PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
DOMESTIK KOTA BOGOR MENGGUNAKAN AIR HUJAN
UNTUK DEBIT PENGGELONTORAN
NURA ADITHIA DEWI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul
Perencanaan Sistem
Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bogor Menggunakan Air Hujan
Untuk Debit Penggelontoran
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nura Adithia Dewi
ABSTRAK
NURA ADITHIA DEWI. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik
Kota Bogor Menggunakan Air Hujan Untuk Debit Penggelontoran. Dibimbing
oleh Allen Kurniawan. 2014.
Sistem penyaluran air limbah merupakan bagian penting dalam sistem prasarana
perkotaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang konfigurasi sistem
penyaluran air limbah domestik Kota Bogor dan memodifikasi sistem drainase
Kota Bogor untuk memenuhi debit penggelontoran. Data penelitian berupa data
sekunder yang didapatkan dari instansi terkait, studi pustaka, dan hasil beberapa
penelitian sebelumnya. Nilai debit puncak (Qpeak) pada inlet IPAL 1 di
Kelurahan Bantarjati sebesar 0.59 m
3/detik dengan diameter 900 mm, sedangkan
nilai Qpeak pada inlet IPAL 2 di Kelurahan Mekarwangi sebesar 1.42 m
3/detik
dengan diameter 1000 mm. Kedalaman galian diusahakan kurang dari 6 m.
Tangki Septik Komunal yang direncanakan sebanyak lima unit di Kelurahan
Pakuan, Mulyaharja, Ciluar, Balumbangjaya, dan Kencana. Perhitungan intensitas
hujan menggunakan Metode Sherman. Sistem drainase mikro dirancang untuk
memenuhi debit penggelontoran. Titik penggelontoran sebanyak 53 titik dengan
kisaran debit gelontor sebesar 0.03 m
3/detik. Kisaran debit saluran drainase
sebesar 0.25 m
3/detik. Bentuk saluran yang digunakan adalah saluran persegi
panjang dengan kisaran lebar 0.43 m dan tinggi 0.42 m.
Kata kunci: air limbah domestik,
manhole
, Metode Gumbel, Metode Sherman
ABSTRACT
NURA ADITHIA DEWI. Planning of Domestic Wastewater Sewerage in Bogor
City Using Rainwater for Flushing Discharge. Supervised by Allen Kurniawan.
2014.
Sewerage system is an important part of the urban infrastructure. The purpose of
this study is to design a system configuration domestic sewerage and modify
drainage systems for flushing discharge. This research use secondary data from
relevant agencies, literature, and the results of previous study. Value of peak
discharge (Qpeak) at inlet of WWTP 1 at the Bantarjati Village is 0.59 m
3/sec
with a diameter of 900 mm, while the Qpeak value at inlet the WWTP 2 at
Mekarwangi Village is 1.42 m
3/sec with a diameter of 1000 mm. The depth of
excavation cultivated less than 6 m. Planned of Communal Septic Tank are 5 units
in the Pakuan Mulyaharja, Ciluar, Balumbangjaya, and Kencana Village. Rainfall
intensity calculation using Sherman Method. Micro drainage system is designed
to supply discharge flushing. Flushing point as many as 53 points with range of
flush discharge is 0.03 m
3/sec. Drainage discharge range of 0.25 m
3/sec. Shape of
the channel using a rectangular channel with a width range of 0.43 m and 0.42 m
high.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
DOMESTIK KOTA BOGOR MENGGUNAKAN AIR HUJAN
UNTUK DEBIT PENGGELONTORAN
NURA ADITHIA DEWI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa t
a’ala
atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan tepat waktu.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah air limbah dan drainase, dengan judul
Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Kota Bogor Menggunakan
Air Hujan Untuk Debit Penggelontoran.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Allen Kurniawan, S.T., M.T.
selaku pembimbing, Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, dan
Bapak Undang dari Badan Pengawas Statistik yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan, atas segala doa dan
dukungan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan digunakan
oleh pihak terkait ataupun masyarakat secara luas.
Bogor, Juni 2014
DAFTAR ISI
PRAKATA v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Analisis
3
Proyeksi Penduduk
4
Sistem Penyaluran Air Limbah dan Drainase Mikro
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Gambaran Umum Lokasi Kajian
6
Proyeksi Jumlah Penduduk
6
Perhitungan Kebutuhan Air
8
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju IPAL
10
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju TSK
14
Penentuan Intensitas Curah Hujan
16
Perencanaan Sistem Drainase Mikro
18
Penentuan Kapasitas Bangunan Penggelontor
19
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1
Proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bogor Utara
8
2
Rencana kebutuhan air tahun 2013-2015
8
3
Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk
9
4
Nilai populasi ekuivalen untuk setiap kegiatan
11
DAFTAR GAMBAR
1
Diagram alir penelitian
3
2
Diagram
alir prosedur lengkap penelitian
5
3
Hasil proyeksi penduduk Kota Bogor
7
4
Rencana lokasi IPAL
10
5
Grafik
design of main sewer
12
6
Potongan melintang segmen 3-4
14
7
Rencana lokasi TSK
15
8
Kurva IDF berdasarkan Metode Sherman
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan air limbah
23
2
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan drainase mikro
25
3
Hasil proyeksi penduduk setiap kelurahan Kota Bogor menggunakan
Metode Sherman
27
4
Contoh perhitungan ketiga metode proyeksi penduduk di Kelurahan
Bantarjati
29
5
Nilai variabel x berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia
30
6
Lokasi bangunan penggelontoran beserta debit influen dan efluen
31
7
Tabel nilai variabel Sn dan Yn
33
8
Tabel nilai koefisien pengaliran (C)
34
9
Hasil perhitungan kebutuhan air Kota Bogor
35
10
Hasil perhitungan debit air limbah IPAL
45
11
Hasil perhitungan dimensi air limbah IPAL
60
12
Hasil perhitungan volume air limbah IPAL
71
13
Hasil perhitungan debit penggelontoran IPAL
82
14
Hasil perhitungan volume akhir air limbah IPAL
84
15
Hasil perhitungan penanaman pipa IPAL
95
16
Hasil perhitungan debit air limbah TSK
106
17
Hasil perhitungan dimensi air limbah TSK
109
18
Hasil perhitungan volume air limbah TSK
111
19
Hasil perhitungan debit penggelontoran TSK
113
20
Hasil perhitungan volume akhir air limbah TSK
114
21
Hasil perhitungan penanaman pipa TSK
116
22
Hasil perhitungan intensitas curah hujan
118
24
Hasil perhitungan dimensi saluran
143
25
Hasil perhitungan kedalaman saluran
151
26
Gambar
manhole
159
27
Gambar bangunan penggelontor
160
28
Penampang memanjang perpipaan air limbah
161
29
Penampang memanjang saluran drainase mikro
162
30
Gambar peta kontur ketinggian Kota Bogor
163
31
Gambar blok pelayanan dan perpipaan air limbah Kota Bogor
164
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan air minum menghasilkan sekitar 80% air limbah. Air limbah ini
mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang, dan sebagainya.
Kualitas air limbah tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan apabila
konsentrasi polutan berada di atas baku mutu regulasi. Air limbah pada kondisi
tersebut harus dikumpulkan dan dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Selain itu, air yang berasal dari air hujan sebagian masuk ke dalam tanah
dan sisanya mengalir di permukaan tanah (
surface
runoff
). Air limpasan
dapat
langsung masuk ke sungai atau danau, tetapi dapat juga terperangkap di tempat
tertentu sehingga nyamuk atau serangga lain berkembang biak dan menganggu
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem pengumpul air hujan juga
diperlukan untuk mengalirkan ke tempat yang sesuai.
Di Indonesia, sistem pengolahan air limbah hanya melayani sebagian
penduduk karena biaya konstruksi dan pengolahan mahal. Sistem pengolahan
hanya ditemukan di kota besar, sedangkan kota kecil atau perdesaan
menggunakan sistem individu berupa tanki septik yang mencemari lingkungan
apabila tingkat kepadatan penduduk tinggi. Air limbah menyebabkan penurunan
tingkat kesehatan manusia karena dapat membawa bibit penyakit. Dampak
terhadap kesehatan akibat air limbah tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi
juga tumbuhan dan hewan. Selain itu, pengelolaan air limbah yang buruk akan
mengganggu estetika dan stabilitas lingkungan. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, perencanaan sistem penyaluran air limbah ke tempat pengolahan sangat
diperlukan sehingga stabilitas lingkungan tetap terjaga.
Penggelontoran merupakan penambahan air dengan debit dan kecepatan
tertentu ke dalam saluran. Penggelontoran bertujuan untuk membuat aliran dalam
pipa berjalan lancar untuk menghilangkan sedimen dan mengurangi kepekatan air
limbah (Gambiro 2012). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan
penggelontor adalah air penggelontor harus bersih dari kandungan lumpur, pasir,
dan tidak asam. Selain itu, air penggelontor tidak boleh mengotori saluran (Ilmi
2009). Air penggelontor dapat berasal dari air tanah, air hujan, air minum dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), air sungai, danau, dan sebagainya. Air
penggelontor berupa air tawar (bukan air asin) digunakan untuk menghindari
penambahan kadar endapan, suspensi, atau kadar kekerasan dan kontaminan yang
lebih besar.
Hingga kini, masih banyak kota menangani drainase dengan paradigma
lama, yaitu mengalirkan secepatnya air hujan berupa limpasan (
run-off
) ke
penerima air atau badan air terdekat. Drainase mikro dapat dirancang untuk
memenuhi debit penggelontoran dalam sistem penyaluran air limbah. Cara seperti
ini akan menghemat penggunaan air minum PDAM melalui pemberdayaan air
limpasan sehingga mempunyai nilai guna di lingkungan.
kandungan bakteri E.coli pada kedua sungai tinggi, meskipun jumlahnya
fluktuatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BLH Kota Bogor, kadar E.coli di
Ciliwung Hulu sebesar 50,000 sel/100 mL, Ciliwung Tengah sebesar 40,000
sel/100 mL, Ciliwung Hilir sebesar 120,000 sel/100 mL, Cisadane Hulu sebesar
18,000 sel/100 mL, Cisadane Tengah sebesar 60,000 sel/100 mL, dan Cisadane
Hilir sebesar 90,000 sel/100 mL. Baku mutu Keputusan Menteri Negara Nomor
112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik hanya 5,000 sel/100
mL sehingga air sungai termasuk ke dalam kategori tercemar parah. Berdasarkan
data tersebut, Kota Bogor harus memiliki IPAL untuk mengolah air limbah
sebelum dibuang ke dalam badan air.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa rumusan penelitian ini:
1.
Berapa total debit air limbah yang dihasilkan penduduk Kota Bogor sesuai
dengan tahun perencanaan sistem penyaluran air limbah ?
2.
Bagaimana perencanaan sistem penyaluran air limbah di Kota Bogor ?
3.
Bagaimana perencanaan sistem drainase yang efektif untuk mengalirkan air
limpasan ke dalam bangunan penggelontoran ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini:
1.
Merancang konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bogor
menuju IPAL.
2.
Merancang konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik Kota Bogor
menuju Tangki Septik Komunal (TSK).
3.
Memodifikasi konfigurasi sistem drainase Kota Bogor skala mikro menuju
bangunan penggelontoran.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai usulan dan rekomendasi teknis
dalam mempermudah pengelolaan limbah cair Kota Bogor. Selain itu, modifikasi
sistem drainase menuju bangunan penggelontor dapat digunakan untuk memenuhi
debit penggelotoran dalam sistem penyaluran air limbah.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini:
1.
Deskripsi daerah kajian
2.
Proyeksi jumlah penduduk
3.
Perencanaan sistem penyaluran air limbah domestik
4.
Perhitungan intensitas hujan
6.
Perencanaan jalur air limbah domestik dan drainase mikro
7.
Penentuan kapasitas bangunan penggelontoran
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi perencanaan di wilayah administratif Kota
Bogor dan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2014. Pengambilan data
jumlah penduduk dilaksanakan pada seluruh kelurahan di setiap kecamatan di
Kota Bogor dan data curah hujan didapatkan dari stasiun klimatologi Kota Bogor.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara intensif bersama pembimbing tugas
akhir di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari luas wilayah
dan jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Bogor, serta berbagai jenis peta.
Kriteria peta dalam penelitian ini adalah peta topografi, peta kontur, peta kontur
ketinggian, peta kepadatan penduduk, peta curah hujan, peta administrasi, dan
data curah hujan Kota Bogor. Alat pendukung penelitian ini adalah seperangkat
laptop yang dilengkapi
software
Microsoft Excel, Arc Map, dan Google Earth.
Prosedur Analisis Data
Tahapan pelaksanaan dan prosedur penelitian tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Analisis
Pengolahan
Data
Penyusunan
Laporan
Identifikasi
Masalah
Pustaka
Studi
Pengumpulan
Data Sekunder
Pengolahan
Data
Kalkulasi dan
Rancangan Sistem
Penyaluran Air Limbah
Limbah
Kalkulasi dan
Rancangan Sistem
Drainase Perkotaan
Skala Mikro
Proyeksi Penduduk
Perhitungan proyeksi penduduk dilakukan dengan menggunakan tiga
metode, yaitu Metode Aritmatik, Metode Geometrik, dan Metode Eksponensial.
Persamaan dari ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Metode Aritmatik
-
(Pers. 1)
(Pers. 2)
Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk tahun dasar
Tn = tahun ke-n
To = tahun dasar
Ka = laju pertumbuhan penduduk
P
1= jumlah penduduk pada tahun awal proyeksi
P
2= jumlah penduduk pada tahun akhir proyeksi
T
1= tahun awal proyeksi
T
2= tahun akhir proyeksi
b.
Metode Geometrik
(Pers. 3)
-
(Pers. 4)
Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval
c.
Metode Eksponensial
(Pers. 5)
-
(Pers. 6)
Keterangan:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval
Sistem Penyaluran Air Limbah dan Drainase Skala Mikro
Septik Komunal (TSK). Meskipun demikian, kedua tahapan perhitungan tersebut
tidak berbeda. Kemudian, perhitungan sistem drainase skala mikro difokuskan
untuk mencukupi debit penggelontoran pada sistem penyaluran air limbah.
Tahapan dan prosedur analisis untuk sistem penyaluran air limbah dan drainase
skala mikro disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir prosedur lengkap penelitian
Perhitungan Volume Air Limbah
a. Qmin/Qfull b. Dmin/Dfull (grafik)
→ Dmin20) c. Vmin/Vfull (grafik)
→ Vfull dan Vmin21) d. Jika antara Vmin
dan Dmin tidak memenuhi syarat →
penggelontoran22)
Perhitungan Penanaman Pipa
a. Elevasi tanah (ET) 23)
b. Elevasi dasar saluran (EDS)24) c. Elevasi muka air
(EMA)25)
d. Kedalaman galian (KG)
Perhitungan Dimensi Saluran Drainase
a. Lebar saluran (b) → asumsi
b. Kecepatan aliran (V) c. Debit aliran (Q) d. Tinggi muka air
(Y)36)
e. Freeboard (F)37) f. Tinggi saluran (H)38) g. Jari-jari hidrolis
(R)39)
h. Slope saluran (S)40) i. Qcek (Manning)41)
Perhitungan Kedalaman Saluran
a. Tinggi muka air (y)
b. Kedalaman saluran (H) c. Elevasi tanah
(ET)
d. Slope tanah42) e. Elevasi dasar
saluran (EDS)43) f. Elevasi muka air
(EMA)44) Perhitungan Debit Air
Limbah
a. Panjang pipa b. Area pelayanan c. Debit air buangan
(Qab)7)
d. Debit rata-rata (qr)8)
e. Debit minimum (Qmin)9)
f. Debit maksimum (Qmd)10)
g. Debit infiltrasi11) h. Debit puncak
(Qpeak)12)
Perhitungan Dimensi Saluran
a. Qpeak/Qfull (dari grafik)
b. Qfull awal13) dan Vfull (asumsi) c. Diameter hitung
(D hitung)14) d. D rancangan
(pasaran) e. R = A/P f. Slope tanah15) g. Slope pipa16) h. V full17) dan Q full
akhir18) i. V peak19)
Perhitungan Data Curah Hujan
a. Hitung hujan rencana (metode Gumbel)26) b. Frekuensi
kejadian hujan (SR) → PUH 2, 5, 1027)
c. Intensitas curah hujan28)
d. Periode ulang hujan (Talbot, Sherman, Ishiguro)29)
Perhitungan Debit Saluran Drainase
a. Luas daerah pengaliran b. Koef. Pengaliran c. Elevasi muka tanah
awal dan akhir limpasan
d. Panjang Limpasan (Lo)
e. Slope limpasan (So)30) f. Waktu limpasan (to)31) g. Waktu drainase (td)32) h. Waktu konsentrasi
(tc)33)
i. Storage factor (Cs)34) j. Debit aliran (Q)35) Perencanaan Sistem Penyaluran Air
Limbah dan Drainase Skala Mikro
Saluran Air Limbah Saluran Drainase
Persamaan untuk perhitungan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 1,
sedangkan persamaan untuk perhitungan drainase mikro dapat dilihat pada
Lampiran 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Kajian
Kota Bogor merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat dengan luas
wilayah sekitar 11,850 hektar.
Kota Bogor terletak diantara 106°48’ Bujur Timur
dan 6°26’ Lintang Selatan.
Secara administratif, Kota Bogor mencangkup enam
wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara,
Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Selatan,
dan Kecamatan Tanah Sareal. Seluruh wilayah Kota Bogor memiliki batas
administratif dengan wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Cijeruk dan
Kecamatan Caringin di sebelah selatan; Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi di sebelah timur; Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, dan
Kecamatan Kemang di sebelah utara; dan Kecamatan Ciomas dan Kecamatan
Dramaga di sebelah barat. Peta Kota Bogor dapat dilihat pada Lampiran 30.
Iklim Kota Bogor memiliki suhu rata-rata setiap bulan berkisar 26°C dengan
suhu terendah sebesar 21.8°C dan suhu tertinggi sebesar 30.4°C, kelembapan
udara sebesar 70%, dan curah hujan rata-rata setiap tahun adalah 3500-4000 mm
(PIDII 2014). Kondisi kependudukan di Kota Bogor mengalami perkembangan
cukup pesat. Rata-rata pertumbuhan rumah tangga, penduduk dan kepadatan
penduduk sekitar dua persen setiap tahunnya (BPS 2012). Jumlah penduduk di
Kota Bogor pada tahun 2009 sebesar 946,204 jiwa dengan kepadatan penduduk
rata-rata 80 jiwa/ha. Jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bogor Barat.
Namun, kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bogor Tengah.
Penduduk rata-rata kota Bogor per tahun kurang lebih 2.8% (SKK 2010).
Proyeksi Jumlah Penduduk
Pada perencanaan sistem penyaluran air limbah, perkembangan penduduk di
masa depan hingga akhir periode perencanaan perlu diketahui. Jumlah penduduk
sangat mempengaruhi debit air limbah. Pada umumnya, jumlah penduduk
meningkat, maka penanganan air limbah akan semakin besar pula. Perencanaan
sistem penyaluran air limbah hanya pada tingkat kelurahan sehingga proyeksi
dihitung berdasarkan jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Bogor. Perkiraan
jumlah penduduk menggunakan data kependudukan tahun 2008-2012 sehingga
prediksi jumlah penduduk tahun 2035 dapat ditentukan. Selain proyeksi jumlah
penduduk setiap kelurahan, proyeksi jumlah penduduk seluruh Kota Bogor harus
diperhitungkan.
hasil sensus dan jumlah penduduk hasil proyeksi. Sebenarnya, nilai simpangan
pada metode geometrik dan eksponensial memiliki nilai yang sama di setiap
kelurahan. Contohnya, Kelurahan Bantarjati memiliki nilai simpangan sebesar
121.07 untuk setiap metode. Namun, metode geometrik memiliki nilai laju
pertumbuhan (r) lebih besar, yaitu 1.96% dibandingkan dengan nilai r pada
metode eksponensial sebesar 1.94%. Penentuan periode perencanaan ini
berdasarkan nilai r tertinggi (Imhoff & Fair 1956) sehingga metode terpilih adalah
geometrik.
Tahun perencanaan sistem penyaluran air limbah ini hingga tahun 2035.
Hasil perhitungan proyeksi Kota Bogor menggunakan metode geometrik disajikan
dalam Gambar 1.
Gambar 3 Hasil proyeksi penduduk Kota Bogor
Berdasarkan Gambar 3 di atas, pertumbuhan penduduk Kota Bogor
meningkat setiap tahun proyeksi. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor
sebesar 2.83% setiap tahun. Jumlah penduduk tahun 2014 sebanyak 1,044,270
jiwa dan jumlah penduduk tahun 2035 meningkat menjadi 1,712,887 jiwa.
Proyeksi jumlah penduduk setiap kelurahan menghasilkan jumlah penduduk
tertinggi pada tahun 2035 di Kelurahan Kencana dengan jumlah penduduk
mencapai 134,964 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di Kelurahan
Pabaton dengan jumlah penduduk 1768 jiwa. Contoh proyeksi penduduk
Kecamatan Bogor Utara tahun 2035 menggunakan metode geometrik disajikan
pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Bogor Utara
adalah Kelurahan Cimahpar dengan jumlah penduduk sebesar 59,950 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk terendah adalah Kelurahan Cibuluh dengan jumlah
penduduk sebesar 21,995 jiwa. Jumlah penduduk tersebut berdampak pada luas
area blok pelayanan. Jumlah kepadatan penduduk semakin kecil, maka blok
pelayanan yang dibuat semakin sedikit dengan luasan lebih besar. Sebaliknya,
blok pelayanan dibuat semakin banyak dengan luasan lebih kecil jika jumlah
kepadatan penduduknya semakin tinggi.
1044270 1069170
1202866
1353280
1522503
1712887
200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000
2014 2015 2020 2025 2030 2035
Tabel 1 Hasil proyeksi jumlah penduduk Kecamatan Bogor Utara tahun 2035
Kelurahan
Laju Pertumbuhan (%)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Bantarjati
0.83
29,821
Tegalgundil
1.96
44,471
Tanah Baru
3.02
48,800
Cimahpar
4.98
59,950
Ciluar
4.98
49,376
Cibuluh
0.64
21,995
Kedunghalang
2.77
40,758
Ciparigi
3.58
57,325
Hasil proyeksi seluruh kelurahan di Kota Bogor menggunakan metode
geometrik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan contoh perhitungan setiap metode
dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai r setiap kelurahan berbeda-beda. Tanda
negatif pada hasil perhitungan Ka menunjukkan pertumbuhan penduduk pada
daerah tersebut mengalami penurunan setiap tahun. Nilai laju pertumbuhan
negatif terbesar adalah -0.31% di Kelurahan Babakan Pasar. Sebaliknya, tanda
positif pada hasil perhitungan Ka menunjukkan pertumbuhan penduduk pada
daerah tersebut meningkat setiap tahun. Laju pertumbuhan positif terbesar adalah
8.68% di Kelurahan Kencana.
Perhitungan Kebutuhan Air
Perhitungan kebutuhan air Kota Bogor didasarkan pada hasil perhitungan
kebutuhan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor tahun
2013-2015. Tabel rencana kebutuhan air Kota Bogor disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2
Rencana kebutuhan air tahun 2013-2015
Deskripsi
Tahun
2013
2014
2015
Jumlah penduduk (jiwa)
1,057,172 1,083,601 1,110,691
% Pelayanan oleh PDAM
a. Melalui sambungan langsung (SR)
86.96
87.69
88.38
b. Melalui sambungan hidran umum (HU)
0.59
0.54
0.5
Penduduk terlayani (jiwa)
113,587
122,587
131,587
Konsumsi (m
3/hari)
a. SR
77,719
85,033
93,036
b. HU
120
120
120
Kebutuhan domestik (L/detik)
901
986
1,078
Kebutuhan non domestik (L/detik)
225
246
270
Kebutuhan total (L/detik)
1,126
1,232
1,348
Kehilangan air (%)
34.39
33.39
32.39
Kebutuhan rata-rata (L/detik)
1,716
1,850
1,993
Berdasarkan Tabel 2, persentase pelayanan meningkat setiap tahun. Pada
tahun 2035 diperkirakan persentase pelayanan telah mencapai 95%. Sebagian
besar air limbah dihasilkan dari sisa penggunaan air bersih sehingga konsumsi air
bersih harus diketahui berdasarkan standar pelayanan berdasarkan jenis kota.
Standar tersebut dikeluarkan oleh Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum (DPU).
Tabel 3
Pembagian kota berdasarkan jumlah penduduk
Kategori
Jenis Kota
Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih
(liter/jiwa/hari)
I
Metropolitan
> 1,000,000
190
II
Kota Besar
500,000
–
1,000,000
170
III
Kota Sedang
100,000
–
500,000
130
IV
Kota Kecil
20,000
–
100,000
100
V
Desa
< 20,000
80
Sumber: Ditjen Cipta Karya Departemen PU 2005
Berdasarkan Tabel 3, Kota Bogor termasuk ke dalam kategori kota
metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa sehingga
kebutuhan air bersih terpilih sebesar 190 liter/jiwa/hari. Kebutuhan domestik
dihitung sesuai dengan jumlah penduduk terlayani dan konsumsi air minum,
sedangkan kebutuhan non domestik diperkirakan sekitar 30%. Hasil ini
berdasarkan Tabel 2. Nilai kebutuhan non domestik sekitar 25% dari kebutuhan
domestik dengan pertambahan setiap tahun sekitar 2% sehingga nilai kebutuhan
non domestik diperkirakan sebesar 30%. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
merencanakan kehilangan air setiap tahun berkurang sebesar 1% sehingga
kehilangan air pada tahun 2035 sekitar 12%.
Faktor harian maksimum berdasarkan Ditjen Cipta Karya PU sebesar 1.1
dan faktor jam puncak sebesar 1.5. Nilai ini sesuai dengan kategori Kota Bogor,
yaitu Kota Metropolitan. Nilai faktor jam puncak dan faktor harian maksimum
dapat berbeda pada setiap daerah. Hal ini disebabkan perbedaan jumlah kepadatan
penduduk dan jenis aktivitas pada setiap daerah (Jeya 2012). Perhitungan faktor
harian maksimum dan faktor jam puncak perlu memperhatikan penggunaan air
pada jam-jam puncak (penggunaan air tertinggi), faktor jam puncak dan harian
maksimum setempat melalui perbandingan penggunaan air per jam dalam satu
hari. Menurut Raymond 2007, faktor jam puncak diperoleh melalui perbandingan
debit jam puncak dan debit rata-rata harian dalam satu minggu, sedangkan faktor
harian maksimum diperoleh melalui perbandingan debit maksimum hari dalam
satu minggu dan debit rata-rata harian dalam seminggu.
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju IPAL
Perhitungan sistem penyaluran air limbah domestik diawali dengan
membuat blok-blok pelayanan pada peta Kota Bogor. Jumlah blok pelayanan
sebanyak 254 blok. Batas blok pelayanan adalah jalan dan sungai. Gambar blok
pelayanan serta sistem perpipaan disajikan pada Lampiran 31. Blok pelayanan
dengan kepadatan penduduk tertinggi sebesar 25,309 jiwa/km
2terdapat di
Kelurahan Panaragan dan Paledang. Blok pelayanan dengan kepadatan penduduk
terendah sebesar 146 jiwa/km
2terdapat di Kelurahan Sindang Barang dan
Bubulak. Perhitungan luas setiap blok pelayanan menggunakan
software
ArcMap.
Sistem perpipaan dibuat mengikuti jalan dan sistem pengaliran diusahakan
secara gravitasi sehingga perencanaan jaringan perpipaan harus memperhatikan
kontur. Jumlah segmen pipa sebanyak 323 segmen. Segmen dibatasi oleh lubang
pemeriksaan
(manhole)
dengan jarak sebesar 210 m.
Manhole
merupakan lubang
pada jalur pipa air limbah untuk mempermudah petugas melakukan pemeriksaan,
perbaikan, maupun pembersihan saluran dari kotoran-kotoran yang menghambat
pengaliran (Rahmawati 2012). Perencanaan jumlah
manhole
pada penelitian ini
adalah 334 buah.
Manhole
biasanya diletakan pada perubahan kemiringan saluran,
perubahan arah aliran, dan perubahan diameter saluran (Howard 2009).
Kota Bogor merupakan kota dengan luas area cukup besar dan kepadatan
penduduk tinggi sehingga dua unit IPAL diperlukan untuk menampung debit air
limbah seluruh penduduk kota Bogor. Lokasi IPAL 1 berada di Kelurahan
Bantarjati dan IPAL 2 berada di Kelurahan Mekarwangi. Selain kondisi topografi
daerah pelayanan, penentuan lokasi IPAL juga mempertimbangkan faktor lain,
antara lain lokasi berupa tanah kosong, lokasi jauh dari permukiman, lokasi
terletak dekat dengan badan air penerima (Sungai Ciliwung dan Sungai
Kaliangke), ketersediaan luas lahan cukup memadai, serta pengaliran diusahakan
secara gravitasi menuju dataran topografi terendah (Ginanjar 2008). Lokasi IPAL
dapat disajikan pada Gambar 4.
Perhitungan dimensi pipa dapat diketahui jika jumlah populasi dan jumlah
pemakaian air bersih telah diketahui. Perhitungan dimensi pipa berdasarkan
populasi ekuivalen (PE). Nilai PE berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiatan.
Klasifikasi nilai PE berdasarkan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai populasi ekuivalen untuk setiap kegiatan
No
Kegiatan
Nilai PE
Acuan
1
Rumah Biasa
1
Study JICA 1990
2
Rumah Mewah
1.67
Sofyan M Noerlambang
3
Apartemen
1.67
Sofyan M Noerlambang
4
Rumah Susun
0.67
Sofyan M Noerlambang
5
Puskesmas
0.02
Sofyan M Noerlambang
6
Rumah Sakit Mewah
6.67
SNI 03-7065-2005
7
Rumah Sakit Menengah
5
SNI 03-7065-2005
8
Rumah Sakit Umum
2.83
SNI 03-7065-2005
9
SD
0.27
SNI 03-7065-2005
10
SLTP
0.33
SNI 03-7065-2005
11
SLTA
0.53
SNI 03-7065-2005
12
Perguruan Tinggi
0.53
SNI 03-7065-2005
13
Ruko
0.67
SNI 03-7065-2005
14 Kantor
0.33
SNI 03-7065-2005
15
Stasiun
0.02
SNI 03-7065-2005
16
Restoran
0.11
SNI 03-7065-2005
Sumber: Ditjen Cipta Karya Departemen PU 2005
Air limbah domestik berasal dari limbah rumah tangga sehingga nilai PE
terpilih adalah rumah biasa dan rumah mewah. Nilai PE dari masing-masing jenis
kegiatan tersebut adalah 1 dan 1.67. Nilai tersebut menghasilkan nilai PE rata-rata
sebesar 1.33.
Jumlah jalur pipa menuju IPAL 1 adalah dua jalur. Jalur terpanjang menuju
IPAL 1 yaitu jalur pertama dengan panjang pipa 8280 m, sedangkan jalur kedua
memiliki panjang 7680 m. Titik awal jalur pertama terdapat di Kelurahan
Katulampa. Perhitungan debit puncak (Q peak) air limbah merupakan akumulasi
dari setiap segmen pipa hingga masuk IPAL. Nilai total Q peak pada jalur pertama
sebesar 0.39 m
3/detik. Titik awal jalur kedua terdapat di Kelurahan Cikaret. Nilai
total Q peak pada jalur kedua sebesar 0.27 m
3/detik sehingga nilai Q peak pada
inlet IPAL 1 sebesar 0.59 m
3/detik.
m
3/detik. Hal ini disebabkan perhitungan Q infiltrasi saluran tergantung dari
panjang segmen pipa sebesar 210 m.
Debit infiltrasi berasal dari penambahan
limpasan air hujan melalui lubang
manhole
dan tutup-tutup bak kontrol (
debit
inflow
) (Jatmiko 2007).
Nilai debit minimum (Q min) bervariasi sesuai dengan
jumlah penduduk. Nilai Q min digunakan untuk menentukan kedalaman minimum
sebagai persyaratan kelayakan penggelontoran (Watson 2010). Hasil perhitungan
lengkap debit air limbah dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada perhitungan dimensi air limbah diperlukan nilai rasio tinggi muka air
dengan diameter pipa (d/D). Nilai rasio d/D diperlukan karena penyaluran air
limbah tidak memerlukan tekanan (
head
) yang menyebabkan saluran penuh
(Hardjosuprapto 2000). Nilai rasio d/D terpilih sebesar 0.8 sehingga nilai Q
peak/Q full didapatkan dari grafik
design of main sewers
(Gambar 5) sebesar 0.98.
Gambar 5 Grafik
design of main sewers
(
Sumber : Qasim 1999)
Perhitungan volume air limbah memerlukan nilai rasio antara ketinggian air
dengan diameter pipa (d min/D full) dan rasio kecepatan minimum dengan
kecepatan maksimum (v min/v full). Nilai kedua variabel tersebut didapatkan dari
grafik
design of main sewers.
Nilai d min/D full tergantung pada nilai rasio debit
minimum dengan debit maksimum (Q min/Q full). Pada segmen 1-3 di Kelurahan
Katulampa, nilai Q min/Q full sebesar 0.004 sehingga nilai d min/D full sebesar
0.008. Kemudian, nilai v min/v full tergantung pada nilai d min/D full. Jadi, nilai
v min/v full sebesar 0.31 untuk d min/D full sebesar 0.008. Hasil perhitungan
volume air limbah dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penggelontoran merupakan penambahan air dengan debit dan kecepatan
tertentu ke dalam saluran. Penggelontoran membuat aliran dalam pipa berjalan
lancar untuk menghilangkan sedimen dan mengurangi kepekatan air limbah
(Gambiro 2012). Penggelontoran dilakukan jika nilai ketinggian air minimum (d
min) kurang dari 100 mm dan kecepatan minimum (v min) kurang dari 0.6
m/detik. Tidak semua segmen pipa mengalami penggelontoran, contohnya pada
segmen pipa 84-85 di Kelurahan Tegalega. Nilai d min pada segmen ini telah
mencapai 106.18 mm dengan v min sebesar 1.73 m/detik sehingga
penggelontoran tidak perlu dilakukan. Jika segmen pipa mengalami
penggelontoran, maka perhitungan debit penggelontoran perlu dilanjutkan.
Kisaran debit gelontor (Qg) ke dalam setiap segmen pipa sebesar 0.03 m
3/detik
dan kisaran volume gelontor (Vg) sebesar 2.72 m
3. Hasil perhitungan debit
penggelontoran dapat dilihat pada Lampiran 13.
Perhitungan volume air limbah akhir dilakukan pada segmen pipa yang
mengalami penggelontoran. Pada perhitungan volume air limbah akhir, Q min
awal akan ditambahkan dengan debit penggelontoran sehingga menghasilkan nilai
Q min/Q full baru. Pada segmen 1-3, nilai Q min awal sebesar 0.0001 m
3/detik.
Setelah ditambah dengan debit penggelontoran, nilai Q min berubah menjadi 0.02
m
3/detik. Hal ini berdampak pada nilai d min dan v min. Nilai d min bertambah
menjadi lebih dari 100 mm. Pertambahan nilai d min pada segmen 1-3 sebelum
penggelontoran adalah 1.57 mm dan nilai d min setelah penggelontoran
bertambah menjadi 135.06 mm. Nilai ini telah memenuhi persyaratan ketinggian
dan kecepatan minimum di dalam pipa. Hasil perhitungan volume air limbah akhir
dapat dilihat pada Lampiran 14.
pertemuan pipa pada persimpangan (Kerr 2008). Gambar
manhole
dapat dilihat
pada Lampiran 26.
Kedalaman galian terhitung segmen 3-4 mencapai 11.62 m. Pompa
diletakkan di antara segmen 3-4 sehingga segmen ini harus dipecah menjadi
segmen 3-a dan segmen a-4. Contoh gambar potongan melintang segmen 3-4
setelah penggunaan pompa dapat dilihat pada Gambar 6. Titik a merupakan titik
tempat pompa diletakkan, yaitu 110 m dari titik 3 dan 100 m dari titik 4. Titik a
pada segmen 3-a dan a-4 berbeda cara perhitungannya. Perhitungan titik a pada
segmen 3-a masih tergantung pada elevasi dasar saluran (EDS) pada titik 3,
sedangkan titik a pada segmen a-4 merupakan elevasi dasar saluran baru setelah
dilakukan pemompaan. Setelah penggunaan pompa, kedalaman galian segmen 3-a
menjadi 4.82 m dan segmen a-4 menjadi 5.95 m. Hasil perhitungan penanaman
pipa dapat dilihat pada Lampiran 15.
Gambar 6 Potongan melintang segmen 3-4
Fungsi pompa mengangkut air limbah dari tempat rendah ke tempat lebih
tinggi untuk menghindari penanaman pipa yang terlalu dalam dan memberikan
tekanan yang cukup untuk proses pengolahan. Kapasitas pompa direncanakan
berdasarkan aliran puncak air limbah, demikian pula dengan perpipaan pada
rumah pompa. Semakin besar kapasitas pompa, biaya untuk perawatan dan
pengontrolan sistem perpompaan akan semakin mahal (Analisse 2009). Pompa
sentrifugal merupakan jenis pompa yang umum digunakan untuk memompa air
limbah karena tidak mudah tersumbat. Penggunaan pompa rendam (
submersible
)
untuk air limbah lebih baik karena dapat mencegah terjadinya kavitasi (Brodie
2007).
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju TSK
boleh berdekatan dengan badan air. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
terjadinya rembesan air limbah ke dalam badan air (Ashley 2009). Kemudian,
TSK ini ditempatkan di daerah-daerah berupa perkampungan atau pada kelurahan
yang belum berkembang dari sisi ekonomi. Hal ini disebabkan pelayanan sistem
panyaluran air limbah menuju IPAL memerlukan biaya cukup tinggi. Lokasi TSK
di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Rencana lokasi TSK
Lokasi TSK 1 berada di Kelurahan Pakuan. TSK 1 melayani air limbah dari
Kelurahan Pakuan, Kelurahan Sindangrasa, Kelurahan Sindangsari, Kelurahan
Muarasari, Kelurahan Harjasari, Kelurahan Kertamaya, Kelurahan Genteng,
Kelurahan Rancamaya, dan Kelurahan Kertamaya. Jumlah blok pelayanan TSK 1
sebanyak tujuh blok. Jumlah segmen pipa pada TSK 1 sebanyak 19 segmen.
Segmen dibatasi oleh
manhole
dengan jarak sebesar 210 m.
Manhole
direncanakan sebanyak 19 buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 1 adalah 4440 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Rancamaya. Nilai total Q peak pada TSK
1 sebesar 1.61 m
3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 850 mm.
Penggelontoran pada TSK 1 hanya terdapat pada segmen 4-5 di Kelurahan
Kertamaya dengan Qg sebesar 0.01 m
3/detik.
Lokasi TSK 2 berada di Kelurahan Mulyaharja. TSK 2 melayani air limbah
dari Kelurahan Mulyaharja, Kelurahan Ranggamekar, dan Kelurahan Pamoyanan.
Jumlah blok pelayanan TSK 2 sebanyak empat blok. Jumlah segmen pipa pada
TSK 2 sebanyak 22 segmen.
Manhole
direncanakan sebanyak 22 buah. Panjang
jalur pipa menuju TSK 2 adalah 4740 m dengan titik awal terdapat di Kelurahan
Mulyaharja. Nilai total Q peak pada TSK 2 sebesar 1.33 m
3/detik dengan diameter
pipa inlet sebesar 800 mm. Penggelontoran pada TSK 2 hanya terdapat pada
segmen 20-21 di Kelurahan Mulyaharja dengan Qg sebesar 0.01 m
3/detik.
segmen pipa pada TSK 3 sebanyak lima segmen dengan jumlah
manhole
yang
direncanakan adalah lima buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 3 adalah 630 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Ciluar. Nilai total Q peak pada TSK 3
sebesar 0.32 m
3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 450 mm. Penggelontoran
pada TSK 3 hanya terdapat pada segmen 42-43 di Kelurahan Ciluar dengan Qg
sebesar 0.01 m
3/detik.
Lokasi TSK 4 berada di Kelurahan Situgede. TSK 4 melayani air limbah
dari Kelurahan Situgede, Kelurahan Margajaya, Kelurahan Balumbangjaya, dan
Kelurahan Bubulak. Jumlah blok pelayanan TSK 4 sebanyak empat blok. Jumlah
segmen pipa pada TSK 4 sebanyak tujuh segmen dengan jumlah
manhole
yang
direncanakan adalah tujuh buah. Panjang jalur pipa menuju TSK 4 adalah 1620 m
dengan titik awal terdapat di Kelurahan Balumbangjaya. Nilai total Q peak pada
TSK 4 sebesar 0.34 m
3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar 650 mm.
Penggelontoran pada TSK 4 hanya terdapat pada segmen 47-48 di Kelurahan
Balumbangjaya dengan Qg sebesar 0.02 m
3/detik.
Lokasi TSK 5 berada di Kelurahan Kencana. TSK 5 melayani air limbah
dari Kelurahan Kencana. Jumlah blok pelayanan TSK 5 sebanyak dua blok.
Jumlah segmen pipa pada TSK 5 sebanyak sembilan segmen dengan jumlah
manhole
yang direncanakan adalah sembilan buah. Panjang jalur pipa menuju
TSK 5 adalah 2100 m dengan titik awal terdapat di Kelurahan Kencana. Nilai
total Q peak pada TSK 5 sebesar 0.74 m
3/detik dengan diameter pipa inlet sebesar
600 mm. Penggelontoran pada TSK 4 hanya terdapat pada segmen 54-55 di
Kelurahan Kencana dengan Qg sebesar 0.004 m
3/detik.
Pada sistem penyaluran air limbah menuju TSK, penanaman pipa
menggunakan pompa sebanyak tiga pompa. Dua pompa terdapat pada segmen
pipa menuju TSK 1, sedangkan satu pompa terdapat pada segmen pipa menuju
TSK 4. Contoh penggunaan pompa terdapat di segmen 2-3 di Kelurahan
Rancamaya. Kedalaman galian terhitung segmen 2-3 mencapai 10.50 m. Pompa
diletakkan di antara segmen 3-4 sehingga segmen ini harus dipecah menjadi
segmen 2-a dan segmen a-3. Jarak perletakan pipa, yaitu 70 m dari titik 2 dan 180
m dari titik 3. Setelah pompa digunakan, kedalaman galian segmen 2-a menjadi
5.72 m dan segmen a-3 menjadi 5.78 m. Hasil perhitungan lengkap perencanaan
TSK dapat dilihat pada Lampiran 16 hingga Lampiran 21.
Penentuan Intensitas Curah Hujan
Sistem perencanaan drainase skala mikro memerlukan data curah hujan
tahunan tahun 2000-2013. Langkah awal dalam pengolahan data curah hujan
adalah perhitungan hujan rencana dengan menggunakan Metode Gumbel. Metode
ini sering digunakan untuk menganalisis keadaan maksimum seperti analisis
frekuensi banjir (Okonkwo 2010). Beberapa data dari sumber literatur dibutuhkan
untuk kalkulasi Metode Gumbel, seperti nilai faktor
reduced standar deviasi
(Sn),
Nilai variabel Yt tergantung pada tahun Periode Ulang Hujan (PUH). Persamaan
untuk mencari nilai Yt adalah sebagai beikut:
-
-
-
(Pers. 45)
Keterangan:
Yt =
reduced variate
T = periode ulang hujan
Penelitian ini menggunakan PUH 5, 10, dan 20 sehingga nilai Yt diperoleh
menggunakan Persamaan (44) berturut-turut sebesar 1.49, 2.25, dan 2.96. Analisis
frekuensi kejadian hujan menghasilkan nilai hujan rencana satu hari (R24) dalam
perhitungan intensitas curah hujan. Nilai R24 masing-masing PUH adalah
361.427 mm, 394.254 mm, dan 425.315 mm.
Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan melalui tiga metode, yaitu
Metode Talbot, Metode Sherman, dan Metode Ishiguro. Pemilihan ketiga metode
tersebut berdasarkan pada nilai standar deviasi (SD) yang paling kecil. Nilai SD
dari ketiga metode tersebut untuk PUH 20 berturut-turut sebesar 8.80, 5.64, dan
7.59. Berdasarkan hasil tersebut, metode terpilih adalah Metode Sherman. Standar
deviasi adalah akar kuadrat dari varians dan menunjukan standar penyimpangan
data terhadap nilai rata-rata. Semakin kecil nilai standar deviasi, maka
implementasi semakin baik karena semakin kecil nilai kesalahan (Okky 2013).
Kurva
Intencity Duration Frequency
(IDF) dibuat berdasarkan hasil perhitungan
Metode Sherman. Kurva IDF disajikan pada Gambar 8. Hasil perhitungan
intensitas curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 22.
Gambar 8 Kurva IDF berdasarkan Metode Sherman
Berdasarkan kurva pada Gambar 5, nilai PUH terpilih untuk perencanaan
sistem drainase skala mikro adalah PUH 20. Intensitas hujan pada menit ke-59
untuk PUH 5, 10, dan 20 berturut-turut adalah 204.76 mm/jam, 221.95 mm/jam,
dan 238.15 mm/jam. Nilai tersebut sesuai dengan pendapat Willems (2007).
Semakin besar tahun PUH semakin tinggi tingkat intensitas hujan. Hal ini akan
200 220 240 260 280 300 320 340 360
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Inte
ns
it
a
s
H
uja
n (
m
m
/j
a
m
)
Waktu (menit)
PUH 5 TAHUN
PUH 10 TAHUN
berdampak pada rancangan sistem drainase. Jika intensitas hujan semakin besar,
maka rancangan dimensi saluran akan semakin besar (Ota & Nalluri 2007).
Kurva IDF adalah salah satu alat yang paling umum digunakan dalam
rekayasa sumber daya air, baik untuk perencanaan, perancangan dan operasi
proyek sumber daya air, atau perlindungan dari berbagai proyek rekayasa
(misalnya jalan raya, dan lain-lain) (Taheri, 2011). Suroso (2006) menyebutkan
bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data
dari rekaman data hujan.
Perencanaan Sistem Drainase Skala Mikro
Perhitungan sistem drainase skala mikro diawali dengan membuat blok-blok
pelayanan di Kota Bogor. Blok pelayanan sistem drainase skala mikro dibatasi
oleh jalan utama. Selain itu, blok pelayanan sistem drainase mikro harus dekat
dengan bangunan penggelontoran karena air limpasan yang masuk ke dalam
saluran drainase akan dialirkan langsung ke dalam bangunan penggelontoran.
Selanjutnya, luasan area blok pelayanan juga harus diperhatikan. Hal ini
disebabkan luasan blok pelayanan berbanding lurus dengan debit limpasan.
Gambar blok pelayanan drainase skala mikro dapat dilihat pada Lampiran 32.
Kebutuhan debit penggelontoran berkisar 0.03 m
3/detik sehingga blok pelayanan
tidak memerlukan luasan terlalu besar.
Jumlah penggelontoran pada sistem penyaluran air limbah domestik menuju
IPAL adalah 53 titik, sedangkan jumlah penggelontoran pada sistem penyaluran
air limbah domestik menuju TSK adalah 5 titik. Oleh karena itu, bangunan
penggelontoran di seluruh Kota Bogor adalah 58 titik. Satu sistem drainase mikro
minimal melayani tiga blok pelayanan dan maksimal melayani 6 blok pelayanan.
Pada perhitungan debit saluran, nilai koefisien pengaliran (C) untuk permukiman
adalah 0.4. Nilai C ini tergantung pada kondisi dan karakteristik daerah
pengaliran. Nilai lengkap koefisien C dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai C akan
semakin besar jika daerah kedap air di daerah pengaliran bertambah besar (Yiping
2006).
Kisaran debit pada saluran drainase mikro adalah 0.25 m
3/detik. Pada
perhitungan dimensi saluran, nilai lebar dasar saluran (b) diasumsikan sesuai
dengan nilai b hasil observasi di lapangan. Hasil observasi nilai b pada saluran
drainase jalan arteri sekitar 0.5-1 m sehingga nilai kisaran b pada penelitian ini
adalah 0.43 m. Kecepatan aliran diasumsikan berada diantara 0.6-3 m/detik.
Menurut Erikkson (2009), kecepatan aliran kurang dari 0.6 m/detik menimbulkan
sedimentasi dan menjadi tempat nyamuk bertelur, sedangkan kecepatan aliran
lebih dari 3 m/detik menyebabkan erosi pada permukaan saluran. Jadi, kecepatan
aliran yang diasumsikan sebesar 2 m/detik. Kedalaman saluran memiliki kisaran
sebesar 0.42 m. Penentuan bentuk atau profil saluran perlu diperhatikan aspek
ekonomi dengan luas penampang tertentu. Saluran direncanakan dengan bentuk
persegi panjang. Saluran ini digunakan jika debit dihasilkan besar dan saluran
merupakan saluran terbuka (Novak 2010). Gambar potongan melintang jaringan
sistem drainase mikro dapat dilihat pada Lampiran 29.
Republik Indonesia. Untuk kisaran debit air limpasan sebesar 0.25 m
3/detik, maka
nilai x adalah 1.00 (Lampiran 5). Kisaran debit akhir (Q cek) pada saluran
drainase mikro adalah 0.61 m
3/detik. Nilai tersebut telah memenuhi debit
penggelontoran yang diperlukan oleh sistem perencanaan air limbah dengan
kisaran sebesar 0.03 m
3/detik. Debit air limpasan dari bangunan penggelontoran
ke titik gelontor disalurkan melalui pipa. Diameter pipa disesuaikan dengan
kebutuhan debit penggelontoran sehingga diameter pipa inlet ke titik
penggelontoran berbeda-beda. Diameter terbesar inlet pada titik gelontor sebesar
60 mm, sedangkan diameter terkecil sebesar 5 mm. Hasil perhitungan lengkap
drainase mikro dapat dilihat pada Lampiran 23 hingga Lampiran 25.
Penentuan Kapasitas Bangunan Penggelontor
Titik penggelontoran di seluruh Kota Bogor adalah 58 titik termasuk titik
penggelontoran pada sistem penyaluran air limbah menuju TSK. Lokasi bangunan
penggelontor beserta debit influen dan efluen lebih lengkap disajikan pada
Lampiran 6. Contoh bangunan penggelontor pertama pada segmen 1-3 di
Kelurahan Katulampa. Debit influen bangunan penggelontoran sebesar 0.36
m
3/detik, sedangkan debit efluen sebesar 0.02 m
3/detik. Nilai debit influen
memenuhi kebutuhan kapasitas oleh titik gelontor bahkan berlebih. Kelebihan air
ini akan ditampung di dalam bangunan penggelontoran (Calvin 2009). Durasi
untuk menampung air berlebih dalam bangunan penggelontoran berbeda-beda
pada setiap segmen pipa yang digelontorkan. Kisaran penyimpanan air limpasan
berlebih berkisar tujuh hari di dalam bangunan penggelontoran. Gambar bangunan
penggelontor dapat dilihat pada Lampiran 27.
Sistem penggelontoran dibagi menjadi dua, yaitu sistem kontinu dan sistem
periodik (Carl 2007). Menurut Carl, sistem kontinu adalah penggelontoran secara
terus menerus dengan debit yang konstan. Kelebihan sistem kontinu tidak
memerlukan bangunan penggelontor disepanjang jalur pipa, tetapi cukup berupa
bangunan pada awal saluran atau berupa terminal
clean out
yang terhubung
dengan pipa transmisi air penggelontor. Selain itu, kelebihan lain sistem kontinu
adalah kemungkinan saluran tersumbat kecil, dapat terjadi pengenceran air
limbah, serta sistem operasi mudah. Kekurangan sistem ini yaitu, debit
penggelontoran konstan memerlukan dimensi saluran lebih besar, dan
penambahan beban hidrolis terjadi pada IPAL.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
Konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik kota Bogor menuju IPAL
memiliki jumlah blok pelayanan sistem penyaluran air limbah 254 blok.
Jumlah segmen pipa dibuat sebanyak 323 segmen dengan panjang pipa setiap
segmen adalah 210 dan jumlah
manhole
adalah 334 buah. Jumlah IPAL yang
direncanakan adalah dua buah dengan jalur terpanjang yang menuju IPAL 1 di
Kelurahan Bantarjati, yaitu 8280 m, sedangkan jalur terpanjang yang menuju
IPAL 2 di Kelurahan Mekarwangi memiliki panjang 12,240 m. Satu segmen
pipa minimal mempunyai satu blok pelayanan dan maksimal memiliki tiga
blok pelayanan. Diameter pipa pada inlet IPAL 1 sebesar 900 mm, sedangkan
diameter pipa pada inlet IPAL 2 sebesar 1000 mm. Kisaran kecepatan aliran di
dalam pipa sebesar 1 m/detik dengan titik penggelontoran sebanyak 53 titik.
2.
Konfigurasi sistem penyaluran air limbah domestik kota Bogor menuju TSK
memiliki jumlah blok pelayanan sebanyak 20 blok pelayanan. Jumlah
manhole
sebanyak 62 buah dengan panjang segmen pipa sebesar 210 m. Jumlah TSK
direncanakan sebanyak lima buah dengan jalur terpanjang menuju TSK 2, yaitu
4740 m, sedangkan jalur terpendek menuju TSK 3 sepanjang 630 m. Diameter
pipa inlet untuk TSK 1 hingga TSK 5 masing-masing adalah 850 mm, 800 mm,
450 mm, 650 mm, dan 600 mm. Titik penggelontoran pada sistem penyaluran
air limbah menuju TSK adalah sebanyak lima titik.
3.
Konfigurasi sistem drainase mikro kota Bogor memiliki nilai Periode Ulang
Hujan (PUH), yaitu 5, 10, dan 20 tahun dengan nilai R24 masing-masing
adalah 361.427 mm, 394.254 mm, dan 425.315 mm. Perhitungan intensitas
curah hujan dilakukan melalui Metode Sherman. Pemilihan tersebut
berdasarkan pada nilai standar deviasi terkecil. Bentuk saluran drainase adalah
persegi panjang dengan lebar saluran berkisar 0.43 m dan kedalaman saluran
berkisar 0.42 m. Debit air limpasan untuk penggelontoran sebesar 0.61
m
3/detik.
Saran
Sistem perpipaan air limbah perlu dibangun menuju IPAL dan TSK. Kota
Bogor memerlukan dua unit IPAL dan lima unit TSK untuk melayani pengolahan
air limbah seluruh penduduk Kota Bogor. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan
mengenai kehilangan tekanan pada sistem perpipaan. Sumberdaya yang memadai
diperlukan untuk mengoperasikan IPAL dan TSK, yaitu air, listrik, dan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ashley, R. 2009. Sediment Transport in Sewers
–
A Step Towards The Design of
Sewers to Control
Sediment Problems”.
International Journal of Civil
Engineering and Technology
(IJCIET), ISSN 0436-8548, ISSN 0436-8556,
Vol. 7, Issue 4, January-June.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Bogor. 2012. Pencemaran Lingkungan
Kota Bogor Tahun 2012. Bogor: Badan Lingkungan Hidup.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012.
Bogor dalam Angka 2012
. Bogor: Badan Pusat
Statistik.
Brodie, S. 2007. Types of pumps for wastewater in sewer system.
International
Journal of Civil Engineering and Technology
(IJCIET), ISSN 0182-1324,
ISSN 0182-1332, Vol. 1, Issue 4, January-June.
Calvin, K. 2009. Flushing periode of sewer system. Journal of Enviromental
Engineering, Vol 234(9), 124-132, March.
Carl, P. 2007. Planning of flushing station in sewer system.
International Journal
of Civil Engineering and Technology
(IJCIET), ISSN 2143, ISSN
0154-2151, Vol. 3, Issue 2, July-December.
Ditjen Cipta Karya Departemen PU. 2005. Kriteria Perencanaan Sektor Air
Bersih.
Erikkson, E. 2009. Probabilistic design of open drainage channels.
Journal
Irrigation Drainage Engineering
, ISSN 0118-8681, ISSN 0118-8689, Volume
2, Issue 3, January-June.
Gambiro, Henny.
Pengelolaan Limbah Cair Vol VI
, Universitas Mercu Buana,
Jakarta, 2012.
Ginanjar, Yoggie. 2007. Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik
Kecamatan Garut Kota Dengan Sistem “
Pipa Riol Kecil”.
Jurnal Ilmiah
Lingkungan
. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan ITB, Bandung.
Hardjosuprapto, Moh. Masduki (MODUTO),
Penyaluran Air Buangan Vol II
,
Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2000.
Howard, G. 2009. Design of manhole placement.
Journal of Civil Engineering
,
Vol 342, 153-162.
Ilmi, N. 2009. Perencanaan debit penggelontoran dalam sistem air limbah. Jurnal
Teknik Sipil, Vol. 211(2), 243-250, September.
Imhoff, K., Fair, G. M. 1956.
Sewage
Treatment
. John Wiley And Sons, Inc., New
York, New York.
Jatmiko, Agus. 2007. Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik.
Jurnal
Lingkungan
. Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Dipenogoro,
Semarang.
Jeya, R. 2012. Peak Factor In The Design Of Water Distribution-Analysis.
International Journal of Civil Engineering and Technology
(IJCIET), ISSN
0976-6308, ISSN 0976
–
6316, Volume 3, Issue 2, July-December.
Kerr, Jessica. 2008.
Hinton eco-industrial park first to use sewer system
.
Internasional Journal of Environment Engineering and Technology
, Vol.
101-4299 Canada Way, Burnaby, BC V5G 1H3, Canada.
Novak, P. 2010. Sediment Transport in Smooth Fixed Bed Channels.
Journal
Hydraulogic Civil Engineering,
Vol. 101(9), 1139
–
1154.
Ota, J.J. dan Nalluri, C., 2007. Urban Storm Sewer Design: Approach in
Consideration of Sediments.
Journal Hydraulogic Engineering,
Vol. 129(4),
291-297.
Okky, Afrizal. 2013. Perancangan Instrumentasi Untuk Perhitungan Standar
Deviasi
dan Standar Error Barometer Tabung Bourdon.
Jurnal Teknik
.
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Dipenogoro, Semarang.
Okonkwo, C.C. 2010. Rainfall Intensity Method Analysis for South Eastern
Nigeria.
International Journal of Agricultural Engineering: The CIGR
Ejournal
, Vol. XII, July-December.
Phareal, W. 2008. Constructed of aerobic treatment processes.
Journal of Civil
Engineering Technology
, Vol. 234(1), 154-163.
Portal Informasi Data Investasi Indonesia (PIDII). 2014. Gambaran Umum Kota
Bogor. Bogor: Pemerintah Kota Bogor.
Taheri, Behzad. 2011. Establishment of Intensity-Duration-Frequency Curves for
Precipitation.
Journal of Hydrology
, Vol. 347, 197
–
210.
Qasim, Syed R. 1985.
Wastewater Treatment Plant (Planning, Design, and
Operation)
. CBS College Publishing. USA.
Rahmawati, F. 2012.
Detail Engineering Design
(DED) Sistem Penyaluran Air
Limbah Dan Instalasi Pengolahan Air Limbah Kawasan Industri BSB City,
Mijen Kota Semarang.
Jurnal Lingkungan
. Program Studi Teknik Lingkungan,
Universitas Dipenogoro, Semarang.
Reymond, T. 2007. Peak Hours Factor And Daily Maximum Factor Analysis.
International Journal of Civil Engineering and Technology
(IJCIET), ISSN
0651-3976, ISSN 0651
–
3984, Volume 1, Issue 2, January-June.
Strategi Sanitasi Kota Bogor (SKK). 2010.
Kerangka Kerja Sanitasi Kota Bogor
Tahun 2010-2015
. Bogor: Pemerintah Kota Bogor.
Suripin. 2004.
Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
.
Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan Untuk Membuat Kurva
Intensity-Duration-Frequency
(IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas. Jurnal
Teknik Sipil, Vol. 3, No. 1, Januari.
Thomas, L. 2010. Planning of hydrolic piping system.
Journal of Civil
Engineering
, Vol. 37, 165-173.
Watson, J. 2010. Calculation of wastewater discharge on urban sewer. Journal of
Civil Engineering, Vol 231(3), 342-352, June.
Willems, P. 2007. Compound intensity-duration-frequency-relationships of
extreme precipitation for two seasons and two storm types.
Journal of
Hydrology
, vol. 233, pp. 189-205.
Lampiran 1 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan air limbah
No.
Pers.
Rumus Perhitungan
Keterangan
7)
Q = debit (l/dtk)
Q
ab= debit air buangan
(l/dtk)
qr = debit air buangan
rata-rata (l/dtk)
Q
min= debit minimum
(l/dtk)
PE = penduduk ekivalen
(jiwa)
Q
md= debit maksimum
(l/dtk)
f
md= 1.25-2
Cr = 0.1-0.3
L = panjang pipa (m)
Q
peak= debit puncak
(l/dtk)
D = diameter pipa (mm)
V = kecepatan (m/dtk)
n = koef. kekasaran
Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = slope
V
w= kec. aliran
penghantar (m/dtk)
g = gravitasi (m/dtk
2)
Ag = luas penampang
basah (m
2)
8)
9)
10)
11)
a. Permukaan
b.
Saluran
(
)
12)13)
14)
√
(
)
15) 16)Slope pipa merupakan asumsi dengan syarat yang
harus dipenuhi :
Q full awal
≤
Q full akhir dan V full akhir 0.6-3
m/dtk
17)18)
19)
(
)
*) V peak/V full didapatkan dari grafik design of
main sewers dengan d/D = 0.8
20)
(
)
21)Lampiran 1 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan air limbah (lanjutan)
No.
Pers.
Rumus Perhitungan
Keterangan
22)
Rumus-rumus penggelontoran :
√
(
̅̅̅̅)
̅̅̅̅̅̅̅
(
)
(
)
̅̅̅̅
= 2/5 x dg
dg = kedalaman titik
berat air pd
kedalaman
berenang
̅̅̅̅̅̅̅
= 2/5 x dmin
dmin = kedalaman
titik berat air
pd
kedalaman
minimum
Qg = debit
penggelotora
n (m
3/dtk)
L = panjang saluran
(m)
EDS = elevasi dasar
saluran (m)
EMA = elevasi muka
air (m)
23)
Elevasi tanah (ET) dibagi mejadi dua, yaitu ET manhole 1
(Us) dan ET manhole 2 (Ds)
24)
25)
(
)
(
)
Lampiran 2 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan drainase mikro
No.
Pers.
Rumus Perhitungan
Keterangan
26)
(
)
Dengan
dan
SN =
reducted standar
deviasi
= 1.0493
Yn =
reducted mean
=
0.5362
SR = standar deviasi
R = rata-rata curah
hujan
I = intensitas curah
hujan (mm/jam)
t = waktu hujan
(menit)
a,b = konstanta
tergantung pd
lamanya curah
hujan
So = slope limpasan
(%)
Lo = panjang limpasan
(m)
Ho = elevasi muka
tanah (m)
to = waktu limpasan
(menit)
td =
time drain
(menit)
tc =
time of
consentration
Ld = panjang saluran
(m)
Vd = kecepatan aliran
asumsi (m/s)
Cs =
storage factor
Q = debit aliran (m
3/s)
Y = tinggi muka air
b = lebar dasar saluran
(m)
F =
freeboard
(m)
H = tinggi saluran (m)
R = jari-jari hidrolis
(m)
n = koefisien Manning
27)
(
)
(
)
(
)
28)dengan
29)
a. Metode Talbot :
dengan
( ) ( )
( )
b. Metode Sherman :
dengan
( )
c.
Metode Ishiguro :
dengan
( ) ( ) ( )
Lampiran 2 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan drainase mikro
(lanjutan)
No.
Pers.
Rumus Perhitungan
Keterangan
36)
A = luas area (m
2
)
ET = elevasi tanah
(m)
EDS = elevasi
dasar
sa