• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pola dominan suhu udara

Pola suhu udara ditentukan dengan metode Empirical Orthogonal Function yang menghasilkan beberapa pola (EOF1, EOF2 dan seterusnya), dimana tiap pola tersebut tidak saling berkaitan dengan pola yang lain. Pola dominan suhu udara ditunjukkan melalui pola Empirical Orthogonal Function 1 (EOF1) yang merepresentasikan kondisi pola suhu udara bulanan selama 30 tahun dengan proporsi/presentase paling besar dibandingkan EOF2 dan EOF3.

Pola EOF1 hasil NCEP (gambar 2-a) menunjukkan adanya anomali positif dan negatif pada wilayah utara dan selatan ekuator. Pola ini menjelaskan 64.1% dari pola suhu udara NCEP. Berdasarkan pola EOF1, secara umum model memiliki pola yang serupa dengan EOF1 NCEP. Model BCC_CSM1.1 pada pola EOF1 (gambar 2-b) menunjukkan 74.1% dari keragaman suhu udara model. Hasil EOF1 model MPI-ESM-LR (gambar 2-c) menjelaskan 69% pola suhu udara model dan model IPSL-CM5A-LR (gambar 2-d) menjelaskan 71.4%. Ketiga model memiliki pola yang berbeda dengan NCEP pada lintang tinggi dan juga ekuator, namun secara umum proporsi EOF1 masing-masing model memiliki nilai yang masih berada dalam kisaran EOF1 NCEP.

Gambar 2 Pola EOF1 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR

EOF2 merupakan pola lain yang tidak berkaitan dengan EOF1 dan merepresentasikan kondisi suhu udara selama 30 tahun dengan presentase/proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan EOF1. Persentase masing-masing EOF2 pada ketiga model memiliki nilai yang berbeda dengan persentase EOF2 NCEP. EOF2 NCEP (gambar 3-a) menjelaskan 28.8% dari pola suhu udara NCEP. Pola EOF2 model BCC-CSM1.1 menjelaskan 19.8% , EOF2 model MPI-ESM-LR menjelaskan 21.9% dan EOF2 model IPSL-CM5A-LR

a b c d 0.05 -0.05 0

9 menjelaskan 21.1% dari pola suhu udara yang dihasilkan masing-masing model. Pola EOF2 yang terbentuk pada model BCC-CSM1.1 menyerupai NCEP pada wilayah Atlantik dan Pasifik Barat (dekat Filipina). EOF2 MPI-ESM-LR menyerupai NCEP pada wilayah Hindia dan Pasifik Timur. Pola yang dibentuk IPSL-CM5A-LR pada EOF2 memiliki kontur yang berbeda dengan NCEP.

Gambar 3 Pola EOF2 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR

Analisis pola dominan curah hujan

Gambar 4 Pola EOF1 curah hujan hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR

a b c d a b c d -0.05 0.05 0 -0.05 0 0.05

10

Pola dominan curah hujan wilayah tropis berdasarkan hasil GPCP pada EOF1 (gambar 4-a) dapat mewakili 70.7% dari pola curah hujan GPCP. Pola EOF1 menunjukkan adanya anomali positif dan negatif curah hujan pada wilayah utara dan selatan ekuator. Wilayah dengan anomali positif menunjukkan curah hujan pada wilayah tersebut lebih dari rata-rata sedangkan anomali negatif menunjukkan curah hujan dibawah rata-rata. Secara umum model BCC-CSM-1.1 memiliki pola EOF1 (gambar 4-b) yang menyerupai EOF1 GPCP (utara ekuator dominan anomali positif dan selatan ekuator anomali negatif), namun terdapat wilayah-wilayah yang anomalinya tidak menyerupai pola GPCP. Wilayah tersebut misalnya Amerika, Pasifik bagian barat, Afrika dan beberapa wilayah lain yang ditunjukkan oleh perbedaan nilai anomali. Model BCC-CSM1.1 menangkap pola ini sebagai pola dominan (66.9%).

Model MPI-ESM-LR pada EOF1 merepresentasikan 75.3% dari curah hujan yang dihasilkan model. Model IPSL-CM5A-LR pada EOF1 merepresentasikan 70.5% dari curah hujan yang dihasilkan model. Sama halnya dengan BCC-CSM1.1, EOF1 hasil model MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR secara umum menyerupai EOF1 (pergantian anomali positif dan negatif pada utara-selatan ekuator) namun tidak memiliki pola yang sesuai pada wilayah-wilayah tertentu.

Gambar 5 Pola EOF2 curah hujan hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR

EOF2 (gambar 5-a) menunjukkan 20.1% dari pola curah hujan GPCP. Pola yang dihasilkan pada EOF2 menunjukkan pada wilayah ekuator tepatnya pada Pasifik tengah sampai bagian timur, Amerika dan Atlantik memiliki anomali yang berkebalikan dengan wilayah lainnya.

Pola EOF2 masing-masing model tidak menyerupai pola EOF2 GPCP, namun nilai presentasenya masih berada dalam angka kisaran EOF2 GPCP. Model BCC-CSM1.1 (gambar 5-b) merepresentasikan 23.2% pola model. Model

a b c d -0.05 0.05 0

11 MPI-ESM-LR pada EOF2 merepresentasikan 15.5% dari pola curah hujan yang dihasilkan model. Model IPSL-CM5A-LR pada EOF2 merepresentasikan 18% dari pola model keseluruhan.

Klimatologi dan standar deviasi suhu udara musiman wilayah Tropis

Gambar 6 Klimatologi suhu udara bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR (2) (1) a b c d a b c d

12

Sebaran suhu udara di wilayah tropis dipengaruhi oleh posisi matahari di sepanjang tahun. Hasil suhu udara NCEP pada bulan Desember-Januari-Februari (gambar 6-1-a) menunjukkan suhu udara tinggi didominasi di wilayah selatan ekuator. Suhu udara rata-rata tertinggi (lebih dari 28 oC) terletak pada wilayah Australia tropis, perairan antara Australia-Indonesia, Pasifik ekuator bagian barat di sekitar pulau Solomon dan beberapa titik di Afrika. Nilai suhu udara rata-rata DJF terendah (kurang dari 18 oC) berdasarkan hasil NCEP terletak pada wilayah Sahara, pantai barat Amerika Selatan, Algeria, Libya, dan negara disekitarnya. Posisi matahari pada saat bulan JJA bergerak menuju utara menjauhi garis katulistiwa. Pada saat ini, suhu udara NCEP (gambar 6-2-a) menunjukkan adanya pergeseran wilayah dengan suhu tinggi menuju ke utara ekuator hingga lintang 23.5oLU. Sebaran suhu tertinggi pada bulan JJA mencangkup wilayah yang lebih banyak dibanding pada bulan DJF (kondisi matahari di sebelah selatan ekuator), karena wilayah daratan yang memiliki kemampuan lebih baik dalam menerima panas, lebih banyak terdapat di utara ekuator. Suhu tertinggi pada bulan JJA terjadi di Afrika lintang 10-20 oLU (Sahara dan sekitarnya), samudra Hindia yang terletak diantara India dan Asia, Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur memiliki suhu udara yang lebih tinggi pula. Suhu udara paling rendah berada di pantai barat Amerika selatan dan Afrika tropis bagian selatan.

Berdasarkan pola sebaran rata-rata suhu udara musiman, model BCC_CSM1.1 memiliki pola sebaran yang paling menyerupai NCEP (gambar 6-1-b dan 6-2-b). Hal ini terlihat dari sebaran pada wilayah Afrika, Hindia dan Pasifik baik pada bulan DJF maupun JJA. Selain itu diperkuat dengan pola sebaran standar deviasi model yang juga menyerupai hasil NCEP (gambar 7-1-b dan 7-2-b). Pola yang berbeda pada model ini ditunjukkan pada wilayah Amerika baik rata-rata klimatologi, maupun standar deviasi model.

Model IPSL-CM5A-LR pada bulan JJA memiliki pola sebaran rata-rata suhu udara yang lebih menyerupai NCEP dibanding dengan bulan DJF. Wilayah dengan pola suhu udara yang menyerupai NCEP pada bulan JJA yaitu Afrika tropis bagian Utara, Hindia, dan Pasifik Timur. Standar deviasi pada wilayah tersebut juga menyerupai pola standar deviasi NCEP pada bulan JJA.

Standar deviasi suhu udara menunjukkan simpangan tertinggi dan terendah dari suhu rata-rata pada setiap data. Standar deviasi NCEP pada bulan DJF lebih rendah dari pada bulan JJA (gambar 7-1-a dan 7-2-a). Hal ini bisa menyatakan keragaman suhu udara pada bulan JJA lebih tinggi dibanding pada bulan DJF. Standar deviasi tertinggi NCEP pada bulan DJF terletak di sekitar gurun Sahara, dengan kisaran 2-3oC. Standar deviasi pada bulan JJA tinggi pada lintang tinggi, baik di utara maupun selatan ekuator, dengan nilai lebih dari 4oC.

13

Gambar 7 Standar deviasi suhu udara bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR

Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan DJF

Bias suhu udara merupakan hasil selisih model dengan NCEP. Nilai bias negatif menunjukkan model underestimate terhadap NCEP sedangkan bias positif menunjukkan model overestimate terhadap NCEP. Nilai RMSE menunjukkan tingkat eror model terhadap NCEP. Nilai RMSE semakin tinggi menunjukkan tingkat eror model terhadap NCEP semakin tinggi. Hasil bias secara umum

(1) (2) a b c d a b c d

14

menunjukkan bahwa model cenderung overestimate di wilayah daratan dan cenderung underestimate di wilayah lautan.

Gambar 8 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah tropis bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

BCC_CSM1.1 menunjukkan wilayah sepanjang Samudra Hindia hingga Pasifik bagian barat dan Atlantik memiliki kesesuaian ditunjukkan dengan bias kecil yaitu antara -1oC sampai dengan 1oC (gambar 8-1-a) dan nilai RMSE rendah, yaitu 0-1oC (gambar 8-2-a). BCC_CSM1.1 memiliki tingkat eror tinggi (lebih dari 4oC) pada beberapa titik di Afrika bagian utara ekuator, pantai barat dan bagian tengah Amerika yang dilewati garis katulistiwa, dengan nilai RMSE lebih dari 5oC. Eror tinggi pada wilayah tersebut disebabkan karena model

(1) (2) a b c a b c

15

overestimate (ditunjukkan melalui gambar 8-1-a dan gambar 9). Underestimate

pada model terjadi pada wilayah lautan yang berada di lintang tinggi utara ekuator, dengan RMSE antara 2-4oC.

Hasil model MPI-ESM-LR menunjukkan wilayah Barat Amerika, Papua, dan Afrika Timur memiliki tingkat eror paling tinggi dibanding wilayah lain dengan nilai RMSE lebih dari 5oC (gambar 8-2-b). Model mengalami overestimate lebih dari 3oC (gambar 8-1-b) pada wilayah tersebut. Hal ini bisa dilihat pula melalui bias wilayah Afrika dan Amerika (gambar 9) yang menunjukkan model MPI-ESM-LR memiliki bias paling tinggi pada bulan DJF, baik dibandingkan dengan wilayah lain maupun model lain. Tingkat eror tinggi juga ditunjukkan pada wilayah Pasifik yang dilalui katulistiwa, dengan nilai RMSE 2-4oC, karena model mengalami underestimate dengan bias mencapai kurang dari -3oC (gambar 8-1-b). Wilayah Atlantik bagian selatan, perairan di selatan dan utara Pulau Jawa, Laut Sulawesi dan sekitarnya memiliki tingkat eror yang paling kecil dibanding wilayah lain ditunjukkan dengan nilai RMSE yang rendah 0-1oC dan bias berkisar antara -1 s.d 1oC.

Gambar 9 Bias suhu udara pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR

Model IPSL-CM5A-LR memiliki tingkat eror yang relatif lebih kecil dibanding dengan kedua model lainnya (gambar 8-2-c). Tingkat eror paling besar pada model ini yaitu di wilayah Afrika Utara, Amerika Tropis bagian barat dan tengah, dengan nilai RMSE berkisar 3-5 oC dan beberapa titik lebih dari 5 oC. Pada wilayah Afrika Utara/Sahara dan sekitarnya model underestimate dengan nilai bias kurang dari -4oC, selain itu nilai standar deviasi model lebih rendah dibanding standar deviasi NCEP. Pada wilayah Amerika tropis bagian barat dan tengah mengalami overestimate dengan selisih suhu berkisar antara 3-5 oC dan beberapa titik lebih dari 5 oC (gambar 8-1-c).

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

Afrika Indonesia Hindia Pasifik Amerika

B

ias (o

C) IPSL

BCC MPI

16

Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan JJA

Wilayah yang memiliki suhu udara paling sesuai dengan NCEP pada model BCC_CSM1.1 yaitu Samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik dengan rata-rata bulan JJA 26-28 oC, standar deviasi 0-1oC, bias -1 sampai dengan 1 oC dan RMSE 0-1oC. Wilayah yang memiliki tingkat eror paling tinggi yaitu di pantai Barat dan wilayah tengah Amerika Selatan, dengan nilai bias lebih dari 4 oC (gambar 10-1-a) dan RMSE lebih dari 5oC (gambar 10-2-a). Pada wilayah ini baik pada bulan DJF maupun JJA, model BCC_CSM1.1 selalu memiliki nilai rata-rata bias wilayah tertinggi dibandingkan pada wilayah lainnya (gambar 9 dan11).

Gambar 10 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah tropis bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

(1) (2) a b c a b c

17 Wilayah daratan Afrika pada model MPI-ESM-LR memiliki tingkat eror tinggi dengan nilai RMSE lebih dari 4oC dan nilai bias positif (model

overestimate). Baik pada bulan JJA maupun DJF bias positif pada wilayah ini merupakan bias tertinggi dibandingkan wilayah lain maupun model lain (gambar 9 dan 11). Begitu pula dengan wilayah Amerika, model juga memiliki RMSE lebih dari 5oC dengan nilai bias tertinggi dibanding model lainnya baik pada bulan DJF maupun JJA (gambar 9 dan 11). Tingkat eror tinggi juga ditunjukkan pada wilayah Pasifik ekuator dan wilayah Atlantik yang berbatasan dengan Amerika Selatan dengan RMSE 2-4 oC dan nilai bias negatif (gambar 10-1-b dan 10-2-b). Wilayah yang memiliki RMSE kecil yaitu Perairan Indonesia, sebagian kecil Pasifik tropis bagian utara dengan nilai RMSE dan nilai bias 0-1oC.

Hasil model IPSL-CM5A-LR menunjukkan wilayah Afrika dan Amerika memiliki tingkat eror dan nilai rata-rata bias wilayah paling kecil dibanding model lainnya (gambar 10-2-c dan gambar 11), namun pada kedua wilayah tersebut model IPSL-CM5A-LR masih mengalami overestimate. Suhu udara pada wilayah daratan Indonesia pada model ini memiliki tingkat eror yang paling kecil dibanding kedua model lainnya, hal ini diperkuat dengan nilai bias yang mendekati 0 (gambar 10-1-c) dan nilai RMSE yang paling kecil (<2oC) dibandingkan BCC_CSM1.1 dan MPI-ESM-LR. Wilayah samudra Hindia bagian barat, beberapa wilayah di Pasifik tropis bagian utara dan beberapa bagian di selatan memiliki tingkat eror terendah pada model ini, dengan RMSE 0-1oC dan bias -1 sampai dengan 1 oC.

Gambar 11 Bias suhu udara pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan Amerika pada bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

Afrika Indonesia Hindia Pasifik Amerika

B

ias (o

C) IPSL

BCC MPI

18

Klimatologi dan standar deviasi curah hujan musiman wilayah Tropis

Gambar 12 Klimatologi curah hujan bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR

Pergerakan semu curah hujan tertinggi pada wilayah tropis di sepanjang tahun merupakan akibat dari pergerakan semu matahari yang menggeser zona-zona konveksi dan presipitasi. Akibatnya seperti terbentuk pita konveksi dan

(1) (2) a b c d a b c d

19 presipitasi yang memanjang secara zonal di wilayah tropis dan bergeser sepanjang tahun mengikuti pola pergerakan semu matahari, yang biasa disebut dengan

Intertropical Convergence Zone (ITCZ). Posisi ITCZ ditentukan oleh keseimbangan antara pemanasan permukaan laut dan konvergensi masa udara. ITCZ mengalami pergerakan menuju selatan selama periode DJF (Leech 2013). Wilayah Pasifik barat di selatan ekuator, tepatnya melintang dari Papua menuju sekitar wilayah 30 LS dan 120 BB, memiliki zona konveksi yang disebut South Pacific Convergence Zone (SPCZ) (Vincent, 1994). SPCZ merupakan bagian ITCZ yang selalu ada disepanjang tahun.

Curah hujan observasi dari GPCP menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi pada bulan DJF berada di sekitar ekuator dan selatan ekuator tepatnya di sekitar Indonesia, Pasifik tropis bagian barat (zona SPCZ) dan Amerika yang berada di Selatan ekuator. Pembentukan awan optimal bergeser menuju wilayah utara ekuator pada bulan JJA (wilayah Afrika, Asia, Pasifik). Hasil GPCP menunjukkan SPCZ terbentuk pula di sepanjang tahun, dengan nilai tertinggi (10-14 mm/hari) dan luasan wilayah yang terbesar pada bulan DJF. Hal ini sesuai dengan Vincent et al. (2009) bahwa SPCZ terbentuk dengan baik saat terjadi musim panas pada wilayah Australia atau dengan kata lain pada bulan DJF.

Model BCC_CSM1.1-CSM 1.1 mampu menangkap pergerakan ITCZ dan memiliki pola sebaran curah hujan yang menyerupai GPCP khususnya pada bulan JJA. Pada bulan DJF ketidaksesuaian pola terlihat di wilayah Pasifik tropis bagian utara. Model BCC_CSM1.1 juga mampu menunjukkan adanya SPCZ dengan nilai paling tinggi pada saat bulan DJF. Standar deviasi model BCC_CSM1.1 secara umum memiliki pola sebaran yang menyerupai, namun memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada standar deviasi GPCP.

Model MPI-ESM-LR secara umum mampu menunjukkan pergerakan ITCZ namun memiliki pola sebaran yang tidak sesuai pola GPCP, khususnya pada wilayah Asia, Pasifik, Amerika dan Atlantik baik pada DJF maupun JJA. Hanya terdapat beberapa wilayah yang memiliki pola menyerupai GPCP, yaitu pada wlayah Afrika dan Hindia pada DJF maupun JJA. Zona SPCZ pada model ini memiliki curah hujan yang sama pada DJF maupun JJA. Pola sebaran standar deviasi pada model ini baik DJF maupun JJA secara umum tidak menyerupai pola sebaran standar deviasi GPCP.

Model IPSL-CM5A-LR mampu menunjukkan pergerakan ITCZ, namun pola pada bulan DJF tidak menyerupai GPCP, khususnya pada wilayah Pasifik. Pada bulan JJA model ini lebih mampu menunjukkan sebaran rata-rata dan standar deviasi curah hujan yang menyerupai GPCP dibanding bulan DJF.

20

Gambar 13 Standar deviasi curah hujan bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR

Bias dan RMSE curah hujan wilayah Tropis bulan DJF

Model BCC_CSM1.1 menunjukkan wilayah Hindia bagian tengah, Papua dan sekitarnya, zona SPCZ, Pasifik timur sebelah utara ekuator, dan beberapa titik di Amerika memiliki RMSE lebih dari 8 mm/hari. Wilayah tersebut overestimate

terhadap curah hujan GPCP (bias positif lebih dari 7 mm/hari), kecuali pada

(1) (2) a b c d a b c d

21 wilayah tengah Amerika dan Pasifik timur utara ekuator yang mengalami

underestimate. Pada wilayah Pasifik bagian barat (SPCZ) model ini memiliki bias yang paling besar dibandingkan wilayah lainnya dengan nilai bias positif (gambar 15).

Gambar 14 Bias (1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap GPCP pada wilayah tropis bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

Baik selatan maupun utara wilayah Pasifik barat pada model MPI-ESM-LR overestimate (gambar 14-1-b), namun RMSE wilayah utara lebih tinggi dari pada selatan (RMSE wilayah utara lebih dari 10 mm/hari). Wilayah SPCZ memiliki nilai bias negatif (gambar 15) dan nilai RMSE yang cenderung tinggi yaitu 7-10 mm/hari (gambar 14-2-b). Wilayah lainnya yang memiliki RMSE tinggi yaitu Atlantik tropis bagian selatan, dengan nilai RMSE lebih dari 8

(1) (2) a b c a b c

22

mm/hari. Wilayah tersebut mengalami overestimate dengan nilai bias lebih dari 8 mm/hari (gambar 14-1-b).

Model IPSL-CM5A-LR menunjukkan wilayah Amerika Selatan yang berbatasan dengan Samudra Pasifik memiliki RMSE lebih dari 9 mm/hari dengan model overestimate terhadap GPCP (bias positif yaitu lebih dari 8 mm/hari) (gambar 14-2-c). Pada bagian tengah Amerika Utara, model mengalami

underestimate yang ditunjukkan oleh nilai bias negatif (gambar 14-1-c dan gambar 15). RMSE tinggi juga ditunjukkan pada Samudra Hindia di sekitar 5oLU, dengan RMSE lebih dari 8 mm/hari dan bias positif (gambar 14-1-c dan 15). Wilayah Australia (gambar 14-1-c) mengalami underestimate dengan RMSE berkisar antara 6-9 mm/hari.

Gambar 15 Bias curah hujan pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR

Bias dan RMSE curah hujan wilayah Tropis bulan JJA

Nilai RMSE tinggi hasil model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR maupun IPSL-CM5A-LR pada bulan JJA mencangkup wilayah yang lebih luas dibandingkan musim yang lain. Hal ini terjadi karena variabilitas curah hujan pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan bulan DJF. Ketiga model overestimate

pada wilayah SPCZ dengan nilai bias positif yang lebih tinggi dibanding bulan DJF (gambar 16-1 dan 17).

Wilayah dengan RMSE tinggi pada bulan JJA berdasarkan model BCC_CSM1.1 sebagian besar memiliki nilai bias positif (model overestimate), kecuali Amerika (sekitar Mexico dan Amazon) memiliki bias negatif (model

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

Afrika Indonesia Hindia Pasifik Amerika

B ias (m m /h ar i) IPSL BCC MPI

23

underestimate). RMSE tertinggi terdapat baik pada selatan maupun utara ekuator (gambar 16-2-a).

Wilayah dengan RMSE tinggi (lebih dari 10 oC) hasil model MPI-ESM-LR diantaranya adalah Amerika (sekitar Mexico dan Brazil), wilayah Asia yang berada di selatan ekuator (India, Filipina, Myanmar, Thailand dan sekitarnya) dan Atlantik di sekitar 10 oLU. Wilayah India, Myanmar dan sekitarnya, Papua dan Mexico cenderung underestimate, sedangkan wilayah lain yang memiliki RMSE tinggi cenderung overestimate (gambar 16-1-b).

Gambar 16 Bias (1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap GPCP pada wilayah tropis bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

(1) (2) a b c a b c

24

Model IPSL-CM5A-LR pada bulan JJA Wilayah-wilayah dengan tingkat eror (RMSE) tertinggi yaitu wilayah Mexico, Brazil, wilayah Asia yang berada di selatan ekuator (India, Filipina, Myanmar, Thailand dan sekitarnya), Afrika bagian selatan, Hindia ekuator bagian timur dan Atlantik di sekitar 10 oLU. Sama halnya dengan model BCC-CSM-1.1 dan MPI-ESM-LR, bias model pada wilayah Amerika tersebut menyatakan model underestimate dengan nilai bias negatif yang lebih besar pada bulan JJA (gambar 17).

Gambar 17 Bias curah hujan pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan Amerika pada bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

Afrika Indonesia Hindia Pasifik Amerika

B ias (m m /h ar i) IPSL BCC MPI

25

Klimatologi dan standar deviasi suhu permukaan laut wilayah Tropis

Gambar 18 Klimatologi suhu permukaan laut bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) ERSST, (b) BCC_CSM1.1, (c) IPSL-CM5A-LR

Berdasarkan hasil klimatologi suhu permukaan laut ERSST (gambar 18-1-a), wilayah selatan ekuator didominasi oleh sebaran suhu permukaan laut (SPL) yang lebih tinggi dibanding utara pada bulan DJF. Wilayah dengan SPL tertinggi berada di sepanjang Hindia hingga Pasifik timur. Pada bulan ini Pasifik bagian barat memilki suhu permukaan laut yang lebih tinggi dibandingkan wilayah bagian timur. Pada bulan JJA (gambar 18-2-a), SPL tertinggi bergeser kearah utara, dan SPL tinggi pada wilayah Pasifik bergeser ke arah timur pula.

Baik pada model BCC_CSM1.1 maupun IPSL-CM5A-LR, sebaran SPL pada wilayah Pasifik tidak memiliki pola yang menyerupai ERSST pada wilayah Pasifik Timur. Pola standar deviasi kedua model pada Atlantik, Pasifik maupun

(2) (1) a b c a b c

26

Hindia lebih menyerupai standar deviasi ERSST pada bulan JJA daripada bulan DJF. Pada bulan JJA, model BCC_CSM1.1 mempunyai pola sebaran standar deviasi dan yang lebih baik daripada model IPSL-CM5A-LR khususnya di wilayah Pasifik Barat bagian utara ekuator.

Gambar 19 Standar deviasi suhu permukaan laut bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) ERSST, (b) BCC_CSM1.1, (c) IPSL-CM5A-LR (1) (2) a b c a b c

27

Bias dan RMSE suhu permukaan laut (SPL) wilayah Tropis bulan DJF

Gambar 20 Bias (1) dan RMSE (2) suhu permukaan laut terhadap ERSST pada

Dokumen terkait