalur menuju IPAL maupun TSK telah memenuhi syarat dmin ≥ 100 mm setelah diberikan air penggelontoran.

Nilai kecepatan minimum (vmin) diperoleh menggunakan perbandingan tinggi muka air (dmin) dengan diameter saluran (D) dan grafik design of main sewer. Nilai Vmin terkecil pada pipa menuju IPAL 1 adalah 0.63 m/dt, IPAL 2 sebesar 0.62 m/dt, IPAL 3 sebesar 0.61 m/dt, dan IPAL 4 sebesar 0.63 m/dt. Kemudian, nilai vmin terkecil pada pipa menuju TSK 1 adalah 0.66 m/dt, TSK 2 sebesar 0.65 m/dt, TSK 3 sebesar 0.65 m/dt, TSK 4 sebesar 0.7 m/dt, dan TSK 5 sebesar 0.6 m/dt. Sebaliknya, nilai vmin terbesar pada pipa menuju IPAL 1 adalah 1.5 m/dt, IPAL 2 sebesar 1.4 m/dt, IPAL 3 sebesar 1.3 m/dt, dan IPAL 4 sebesar 2 m/dt. Kemudian, nilai vmin terbesar pada pipa menuju TSK 1 adalah 1.2 m/dt, TSK 2 sebesar 1.3 m/dt, TSK 3 sebesar 1 m/dt, TSK 4 sebesar 1 m/dt dan TSK 5 sebesar 1.2 m/dt. Data tersebut menunjukkan nilai vmin pada setiap jalur pipa menuju IPAL dan TSK telah memenuhi syarat 0.6 m/dt ≤ vmin ≤ 3 m/dt setelah diberikan penggelontoran. Setelah tinggi muka air dan kecepatan minimum memenuhi syarat, maka kemungkinan penyumbatan saluran akibat pengendapan, kerusakan, atau penggerusan dinding saluran dapat dihindari. Contoh hasil perhitungan volume air limbah akhir dilihat pada Lampiran 8.

Penanaman Pipa dan Daya Pompa

Perhitungan penanaman pipa dilakukan untuk mengetahui jumlah pipa maupun drop manhole. Penentuan jumlah pompa atau drop manhole dipengaruhi oleh elevasi lahan, kemiringan saluran, diameter pipa, panjang pipa, serta jenis pipa. Jenis pipa berdasarkan diameter terbagi menjadi pipa persil, pipa service, pipa lateral, pipa cabang, dan pipa induk. Pipa persil adalah saluran untuk menyalurkan air dari rumah penduduk, bangunan umum, dan sebagainya ke pipa servis. Adapun pipa servis merupakan saluran untuk menampung air limbah dari pipa persil ke pipa lateral, sedangkan pipa lateral adalah saluran untuk menampung air limbah dari pipa servis ke pipa induk. Kemudian, pipa induk adalah saluran untuk menampung air limbah dari pipa cabang ke IPAL (DPU 2011).

(35)

dalam pekarangan rumah dan menerima air limbah dari bangunan hingga ke house inlet (HI). Pipa servis merupakan pipa awal dari sistem perpipaan air limbah terpusat untuk mengalirkan air limbah dari bak inspeksi ke pipa lateral. Kemudian, pipa lateral merupakan bagian dari jaringan perpipaan air limbah sistem terpusat dan menerima air limbah dari pipa-pipa servis di sepanjang daerah perumahan atau sumber air limbah. Pipa induk merupakan bagian dari jaringan perpipaan air limbah sistem terpusat untuk menerima air limbah dari pipa lateral dan dialirkan menuju IPAL. Diameter masing-masing pipa tersebut berbeda-beda. Pipa persil memiliki diameter 100-150 mm, pipa servis memiliki diameter 150-200 mm, pipa lateral memiliki diameter 300 mm, sedangkan diameter pipa induk disesuaikan dengan jumlah populasi daerah pelayanan. Menurut Dwi (2008), diameter pipa induk air limbah domestik adalah 350 mm.

Elevasi lahan berpengaruh pada penentuan kedalaman galian pipa. Menurut Ditjen Cipta Karya, kedalaman perletakan pipa minimal diperlukan untuk perlindungan pipa dari beban di atasnya dan gangguan lain. Kedalaman galian digunakan sebesar 8.5 m dengan tujuan untuk menekan penggunaan pompa seminimal mungkin. Setiap pipa memiliki kriteria kedalaman galian yang berbeda-beda. Kedalaman galian untuk pipa persil adalah 0.4 m hingga 0.8 m, pipa service sebesar 0.75 m, dan pipa lateral sebesar 1 m hingga 1.2 m.

Elevasi tanah digunakan untuk menentukan nilai elevasi dasar saluran hulu (EDS) hulu (Us) dan hilir (Ds). Setelah kedua data tersebut diketahui, maka kedalaman galian dapat diperoleh. EDS (Ds) pada node awal harus sama dengan EDS (Us) pada node selanjutnya. Demikian juga dengan elevasi muka air hilir (EMA (Ds) pada node awal harus sama dengan elvasi muka air hulu (EMA (Us) pada node selanjutnya agar tidak terjadi arus balik (Korky dalam Dewi 2014). Menurut Jesicca dalam Dewi (2014), pada sistem penyaluran air limbah akan terdapat perbedaan antara EDS (Ds) pada node awal dengan EDS (Us) pada node selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan diameter saluran, pompa, drop manhole, dan persimpangan saluran.

Pompa akan digunakan apabila kedalaman galian diperoleh melebihi 8.5 m. Pompa digunakan untuk mengangkut air limbah dari tempat rendah ke tempat tinggi agar penanaman pipa tidak terlalu dalam. Sebaliknya, jika nilai kedalaman galian bertanda negatif atau berada di atas elevasi tanah, maka drop manhole digunakan. Jumlah pompa digunakan pada jalur pipa menuju IPAL 1 adalah 16 buah, IPAL 2 sebanyak 24 buah, IPAL 3 sebanyak 16 buah dan IPAL 4 sebanyak 19 buah. Kemudian, jumlah pompa digunakan pada jalur pipa menuju TSK 1 adalah lima buah, TSK 2 sebanyak tiga buah, TSK 3 sebanyak tiga buah, TSK 4 sebanyak lima buah dan TSK 5 sebanyak dua buah. Contoh hasil perhitungan penanaman pipa dapat dilihat pada Lampiran 9.

(36)

24

ketinggian sebesar 7 m dengan Qfull akhir sebesar 0.35 m3/dt, sedangkan pada node 64 menuju node 65 memiliki perbedaan ketinggian sebesar 4 m dengan Qfull akhir sebesar 0.03 m3/dt. Contoh hasil perhitungan daya pompa secara lengkap disajikan pada Lampiran 10.

Dimensi Manhole dan Drop Manhole

Penentuan dimensi manhole dilakukan berdasarkan ketentuan oleh DPU (2011). Lokasi manhole diletakkan di atas pipa, karena diameter pipa kurang dari 1.2 m. Lubang masuk memiliki diameter minimal 60 cm. Diameter manhole ditentukan berdasarkan kedalaman manhole. Diameter minimal manhole dengan kedalaman lebih dari 2.1 m adalah 1.4 m. Sebaliknya, jika kedalaman kurang dari 2.1 m maka diameter minimal manhole yang digunakan adalah 1.2 m.

Gambar 3 Drop manhole (Hager 2010)

Drop manhole diimplementasikan dalam sistem saluran pembuangan perkotaan dengan tujuan untuk mengurangi kecepatan aliran. Menurut Hager (2010), drop manhole biasanya digunakan pada sistem drainase perkotaan di daerah berbukit, dan topografi dapat mempengaruhi peningkatan kecepatan aliran. Drop manhole digunakan apabila saluran yang datang memasuki manhole berada pada ketinggian lebih dari 0.6 m di atas saluran selanjutnya. Jumlah drop manhole digunakan pada jalur pipa menuju IPAL 3 sebanyak satu buah dan IPAL 4 sebanyak dua buah. Kemudian, jumlah drop manhole digunakan pada jalur pipa menuju TSK 1 adalah tiga buah, TSK 2 sebanyak satu buah, dan TSK 3 sebanyak satu buah.

(37)

penahan benturan minimal 0.6 m. Contoh hasil perhitungan dimensi drop manhole dapat dilihat pada Lampiran 11.

Gambar 4 Lubang inlet dan outlet drop manhole

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

Sistem penyaluran air limbah domestik di wilayah Utara Bekasi direncanakan menggunakan IPAL, sedangkan di wilayah Selatan Bekasi direncanakan menggunakan TSK. Sistem penyaluran menuju IPAL didesain untuk melayani 292 blok, dan dibutuhkan 4 unit IPAL yang dilengkapi dengan pompa sebanyak 16-24 buah untuk masing-masing IPAL serta 3 buah drop manhole. Sistem penyaluran menuju TSK didesain untuk melayani 43 blok, dan dibutuhkan 5 unit TSK yang dilengkapi dengan pompa sebanyak 2-5 buah untuk masing-masing TSK serta 5 buah drop manhole.

Saran

Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menganalisis kehilangan tekanan yang terjadi di seluruh sistem perpipaan. Penelitian mengenai kemiringan pipa perlu dilakukan agar kedalaman penanaman pipa pada outlet tidak melebihi 7 m (sesuai anjuran dari DPU). Perencanaan dimensi manhole dan drop manhole perlu dikaji lebih dalam, sehingga mampu menahan beban yang diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo SM dan Samosir OB. 2010. Dasar-dasar Demografi. Jakarta (ID): Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

(38)

26

Dewi, NA. 2014. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bogor Menggunakan Air Hujan untuk Debit Penggelontoran [skripsi]. Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor (ID): IPB.

[DGE]. Directorate General of Environment. 2007. Implementation of the Urban Wastewater Treatment Directive: Status of Implementation in each Member State. Brussels (EU): DGE.

[DPU]. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2005. Kriteria Perencanaan Air Bersih. Jakarta (ID): DPU

[DPU]. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2006. Petunjuk Teknis Tata Cara Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta (ID): DPU

[DPU]. Departemen Pekerjaan Umum Direktoran Jendral Cipta Karya. 2011. Tata Cara Rancangan Sistem Jaringan Perpipaan Air Limbah Terpusat tentang Pedoman Perencanaan. Jakarta (ID): DPU

[DSD]. Drainage Services Department. 2013. Sewerage Manual. Wanchai (HK): DSD.

Dwi ER dan Dyah WW. 2008. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik dan Tinja di IPAL Jalan Jelawat Samarinda. Jurnal APLIKA. 8(1): 14-18.

[EHS]. Environment and Heritage Service. 2006. Pollution Prevention Guidelines. Lisburn (UK): EHS.

Gambiro, H. 2012. Pengelolaan Limbah Cair Vol VI. Jakarta (ID): Universitas Mercu Buana.

Ginanjar, Y. 2007. Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik Kecamatan Garut Kota dengan Sistem "Pipa Riol Kecil" [skripsi]. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Bandung (ID): ITB. Hager WH. 2010. Wastewater Hydraulic: Theory and Practice. Heidelberg (DE):

Springer. Hutan dan Konservasi Alam. 7(2): 161-176.

Jeya, R. 2012. Peak Faktor In The Design of Water Distribution-Analysis. International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET). Vol 3(2): 43-51.

Klosterman, RE. 1990. Community Analysis and Planning Techniques. Savage (US): Rowman & Littlefield.

Maryanto. 2011. Perencanaan Jaringan Pipa Lateral Air Kotor di Surakarta (Studi Kasus di Jalan Kapten Adi Sumarmo dan Jalan Letjend. Sutoyo) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

McGhee, TJ. 1991. Water Supply and Sewerage. New York (US): McGraw-Hill. Nurcahyono, Titus DP. 2008. Perencanaan Pemenuhan Air Baku di Kecamatan

(39)

Prameswari RAP, Alfan P. 2014. Perencanaan Pelayanan Air Limbah Komunal di Desa Krasak Kecamatan Jati Barang Kota Indramayu. Jurnal Teknik Pomits. Vol 3(2): 81-84.

Qasim, SR. 1985. Wastewater Treatment Plant (Planning, Design, and Operation). New York (US): CBS College Publishing.

Rahmani SN, Idris MK. 2010. Pemilihan Jalur Alternatif Penyaluran Air Buangan Kecamatan Ujungberung-Kota Bandung [catatan penelitian]. Program Studi Teknik Lingkungan. Bandung (ID): ITB.

Ramadhani Y, Winarni. 2004. Perencanaan Sistem Jaringan Perpipaan Air Minum. Jakarta (ID): Universitas Trisakti.

Reinita AA, Eddy SS. 2012. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah dengan Sistem Open Sewer untuk Saluran Kalidami Surabaya. Jurnal Teknik POMITS. 1(1): 1-6.

Sabouni R, El Naggar MH. 2011. Circular Precast Concrete Manhole: Experimental Investigation. Journal of Civil Engineering. 38: 319-330. Sasongko, LA. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di Sekitar Sungai

Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang serta Upaya Penanganannya [tesis]. Program Magister Ilmu Lingkungan. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

[SCS]. Soil Conservation Service. 1989. Peak Discharge. Washington (US): SCS. [SNI]. Standar Nasional Indonesia 03-3413-1994 tentang Metode Pengukuran

Debit Puncak Sungai Dengan Cara Tidak Langsung.

[SNI]. Standar Nasional Indonesia 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta (ID): UI-Press. Sukamdi, Agus JP, Eddy K, dan Arif FA. 2010. Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan

Pangan Indonesia. Yogyakarta (ID): PSSK-UGM.

Supradarta. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius, L dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) [tesis]. Program Magister Ilmu Lingkungan. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Susana, Soedjono ES. 2009. Penyediaan Air Bersih Perdesaan Pulau Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan-Propinsi Sulawesi Tengah [catatan penelitian]. Program Magister Teknik Lingkungan. Surabaya (ID): ITS. Syahputra, B. 2006. Penentuan Faktor Jam Puncak dan Harian Maksimum terhadap

Pola Pemakaian Air Domestik di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta [catatan penelitian]. Semarang (ID): Universitas Islam Sultan Agung. Tchobanoglous G, Burton FL dan Stensel HD. 2003. Wastewater Engineering:

(40)
(41)

29 Lampiran 1 Hasil perhitungan proyeksi penduduk di Kota Bekasi dengan Metode Aritmatik

Kecamatan Kelurahan Tahun Luas

(km²)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/km2)

2015 2020 2025

Bekasi Utara Harapan Jaya 90603 101183 111763 4.90 78,388 15995

Kaliabang Tengah 103425 117090 130755 3.98 87,900 22097

Perwira 39892 46487 53082 2.26 32,583 14419

Harapan Baru 36521 47201 57881 2.48 25,199 10173

Teluk Pucung 67603 71763 75923 3.67 62,214 16973

Marga Mulya 24747 26737 28727 2.60 22,309 8583

Medan Satria Harapan Mulya 22664 24164 25664 2.64 20,752 7861

Kalibaru 31845 33710 35575 1.21 29,404 24281

Medan Satria 30560 31660 32760 3.76 28,904 7695

Pejuang 97596 111331 125066 4.38 82,102 18731

Bekasi Barat Bintara Jaya 46489 52034 57579 2.34 40,105 17127

Bintara 78510 85880 93250 3.28 69,719 21246

Kranji 48192 49247 50302 2.49 46,257 18577

Kota Baru 49269 49884 50499 1.61 47,755 29643

Jaka Sampurna 75527 80962 86397 5.20 68,721 13208

Bekasi Selatan Jaka Mulya 39129 43704 48279 2.73 33,848 12380

Jaka Setia 41871 44776 47681 3.31 38,205 11552

Pekayon Jaya 67342 75807 84272 4.25 57,660 13567

Marga Jaya 16199 16344 16489 2.10 15,759 7508

Gambar

Gambar 1 Grafik design of main sewers (Qasim 1985)
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Tabel 1   Proyeksi penduduk (jiwa) dengan metode aritmatik Kecamatan Bekasi Utara
Tabel 2 Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut maka di Kecamatan Bekasi Timur cocok dilakukan pengelolaan air limbah dengan menggunakan SPALD-S mengingat kedalaman muka air tanah yang lebih

Kedalaman galian pipa dalam perencanaan SPALD-T dipengaruhi oleh kemiringan ( Slope ) pipa dan kemiringan ( Slope ) tanah. Hasil perhitungan galian pipa akan

Ipal biofilter elah dilengkapi dengan air blower yang mampu memecahkan partikel sabun dan senyawa kimia yang lainnya sehingga hasil air limbah buangan (effluent) menjadi

Masterplan Penyaluran Air Limbah Kota Bekasi, 2015 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa 3 parameter yang terdiri dari kepadatan penduduk, permeabilitas tanah,

Berdasarkan kondisi tersebut, perencanaan pengembangan jaringan sistem penyaluran air limbah domestik terpusat Kota Surakarta jalur selatan akan direncanakan pemasangan

Kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut:(1)Jumlah IPAL yang direncanakan untuk Kelurahan Rangkah sebanyak 1 IPAL yang melayani penduduk sebanyak 21530

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa total debit air limbah domsetik di Kelurahan Langga Payung adalah 1,65 m3/detik dengan perkiraan kapasitas IPAL

Perencanaan pengembangan jaringan perpipaan air limbah terpusat didapatkan hasil diameter pipa lateral adalah 103 - 380 mm, diameter pipa utama adalah 300 mm sampai 500 mm, dan