• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu

Performa itik cihateup jantan umur 1-10 minggu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Performa Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian Peubah yang diamati Perlakuan Pakan* K KB KBC KBE Konsumsi ransum (g/ekor) 5976±44,85 5952±1,07 6029±66,60 5959±6,63 Bobot awal (g/ekor) 69,50±11,26 68,61±12,4 68,69±11,33 67,67±15,17 Bobot akhir (g/ekor) 1416,4±143,0a 1376,8±79,49a 1355,4±56,68a 1531,1±24,0b Pertambahan bobot badan (g/ekor) 1346,9±134,5a 1308,2±71,35a 1286,7±52,4a 1463,4±29,0b Konversi ransum Selisih konversi ransum perlakuan vs kontrol (%) 4,57±0,21a

4,62±0,15a 1,09 4,56±0,42a -0,22 4,07±0,08b -10,94

Ket:*)K= ransum komersial; KB= ransum komersial+beluntas 0,5%; KBC= ransum komersial+beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg/Kg; KBE= ransum komersial+beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU

Superkrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Konsumsi Ransum

Pada Tabel 4, terlihat bahwa rataan konsumsi ransum itik antar perlakuan memiliki hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E tidak memberikan perbedaan palatabilitas ransum. Gunawan (2005) melaporkan bahwa pemberian tepung daun beluntas dalam ransum sebesar 0%; 0,5% dan 1% selama delapan minggu tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum sebesar 4.883,2-4.885,9 g/ekor.

Randa (2007), melaporkan rataan ransum itik lokal yang dipelihara selama 10 minggu dengan suplementasi vitamin E dan C tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum adalah 7.997±42,84 g/ekor. Hasil penelitian Randa (2007) sejalan dengan hasil penelitian Purba (2010), yang melaporkan bahwa pemberian suplementasi santoquin dan vitamin E pada ransum itik umur 10 minggu

tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum berkisar antara 8.272,50±260 hingga 8.780,36±12,29 g/ekor. Hal ini menggambarkan bahwa suplementasi antioksidan dalam ransum tidak berpengaruh negatif terhadap konsumsi ransum. Grafik konsumsi ransum per ekor per minggu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Konsumsi Ransum per Ekor per Minggu Selama Penelitian Pada Gambar 8 terlihat bahwa konsumsi ransum dari minggu ke minggu bertambah sejalan dengan makin bertambahnya umur itik cihateup jantan. Pada minggu 1-10 konsumsi ransum antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena kandungan energi dan protein ransum antar perlakuan relatif sama. (Tabel 2 dan 3). Kandungan energi dan protein dalam ransum menurut Iskandar et al. (2001) akan menentukan besarnya konsumsi ransum. Pemberian daun beluntas dalam ransum tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, hal ini menunjukkan bahwa tanin yang terkandung dalam beluntas tidak menurunkan palatablititas ransum. Hasil konsumsi ransum yang tidak berbeda atau tidak menurunnya palatabilitas ransum tersebut diduga karena kandungan tanin dalam ransum masih rendah. Kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu 1,88% (Rukmiasih et al., 2010), berdasarkan perhitungan kandungan tanin dalam 1.000 g ransum dengan taraf 0,5% tepung daun beluntas mengandung 0,01% tanin. Jumlah konsumsi ransum itik cihateup jantan selama pemeliharaan berkisar 5.952-6.029 g/ekor. Berdasarkan jumlah konsumsi ransum selama 10 minggu pemeliharaan kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu sebesar 0,05%. Menurut Widodo (2002), pemberian ransum yang mengandung tanin

sebesar 0,33% tidak membahayakan untuk unggas, tetapi pemberian kadar tanin mencapai 0,5% atau lebih menyebabkan penurunan pertumbuhan.

Pada minggu ke 6-8, konsumsi ransum pada penelitian ini menurun, hal ini disebabkan oleh menurunnya kandungan energi dan protein pada ransum itik perlakuan. Kandungan energi dan protein dalam ransum menurut Iskandar et al. (2001) akan menentukan besarnya konsumsi ransum.

Bobot Badan

Rataan bobot badan akhir itik cihateup jantan umur 1-10 minggu memiliki hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Itik yang diberi pakan yang mengandung tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU, memiliki bobot badan akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. hal ini diduga karena kandungan nutrien dalam ransum vitamin E dapat diserap dengan baik oleh itik. Menurut Almatsier (2006), mekanisme vitamin E diserap dibagian usus halus dan dibawa ke hati. Fungsi hati adalah mensekresikan getah empedu, dalam getah empedu terdapat asam empedu yang membantu penyerapan asam lemak, kolesterol dan vitamin larut lemak (Yuwanta, 2004). Semakin banyak vitamin E yang terserap di hati maka hati akan bekerja dengan baik dalam metabolisme ransum yang dikonsumsi, sehingga nutrien dalam ransum seperti lemak bisa dikonversikan menjadi daging. Menurut Soeparno (2005), komponen penyusun daging yaitu air, protein, lemak dan karbohidrat. Banyaknya daging yang terbentuk dalam tubuh itik maka akan menghasilkan bobot badan yang tinggi. Bobot badan itik cihateup selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Bobot Badan Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian

Pertambahan Bobot Badan

Pada Tabel 4, terlihat bahwa pertambahan bobot badan (PBB) itik yang diberi tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU (KBE) nyata (P<0,05) memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan daun beluntas 0,5% (KB) dan perlakuan daun beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg (KBC). Hal ini karena bobot badan akhir pada perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KB dan KBC. Hal ini berarti nutrien dalam ransum yang masuk ke dalam tubuh itik terserap lebih baik daripada KB, KBC dan kontrol sehingga menghasilkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik dan pertambahan bobot badan yang diperoleh menjadi optimal.

Gunawan (2005) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik akibat penambahan tepung daun beluntas dalam ransum dengan taraf 0,5% dan 1% selama delapan minggu pemberian tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, begitupun dengan bobot badan akhir yang dihasilkan setelah itik mencapai umur 10 minggu. Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh berkisar antara 1.126-1.214 g/ekor.

Konversi Ransum

Pada Tabel 4, itik yang diberi ransum komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB) memiliki konversi ransum 1,09% lebih tinggi dari perlakuan Kontrol. Dibandingkan dengan perlakuan Gunawan (2005) konversi ransum penelitian ini lebih baik. Pemberian beluntas 1% pada penelitian Gunawan (2005) konversi ransumnya 21,93% lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Hal ini

menunjukkan penurunan pemberian beluntas 0,5% dapat memperbaiki konversi ransum itik.

Pemberian ransum yang mengandung tepung daun beluntas dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) dalam ransum menghasilkan konversi ransum lebih rendah 0,22% lebih rendah dari perlakuan kontrol. Hal ini berarti itik yang diberi ransum yang mengandung tepung daun beluntas 0,5%+vitamin C 250 mg dapat memperbaiki konversi ransum.

Pemberian ransum yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam ransum nyata (P<0,05) lebih rendah 10,94% dari perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena itik cihateup perlakuan KBE, memilki konsumsi yang tidak berbeda dengan perlakuan lain namun pertambahan bobot badan pada perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga menghasilkan konversi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan penggunaan beluntas dari 1% menjadi 0,5% yang dikombinasi dengan vitamin E memberikan hasil yang terbaik.

KESIMPULAN

Penambahan tepung daun beluntas 0,5%+vitamin E 400 IU dalam ransum menghasilkan bobot badan akhir, pertambahan bobot badan paling tinggi dan konversi ransum yang paling baik.

Dokumen terkait