• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pakan Penelitian

Kandungan Nutrisi Pakan

Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisa Laboratorium dan Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian

Kandungan Pakan

Nutrisi P1* P2** P3* P4**

Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher

Protein Kasar (%) 19,55 18,52 19,55 23,67 20,93 20,93 20,93 26,61 Lemak Kasar (%) 4,66 3,87 4,66 3,58 4,48 4,48 4,48 4,08 Serat Kasar (%) 4,51 4,63 4,51 4,30 4,70 4,70 4,70 4,35 Energi Bruto (kkal/kg) 4085,00 4002,00 4085,00 3800,44 3976,00 3976,00 3976,00 3778,99

Keterangan : P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP.

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2010) **Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan penelitian

Nilai protein kasar menurut SNI (2006) untuk starter dan finisher adalah 19% dan 18%, kandungan nutrisi protein kasar pada pakan perlakuan komersial (P1) untuk starter 19,55% dan 18,52% finisher; untuk pakan komersial yang ditambah DSP (P2) periode starter19,55% dan 23,67% periode finisher; untuk pakan nabati (P3) protein kasar periode starter dan finisher 20,93% serta untuk pakan nabati yang ditambah DSP (P4) protein kasar periode starter 20,93%dan finisher 26,66%. Pakan yang ditambahkan DSP memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang tidak ditambahkan DSP, hal ini dikarenakan protein yang terkandung dalam DSP cukup tinggi yaitu 47,66% yang berasal dari ekstrak protein kedelai (Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, 2010).

Lemak kasar pada hasil analisis proksimat pakan perlakuan pakan komersial (P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut sebesar 4,66%; 4,66%; 4,48% dan 4,48% yang tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan SNI (2006) untuk starter 7,4% dan lemak kasar periode finisher pakan perlakuan secara berturut-turut adalah 3,87%, 3,58%, 4,48% dan 4,08% yang tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan SNI (2006) yaitu 8,0% untuk periode finisher. Lemak pada pakan nabati berasal dari minyak nabati yang kebanyakan adalah minyak kelapa. Minyak dalam ransum unggas selain membantu dalam memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga menambah selera makan unggas dan mengurangi sifat berdebu (Amrullah, 2004). Pengunaan minyak nabati yang berlebihan juga akan merusak kualitas pellet yang dihasilkan karena dapat menyebakan pellet mudah pecah dan menaikan kadar debu. Untuk itu sebaiknya minyak nabati tersebut hanya digunakan dalam jumlah yang terbatas.

Serat kasar hasil analisis proksimat perlakuan pakan komersial (P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut adalah 4,51%; 4,51%; 4,70% dan 4,70% yang tidak melebihi SNI (2006) batas maksimal 6% untuk starter dan periode finisher secara berturut-turut adalah 4,63%, 4,30%, 4,70% dan 4,35% juga tidak melebihi batas yang ditentukan SNI (2006) batas maksimal 6% untuk finisher. Serat kasar dari pakan nabati tersebut diperoleh dari dedak halus dan jagung sedangkan untuk pakan komersial berasal dari jagung, dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang dan gandum.

Energi bruto hasil analisis proksimat perlakuan pakan komersial (P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut adalah 4085,00 kkal/kg, 4085,00 kkal/kg, 3976,00 kkal/kg dan 3976,00 kkal/kg sedangkan untuk periode finisher secara berturut-turut adalah 4002,00 kkal/kg, 3800,44 kkal/kg, 3976,00 kkal/kg dan 3778,99 kkal/kg. Sumber energi pada pakan komersial berasal dari jagung, dedak dan pecahan gandum, sedangkan sumber energi dari pakan nabati berasal dari jagung, bekatul, CPO dan DSP (EM 3300 kkal/kg). Jagung mengandung protein agak rendah (sekitar 9,4%), tetapi kandungan energi metabolismenya tinggi sebesar 3430 kkal/kg. Komposisi kimia jagung menurut NRC (1994) yaitu mengandung bahan kering 89% dengan kandungan energi metabolis 3350 kkal/kg; 8,5% protein; 3,8% lemak; 2,2% serat kasar; 0,28% total fosfor dan 0,08% fosfor non fosfat. Menurut NRC (1994), komposisi bekatul pada kadar bahan kering 90% mengandung 3090 kkal/kg energi metabolis; 11,0% lemak; 4,1% serat kasar; 1,31% total fosfor dan 0,14% fosfor non fitat.

Konsumsi dan Konversi Pakan

Konsumsi pakan sangat erat kaitannya dengan laju pertumbuhan yang pada akhirnya akan berhubungan dengan bobot akhir dan bobot karkas serta potongan komersial. Kekurangan pakan akan mengganggu laju pertumbuhan. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak dalam jangka waktu tertentu selama periode pemeliharaan. Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Rataan konsumsi pakan perlakuan selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan selama Lima Minggu Pemeliharaan

Perlakuan Konsumsi (g/ekor) Konversi

P1 2985,38 1,81

P2 2836,46 1,67

P3 2082,35 4,39

P4 1940,87 3,70

Keterangan : P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP

Rataan konsumsi pakan selama pemeliharaan menunjukan hasil perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) yaitu berkisar antara 2836,46 dan 2985,38 g/ekor sedangkan perlakuan pakan nabati (P3) sebesar 2082,35 g/ekor dan perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) jauh lebih sedikit konsumsinya dari ketiga perlakuan yaitu 1947,80 g/ekor. Hal ini menunjukan bahwa pakan nabati sebagai pakan alternatif tidak disukai oleh ayam broiler, walaupun penggunaan protein kedelai dan jagung tinggi. Konsumsi pakan komersial dan pakan nabati sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan palatabilitas pakan nabati yang rendah. Pakan komersial dan nabati memiliki warna yang sama, tetapi pada pakan nabati memiliki bau yang kurang sedap dari pakan komersial (Usman, 2010). Wahju (2004) menyatakan bahwa secara umum konsumsi meningkat dengan meningkatnya umur dan bobot badan ayam yang besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih kecil dibandingan dengan perlakuan pakan nabati (P3) maupun perlakuan pakan nabati yang ditambah DSP (P4). Rataan konversi pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) adalah 1,81 dan 1,67 sedangkan untuk perlakuan pakan nabati (P3) dan Perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 4,39 dan 3,70. Semakin tinggi nilai konversi pakan menunjukan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat.

Konversi pakan yang tinggi disebabkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi banyak, tetapi pertambahan bobot badan yang rendah. Hal ini diduga terdapat senyawa anti nutrisi yang dapat menghambat penyerapan nutrisi sehingga pertambahan bobot badan juga terganggu serta kemungkinan ketersediaan asam amino yang kurang seperti asam amino lisin dan metionin. Sebagai sumber protein utama dalam pakan nabati adalah DSP yang merupakan ekstrak kacang kedelai. Kacang kedelai, seperti juga produk nabati lain mempunyai kandungan asam-asam amino yang tidak proporsional, terutama lisin dan metionin (Wahju, 2004).

Anti tripsin adalah senyawa penghambat kerja enzim tripsin yang secara alami terdapat dalam kacang-kacangan. Anti tripsin akan memacu pembentukan dan sekaligus pelepasan zat seperti pankreozimin yang bersifat hormon dalam dinding

usus. Banyaknya kandungan anti tripsin dalam pakan yang dikonsumsi dapat merangsang pengeluaran enzim dari pankreas yang berlebihan. Enzim tersebut merupakan protein, sehingga asupan protein yang masuk bersama pakan yang dikonsumsi tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak itu sendiri bahkan ternak tersebut akan kehilangan protein dari dalam tubuhnya melalui pengeluaran enzim yang berlebihan tersebut. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah suhu lingkungan, bentuk fisisk pakan, komposisi pakan, dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan.

Bobot Hidup, Karkas dan Potongan Komersial Broiler

Bobot hidup sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan dan juga akan mempengaruhi bobot karkas dan potongan komersial. Hasil penelitian untuk rataan bobot hidup, karkas dan potongan komersial dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Rataan Bobot Hidup, Bobot Karkas, Potongan Komersial (Dada, Paha, Punggung dan Sayap) dan Rasio Bobot Daging pertulang (Dada dan Paha) Ayam Broiler.

Peubah Pakan P1 P2 P3 P4 Bobot Hidup g/ekor 1577,90±143,30a 1679,70±187,00a 625,00±68,30b 721,30±111,30b Karkas g/ekor 1101,10±138,10 1256,80±177,30 387,40±55,00 419,50± 73,30 % 69,66±4,19a 74,66±3,39a 61,86±4,55b 58,45±7,73b Dada g/ekor 406,50±57,20 476,80±56,10 132,10±19,92 157,30±28,27 % (perbobot karkas) 36,92± 2,06a 38,12± 2,92a 34,11± 1,80b 37,60± 3,58c rasio daging pertulang 3,89 ± 0,85a 4,32 ±1,29a 1,90 ±0,47b 2,38 ± 0,61b

Paha

g/ekor 327,60 ± 47,40 362,20±53,60 119,20±17,47 124,30±23,42

% (perbobot karkas) 29,73± 1,61 28,86± 2,14 30,77±1,02 29,61±1,41

rasio daging pertulang 2,78± 0,38a 2,51± 0,60a 1,82±0,36b 1,93±0,52b Sayap

g/ekor 119,30±11,10 131,40±15,30 52,90±6,03 54,80±8,55 % (perbobot karkas) 10,89±0,78a 10,52±0,97a 13,75±1,15b 13,14±0,98b Punggung

g/ekor 256,90±43,40 267,40±31,42 86,40±13,30 95,30±20,07

% (perbobot karkas) 23,31±2,52 21,48±2,76 22,32±1,59 22,68±2,09

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)

P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP

Bobot Hidup Broiler

Bobot hidup akhir hasil penelitian menunjukan bahwa diantara pakan komersial (P1 dan P2) tidak berbeda dan demikian juga pakan nabati (P3 dan P4), tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Pemberian pakan komersial menghasilkan bobot hidup yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal ini disebabkan ayam yang diberi pakan komersial memiliki tingkat konsumsi yang tinggi serta kandungan gizi yang cukup untuk menghasilkan bobot hidup yang optimal. Konversi pakan yang berbeda juga mempengaruhi bobot hidup yang dihasilkan. Penyebab konversi pakan yang berbeda dikarenakan pada pakan nabati zat-zat gizi terikat oleh senyawa yang sulit dicerna. Sumber protein utama dari pakan nabati adalah DSP (dysapro protein) sehingga protein pada pakan nabati semakin sulit dicerna dan diserap karena diduga mengandung anti tripsin. Hal tersebut merupakan penyebab tingginya konversi pakan yang berdampak pada rendahnya pencapaian bobot hidup karena pakan yang diberikan dapat mempengaruhi bobot hidup ayam (Bell dan Weaver, 2002). Rataan bobot hidup akhir ayam penelitian yang diperoleh lebih tinggi 14,24% dari standar yang diberikan Vantress (2008) untuk strain Cobb adalah 1397g.

Karkas Broiler

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam. Muchtadi dan Sugiyono (1992), menyatakan komponen karkas terdiri dari otot, lemak, tulang dan kulit. Dwiyanto et al. (1979) juga menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persentase bobot karkas adalah jumlah dan kualitas ransum selain bobot hidup, perlemakan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.

Bobot karkas yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukan bahwa ayam yang diberi pakan komersial menghasilkan bobot karkas yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal tersebut karena bobot hidup ayam yang diberi pakan komersial lebih tinggi. Hasil analisa statistik menunjukan pemberian pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, pemberian pakan nabati (P3) dan pemberian pakan nabati titambah DSP (P4) tidak berbeda tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda nyata (P<0,05) dengan pakan nabati (P3 dan P4). Hal tersebut karena bobot hidup ayam yang diberi pakan komersial lebih besar daripada bobot hidup ayam yang diberi pakan nabati. Persentase karkas yang dihasilkan dari perlakuan pemberian pakan komersial (P1) adalah 69,66% dari bobot 1101,10 g/ekor, perlakuan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) adalah 74.66% dari bobot 1256,80 g/ekor, perlakuan pemberian pakan nabati adalah 61.86% dari bobot 387,40 g/ekor dan perlakuan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 58,45% dari bobot 419,50 g/ekor. Nilai tersebut masih termasuk normal jika dibandingkan dengan yang diperoleh Brake dan Havensin (1993) yaitu berkisar antara 60,52-69,91% untuk ayam broiler umur 5 minggu.

Potongan Komersial Broiler 1. Dada

Merkley et al.(1980), membagi karkas menjadi lima bagian besar potongan komersial yaitu dada, sayap, punggung, pangkal paha dan paha bawah. Potongan komersial yang banyak mengandung daging adalah potongan komersial bagian dada. Bagian dada memiliki daging yang lebih empuk dan sedikit menganding lemak. Bobot dada yang dihasilkan menunjukan bahwa pemberian pakan komersial menghasilkan bobot dada yang lebih tinggi. Persentase bobot dada juga dipengaruhi oleh pemberian pakan. Perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, tetapi perlakuan pakan nabati (P3) berbeda dengan perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) serta perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) berbeda dengan semua perlakuan pakan. Hal ini dikarenakan pada pakan nabati (P3) terdapat senyawa anti tripsin yang dapat menghambat penyerapan protein, tetapi pada pakan nabati yang ditambahkan DSP (P4) berbeda nyata karena DSP tersebut memiliki

protein yang tinggi sehingga zat anti tripsin tidak dapat berfungsi menyerap protein secara sempurna.

Pemberian pakan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rasio daging dada per tulang (breast meat bone ratio) karena pakan akan mempengaruhi pembentukan tulang dan daging. Pemberian pakan komersial (P1) dan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, Pemberian pakan nabati (P3) dan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) tidak berbeda tetapi pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Penambahan DSP tidak berpengaruh terhadap rasio daging dada per tulang. Breast Meat bone ratio tertinggi untuk bagian dada dihasilkan oleh pakan dengan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) yaitu sebanyak 4,32%. Bahij (1991) menyatakan bahwa potongan komersial dada merupakan bagian karkas yang banyak mengandung jaringan otot sehingga perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat makanan khususnya protein. Kandungan protein pada setiap perlakuan ternyata lebih besar dari yang ditetapkan SNI (2006) yaitu 19% untuk grower dan 18% untuk finisher.

2. Paha

Bobot paha yang dihasilkan oleh ayam yang diberi perlakuan pakan nabati menghasilkan bobot yang lebih rendah. Bobot paha mempengaruhi bobot daging dan tulang paha yang dihasilkan. Pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap bobot paha. Pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan bobot paha paling besar yaitu 362,20±53,60 g dan bobot paha paling terendah dihasilkan dengan pemberian pakan nabati (P3) dan bobot paha terendah tersebut sebesar 119,27±17,47 g. Pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan bobot paha sebesar 327,60 ± 47,40 g dan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan bobot paha sebesar 124,30±23,42 g.

Pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap persentase bobot paha perbobot karkas. Persentase tertinggi pada P3 atau pemberian pakan nabati sebesar 30,77±1,02%, P4 atau pemberia pakan nabati ditambah DSP sebesar 29,61±1,41%, P1 atau pemberian pakan komersial sebesar 29,73± 1,61% dan P2 atau pemberian pakan komerial ditambah DSP sebesar 28,86± 2,14%. P3 atau pakan perlakuan dengan pakan nabati menghasilkan persentase tertinggi karena pada P3 menghasilkan berat karkas 387,40±55,00 g dan berat paha 119,20±17,47 g.

Tight meat bone ratio atau rasio daging paha pertulang menunjukan P1 dan P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak berbeda. Persentase daging paha pertulang paha menghasilkan persentase tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah pada pemberian pakan komersial (P1) sebesar 2,78±0,38 %, pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) sebesar 2,51±0,60 %, pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) sebesar 1,93±0,52 % dan pemberian pakan nabati (P3) sebesar 1,82±0,36 %. Penambahan DSP berarti tidak berpengaruh terhadap rasio daging paha pertulang. Rasio daging pertulang paha pada pemberian pakan nabati lebih kecil daripada pakan komersial 34,53%.

3. Sayap

Pemberian pakan komersial dan pakan nabati menghasilkan bobot sayap yang berbeda. Persentase sayap menunjukan P1 dan P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak berbeda tetapi pemberian pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Nilai rataan persentase sayap berkisar antara 10,52-13,75%, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hasil penelitian Yulia (2004) bahwa persentase potongan komersial bagian sayap sebesar 7,54% untuk ayam broiler yang berumur 6 minggu.

Ayam yang diberi pakan komersial (P1 dan P2) menghasilkan bobot punggung yang lebih besar dari pada ayam yang diberi pakan nabati (P3 dan P4). Persentase punggung menunjukan hasil yang tidak berbeda antara setiap perlakuan pakan. Berat punggung dengan pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan berat sebesar 256,90±43,40 g, berat punggung dengan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan berat sebesar 267,40±31,42 g, berat punggung dengan pemberian pakan nabati (P3) menghasilkan berat sebesar 86,40±13,30 g dan berat punggung dengan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan berat sebesar 95,30±20,07 g. Berat punggung terbesar dihasilkan oleh pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2).

4. Punggung

Bagian punggung broiler merupakan bagian karkas yang lebih banyak tulang dibandingkan dengan bagian yang lain. Perlakuan pemebrian pakan ternyata tidak

mempengaruhi bobot punggung dan persentase punggung per bobot karkas. Bobot punggung terberat dihasilkan oleh pemberian pakan komersial yang ditambah DSP (P2) dan pakan komersial (P1) yaitu 267,40±31,42 g dan 256,90±43,40 g sedangkan bobot punggung broiler yang diberi pakan nabati (P3) 86,40±13,30 g dan pakan nabati ditambah DSP (P4) 95,30±20,07 g.

Persentase bobot punggung terbesar dihasilkan oleh P1 atau pemberian pakan komersial, hal ini disebabkan bobot karkas yang dihasilkan juga besar. Persentase berat punggung perberat karkas dari yang terbesar sampai yang terkecil secara berturut-turut adalah pemberian pakan komersial (P1) 23,31±2,52%, pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) 22,68±2,09%, pemberian pakan nabati (P3) 22,32±1,59% dan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) 21,48±2,76%. Persentase bobot punggung pada hasil penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pernyataan Kidd dan Kerr (1996) bahwa rataan persentase punggung ayam broiler berkisar 18%.

Dokumen terkait