• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkah Laku Reproduksi Rusa Jantan

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan tingkah laku reproduksi pada rusa yang dibagi dalam beberapa kelompok pengamatan yaitu: tingkah laku reproduksi rusa jantan (dari 3 ekor rusa jantan), tingkah laku estrus rusa betina dalam kandang (dari 9 ekor rusa betina), tingkah laku kawin rusa jantan dan betina pada setiap ratio perlakuan. Hasil pengamatan dari tiap perlakuan sangat bervariasi mengikuti pemunculan gejala estrus atau tingkah laku reproduksi di lapangan. Untuk tiap kandang dengan berbagai ratio jantan dan betina menunjukkan hasil yang berbeda-beda termasuk tingkah laku reproduksi rusa jantan. Parameter tingkah laku reproduksi rusa jantan selama penelitian untuk tiap kandang (ratio perkawinan) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan frekuensi tingkah laku rerpoduksi rusa jantan pada tahap ranggah keras dengan berbagai ratio jantan dan betina

No. Tingkah laku reproduksi Frekuensi (kali/hari) Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5

1 Berkubang (wallowing) 4.75 5.75 4.25

2 Mengasah tanduk (rutting) 5.25 5.50 9.00

3 Urine spray 5.00 9.75 7.25

4 Menguak (roaring) 3.25 4.63 6.50

5 Flehmen 5.25 2.50 1.00

6 Menciumi urine betina estrus

(rub urination) 4.75 6.25 9.00

7 Menegakkan kepala 3.00 5.38 7.00

8 Berguling-guling 2.00 2.63 2.00

9 Membuat mahkota di ranggah 2.50 2.88 1.50 10 Mencium genital atau perial betina 8.25 18.88 13.00

Dari data yang diperoleh selama penelitian untuk tingkah laku reproduksi rusa jantan dalam kandang menunjukkan perilaku yang tidak sama untuk tiap kandang dengan jumlah betina yang berbeda di tiap kandang. Tingkah laku reproduksi rusa jantan didominansi dengan aktivitas menciumi genital atau perineal rusa betina, aktivitas mencium genital betina yang tertinggi yaitu pada ratio 1:3 yaitu 18 kali per hari artinya semakin tinggi ratio rusa jantan dan betina semakin meningkat aktivitasnya mencium genital betina. Berbanding terbalik dengan tingkah laku flehmen (nyengir) dimana semakin tinggi rasio jantan dan betina semakin rendah frekuensinya yaitu rasio 1:1 sebanyak 5.25 kali per hari, 1:3 sebanyak 2.50 kali per hari dan rasio 1:5 sebanyak 1.00 kali per hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asher et al (1996) yang menyatakan bahwa penelitian pada kondisi kandang yang berbeda menunjukkan perbedaan tingkah laku reproduksi rusa jantan maupun interaksinya dengan betina. Tingkah laku yang umum tampak di habitat alaminya pada masa aktif reproduksi rusa jantan akan menunjukkan: rutting (mengasah tanduk), menandai daerah teritori dengan cara urinasi (urine spray), wallowing (berkubang) bila ada kubangan, bila tidak ada kubangan rusa jantan akan membuat lubang di tanah dengan tanduk, berguling-guling membalut semua badan dengan lumpur, membuat mahkota diatas ranggah sesuai dengan tingkat dominansinya.

Tabel 5. Rataan durasi tingkah laku repoduksi rusa jantan pada tahap ranggah keras dengan berbagai ratio jantan dan betina

No. Tingkah laku reproduksi Durasi (Detik)

Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5 1 Berkubang (wallowing) 1842.75 1762.50 1785.00 2 Mengasah tanduk (rutting) 14.75 29.375 35.50

3 Urine spray 64.25 30.375 26.50

4 Menguak (roaring) 9.75 14.06 20.50

5 Flehmen 11.25 37.88 9.00

6 Menciumi urine betina estrus

(rub urination) 13.50 18.25 31.50

7 Menegakkan kepala 7.25 16.00 19.00

8 Berguling-guling 183.00 186.25 190.50

9 Membuat mahkota di ranggah 855.00 840.00 648.75 10 Mencium genital atau perial betina 37.25 46.25 39.50

Keterangan: Data diambil dua kali seminggu selama 3 bulan penelitian

Pada penelitian ini meskipun frekuensi berkubang pada rusa jantan mempunyai kisaran antara 4.25 – 5.75 kali per hari namun secara keseluruhan mempunyai durasi yang paling lama dibandingkan tingkah reproduksi lain yaitu berkisar 1762.50 sampai 1842.75 detik. Hal ini disebabkan karena dalam kandang kebutuhannya akan sarana untuk berkubang telah mencukupi berbeda dengan rusa yang ada di luar kandang atau di habitatnya biasanya membutuhkan waktu lebih lama karena rusa cenderung membuat kubangan (mengorek tanah) dengan ranggahnya sebelum atau pada saat berkubang. Durasi mengasah tanduk meningkat seiring dengan peningkatan rasio jantan dan betina, hal ini menunjukkan adanya perilaku perlindungan terhadap banyak betina yang dimanifestasikan dengan persiapan diri menghadapi pejantan lain yang akan mengusik dengan cara mengasah tanduk.

Terjadi penurunan durasi urine spray seiring dengan peningkatan rasio jantan dan betina yaitu sebesar 64.25, 30.38 dan 26.50 detik per hari. Spray urin di luar kandang berguna untuk menentukan daerah teritori sehingga pejantan lain

tidak menguasai daerah tersebut. Tetapi didalam kandang saat penelitian, tingkah laku urine spray tetap muncul meskipun bukan bertujuan untuk menentukan wilayah (daerah teritori). Saat rusa jantan melakukan urine spray, organ kopulatori mampu berputar 360 derajad.

Tingkah laku menguak (roaring) terjadi saat ada atau tidak ada betina yang mengeluarkan suara. Begitu rusa jantan mengenali betina estrus akan mengeluarkan suara khas demikian juga dengan rusa betinanya. Roaring biasanya terjadi setelah rusa jantan mencium urine betina.

Rusa jantan juga melakukan aktivitas berguling- guling dilantai tanah dalam kandang saat ada betina yang estrus dan frekuensinya rata-rata 2 kali/hari dengan durasi antara 183.00 detik sampai 190.50 detik per hari. Rusa jantan dalam kandang juga menunjukkan aktivitas mengasah ranggah karena berada pada fase rusa ranggah keras yang mana pada tahap ranggah keras ini aktivitas reproduksinya lebih tinggi dibandingkan ranggah velvet. Hal ini sesuai dengan dengan pernyataan Handarini et al., (2005) yang menyatakan bahwa kualitas semen rusa timor lebih tinggi pada tahap ranggah keras dibandingkan ranggah velvet. Dapat dikatakan untuk rusa tropis aktivitas reproduksi erat kaitannya dengan tahap pertumbuhan ranggah, terutama pada ranggah keras.

Fungsi ranggah selain sebagai penanda aktifitas reproduksi dengan cara menggaruk-garukkan ranggah pada batang pohon, membuat tanda teritori yang tidak boleh dijamah pejantan lain, juga digunakan sebagai alat perlindungan diri pada saat perkelahian untuk memperebutkan rusa betina. Pada pengamatan yang dilakukan frekuensi rutting untuk kandang ratio 1:1 yaitu 5.25 kali/hari, ratio 1:3 yaitu 5.5 kali/hari, ratio 1:5 yaitu 9 kali/hari dalam kandang rusa mengasah tanduk

ke kayu sebagai sarana rutting yang telah disediakan tetapi walaupun telah disediakan sarana rutting rusa juga mengasah tanduknya ke pagar kandang sesuai pernyataan Toelihere et al (2005) yang menyatakan bahwa bila dikandangkan dengan fasilitas kubangan dan lantai semen maka beberapa tingkah laku akan menghilang menyesuaikan dengan kondisi kandang. Rusa jantan tidak dapat membuat lubang dan mengasah tanduk dilakukan pada kayu kandang.

Selama penelitian terjadi perkelahian antara rusa jantan pada kandang dengan rasio 1:3 (kandang 2) dan jantan dengan rasio 1:5 (kandang 3) dimana saat ada betina yang estrus dikandang 3, ternyata rusa jantan yang ada dikandang 2 lebih dominan sehingga menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dibandingkan dengan rusa jantan yang ada di kandang 3 (pada posisi sub ordinat). Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonimous (1995) bahwa sifat jantan yang akan mengawini betina dan keberhasilan perkawinan tergantung pada tingkat dominasi jantan (agresifitas). Rusa jantan kandang 2 mendobrak pintu penghubung kandang 2 dan kandang 3 dan terjadi perkelahian antara dua pejantan (kandang 2 dan jantan kandang 3) untuk memperebutkan betina yang sedang estrus. Perkelahian itu mengakibatkan terlukanya lambung rusa jantan kandang 3 yang tertusuk ranggah jantan kandang 2. Untuk pengobatan luka dilakukan penyuntikan Hematopan dan Biosalamin dan di beri antibiotik pennicilin dengan cara memasukkan pil ke dalam pisang. Perkelahian itu juga menyebabkan rusa-rusa yang ada di kandang 2 dan 3 terkejut dan stres.

Tingkah laku reproduksi rusa jantan termasuk salah satunya membuat mahkota yang tujuannya untuk menarik perhatian betina. Pada pengamatan saat penelitian mahkota terbuat dari rumput yang diletakkan diatas ranggah. Rusa

jantan yang berada diluar kandang akan memanfaatkan daun-daunan atau akar-akar kayu untuk dinaikkan ke atas ranggah. Rumput yang digunakan untuk membuat mahkota tersebut tersebut berasal dari hijaun pakan pakan rusa. Frekuensi dan lama membuat mahkota pada kandang ratio 1:1 yaitu 2.5 kali/hari dan lama 855 detik/hari, kandang ratio 1:2 yaitu 2.875 kali/hari dan lama 840 detik/hari, ratio kandang 1:5 yaitu 1.5 kali/hari dan lama 648.75 detik/hari. Frekuensi membuat mahkota di ranggah cenderung rendah dibandingkan dengan di habitat aslinya hal ini disebabkan karena ketersediaan sarana untuk membuat mahkota terbatas dalam kandang berbeda dialam liar sesuai pernyataan Asher et al (1996) yang menyatakan bahwa membuat mahkota diatas ranggah dengan rumput atau serpihan tanaman tahunan dihabitat aslinya. Dokumentasi tingkah laku reproduksi jantan dapat dilihat pada Gambar 2.

a b

c d

Gambar 2. Tingkah laku reproduksi rusa jantan pada ranggah keras: (a) berkubang (wallowing), (b) menguak, (c) membuat mahkota, (d) berguling-guling.

Pengamatan selama penelitian terhadap tingkah laku rusa jantan yaitu bahwa rusa jantan sering menegakkan kepala sambil mengangkat badan dengan kaki belakang sebagai tumpuan. Pada penelitian yang dilakukan untuk pengamatan terhadap tingkah laku reproduksi jantan pada saat ranggah keras ditiap kandang maka diperoleh hasil bahwa pada kandang dengan ratio 1:3 menunjukkan hasil yang lebih baik. Karena pada kandang ini menunjukkan aktivitas tingkah laku jantan terlihat lebih tinggi (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik Rataan frekuensi tingkah laku reproduksi rusa jantan Tingkah laku reproduksi rusa jantan saat musim kawin didominasi dengan tingkah laku mencium genital dan perineal rusa betina untuk memisahkan rusa betina yang estrus dengan betina yang tidak estrus.

Tingkah Laku Estrus Rusa Betina

Tingkah laku reproduksi rusa betina atau gejala estrus yang muncul menunjukkan tingkah laku dengan frekuensi yang berbeda-beda. Gejala estrus dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Rataan frekuensi gejala estrus

No. Gejala estrus Frekuensi (Kali/hari)

Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5

1 Sering mengeluarkan suara 5.25 9.87 7

2 Menaiki betina lain 0 3.37 6.75

3 Bersedia di dekati rusa jantan 3.25 3 3.75

4 Urinasi 9.75 12.37 15

5 Mendekati betina lain 3.75 6.25 3

6 Posisi punggung lordosis 3 5.5 7

7 Mencium betina lain 4 6.87 4.75

8 Betina berkubang 2 2.5 1.5

9 Gelisah 1 1.62 1.25

Keterangan : Data diambil saat betina estrus

Dari data yang diperoleh pada gejala estrus menunjukkan bahwa tingkah laku tiap kandang sama tetapi mempunyai frekuensi yang berbeda. Saat pengamatan dikandang betina mengeluarkan suara yang khas saat estrus yaitu dengan menguik. Suara betina estrus berbeda jika betina dalam keadaan terkejut oleh karena pengaruh kejadian diluar kandang maka betina akan mengeluarkan suara yang melengking dan badan akan di tabrakkan kedinding kandang. Saat estrus betina dalam kandang ratio 1:3 dan ratio 1:5 menciumi betina lain dan menaiki betina lain tetapi pada kandang ratio 1:1 hal itu tidak terjadi. Saat mencium atau menaiki betina lain bukan hanya menaiki satu betina tetapi tiap ada kesempatan untuk menaiki atau mencium betina lain hal dilakukan betina yang sedang estrus saat dikandangkan. Pada pengamatan yang dilakukan betina akan gelisah dan gejala estrus yang lain yaitu betina akan sering urinasi dan saat urinasi rusa jantan akan mencium urin betina kemudian pejantan akan mengangkat kepala sambil nyengir (flehmen). Frekuensi urinasi ditiap kandang berbeda dan frekuensi urinasi paling tinggi dikandang 3 dimana frekuensi urinasi tiap kandang dengan

ratio 1:1 yaitu 9.75 kali/hari, ratio 1:3 yaitu 12.375 kali/hari , dan ratio 1:5 yaitu 15 kali/hari.

Untuk tingkah laku estrus rusa betina pada pengamatan kondisi pembengkakan vulva dan penurunan nafsu makan sulit diperoleh dan tidak terlihat jelas pada pengamatan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena rusa betina berada dikandang kelompok dimana pengamtan dilakukan dari jarak jauh. Kecuali rusa dikandang individu untuk penurunan nafsu makannya dapat dihitung sisa pakan.

Rataan durasi atau lama tingkah laku estrus dari setiap kandang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan lama (durasi) dari setiap gejala estrus

No. Gejala estrus Lama (Detik)

Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5 1 Sering mengeluarkan suara 15.25 11 18.25

2 Menaiki betina lain 0 8.12 19.5

3

Bersedia di dekati rusa

jantan 7.5 11.37 11

5 Urinasi 42.25 41.62 53.5

6 Mendekati betina lain 0 19.87 9

7 Posisi punggung lordosis 14.75 18.62 21.5

8 Mencium betina lain 11.75 18.25 14.25

9 Betina berkubang 303.5 330.62 650

10 Gelisah 8550 10800 9000

Keterangan : Data diambil saat betina estrus

Frekuensi betina menaiki betina lain paling tinggi pada rasio 1:5 (19.50 detik/hari) karena dalam satu kandang banyak betina yang dapat dijadikan obyek mounting bagi betina yang sedang estrus. Posisi lodorsis lebih sering ditunjukkan pada rusa betina dengan rasio 1:5 (21.50 detik/hari) karena efek kompetisi yang muncul antar betina. Betina dengan posisi lodorsis menandakan siap menerima aktivitas seksual dan bila dinaiki rusa jantan akan diam. Betina estrus tidak hanya

mau didekati rusa jantan namun juga mempunyai keinginan untuk menciumi betina lain yang tidak sedang estrus. Kecuali di kandang 1 betina tidak memiliki objek untuk menaiki betina lain, tetapi dalam pengamatan yang dilakukan di kandang bahwa saat estrus betina kandang satu berusaha mendekati betina dikandang sebelah oleh karena kandang dibatasi maka kesempatan untuk mencium dan menaiki betina lain tidak ada.

Gambaran beberapa aktivitas estrus dapat dilihat pada Gambar 3.

a b

c d

Gambar 4. Tingkah laku estrus rusa betina: (a) jantan nyengir, (b) betina urinasi dan jantan melakukan rub urination, (c) posisi betina lordosis, (d) Betina berkubang dengan jantan.

Tingkah laku selama pengamatan saat betina menunjukkan gejala estrus yaitu betina akan bersedia didekati pejantan dengan dicium genitalnya dan betina akan bersama-sama berkubang dengan pejantan. Frekuensi dan lama berkubang

dengan pejantan selama dua hari pengamatan saat betina estrus berbeda untuk tiap kandang. Saat betina estrus dan jantan berkubang maka betina lain akan menjauh dari kubangan dan pejantan akan mengusap-usapkan kepala ke punggung betina saat berkubang bersama. Ketika rusa betina selesai berkubang maka jantan juga akan bersiap-siap mengikuti betina. Selama pengamatan rusa jantan akan berhenti mengikuti betina estrus bila tiba waktu pemberian pakan baik konsentrat maupun hijauan dan pejantan kembali mengikuti betina setelah makan. Begitu juga saat hujan maka pejantan akan berhenti mengikuti betina dan mencari tempat berteduh di bawah seng tempat pakan dan bergabung dengan betina-betina yang lainnya. Saat estrus, posisi punggung betina akan lordosis dan akan membungkuk saat punggung betina disentuh.

Pada pengamatan saat penelitian yang dilakukan terhadap gejala estrus diperoleh hasil data bahwa pada kandang dengan ratio 1:3 menunjukkan hasil yang lebih baik. Karena pada kandang ini frekuensi pemunculan gejala estrus lebih banyak muncul dibandingkan dikandang ratio 1:1 dan ratio 1:5. Gambaran mengenai frekuensi pemunculan gejaja estrus dapat dilihat pada Gambar 5.

Tingkah Laku Kawin Rusa Jantan dan Betina

Pengamatan tingkah laku kawin dilakukan dengan cara mengamati interaksi seksual dan penerimaan rusa betina secara seksual. Tingkah laku kawin rusa untuk tiap kandang dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Frekuensi tingkah laku kawin

No. Tingkah laku kawin Frekuensi (Kali/hari)

Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5 A. Pre-Kopulasi

1 Percumbuan (courtship)

a. Memisahkan betina estrus 0.00 1.87 1.25 b. Menciumi genital betina 7.50 28.62 13.25

c. Roaring 2.50 3.87 2.50 d. Flehmen 5.00 2.37 1.50 e. Menegakkan kepala 3.50 4.75 3.50 2 Penunggangan (mounting) 21.25 8.12 6.75 B. Kopulasi 1 Ereksi 4.50 5.50 5.25 2 Intromisi 4.50 4.25 5.50 3 Ejakulasi 3.25 3.87 4.00 4 Refraktori 3.25 3.87 4.00

5 Ekor terangkat ke atas 4.00 4.87 7.75

Keterangan : Data diambil saat perkawinan

Percumbuan (courtship) merupakan awal dari proses perkawinan ternak. Percumbuan merupakan upaya pendekatan rusa jantan pada rusa betina sebagai respon estrus yang ditunjukkan oleh rusa betina. Tingkah laku pre-copulation penting untuk terjadinya kopulasi dan biasanya disebut dengan tingkah laku courtship (percumbuan) dengan ditandai belum siapnya betina menerima ternak jantan secara seksual tetapi didahului dengan menghasilkan bau yang khas (pheromon), suara dan stimulasi fisik yang menandakan betina tersebut dalam kondisi estrus.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Toelihere (1983) yang menyatakan bahwa pola kopulasi terjadi secara berurutan sehingga mudah dibedakan dengan aktifitas prekopulatori (percumbuan) dan kopulatori. Saat percumbuan sudah mulai terjadi kontak fisik rusa jantan dengan rusa betina. Ditandai dengan upaya rusa jantan memisahkan rusa betina yang sedang estrus dengan betina-betina lain yang tidak sedang estrus. Rusa jantan mulai menunjukkan tingkah laku agresif dengan cara menciumoi genital rusa betina lalu menegakkan kepala dan flehmen. Frekuensi flehmen tertinggi pada rasio 1:1 (5.00 kali/hari) karena rusa hanya mengenali satu betina yang sedang estrus. Rusa jantan pada kandang lain kadang melakukan rub urination pada betina yang sedang tidak estrus dan akan menjauh kembali setelah mengetahui bahwa betina tersebut tidak estrus. Pada kondisi lapangan aktivitas percumbuan dimulai pejantan memisahkan betina estrus dengan kelompok betina lain bahkan mengusir pejantan-pejantan sub ordinat (secara hirarki lebih rendah tingkatan sosialnya) yang mencoba mendekati betina. Pamer seksual juga ditunjukkan dengan cara menciumi daerah perineal betina dan roaring (vocalization). Flehmen (nyengir atau lip curl) juga merupakan komponen percumbuan yang khas pada Artiodactyla. Rusa mengambil posisi kepala tegak pada mulut ke arah atas dan bibir atas terangkat. Stimulus flehmen dapat berupa urine betina atau genital betina. Setelah mencium urine atau genital betina estrus, rusa jantan akan flehmen. Selama penelitian tidak ada persaingan antara pejantan, tetapi rusa pejantan tetap memisahkan betina yang estrus. Berbeda dengan rusa dengan ratio 1:1, tidak ada proses pemisahan betina yang estrus.

Pada penelitian saat perkawinan rusa jantan akan mengawini rusa betina saat betina siap hal ini sesuai dengan pernyataan Becker et al. (1992) yang

menyatakan bahwa tingkah laku reproduksi pada rusa jantan ada dua yaitu tingkah laku pre-copulation dan tingkah laku kopulasi. Tingkah laku saat kopulasi dimulai dengan mounting (penunggangan). Mounting tidak selalu diiringi dengan intromisi, karena rusa-rusa betina yang belum mencapai puncak estrus belum bersedia melakukan aktivitas kopulasi. Toelihere (1983) yang menyatakan mounting (penunggangan) biasanya belum berhasil sampai beberapa kali pada saat betina masih pada fase proestrus (belum bersedia menerima pejantan). Setelah betina estrus (cukup reseptif menerima pejantan) maka penunggangan akan diikuti dengan kopulasi. Setelah beberapa kali mounting rusa jantan berhasil melakukan kopulasi dengan rusa betina. Frekuensi dan durasi penunggangan pada rusa janta rasio 1:1 (21.25 kali/hari selama 42.50 detik/hari) tampak paling tinggi dibandingkan rasio 1:3 dan 1:5. Hal ini menunjukkan bahwa intesitas pendekatan rusa jantan pada rusa betina yang hanya satu ekor lebih fokus dibandingkan rusa jantan dengan banyak rusa betina dalam satu kandang.

Tahapan kopulatori selanjutnya ereksi, meskipun frekuensi ereksi hampir mendekati sama pada setiap rasio jantan dan betina yaitu 4.50 sampai 5.50 kali/hari, namun bila dilihat durasinya (Tabel 9) menunjukkan bahwa ereksi pada rusa jantan dengan rasio 1:1 lebih lama (286.50 detik/hari) dibandingkan dengan rusa jantan dengan rasio 1:3 (102.75 detik/hari) dan 1:5 (163.00 detik/.hari). Hal ini membuktikan bahwa bahwa dengan tidak adanya kompetisi maka perhatian rusa jantan pada rusa betina hanya terfokus pada satu ekor betina. Bila ada betina estrus pada kandang lain ikut menggugah libido rusa jantan pada kandang 1.

Tabel 9. Rataan Lama (durasi) tingkah laku kawin

No. Tingkah laku kawin Lama (detik)

Ratio 1:1 Ratio 1:3 Ratio 1:5 A. Pre-Kopulasi

1 Percumbuan (courtship)

a. Memisahkan betina estrus 0.00 5.00 46.50 b. Menciumi genital betina 33.50 79.50 33.25

c. Roaring 7.50 11.37 9.50 d. Flehmen 10.00 7.75 3.50 e. Menegakkan kepala 10.50 12.50 9.00 2 Penunggangan (mounting) 42.50 25.12 17.25 B. Kopulasi 1 Ereksi 286.50 102.75 163.00 2 Intromisi 15.00 12.25 18.00 3 Ejakulasi 6.50 9.62 10.50 4 Refraktori 3.75 8.37 9.50

5 Ekor terangkat ke atas 86.50 23.00 21.75

Keterangan : Data diambil saat perkawinan

Rataan frekuensi intromisi berkisar antara 4.25 – 5.50 kali/hari dengan kisaran durasi 12.25 – 18 detik/hari. Efakulasi ditandai dengan proses hentakan tulang panggul rusa jantan satu kali atau beberapa kali dengan durasi yang lebih pendek dari intromisi yaitu berkisar 6.50 – 10.50 detik/hari. Proses refraktori atau pelemasan otot dari rusa jantan ditandai dengan diam sejenak tanpa melakukan aktvitas apapun yang berlangsung selama 3.75 – 9.50 detik/hari.

Selama penelitian tanda penerimaan betina yang ditemukan diawali dengan rusa betina mengangkat ekornya beberapa kali sebagai tanda siap melakukan kopulasi. Parameter ini belum pernah dijumpai pada publikasi sebelumnya. Ekspresi beberapa tingkah laku kawin dapat dilihat pada Gambar 5.

a b

c d

Gambar 6. Tingkah laku kawin: (a) jantan mencium genital betina, (b) ereksi, (c) mounting dan intromisi, (d) ejakulasi dan posisi betina lordosis

Pada saat mounting maka posisi betina akan membentuk lordosis terutama saat terjadi intromisi. Lordosis ditandai dengan tidak bergeraknya tubuh betina, posisi membungkuk dengan kaki depan direndahkan, kemudian badan membentuk lengkungan, pada spesies yang mempunyai ekor yang panjang kopulasi biasanya ditandai dengan diangkatnya ekor kesalah satu sisi.

Pada pengamatan yang dilakukan untuk tingkah laku kawin yaitu pejantan beberapa kali ereksi dan lama ereksi berbeda di tiap kandang. Pejantan ereksi sambil mengikuti betina dan saat betina bersedia dinaiki maka pejantan akan melakukan intromisi. Setelah ejakulasi dan saat ejakulasi selesai diikuti dengan refraktori (pelemasan otot rusa jantan). Pada penelitian yang dilakukan untuk pengamatan terhadap tingkah laku kawin di tiap kandang maka diperoleh hasil

bahwa pada kandang dengan ratio 1:3 menunjukkan hasil yang lebih baik, karena pada kandang ini pemunculan tingkah laku kawin terlihat lebih tinggi (Gambar 6).

Gambar 7. Grafik rataan tingkah laku kawin

Pada tiap kandang asumsi keberhasilan kebuntingan didasarakan pada pemunculan estrus pada siklus berikutnya. Bila pada siklus berikutnya muncul estrus maka diasumsikan rusa betina tidak berhasil bunting dari perkawinan yang dilakukan pada siklus sebelumnya. Bila tidak muncul estrus maka diasumsikan rusa betina telah bunting. Hasil penelitian terhadan Non Retusrn Rate rusa betina dengan berbagai rasio perkawinan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah siklus estrus dengan berbagai ratio betina

No Ratio Betina Jumlah Siklus Estrus NRR

1 1:1 I 2 100% 2 1:3 I 2 100% II 1 III 1 3 1:5 I 1 80% II 1 III 1 IV 1 V 3 (tetap estrus) Keterangan: Data diambil dari 3 kali siklus estrus

Sesuai dengan pernyataan Akoso (1996) yang menyatakan bahwa hewan yang tidak dalam masa birahi akan menolak untuk kawin. Pada hewan yang tidak bunting, periode birahi dimulai sejak dari permulaan birahi sampai ke permulaan periode berikutnya. Kebuntingan juga dapat dilihat dari gejala kebuntingan sesuai pernyataan Murtidjo (1990) yang menyatakan bahwa gejala kebuntingan sapi setelah pelaksanaan perkawinan, sangat penting diketahui. Namun dalam praktek bukan berarti bahwa tidak timbulnya birahi sapi betina menyatakan adanya kebuntingan. Hal yang harus dicatat adalah bila sapi betina sudah dikawinkan mempunyai gejala berat tubuhnya meningkat, pertambahan besar dari dinding perut terlihat. Sapi betina menjadi lebih tenang, pada sapi betina yang baru pertama kali bunting terlihat adanya perkembangan ambing, terlihat adanya

Dokumen terkait