• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase karkas dan potongan komersial ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persentase karkas dan potongan komersial ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN

NABATI DAN KOMERSIAL

SKRIPSI

DEDE HELENA MEGAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Dede Helena Megawati. D14061313. 2011. Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS.

Broiler merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Penggunaan pakan sangat erat kaitannya dengan produksi daging. Pakan komersial didalamnya merupakan campuran dari bahan nabati dan hewani. Pengurangan bahan asal hewan dapat mengurangi bau amis dan biaya produksi. Pakan nabati digunakan karena kandungan gizi yang baik dan harga yang murah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase karkas dan potongan komersial ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial. Sampel yang digunakan sebanyak 40 ekor yang diambil secara acak masing-masing 2 ekor dari perlakuan ulangan dari pemeliharaan 200 ekor selama 35 hari dengan 4 macam perlakuan pemberian pakan, yaitu pemberian pakan komersial selama pemeliharaan (P1); pemberian pakan komersial tiga minggu pemeliharaan dan dua minggu terakhir diberi pakan komersial ditambah DSP (P2); pemberian pakan nabati selama pemeliharaan (P3) dan pemberian pakan nabati tiga minggu dan dua minggu terakhir diberi pakan nabati ditambah DSP (P4). Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati adalah bobot (hidup akhir, karkas, dada, paha, sayap dan punggung), persentase (karkas, dada, paha, sayap dan punggung), meat bone ratio dada dan paha. Data yang diperoleh dianalisis dengan sisdik ragam dan bila berbeda maka dilakukan uji Tukey.

Penggunaan pakan yang berbeda ternyata berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot hidup akhir, bobot (karkas, dada, paha, sayap dan punggung), rasio daging pertulang (dada dan paha) dan persentase bobot punggung. Hasil penelitian menunjukan bobot hidup akhir ayam yang diberi pakan nabati sekitar 673,15 g/ekor, sedangkan yang diberi pakan komersial sekitar 1628,80 g/ekor. Bobot (karkas, dada, paha, sayap dan punggung) berturut-turut adalah 387,40-1256,80 g; 132,10- 476,80 g; 119,20-362,20 g; 52,90-131,40 g; dan 86,40-267,40 g. Persentase bobot (dada, paha, sayap dan punggung) per bobot karkas berturut-turut adalah 34,11-38,12%; 28,86-30,77%; 10,52-13,75% dan 21,48-23,32%. Rasio daging per tulang (dada dan paha) berturut-turut adalah 1,90-4,32 dan 1,82-2,78.

(3)

ABSTRACT

Percentage of Carcasses and Commercial Cut of Broiler Chickens Fed Vegetable And Commercial Diet.

Megawati, D. H., N. Ulupi, dan H. S. Iman Rahayu

The use of feed is very closely related to meat production. Commercial feed is a mixture of vegetables and animal materials. Reduction of animal material origin could reduce the odor and production costs. Feed vegetable used as a good nutrient content, low fat of animal origin and low prices. This study aims to determine the percentage of carcass and commercial parting of broilers fed vegetable and commercial. This study used 40 samples from 200 broiler chickens Cobb strain reared for 35 days. Each treatment consisted of five replications and each replication consisted of 10 broiler chickens. Variables measured were the weight (final live, carcass, breast, thigh, wing and back), percentage of carcass (breast, thigh, wing and back), meat bone ratio of breast and thigh. The result showed that the final live weight of chicken fed with lower vegetable is 673,15 g /bird, while those given the commercial diet produced about 1628,80 g / bird. Differences carcass, breast, thigh, wings and back on commercial vegetable and row are 387,40 to 1256,80 g, 132,10 to 476,80 g, 119,20 to 362,20g ; from 52,90 to 131,40 g, and from 86,40 to 267,40 g respectively. While the percentage of breast, thigh, wing and back with carcass weight to vegetable feed and commercial feed in a row are 34,11-38,12%; 28,86-30,77%; 10,52-13,75% and 21,48-23,32% respectively. Percentage meat bone ratio of breast and thigh in a row is 1,90-4,32 and1,82-2,78.

(4)

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN

NABATI DAN KOMERSIAL

DEDE HELENA MEGAWATI D14061313

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial

Nama : Dede Helena Megawati NIM : D14061313

Menyetujui

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Niken Ulupi, MS) (Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., MS) NIP : 19570129 198303 2 001 NIP : 19590421 198403 2 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 30 Januari 1988 dari pasangan Bapak Goden Suganda dan Ibu Imas Lediasari. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Kartini pada tahun 1993 sampai dengan 1994. Penulis kemudian melanjutkan sekolah pendidikan dasar di SDN Cibalagung 3 kota Bogor dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Ciomas kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Rimba Madya Bogor, selama bersekolah di Sekolah Menengah Atas penulis aktif dalam ekstrakurikuler paskibra.

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan merupakan mahasiswa angkatan kedua program mayor minor Institut Pertanian Bogor. Penulis kemudian diterima di Departemen Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial” serta tidak lupa shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis beserta tim pada bulan Februari sampai April 2010 bertempat di laboratorium lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas (pemeliharaan) dan laboratorium Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas (pengamatan peubah), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase karkas dan potongan komersial aya m broiler yang diberi pakan nabati daan komersial. Penggunaan pakan nabati bertujuan untuk mendapatkan keunggulan dari produk akhir berupa daging yang dihasilkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum dapat dikatakan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan.

Bogor, Juni 2011

(8)
(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Pakan Penelitian ... 21

Kandungan Nutrisi Pakan... 21

Konsumsi Pakan ... 22

Bobot Hidup, Karkas dan Potongan Komersial ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500 ... 3

2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada Tingkat Umur yang Berbeda .... 4

3. SNI Pakan Broiler Starter dan finisher ... 4

4. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per Kg Pakan ... 12

5. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan ... 13

6. Komposisi dan Formula Pakan Nabati ... 15

7. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial ... 15

8. Hasil Analisis Laboratorium dan Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan ... 21

9. Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan selama Lima Minggu Pemeliharaan 22 10. Rataan Bobot Hidup, Bobot Karkas, Potongan Komersial (Dada, Paha, Punggung dan Sayap) dan Rasio Bobot Daging pertulang (Dada dan Paha) Ayam Broiler ... 24

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Bobot Hidup ... 36

2. Analisis Ragam Bobot Karkas ... 36

3. Analisis Ragam Bobot Dada ... 36

4. Analisis Ragam Persentase Daging Dada per Tulang ... 36

5. Analisis Ragam Persentase Bobot Dada per Bobot Karkas ... 36

6. Analisis Ragam Bobot Paha ... 37

7. Analisis Ragam Persentase Daging Paha per Tulang ... 37

8. Analisis Ragam Bobot Paha per Bobot Karkas ... 37

9. Analisis Ragam Bobot Sayap ... 37

10. Analisis Ragam Persentase Bobot Sayap per Bobot Karkas ... 37

11. Analisis Ragam Bobot Punggung……… 38

12. Analisis Ragam Persentase Bobot Punggung per Bobot Karkas…… 38

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Peternakan broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditunjang dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding dan manajemen.

Broiler yang ada saat ini merupakan pengembangan lebih kurang 50-an tahun yang lalu. Manajemen pemeliharaan ayam broiler sudah ditingkatkan mulai dari budidaya, perkandangan, pengendalian penyakit ataupun pengelolaan pasca panen. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dari pemeliharaan broiler. Pakan broiler sudah banyak beredar di pasaran dengan berbagai nutrisi yang disediakan sesuai kebutuhan peternak. Pakan yang beredar di pasaran disebut dengan pakan komersil.

(13)

(Suprijatna et al.,2008). Bahan alternatif yang dipilih untuk menghindari masalah yang timbul adalah bahan pakan asal nabati.

Bahan pakan asal nabati merupakan bahan baku yang murah sehingga dapat menekan biaya produksi, tidak menimbulkan bau anyir dan merupakan bahan sumber energi dan protein yang baik. Nutrisi ransum yang dibuat dari bahan asal nabati juga menyamai nutrisi yang ditambahkan bahan asal hewan dengan formulasi pakan yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan bahan pakan asal nabati dengan komersial terhadap persentase karkas dan potongan komersial.

Tujuan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan meng-hasilkan daging yang memiliki serat yang lunak (Bell dan Weaver, 2002). Ciri-ciri ayam broiler memiliki tekstur daging serta kulit yang lembut dan tulang dada yang merupakan tulang rawan yang fleksibel. Broiler merupakan media yang efisien dalam mengubah protein nabati dan bahan lain yang tak lazim untuk selera manusia menjadi daging yang bermutu tinggi dan digemari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini karena adanya perbedaan kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur yang berbeda. Faktor genetik dan lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas (Soeparno, 1994). Bobot ayam broiler strain Cobb 500 menurut Vantress (2008) disajikan pada Tabel 1, sedangkan kebutuhan nutrisi broiler pada umur yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2 dan SNI pakan broiler starter dan finisher pada Tabel 3.

Tabel 1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500

Umur Bobot Badan (g)

(Minggu) Jantan Betina Jantan dan Betina

1 170 158 164

2 449 411 430

(15)

4 1478 1316 1397

5 2155 1879 2017

6 2839 2412 2626

Sumber : Vantress (2008)

Tabel 2. Beberapa Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada Tingkat Umur yang Berbeda

Kebutuhan Nutrisi Satuan 0-21 (hari) 22-42 (hari) 43-56 (hari)

Protein % 23 20 18

Energi Metabolis Kkal/kg 3.200 3.200 3.200

Kalsium % 1,00 0,90 0,80

Phosphor % 0,45 0,35 0,30

Natrium % 0,20 0,15 0,12

Khlor % 0,20 0,15 0,12

Magnesium Mg 600 600 600

Kalium % 0,30 0,30 0,30

Sumber: Nation Research Council (1994)

Tabel 3. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher

No Parameter Satuan Startera Finisherb

1 Kadar Air % Maks. 14,0 Maks. 14,0

2 Protein Kasar % Min. 19,0 Min. 18,0

3 Lemak Kasar % Maks. 7,4 Maks. 8,0

4 Serat Kasar % Maks. 6,0 Maks. 6,0

5 Abu % Maks. 8,0 Maks. 8,0

6 Kalsium % 0,90-1,20 0,90-1,20

7 Fosfor Total % 0,60-1,00 0,60-1,00

8 Fosfor tersedia % Min. 0,40 Min. 0,40

(16)

Lisin % Min. 1,10 Min. 0,90 hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus. Banyak jenis Strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertu mbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan (Bell dan Weaver, 2002). Jenis strain tersebut menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2000) adalah Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-broiler, Ross, Marshall ‘’in’’, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo dan Cp 707.

Persyaratan mutu bibit ayam broiler atau DOC menurut SNI (2005) adalah berat DOC per ekor minimal 37 g dengan kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ditemukan kelainan bentuk dan cacat fisik, sekitar pusar dan dubur kering. Warna dubur seragam sesuai dengan warna galur, kondisi bulu kering dan berkembang serta jaminan kematian DOC maksimal 2%. Patokan kebutuhan nutrisi ayam broiler menurut NRC (1994) untuk kebutuhan protein umur 0-3 minggu, 3-6 minggu, dan 6-8 minggu berturut turut adalah 23%, 20% dan 18% pada tingkat EMP 3200 kkal/kg. Kebutuhan nutrisi tiap ayam bergantung pada strain masing-masing (Ensminger et al., 1992).

Pertumbuhan dan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh yang terjadi sebelum lahir (prenatal) dan setelah lahir (postnatal) sampai mencapai dewasa (Ensminger et al., 1992). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan menurut Bell dan Weaver (2002) yaitu galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung.

(17)

mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 g/ekor sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 g/ekor.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

Berdasarkan catatan yang dihimpun oleh World Poultry (2004) selama kurun waktu 20 tahun terakhir, genetik ayam broiler telah mengalami perkembangan yang nyata pada tahun 1984 rataan bobot badan ayam pada umur 5 minggu adalah 1,345 g dan pada umur 7 minggu adalah 2,160 g, sedangkan tahun 2004 pada umur yang sama akan mendapat rataan bobot badan 1,882 g dan 3,052 g. Perbaikan mutu genetik tersebut harus didukung dengan pemberian ransum Cobb untuk ayam jantan sebesar 1,324 g dan ayam betina sebesar 1,195 g (Cobb Breeding Company, 2003).

Karkas Ayam Broiler

Karkas daging ayam merupakan salah satu komoditas penting yang ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan ayam relatif mudah dikembangkan, cepat menghasilkan, serta usaha pemotongannya yang sederhana. Permintaan pasar yang cukup tinggi terhadap karkas ayam broiler maka selain kuantitas, produsen diharapkan menyediakan karkas yang berkualitas (Abubakar 1992; International Meat and Poultry HACCP Aliance 1996).

(18)

Soeparno, 1994). Dwiyanto et al. (1979) juga menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persentase bobot karkas adalah jumlah dan kualitas ransum selain bobot hidup, perlemakan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.

Muchtadi dan Sugiyono (1992), menyatakan komponen karkas terdiri dari otot, lemak, tulang dan kulit. Merkley et al.(1980), membagi karkas menjadi lima bagian besar potongan komersial yaitu dada, sayap, punggung, pangkal paha dan paha. Bagian dada banyak disukai konsumen karena serat dagingnya lebih lunak dibandingkan paha atau bagian lainnya. Bagian-bagian tubuh ayam broiler memiliki rasa yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Bagian punggung memiliki tulang yang lebih banyak. Bagian betis lebih keras karena berotot. Sebaliknya, bagian dada lebih empuk dan sedikit mengandung lemak. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jumlah lemak intramuskular dalam otot (Abubakar dan Wahyudi, 1994). Faktor nilai karkas dapat diukur secara objektif seperti bobot karkas dan daging, dan secara subjektif misalnya dengan pengujian organoleptik atau panel. Daging dada ayam memiliki warna yang agak putih sedangkan daging pada bagian paha berwarna lebih merah, hal ini dikarenakan kandungan mioglobin pada daging paha lebih banyak dari pada bagian dada (Blakely dan Bade, 1991).

Menurut Murtidjo (1987), persentase karkas ayam broiler yang normal berkisar antara 65-75% dari bobot hidup waktu siap potong. Standar Nasional Indonesia (1997) menyatakan ukuran karkas berdasarkan bobotnya yaitu: (1) ukuran kecil: 0,8-1,0 kg, (2) ukuran sedang : (1): 1,0-1,2 kg, (3) ukuran besar: 1,2-1,5 kg. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya umur dan bobot badan (Brake et al., 1993). Perbandingan kalsium dan phosphor yang ditetapkan sebanyak 2:1, tetapi umumnya 1,2:1 dianggap ideal, karena hal ini berkaitan dengan pembentukan tulang untuk tempat melekatnya otot yang menjadi titik awal pertumbuhan ternak (Anggordi,1995).

Pakan Nabati

(19)

daun-daunan yang suka dimakan oleh ayam. Bahan pakan nabati banyak pula yang mempunyai kandungan protein tinggi seperti bungkil kelapa, bungkil kedele dan bahan pakan asal kacang-kacangan. Jagung merupakan sumber energi yang besar bagi pakan.

Bahan pakan nabati banyak yang diberikan pada unggas. Bahan pakan nabati menyebabkan harga ransum dapat ditekan karena biaya pakan pada pemeliharaan ayam diperkirakan mencapai 70% dari total biaya produksi (Suprijatna et al.,2008). Bahan makanan nabati sebagian besar merupakan sumber energi yang baik. Bahan pakan sumber energi diantaranya adalah jagung, gandum, oat, barlei, beras dan hasil ikutan padi (Amrullah, 2004)

Dedak Halus

Dedak merupakan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi tetapi pemakaian dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kekurangan isoleusin dan treonin (Suprrijatna et al., 2008 dan Wahju, 2004). Dedak halus lebih banyak mengandung serat kasar karena dedak halus didapat dari padi yang ditumbuk (Wahju, 2004). Hadipermata (2007) menyatakan bahwa bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggiling padi tidak dapat memisahkan antara dedak dan bekatul maka dedak dan bekatul bercampur menjadi satu sehingga disebut dengan dedak atau bekatul saja. Komposisi dedak padi pada pakan broiler dapat mencapai 20-30% tanpa menurunkan performans, tetapi apabila sampai mencapai 40% maka kecepatan pertumbuhan menurun (Farell, 1994). Kelemahannya dedak padi mengandung fitat fosforus yang cukup tinggi yang sulit dicerna oleh unggas.

Jagung

(20)

Jagung memiliki serat kasar yang rendah, sehingga memungkinkan jagung dapat digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Pemakian jagung dalam pakan broiler dapat mencapai taraf 70%. Jagung memiliki lemak yang tidak terlalu banyak. Lima puluh persen dari jumlah lemak tersebut mengandung asam linolenat, yang merupakan sumber asam lemak esensial dalam ransum unggas. Jagung juga mengandung karoten tetapi memiliki kadar metionin dan lisin yang rendah (Wahju, 2004).

Minyak Nabati

Salah satu bahan makanan unggas pedaging yang kerap digunakan adalah minyak nabati. Minyak nabati yang digunakan oleh kebanyakan unggas pedaging adalah minyak kelapa dan sejenisnya. Minyak dalam ransum unggas selain membantu dalam memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga menambah selera makan unggas dan mengurangi sifat berdebu.

Penggunaan minyak kelapa dalam penyusunan ransum adalah untuk melengkapi kekurangan energi. Selain itu, bahan ini sangat membantu dalam pembuatan pakan bentuk pellet karena dapat memperlicin atau mempermudahkan keluarnya pakan saat melewati sarang mesin pembuat pakan. Namun, pengunaan minyak nabati yang berlebihan juga akan merusak kualitas pellet yang dihasilkan karena dapat menyebakan pellet mudah pecah dan menaikan kadar debu. Untuk itu sebaiknya minyak nabati tersebut hanya digunakan dalam jumlah yang terbatas. Campuran minyak pada pakan maksimal dibawah 5%. Apabila berlebihan akan menyebabkan pakan mudah tengik (Widodo, 2010)

Protein Kedelai

(21)

dengan bantuan enzim. Hidrolisa secara sempurna akan menghasilkan asam amino. Kegunaan Protein antara lain sebagai Zat pembangun, Zat pengemulsi, Zat Buffer, dan membentuk enzim (Saputri,2009). Bungkil kedelai sesuai sebagai sumber protein dalam pakan karena kandungan lisin yang tinggi, walaupun kandungan sistin dan metionin terbatas (Swick, 2001). Kandungan protein bungkil kedelai 41-50% dan merupakan bahan pakan sumber protein nabati terbaik dibandingkan sumber lain (Suprijatna et al., 2008). Protein kedelai masih memiliki anti tripsin yang dapat diinaktivasi dengan cara pemanasan (Fadli, 2009) selain itu protein ini memiliki keunggulan yaitu dapat menurunkkan kadar trigliserida dalam darah, anti kanker, anti oksidan dan sebagai sistem imun menutut Sugano (2006).

Pemacu Pertumbuhan

Pemacu pertumbuhan atau growth promoter diberikan pada pakan unggas yang bertujuan untuk penggemukan dan meningkatkan palatabilitas pakan sehingga pemanfaatan pakan lebih efisisen. Pemacu pertumbuhan pada umumnya menggunakan antibiotik. Antibiotik berfungsi untuk memacu pertumbuhan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan. Wahju (2004) juga menambahkan bahwa antibiotik mengefektifkan penggunaan zat makanan, mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkan amonia berlebihan, memperbaiki absorpsi zat makanan tertentu, mempertinggi penyerapan zat makanan, mempertinggi konsumsi makanan atau air, serta mencegah dan mengobati patologis yang timbul di saluran usus dan bagian lainnya.

(22)

meningkatkan konsumsi pakan, meningkatkan produksi enzim pencernaan serta menstimulasi antiseptik dan antioksidan.

Vitamin dan Mineral

Vitamin merupakan substansi organik yang dibutuhkan oleh hewan dalam jumlah yang sangat kecil yang berfungsi untuk mengatur berbagai proses dalam tubuh bagi kesehatan, pertumbuhan, produksi dan reproduksi yang normal. Vitamin juga merupakan komponen yang ada dalam makanan tetapi berbeda dengan karbohidrat, protein, lemak, dan air terdapat didalam makanan dalam jumlah yang sedikit, penggunaan yang rendah dapat mengakibatkan penyakit serta tidak bisa disintesis oleh hewan dan harus ada dalam makanan. Di antara vitamin-vitamin ada beberapa pengecualian terhadap satu atau lebih dari klasifikasi di atas. Misalnya, vitamin D yang dapat disintesis pada permukaan kulit oleh radiasi sinar ultra violet dan asam nikotinat (niasin) dalam beberapa hal dapat disintesisi dari triptofan (Wahju, 2004).

Vitamin juga dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K) yang diabsorpsi bersama dengan lemak yang terdapat dalam pakan dan vitamin yang larut dalam air (vitamin B1, B2, B6, B12, niasin, asam pantotenat, asam folat, biotin dan kolin) yang tidak dipengaruhi oleh absorpsi lemak. Vitamin yang ditambahkan dalam pakan unggas biasanya dalam bentuk premix. Premix merupakan istilah untuk bahan biologi aktif yang sudah bercampur secara homogen. Jumlah premix yang biasanya digunakan dalam campuran komposisis pakan adalah 1,0-2,0%.

Mineral secara umum berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang membuat adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan kolodial dari beberapa senyawa yang ada dalam tubuh, menjaga keseimbangan asam dan basa dalam tubuh (Santoso dan Sudaryani, 2009). Zat mineral yang dibutuhkan ternak kurang lebih 3 sampai 5 persen dari tubuh. Hewan tidak dapat membuat mineral sendiri dalam tubuh maka harus disediakan dalam makannya. Defisiensi suatu zat mineral jarang menimbulkan kematian tetapi menurunkan kesehatan.

(23)

lain adalah tepung kerang, tepung batu, tepung tulang dan kapur yang jumlahnya banyak di alam dan dapat diolah. Sumber mineral buatan pabrik antara lain kalsium karbonat, kalsium fosfat, fosfat koloidal dan natrium fosfst monobasic. Vitamin dan mineral biasanya diberikan dalam bentuk premix. Kebutuhan vitamin dan mineral berturut-turut pada ayam broiler berdasarkan umur pemeliharaan dalam tingkat energi metabolis 3200 kkal/kg dan bahan kering 90% dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 yang bersumber dari NRC (1994).

Tabel 4. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per Kg Pakan

Vitamin 0-3 minggu 3-6 minggu 6-9 minggu

Tabel 5. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan

(24)

Iodin (mg) 0,35 0,35 0,35

Besi (mg) 80 80 80

Mangan (mg) 60 60 60

Selenium (mg) 0,15 0,15 0,15

Zinkum (mg) 40 40 40

Sumber: NRC (1994)

Keterangan: *kebutuhan dapat lebih tinggia apabila terdapat fitat yang mengikat fosfor

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kandang blok B laboratorium lapang Bagian Produksi Ternak Unggas (pemeliharaan ayam), dan laboratorium Bagian Produksi Ternak Unggas (pengamatan peubah), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian terdiri dari pemeliharaan dan pengamatan peubah dari bulan Februari sampai dengan April 2010.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan adalah ayam broiler yang diproduksi oleh PT Charoen Phokphand Jaya Farm sebanyak 40 ekor yang diambil dengan metode sampling dari 200 ekor yang dipelihara sampai berumur 35 hari.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah sistem litter dengan alas sekam padi, yang berjumlah 20 buah berukuran 1,2 x 1,2 x 2,5 m dengan masing-masing kandang berisi 10 ekor ayam. Setiap kandang dilengkapi dengan satu lampu 40 watt sebagai pemanas (brooder) dan penerangan, satu buah tempat pakan, serta satu buah tempat minum.

(25)

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR 511 untuk starter dan BR 512 untuk finisher yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Jaya Farm, pakan nabati yang diformulasikan oleh PT. Benny Putra yang diproduksi di Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan IPB dan komposisinya disajikan pada Tabel 6, serta DSP (dysapro) berupa bahan baku pakan yang diperoleh dari PT. Benny Putra. Kandungan nutrisi pakan komersial, nabati dan DSP disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6. Komposisi dan Formula Pakan Nabati

Bahan Baku % Bahan Protein

Dysapro/soya protein 34,3 16,12 1098 54,88

Bekatul 13 1,43 286 20,80

Tabel 7. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial

Kandungan Komersial BR 511 Komersial BR 512 Nabati Dysapro*

(26)

Sumber : Hasil Analisisi Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2010)

*Hasil Analisis Unit Layanan Pemeriksaan Laboratoris, konsultasi, dan pelatihan FKH UNAIR (2009)

Vitamin

Vitamin yang akan diberikan berupa vitamin tambahan (Vitachick) yang diberikan saat hari kedua setelah DOC datang. Vitamin lain yang diberikan adalah anti stress (Vitastress) yang diberikan setiap setelah penimbangan tiap minggu.

Rancangan Percobaan

Perlakuan pada penelitian ini adalah pakan yang diberikan pada broiler. Pakan yang diberikan terdiri dari empat macam. Setiap perlakuan diambil masing-masing 2 ekor dengan metode sampling dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut P1 yaitu pemberian pakan komersial selama lima minggu, P2 yaitu pemberian pakan komersial selama tiga minggu dan dua minggu terakhir pemberian pakan komersial ditambahkan DSP, P3 yaitu pemberian pakan nabati selama lima minggu dan pada P4 yaitu tiga minggu pertama diberikan pakan nabati dan dua minggu terakhir diberikan pakan nabati yang ditambahkan DSP.

Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan lima kali ulangan. Model matematis yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah

Yij =  + i + ij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan satuan percobaan ke-j dengan perlakuan pakan ke-i  : Nilai tengah umum

i : Pengaruh perlakuan pemberian pakan

(27)

i : 1,2,3,4 j : 1,2,3,4,5

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika pada analisis ANOVA didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang diamati adalah berat (hidup akhir, karkas, dada, paha, sayap dan punggung), persentase (karkas, dada, paha, sayap dan punggung) serta rasio daging pertulang atau meat bone ratio dada dan paha.

Prosedur

Persiapan Pakan

Pakan dipersiapkan sebelum pemeliharaan karena pada hari pertama langsung diberi pakan perlakuan. Periode starter diberi pakan komersial dengan kode BR 511 sampai berumur 3 minggu, sedangkan pada periode grower diberi pakan dengan kode BR 512 sampai akhir pemeliharaan. Perlakuan dengan pakan nabati diberikan selama masa pemeliharaan.

Pemberian Dysapro diberikan pada minggu ke-4 dan ke- 5 pemeliharaan pada perlakuan 2 dan 4 (P2 dan P4). Formulasi pada minggu ke-4 yaitu sebanyak 18% DSP ditambah dengan 82% pakan perlakuan baik pakan komersial maupun pakan nabati. Pencampuran pakan dengan DSP dilakukan dengan cara DSP 18% ditambah sedikit pakan perlakuan dan selanjutnya diberi air sebanyak 12% sampai semua tercampur kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sisa pakan perlakuan samapai semua tercampur dengan rata. Formulasi pada minggu ke-5 yaitu sebanyak 17% DSP ditambah pakan perlakuan sebanyak 83%. Pencampuran pakan dengan DSP dilakukan dengan cara DSP 17% ditambah sedikit pakan perlakuan dan selanjutnya diberi air sebanyak 12% sampai semua tercampur kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sisa pakan perlakuan sampai semua tercampur dengan rata. Pengadukan dilakuan dengan cara manual yaitu dengan penggunaan tangan. Ayam dipuasakan terlebih dahulu sebelum diberikan pakan yang telah dicampur DSP, hal ini bertujuan agar ayam tersebut dapat menghabiskan pakan yang telah dicampur dengan DSP.

(28)

Kandang dan alat disiapkan terlebih dahulu. Masing-masing kandang diberi kode perlakuan. Broiler yang baru datang diberi air minum yang dicampurkan dengan gula yang bertujuan untuk mengembalikan energi DOC setelah perjalanan. Setiap kandang diberi lampu 40 watt yang dinyalakan selama 24 jam sampai ayam berumur 14 hari dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar.

Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.30 dan 16.00. Pakan diberikan ad libitum dan dihitung setiap satu minggu sekali. Pakan perlakuan sudah mulai diberikan pada hari pertama pemeliharaan. Air minum diberikan ad libitum. Pemberian pakan yang dicampur DSP 3% diberikan setelah broiler berumur 21 hari. Tempat air minum dan tempat makan selalu dibersihkan setelah dilakukan penambahan pakan atau minum. Penimbangan bobot akhir broiler dilakukan pada hari ke-35.

Pelaksanaan Panen

Pelaksanaan panen dilakukan pada hari ke-35, sebanyak 40 ekor ayam (dua ekor dari masing-masing kandang setiap perlakuan ulangan) diambil dan dipuasakan selama kurang lebih 12 jam, setelah itu dilakukan penimbangan bobot hidup akhir kemudian dipotong. Pemuasaan sebelum pemotongan bertujuan agar memudahkan pengeluaran jeroan dan daging tidak banyak terkontaminasi kotoran. Pemotongan dilakukan pada bagaian leher dengan cara memotong esofagus, pembuluh darah vena jugularis, trakea dan arteri karotidae. Setelah dipotong ayam dibiarkan dalam kondisi kepala berada di bawah selama 2 sampai 3 menit yang bertujuan agar darah dapat keluar dengan cepat dan sempurna. Ayam yang sudah dipotong selanjutnya direndam dalam air panas selama kurang lebih 2 menit kemudian dilakukan pencabutan bulu dengan menggunakan mesin pencabut bulu. Perendaman dengan air panas bertujuan untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Setelah itu dilakukan pengeluaran organ dalam (hati, usus, rempela, jantung) dan dipotong bagian kepala, leher, dan ceker. Selanjutnya dapat dihitung persentase karkas yaitu dengan cara menghitung bobot karkas dibagi dengan bobot hidup dikali seratus persen dan dilakukan potongan komersial serta penimbangan bagian-bagian yang terdiri dari dada, paha, sayap dan punggung.

(29)

Potongan komersial bagian dada diperoleh dengan cara memotong bagian karkas pada daerah scapula sampai bagian tulang dada dan selanjutnya ditimbang (g). Persentase bagian dada diperoleh dengan cara menghitung bobot dada dibagi dengan bobot karkas dikali seratus persen. Rasio daging dada per tulang diperoleh dengan cara perbandingan antara bobot daging dada dan bobot tulang dada. Daging dada diperoleh dengan cara menimbang daging bagian dada yang telah mengalami proses pengambilan tulang dari tulang scapula sampai tulang dada serta tanpa kulit (proses deboning).

Bagian paha diperoleh dari pemisahan antara persendian pinggul dan selanjutnya ditimbang (g). Persentase bobot paha diperoleh dari penimbangan bobot paha dibagi bobot karkas dikali seratus persen. Rasio daging paha per tulang diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara bobot daging paha dibagi dengan bobot tulang. Bobot daging paha diperoleh dengan menimbang bagian paha yang telah mengalami proses pengambilan tulang dan dipisahkan dari persendian pinggul serta tanpa kulit (g).

Potongan komersial bagian sayap diperoleh dengan cara memotong bagian persendian antara lengan atas dengan scapula dan selanjutnya dilakukan penimbangan. Persentase sayap diperoleh dengan cara menghitung bobot sayap dibagi dengan bobot karkas dikali seratus persen. Potongan komersial bagian punggung diperoleh dari pemisahan tulang belakang sampai tulang panggul dan selanjutnya dilakukan penimbangan (g). Bobot punggung dibagi dengan bobot karkas dikali seratus persen merupakan cara untuk mengetahui persentase punggung.

Pengukuran Peubah

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah bobot hidup, bobot karkas, bobot dada, bobot paha, bobot sayap dan bobot punggung. Persentase karkas, persentase dada, persentase paha, persentase sayap dan persentase punggung. Rasio daging pertulang (dada dan paha) atau meat bone ratio (breast and tight).

1. Bobot hidup akhir diperoleh dengan penimbangan bobot badan ayam umur 35 hari sebelum dipotong atau disembelih (g/ekor).

(30)

3. Bobot dada diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah scapula sampai bagian tulang dada (g).

4. Persentase daging dada per tulang dada diperoleh dari bobot daging dada dibagi dengan bobot tulang dada dikali seratus persen (%).

5. Persentase berat dada terhadap berat karkas diperoleh dengan cara bobot dada dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

6. Bobot paha diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah tulang paha dan dipisahkan dengan persendian pinggul (g).

7. Persentase daging paha per tulang paha diperoleh dari bobot daging paha dibagi dengan bobot tulang paha dikali seratus persen (%).

8. Persentase bobot paha terhadap bobot karkas diperoleh dengan cara bobot paha dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

9. Bobot punggung diperoleh dengan cara menimbang bobot karkas yang diambil pada daerah tulang belakang sampai tulang panggul (g).

10.Persentase bobot punggung terhadap bobot karkas diperoleh dengan cara bobot punggung dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

11.Bobot sayap diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah persendian antara lengan atas dengan scapula (g).

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pakan Penelitian

Kandungan Nutrisi Pakan

Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisa Laboratorium dan Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian

Kandungan Pakan

Nutrisi P1* P2** P3* P4**

Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher

Protein Kasar (%)

19,55 18,52 19,55 23,67 20,93 20,93 20,93 26,61

Lemak Kasar (%)

4,66 3,87 4,66 3,58 4,48 4,48 4,48 4,08

Serat Kasar (%)

4,51 4,63 4,51 4,30 4,70 4,70 4,70 4,35

Energi Bruto (kkal/kg)

4085,00 4002,00 4085,00 3800,44 3976,00 3976,00 3976,00 3778,99

Keterangan : P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP.

(32)

Nilai protein kasar menurut SNI (2006) untuk starter dan finisher adalah 19% dan 18%, kandungan nutrisi protein kasar pada pakan perlakuan komersial (P1) untuk starter 19,55% dan 18,52% finisher; untuk pakan komersial yang ditambah DSP (P2) periode starter19,55% dan 23,67% periode finisher; untuk pakan nabati (P3) protein kasar periode starter dan finisher 20,93% serta untuk pakan nabati yang ditambah DSP (P4) protein kasar periode starter 20,93%dan finisher 26,66%. Pakan yang ditambahkan DSP memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang tidak ditambahkan DSP, hal ini dikarenakan protein yang terkandung dalam DSP cukup tinggi yaitu 47,66% yang berasal dari ekstrak protein kedelai (Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, 2010).

Lemak kasar pada hasil analisis proksimat pakan perlakuan pakan komersial (P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut sebesar 4,66%; 4,66%; 4,48% dan 4,48% yang tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan SNI (2006) untuk starter 7,4% dan lemak kasar periode finisher pakan perlakuan secara berturut-turut adalah 3,87%, 3,58%, 4,48% dan 4,08% yang tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan SNI (2006) yaitu 8,0% untuk periode finisher. Lemak pada pakan nabati berasal dari minyak nabati yang kebanyakan adalah minyak kelapa. Minyak dalam ransum unggas selain membantu dalam memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga menambah selera makan unggas dan mengurangi sifat berdebu (Amrullah, 2004). Pengunaan minyak nabati yang berlebihan juga akan merusak kualitas pellet yang dihasilkan karena dapat menyebakan pellet mudah pecah dan menaikan kadar debu. Untuk itu sebaiknya minyak nabati tersebut hanya digunakan dalam jumlah yang terbatas.

(33)

Energi bruto hasil analisis proksimat perlakuan pakan komersial (P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut adalah 4085,00 kkal/kg, 4085,00 kkal/kg, 3976,00 kkal/kg dan 3976,00 kkal/kg sedangkan untuk periode finisher secara berturut-turut adalah 4002,00 kkal/kg, 3800,44 kkal/kg, 3976,00 kkal/kg dan 3778,99 kkal/kg. Sumber energi pada pakan komersial berasal dari jagung, dedak dan pecahan gandum, sedangkan sumber energi dari pakan nabati berasal dari jagung, bekatul, CPO dan DSP (EM 3300 kkal/kg). Jagung mengandung protein agak rendah (sekitar 9,4%), tetapi kandungan energi metabolismenya tinggi sebesar 3430 kkal/kg. Komposisi kimia jagung menurut NRC (1994) yaitu mengandung bahan kering 89% dengan kandungan energi metabolis 3350 kkal/kg; 8,5% protein; 3,8% lemak; 2,2% serat kasar; 0,28% total fosfor dan 0,08% fosfor non fosfat. Menurut NRC (1994), komposisi bekatul pada kadar bahan kering 90% mengandung 3090 kkal/kg energi metabolis; 11,0% lemak; 4,1% serat kasar; 1,31% total fosfor dan 0,14% fosfor non fitat.

Konsumsi dan Konversi Pakan

Konsumsi pakan sangat erat kaitannya dengan laju pertumbuhan yang pada akhirnya akan berhubungan dengan bobot akhir dan bobot karkas serta potongan komersial. Kekurangan pakan akan mengganggu laju pertumbuhan. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak dalam jangka waktu tertentu selama periode pemeliharaan. Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Rataan konsumsi pakan perlakuan selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan selama Lima Minggu Pemeliharaan

Perlakuan Konsumsi (g/ekor) Konversi

P1 2985,38 1,81

P2 2836,46 1,67

P3 2082,35 4,39

P4 1940,87 3,70

(34)

Rataan konsumsi pakan selama pemeliharaan menunjukan hasil perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) yaitu berkisar antara 2836,46 dan 2985,38 g/ekor sedangkan perlakuan pakan nabati (P3) sebesar 2082,35 g/ekor dan perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) jauh lebih sedikit konsumsinya dari ketiga perlakuan yaitu 1947,80 g/ekor. Hal ini menunjukan bahwa pakan nabati sebagai pakan alternatif tidak disukai oleh ayam broiler, walaupun penggunaan protein kedelai dan jagung tinggi. Konsumsi pakan komersial dan pakan nabati sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan palatabilitas pakan nabati yang rendah. Pakan komersial dan nabati memiliki warna yang sama, tetapi pada pakan nabati memiliki bau yang kurang sedap dari pakan komersial (Usman, 2010). Wahju (2004) menyatakan bahwa secara umum konsumsi meningkat dengan meningkatnya umur dan bobot badan ayam yang besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih kecil dibandingan dengan perlakuan pakan nabati (P3) maupun perlakuan pakan nabati yang ditambah DSP (P4). Rataan konversi pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) adalah 1,81 dan 1,67 sedangkan untuk perlakuan pakan nabati (P3) dan Perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 4,39 dan 3,70. Semakin tinggi nilai konversi pakan menunjukan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat.

Konversi pakan yang tinggi disebabkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi banyak, tetapi pertambahan bobot badan yang rendah. Hal ini diduga terdapat senyawa anti nutrisi yang dapat menghambat penyerapan nutrisi sehingga pertambahan bobot badan juga terganggu serta kemungkinan ketersediaan asam amino yang kurang seperti asam amino lisin dan metionin. Sebagai sumber protein utama dalam pakan nabati adalah DSP yang merupakan ekstrak kacang kedelai. Kacang kedelai, seperti juga produk nabati lain mempunyai kandungan asam-asam amino yang tidak proporsional, terutama lisin dan metionin (Wahju, 2004).

(35)

usus. Banyaknya kandungan anti tripsin dalam pakan yang dikonsumsi dapat merangsang pengeluaran enzim dari pankreas yang berlebihan. Enzim tersebut merupakan protein, sehingga asupan protein yang masuk bersama pakan yang dikonsumsi tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak itu sendiri bahkan ternak tersebut akan kehilangan protein dari dalam tubuhnya melalui pengeluaran enzim yang berlebihan tersebut. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah suhu lingkungan, bentuk fisisk pakan, komposisi pakan, dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan.

Bobot Hidup, Karkas dan Potongan Komersial Broiler

Bobot hidup sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan dan juga akan mempengaruhi bobot karkas dan potongan komersial. Hasil penelitian untuk rataan bobot hidup, karkas dan potongan komersial dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Rataan Bobot Hidup, Bobot Karkas, Potongan Komersial (Dada, Paha,

g/ekor 1577,90±143,30a 1679,70±187,00a 625,00±68,30b 721,30±111,30b Karkas

g/ekor 327,60 ± 47,40 362,20±53,60 119,20±17,47 124,30±23,42

% (perbobot karkas) 29,73± 1,61 28,86± 2,14 30,77±1,02 29,61±1,41

(36)

g/ekor 119,30±11,10 131,40±15,30 52,90±6,03 54,80±8,55 % (perbobot karkas) 10,89±0,78a 10,52±0,97a 13,75±1,15b 13,14±0,98b Punggung

g/ekor 256,90±43,40 267,40±31,42 86,40±13,30 95,30±20,07

% (perbobot karkas) 23,31±2,52 21,48±2,76 22,32±1,59 22,68±2,09

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)

P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP

Bobot Hidup Broiler

Bobot hidup akhir hasil penelitian menunjukan bahwa diantara pakan komersial (P1 dan P2) tidak berbeda dan demikian juga pakan nabati (P3 dan P4), tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Pemberian pakan komersial menghasilkan bobot hidup yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal ini disebabkan ayam yang diberi pakan komersial memiliki tingkat konsumsi yang tinggi serta kandungan gizi yang cukup untuk menghasilkan bobot hidup yang optimal. Konversi pakan yang berbeda juga mempengaruhi bobot hidup yang dihasilkan. Penyebab konversi pakan yang berbeda dikarenakan pada pakan nabati zat-zat gizi terikat oleh senyawa yang sulit dicerna. Sumber protein utama dari pakan nabati adalah DSP (dysapro protein) sehingga protein pada pakan nabati semakin sulit dicerna dan diserap karena diduga mengandung anti tripsin. Hal tersebut merupakan penyebab tingginya konversi pakan yang berdampak pada rendahnya pencapaian bobot hidup karena pakan yang diberikan dapat mempengaruhi bobot hidup ayam (Bell dan Weaver, 2002). Rataan bobot hidup akhir ayam penelitian yang diperoleh lebih tinggi 14,24% dari standar yang diberikan Vantress (2008) untuk strain Cobb adalah 1397g.

Karkas Broiler

(37)

Bobot karkas yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukan bahwa ayam yang diberi pakan komersial menghasilkan bobot karkas yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal tersebut karena bobot hidup ayam yang diberi pakan komersial lebih tinggi. Hasil analisa statistik menunjukan pemberian pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, pemberian pakan nabati (P3) dan pemberian pakan nabati titambah DSP (P4) tidak berbeda tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda nyata (P<0,05) dengan pakan nabati (P3 dan P4). Hal tersebut karena bobot hidup ayam yang diberi pakan komersial lebih besar daripada bobot hidup ayam yang diberi pakan nabati. Persentase karkas yang dihasilkan dari perlakuan pemberian pakan komersial (P1) adalah 69,66% dari bobot 1101,10 g/ekor, perlakuan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) adalah 74.66% dari bobot 1256,80 g/ekor, perlakuan pemberian pakan nabati adalah 61.86% dari bobot 387,40 g/ekor dan perlakuan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 58,45% dari bobot 419,50 g/ekor. Nilai tersebut masih termasuk normal jika dibandingkan dengan yang diperoleh Brake dan Havensin (1993) yaitu berkisar antara 60,52-69,91% untuk ayam broiler umur 5 komersial yang banyak mengandung daging adalah potongan komersial bagian dada. Bagian dada memiliki daging yang lebih empuk dan sedikit menganding lemak. Bobot dada yang dihasilkan menunjukan bahwa pemberian pakan komersial

(38)

protein yang tinggi sehingga zat anti tripsin tidak dapat berfungsi menyerap protein secara sempurna.

Pemberian pakan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rasio daging

dada per tulang (breast meat bone ratio) karena pakan akan mempengaruhi pembentukan tulang dan daging. Pemberian pakan komersial (P1) dan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, Pemberian pakan nabati (P3) dan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) tidak berbeda tetapi pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Penambahan DSP tidak berpengaruh terhadap rasio daging dada per tulang. Breast Meat bone ratio tertinggi untuk bagian dada dihasilkan oleh pakan dengan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) yaitu sebanyak 4,32%. Bahij (1991) menyatakan bahwa potongan komersial dada merupakan bagian karkas yang banyak mengandung

jaringan otot sehingga perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat makanan

khususnya protein. Kandungan protein pada setiap perlakuan ternyata lebih besar

dari yang ditetapkan SNI (2006) yaitu 19% untuk grower dan 18% untuk finisher.

2. Paha

Bobot paha yang dihasilkan oleh ayam yang diberi perlakuan pakan nabati menghasilkan bobot yang lebih rendah. Bobot paha mempengaruhi bobot daging dan tulang paha yang dihasilkan. Pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap bobot paha. Pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan bobot paha paling besar yaitu 362,20±53,60 g dan bobot paha paling terendah dihasilkan dengan pemberian pakan nabati (P3) dan bobot paha terendah tersebut sebesar 119,27±17,47 g. Pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan bobot paha sebesar 327,60 ± 47,40 g dan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan bobot paha sebesar 124,30±23,42 g.

(39)

Tight meat bone ratio atau rasio daging paha pertulang menunjukan P1 dan P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak berbeda. Persentase daging paha pertulang paha menghasilkan persentase tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah pada pemberian pakan komersial (P1) sebesar 2,78±0,38 %, pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) sebesar 2,51±0,60 %, pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) sebesar 1,93±0,52 % dan pemberian pakan nabati (P3) sebesar 1,82±0,36 %. Penambahan DSP berarti tidak berpengaruh terhadap rasio daging paha pertulang. Rasio daging pertulang paha pada pemberian pakan nabati lebih kecil daripada pakan komersial 34,53%.

3. Sayap

Pemberian pakan komersial dan pakan nabati menghasilkan bobot sayap yang berbeda. Persentase sayap menunjukan P1 dan P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak berbeda tetapi pemberian pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Nilai rataan persentase sayap berkisar antara 10,52-13,75%, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hasil penelitian Yulia (2004) bahwa persentase potongan komersial bagian sayap sebesar 7,54% untuk ayam broiler yang berumur 6 minggu.

Ayam yang diberi pakan komersial (P1 dan P2) menghasilkan bobot punggung yang lebih besar dari pada ayam yang diberi pakan nabati (P3 dan P4). Persentase punggung menunjukan hasil yang tidak berbeda antara setiap perlakuan pakan. Berat punggung dengan pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan berat sebesar 256,90±43,40 g, berat punggung dengan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan berat sebesar 267,40±31,42 g, berat punggung dengan pemberian pakan nabati (P3) menghasilkan berat sebesar 86,40±13,30 g dan berat punggung dengan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan berat sebesar 95,30±20,07 g. Berat punggung terbesar dihasilkan oleh pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2).

4. Punggung

(40)

mempengaruhi bobot punggung dan persentase punggung per bobot karkas. Bobot punggung terberat dihasilkan oleh pemberian pakan komersial yang ditambah DSP (P2) dan pakan komersial (P1) yaitu 267,40±31,42 g dan 256,90±43,40 g sedangkan bobot punggung broiler yang diberi pakan nabati (P3) 86,40±13,30 g dan pakan nabati ditambah DSP (P4) 95,30±20,07 g.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pakan nabati yang diberikan pada ayam broiler dalam penelitian ini menghasilkan bobot hidup, karkas, persentase karkas, potongan komersial maupun meat bone ratio (paha dan dada) nyata lebih rendah (P<0,05) dari pada ayam yang diberi pakan komersial. Penambahan DSP (dysapro protein) tidak mampu meningkatkan bobot hidup, karkas maupun potongan komersial pada ayam baik yang diberi pakan nabati maupun pakan komersial.

Saran

(42)

pada dua minggu terakhir sebelum pelaksanaan panen, hal ini bertujuan untuk mengurangi residu anti biotik yang dapat terbawa dalam produk-produk unggas khususnya daging ayam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

hidayah, rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan studi, penelitian, seminar serta skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.

(43)

ujian sidang atas saran dan masukan yang diberikan.. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc sebagai pembimbing akademik yang selalu memberi pelajaran, saran, motivasi dan pengarahan selama masa studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu penelitian (Dani dan Asep) untuk semangat dan pengorbananya serta teman-teman satu bimbingan (Listy, Gagah, Krisna, Dimas, Ridho, Wahid, dan Alif). Teman-teman IPTP 43 dan IPTP 44, terima kasih untuk kebersamaanya dan kekeluargaan yang telah diberikan. Kepada pihak perusahaan PT. Beny Putra, seluruh staf Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas (Pak Hamzah, Pak Eka dan Bu Leli). Teman-teman seperjuangan BEM IPTP 2008 terima kasih atas semangatnya. Mahmudah, Ica dan Susan terimakasih atas semangat yang telah diberikan.Serta tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 1992. Grading karkas broiler. Prosiding Seminar ISPI Bogor. Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Caringin, Bogor. hlm. 12-14.

Abubakar, Triyantini & H. Setiyanto. 1991. Kualitas fisik karkas broiler (Studi kasus diempat ibu kota di P. Jawa). Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. hlm. 31-35.

Abubakar & M Wahyudi, 1994. Pengaruh pemotongaan sebelum dan sesudah rigor mortis terhadap penampakan ayam broiler. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm. 135-139.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.

(45)

Badan Pembangunan Nasional. 2000. Proyek pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan.http:// www. digilib. brawijaya. ac.id/ virtual_library/mlg_warintek/ ristek-pdii-lipi/ Data/ bididaya%20 peter [29 Desember 2010]

Bahij, A. 1991. Tumbuh kembang potongan karkas komersial ayam broiler akibat penurunan tingkat protein ransum pada minggu ketiga keempat. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bell, D. D., & W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th edition. Springer Science and business Media Inc. New York.

Bonnet, S., P.A. Geraert, M. Lessire, M.B. Cerre & S. Guillaumin. 1997. Effect of high ambient temperature on feed digestibility in broilers. Poultry Sci. 76:857-863.

Blakely. J & Bade. D. H. 1991. Ilmu Petrenakan. Edisi Keempat. Penerjemah: B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Brake, J.G.B. & S.E. Havenstein.1993. Relationship of sex, age and body weight to broiler carcass yield and offal production. Poult. Sci. 72: 1137 - 1145.

Choct, M. 2000. The role of feed enzyme in animal nutrition towards 2000 (interim report). Proceedings of the World Poultry Science Congress. New Delhi. India. 2: 125-133.

Cobb Breeding Company Ltd. 2003. Cobb 500 Maintaining the Momentum. East Hanning Field. Cheismford. England.

Dwiyanto, K., H. Resnawati, M. Sabrani & Sumarni. 1979. Evaluasi produksi daging dari ayam jantan final stock tipe dwiguna. Proceding Seminar Penelitian dan pengembangan Peternakan. Lembaga penelitian Peternakan, Bogor.

Ensminger, M. E., J. E. Oldfield & W. W. Heinemann. 1992. Feed and Nutrition. 2nd Edition. Ensminger publishing Company, California, USA.

Fadli, M. A. 2009. Optimasi formula dan evaluasi mutu minuman berpotensi tinggi berbasiskan isolate protein kedelai dan sweet whey. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Farell, D. J., 1994. Utilization of rice bran in diets for domestic fowl and ducklings. World Poultry Science Journal, 50: 116-131.

Gordon, S. H. & D. R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product: Their Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press, UK.

(46)

International Meat and Poultry HACCP Aliance. 1996. Generic HACCP model for poultry slaughter. The International Meat and Poultry HACCP Aliance, Kansas City, Missouri. P. 2-5.

Kahlon, T. S., F. I. Chow, & R. N. Sayre. 1994. Cholesterol lowering properties of rice bran. J Cereal Food Word. 39 (2): 99-102

Kidd, M. T., & B. J. Kerr. 1996. Growth and carcass characteristic of broilers fed low-protein, threonine-suplemented diets. J. Poult. Sci. 5 : 180-190.

Luh, B. 1991. Rice Utilization. Vol II. Van Norstrand Reinhold, New York.

McDonald, P., R. A. Edwars, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Coulour Press. Gospot.

Merkley, S. W., B. T. Weinland., G. W. Malone & G. W. Chaloupka. 1980. Evaluation of five commercial broiler crosses 2. Eviscerated yield and compnent parts. J. Poult. Sci. 59: 1755-1760.

Muchtadi, T. R. & Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium: Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

National Reasearch Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th revised edition. National Academy Press, Washington DC.

Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International. New York.

Ross Breeders. 2007. Ross 708 broiler performance objectivies.

http://www.rossbreeders.com. [14 Maret 2008].

Santoso, H., & T. Sudaryani. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging di Kandang Panggung Terbuka. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saputri, S. D. 2009. Pengaruh lama pemasakan dan temperatur pemasakan kedelai terhadap proses ekstraksi protein kedelai untuk pembuatan tahu. Skripsi. Fakultas Tekhnik. Universitas Diponegoro.

(47)

Standar Nasional Indonesia. 1996. [SNI 01-4227-1996] Bungkil Kedelai. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 1997. [SNI 01-4869-1997] Potongan Karkas Broiler. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2005. [SNI 01-4868.1-2005] Bibit niaga (final stock) ayam ras tipe pedaging umur sehari (kuri/doc). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006a. [SNI 01-3930-2006] Pakan anak ayam ras pedaging (broiler starter). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006b. [SNI 01-3931-2006] Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Steel, R.G.D. & J.W. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugano, M. 2006. Soy in health and disease prevention. Taylor and Francis Group, Boca Raton.

Suprijatna, E., A. Umiyati, & K. Ruhyat. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Swick, R. A. 2001. An update an soybean meal quality consideration. American Soybean Association. Orchad Road, Liat Tower, Singapore.

Usman. A, N. 2010. Pertumbuhan ayam broiler (melalui sistem pencernaanya) yang diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan DSP. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vantress. 2008. Broiler performance and nutrition supplement. Cobb 500. Cobb Vantress Inc., Arkansas.

World Poultry. 2004. Twenty years of production enhancement. Reed Business Information 20: 42 – 43.

(48)
(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Bobot Hidup

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 9230854 3076951 169.62* 2,87 (5%)

Eror 36 65304 18140

Total 39 9883899

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 2. Analisis Ragam Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 6140367 2046789 139.00* 2,87 (5%)

Eror 36 530099 14725

Total 39 6670466

(50)

Lampiran 3. Analisis Ragam Bobot Dada

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 909679 303226 159.15* 2,87 (5%)

Eror 36 68589 1905

Total 39 978268

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 4. Analisis Ragam Rasio Daging Dada per Tulang

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 40,53 13,51 18,13* 2,87 (5%)

Eror 36 26,82 0,74

Total 39 67,35

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 5. Analisis Ragam Persentase Bobot Dada per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 95,504 31,83 4.41* 2,87 (5%)

Eror 36 259,95 7,22

Total 39 355,45

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 6. Analisis Ragam Bobot Paha

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 504075 168025 112.39* 2,87 (5%)

Eror 36 53822 1495

Total 39 557897

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 7. Analisis Ragam Rasio Daging Paha per Tulang

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 6,35 2,12 9.35* 2,87 (5%)

Eror 36 8,16 0,22

Total 39 14,51

(51)

Lampiran 8. Analisis Ragam Persentase Bobot Paha perbobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 18,45 6,15 2,42 2,87 (5%)

Eror 36 91,64 2,54

Total 39 110,09

Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Sayap

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 51873 17291 148.24* 2,87 (5%)

Eror 36 4199 117

Total 39 56072

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 10. Analisis Ragam Persentase Bobot Sayap per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 77,65 25,88 27,02* 2,87 (5%)

Eror 36 34,48 0,96

Total 39 112,13

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 11. Analisis Ragam Bobot Punggung

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 294384 98128 113,77* 2,87 (5%)

Eror 36 31050 862

Total 39 325434

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 12. Analisis Ragam Bobot Punggung per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 17,44 5,81 1,11 2,87 (5%)

Eror 36 187,78 5,22

(52)
(53)

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN

NABATI DAN KOMERSIAL

SKRIPSI

DEDE HELENA MEGAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(54)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Peternakan broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditunjang dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding dan manajemen.

Broiler yang ada saat ini merupakan pengembangan lebih kurang 50-an tahun yang lalu. Manajemen pemeliharaan ayam broiler sudah ditingkatkan mulai dari budidaya, perkandangan, pengendalian penyakit ataupun pengelolaan pasca panen. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dari pemeliharaan broiler. Pakan broiler sudah banyak beredar di pasaran dengan berbagai nutrisi yang disediakan sesuai kebutuhan peternak. Pakan yang beredar di pasaran disebut dengan pakan komersil.

Gambar

Tabel 2. Beberapa Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada Tingkat Umur yang Berbeda
Tabel 4. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per Kg Pakan
Tabel 7. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial
Tabel 8. Hasil Analisa Laboratorium dan Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan   Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, persentase bobot karkas, persentase bobot hati, persentase bobot

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh dari penambahan biji ketumbar dalam ransum terhadap bobot karkas, persentase potongan komersial, lemak

Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penggunaan pakan berbasis ubi kayuterhadap kualitas karkas (bobot akhir, bobot karkas, persentasi karkas, lemakabdominal) ayam

Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras

Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Elfiandra (2007) bahwa bobot relatif proventrikulus ayam broiler umur lima minggu yang diberi pakan

Persentase Karkas Potongan Komersial dan Lemak Abdominal Ayam Broiler yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Inti Sawit Ditambah Pollard atau Dedak.. Fakultas

Hasil penelitian penggunaan Tepung Ampas Bir (TAB) dalam ransum terhadap bobot badan akhir, bobot dan persentase karkas ayam broiler dapat dilihat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot akhir, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler yang dipanen pada umur yang berbeda sehingga dapat