• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase Karkas Dan Potongan Komersial Ayam Broiler Diberi Tepung Ulat Hongkong Sebagai Alternatif Meat And Bone Meal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persentase Karkas Dan Potongan Komersial Ayam Broiler Diberi Tepung Ulat Hongkong Sebagai Alternatif Meat And Bone Meal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER DIBERI TEPUNG ULAT HONGKONG

SEBAGAI ALTERNATIF MEAT AND BONE MEAL

EDWIN NOVRIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler Diberi Tepung Ulat Hongkong sebagai Alternatif Meat and Bone Meal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada peruguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

EDWIN NOVRIANSYAH. Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler Diberi Tepung Ulat Hongkong sebagai Alternatif Meat and Bone Meal. Dibimbing oleh NIKEN ULUPI dan NAHROWI.

Ulat hongkong (Tenebrio molitor L) merupakan larva kumbang beras marga Tenebrio dan Tribolium. Kandungan protein dan lemak ulat hongkong dapat digunakan sebagai alternatif meat and bone meal (MBM). Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari pengaruh pemberian tepung ulat hongkong dan MBMterhadap bobot hidup, persentase karkas, lemak abdominal dan potongan komersial ayam broiler. Sebanyak 120 (DOC) broiler strain Ross digunakan dan dipelihara selama 35 hari. Perlakuan terdiri dari R0 = ransum mengandung 5% MBM, R1 = ransum mengandung 2.5% tepung ulat hongkong dan 2.5% MBM, R2 = ransum mengandung 5% tepung ulat hongkong dalam rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati yaitu bobot hidup, persentase karkas, lemak abdominal dan potongan komersial seperti dada, paha, sayap dan punggung. Hasil menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap persentase karkas, persentase lemak abdominal, potongan dada dan potongan punggung. Ayam broiler yang diberi ransum mengandung 2.5% tepung ulat hongkong dan 2.5% MBM (R1) menghasilkan persentase karkas, persentase potongan komersial seperti dada dan punggung yang sama dengan yang diberi ransum mengandung 5% MBM (R0). Ayam broiler yang diberi ransum mengandung 5% tepung ulat hongkong (R2) memiliki bobot badan dan persentase karkas paling rendah, tetapi memiliki persentase lemak abdominal yang sama dengan perlakuan ayam broiler yang diberi ransum mengandung 5% MBM (R0). Kesimpulannya adalah tepung ulat hongkong dapat mengganti penggunaan MBM sebesar 50% untuk mendapatkan karkas dan potongan komersial yang optimal. Kata kunci: broiler, karkas, MBM, potongan komersial, ulat hongkong

ABSTRACT

EDWIN NOVRIANSYAH. Percentage Carcass and Commercial Cut of Broiler Chicken Fed Diet Containing Mealworm as an Alternative Meat and Bone Meal. Supervised by NIKEN ULUPI and NAHROWI.

(6)

of carcass, abdominal fat, chest and back. Broiler fed diet containing 2.5% mealworm and 2.5% MBM (R1) had similar percentage of carcass and percentage of commercial cut such as chest and back with thats of broiler fed diet containing 5% MBM (R0).Broiler fed diet containing 5% mealworm (R2) had tended to have less body weight and percentage of carcass, but had similar percentage of abdominal fat with broiler fed diet containing 5% MBM (R0).It is concluded that mealworm could be used to replace 50% MBM in broiler diet to get optimal carcass and commercial cut.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER DIBERI TEPUNG ULAT HONGKONG

SEBAGAI ALTERNATIF MEAT AND BONE MEAL

EDWIN NOVRIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah tepung ulat hongkong, dengan judul Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler Diberi Tepung Ulat Hongkong sebagai Alternatif Meat and Bone Meal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Niken Ulupi MS dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi MSc selaku pembimbing, serta Bapak Sigid Prabowo, SPt MSc selaku dosen penguji sidang. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Lanjar dari Divisi Nutrisi Ternak Unggas, saudari Yuli Purnamawati dan Intan Permata Sari, berikutnya kepada Bapak Yusuf dan Bapak Entis selaku pegawai kandang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca dan dunia peternakan. Terima kasih.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Bobot Hidup, Karkas dan Lemak Abdominal 5

Potongan Komersial 7

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) 8

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan dan nutrien ransum percobaan 4

2 Rataan bobot hidup, persentase karkas dan persentase lemak abdominal

ayam broiler 6

3 Potongan komersial ayam broiler pada 3 perlakuan ransum 7

(16)
(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam bobot hidup ayam broiler 11

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver 2002). Ayam pedaging atau broiler dipanen pada umur 31-33 hari dengan berat rata-rata 1.67-2.10 kg ekor-1 (Anjarsari 2010). Bobot badan ayam broiler meningkat dengan cepat pada minggu awal pemeliharaan hingga mencapai puncak pertumbuhan pada umur 6-7 minggu, kemudian laju pertumbuhan bobot ayam akan menurun (Bell dan Weaver 2002). Performa bobot badan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi bobot hidup diantaranya konsumsi ransum dan kualitas ransum (Soeparno 1994).

Ransum merupakan biaya paling besar dalam produksi ayam broiler yaitu 80% biaya produksi berasal dari biaya ransum. Kandungan ransum ayam broiler harus terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Protein merupakan sumber nutrien utama yang mengandung suatu unsur nitrogen yang dapat berasal dari nabati seperti bungkil kedelai dan Corn Gluten pembuatan pakan, tetapi jumlah penggunaannya terhadap ransum ayam mesti dibatasi terkait bau amis yang dapat mempengaruhi kualitas daging.

Ulat hongkong merupakan larva dari kumbang Tenebrio molitor L yangberpotensi untuk dijadikan sebagai campuran ransum makanan ternak khusunya ayam broiler. Ulat hongkong memiliki taksonomi kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera, famili Tenebrionidae, genus Tenebrio dan spesies Tenebrio molitor L (Anderson et al. 1997). Ulat hongkong dapat mengalami pergantian kulit (moulting) sebanyak 9-20 kali sebelum menjadi pupa. Ulat ini memiliki kandungan gizi berupa protein kasar sebesar 47%-60%, lemak kasar 31%-43%, kadar abu < 5% dan kandungan air sebesar 60% (Makkar et al. 2014). Kandungan gizi ulat hongkong berupa protein kasar memiliki persentase yang cukup tinggi, hal tersebut mengindikasikan ulat hongkong memiliki potensi besar untuk dapat menggantikan MBM dan Fish Meal. Bell dan Weaver (2002) mengungkapkan selama dua minggu pertama kebutuhan protein ayam broiler berkisar 21%-22% dari bahan kering ransum, selebihnya kandungan protein diturunkan.

(20)

2

broiler yang diberi ransum komersial dengan lama pemeliharaan 35 hari memiliki persentase karkas sebesar 64.47%-70.50%. Potongan komersial merupakan pemotongan karkas ayam menjadi beberapa bagian seperti potongan dada, paha, sayap dan punggung, tujuannya adalah untuk memberikan banyak pilihan kepada konsumen terhadap bagian karkas ayam yang disukai.

Perhitungan akhir ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan tepung ulat hongkong sebagai alternatif penggunaan Meat and Bone Meal(MBM) perlu dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan terhadap bobot hidup, persentase karkas, persentase lemak abdominal dan potongan komersial.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian tepung ulat hongkong dan MBM terhadap bobot hidup, persentase karkas, persentase lemak abdominal dan potongan komersial ayam broiler pada berbagai taraf pemberian ransum.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menguji penggunaan tepung ulat hongkong dalam ransum khususnya ayam broiler sebagai pengganti dari tepung daging dan tulang atau Meat and Bone Meal(MBM). Pengujian difokuskan pada bobot hidup, persentase karkas, persentase lemak abdominal serta potongan komersialnya.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Oktober hingga Desember 2014.Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(21)

3 Alat

Peralatan yang digunakan dalam pemotongan dan penimbangan ayam yaitu kertas label, pisau, pinset, gunting, timbangan digital, pita ukur, panci, nampan, kemasan plastik, sarung tangan, masker dan alat tulis.

Prosedur Pembuatan tepung ulat hongkong

Ulat hongkong sebanyak 30 kg dijemur di bawah sinar matahari selama 6 hari. Setelah kering digiling dengan menambahkan tepung jagung (1:1) menggunakan mesin giling dengan ukuran screen 5 mm.

Pembuatan ransum

Ransum terbagi dalam 3 perlakuan, yaitu ransum mengandung MBM sebesar 5% (R0), ransum mengandung MBM sebesar 2.5% dan tepung ulat hongkong sebesar 2.5% (R1) dan ransum mengandung tepung ulat hongkong 5% (R2).

Persiapan Kandang

Kandang terlebih dahulu disanitasi dengan detergen dan karbol. Selanjutnya dilakukan pengapuran dengan larutan kapur pada dinding, lantai dan sekat petak kandang. Berikutnya penyemprotan cairan desinfektan untuk menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroba patogen. Tempat makan dan tempat minum dibersihkan dengan detergen dan dibilas dengan air bersih.

Pelaksanaan Pemeliharaan hongkong (R2). Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari dengan sistemlitter yang diberi sekam padi sebagai alas, kemudian diberi lampu pijar 60 watt sebagai pemanas. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Berikutnya penimbangan bobot badan dan perhitungan konsumsi dilakukan setiap minggu tepatnya pada hari Jumat.

Pemanenan dan Penimbangan Ayam Broiler

Pemanenan dilakukan pada hari ke-35. Ayam broiler ditimbang bobot hidupnya kemudian dipotong dengan posisi kepala di bawah. Pemotongan ayam dilakukan menggunakan metode kosher style pada bagian antara tulang kepala dengan tulang atlas. Bagian yang dipotong terdiri atas empat saluran yaitu pembuluh darah vena jugularis, arteri karotidae, esofagus dan trakea. Ayam yang telah dipotong didiamkan selama 2 menit agar darah keluar sempurna.

(22)

4

proses pencabutan bulu (defeathering) dan pengeluaran organ dalam (evisceration) serta dipisahkan antara bagian kepala, leher dan ceker untuk mendapatkan bagian karkas. Selanjutnya karkas ditimbang, kemudian dipisahkan antara sayap, paha, dada dan punggung. Bagian sayap dipotong pada bagian persendian tulang pangkal lengan sampai persendian taju tulang belikat, bagian paha dipotong pada sendi lutut sampai sendi intertarsica. Pemisahan bagian dada dan punggung dipotong pada bagian karkas yang tersisa pada batas persendian taju tulang belikat hingga batas tulang punggung, kemudian setiap potongan tersebut ditimbang. Selanjutnya bagian lemak abdominal yang telah dipisahkan, dibersihkan lalu ditimbang.

Tabel 1 Komposisi bahan dan nutrien ransum percobaan

Komposisi Starter Finisher Keterangan : *) Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2014).

**) Nilai analisis yang dilakukan oleh Sari (2015).

Peubah

1. Bobot hidup (g ekor-1), diperoleh dari penimbangan bobot badan ayam (g) umur 35 hari sebelum disembelih.

(23)

5 3. Persentase lemak abdominal (%), diperoleh dari perbandingan lemak

abdominal (g) dengan bobot hidup ayam (g) dikalikan 100%.

4. Persentase potongan komersial terdiri dari persentase bobot dada, punggung, sayap dan paha. Persentase dari peubah tersebut diperoleh dari perbandingan masing-masing komponen tersebut dengan bobot karkas (g) dikalikan 100%. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 taraf perlakuan dan 4 ulangan (setiap ulangan diambil satu sampel ayam broiler yang bobotnya berada di kisaran rata-rata). Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

R0 = Ransum mengandung 5% MBM

R1 = Ransum mengandung 2.5% MBM + 2.5% tepung ulat hongkong R2 = Ransum mengandung 5% tepung ulat hongkong

Model percobaan secara matematis adalah sebagai berikut: Yij = µ + +

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. µ = Nilai tengah umum hasil pengamatan.

= Pengaruh perlakuan ke-i : i = 5% MBM, 2.5% MBM + 2.5% tepung ulat hongkong, 5% Tepung ulat hongkong.

= Pengaruh galat percobaan pemberian ransum perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis of Variance / ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey (Gaspersz 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Hidup, Karkas dan Lemak Abdominal

(24)

6

Rendahnya bobot hidup ayam broiler yang diberi tepung ulat hongkong 5% (R2) di karenakan oleh kandungan zat kitin pada tubuh ulat hongkong. Klunder et al. (2012) menyatakan serangga memiliki banyak kandungan serat disebut kitin yaitu serat tak larut air yang berasal dari eksoskeleton. Hartadi et al. (1989) menambahkan protein serat diklasifikasikan ke dalam protein yang sulit dicerna oleh enzim pencernaan. Kandungan zat kitin dalam bahan kering berkisar 11.60-137.20 mg kg-1 (Finke 2007). Hasil penelitian bobot hidup ayam broiler berada pada kisaran 1 240-1 410 g ekor-1. Penelitian yang dilakukan oleh Chintia (2014) dengan pemberian ransum komersial terhadap ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari memiliki bobot hidup 1 420-1 590 g ekor-1. Data tersebut relatif sama dengan hasil penelitian pemberian ransum MBM 5% (R0) serta MBM 2.5% dan tepung ulat hongkong 2.5% (R1).Rataan peubah yang diamati disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 Rataan bobot hidup, persentase karkas dan persentase lemak abdominal ayambroiler persentase karkas paling tinggi sebesar 68.26% dan terendah (p<0.05) terdapat pada pemberian tepung ulat hongkong 5% (R2) sebesar 64.59%. Tingginya bobot karkas ayam broiler dipengaruhi oleh bobot hidup. Hasil tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Djunaidi et al. (2009) dengan pemberian ransum komersial terhadap ayam broiler dengan lama pemeliharaan 35 hari diperoleh persentase karkas sebesar 64.47%-70.50%.

(25)

7 tersebut sesuai dengan hasil analisis Sari (2015) bahwa energi metabolis MBM 2.5% dan tepung ulat hongkong 2.5% (R1) sebesar 3 109.68 kkal kg ekor-1 paling tinggi di antara perlakuan MBM 5% (R0) sebesar 2 860.97 kkal kg ekor-1dan tepung ulat hongkong 5% (R2) sebesar 2 800.42 kkal kg ekor-1. Berikutnya persentase protein kasar ransum finisher MBM 2.5% dan tepung ulat hongkong 2.5% (R1) sebesar 20.61% lebih rendah dari MBM 5% (R0) sebesar 21.78% dan relatif sama dengan tepung ulat hongkong 5% (R2) sebesar 20.02%, oleh sebab itu persentase lemak abdominal pada pemberian MBM 2.5% dan tepung ulat hongkong 2.5% (R1) lebih tinggi. Besarnya persentase lemak abdominal ayam broiler relatif sama dengan penelitian Dewi (2007) yang menggunakan ransum komersial dengan waktu pemeliharaan selama 35 hari berkisar 0.85%-1.49%.

Potongan Komersial

Potongan komersial ayam broiler dibagi menjadi empat yaitu bagian dada, paha, sayap dan punggung. Data rataan potongan komersial disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3 Potongan komersial ayam broilerpada 3 perlakuan ransum

Peubah Perlakuan Keterangan: hurufyang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(p<0.05)* ; R0 : tepung ulat hongkong 0% + MBM 5%, R1 : tepung ulat hongkong 2.5% + MBM 2.5%, R2 : tepung ulat hongkong 5% + MBM 0%.

(26)

8

perlakuan ransum komersial terhadap ayam broiler dengan lama pemeliharaan 35 hari sebesar 31.26%-32.26%.

Rataan persentase punggung tertinggi (p<0.05) terdapat pada perlakuan ransum mengandung tepung ulat hongkong (R2) sebesar 21.90% dan terendah pada ransum MBM 5% (R0) sebesar 19.06% yang relatif sama dengan ransum MBM 2.5% dan tepung ulat hongkong 2.5% (R1) sebesar 19.13%. Tingginya nilai persentase punggung pada ransum tepung ulat hongkong 5% (R2) dipengaruhi laju pertumbuhan tulang yang cepat. Soeparno (1994) mengungkapkan pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat setelah pubertas, laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat. Persentase punggung hasil penelitian relatif sama dengan hasil penelitian Afriansyah (2010) dengan perlakuan ransum komersial terhadap ayam broiler dengan lama pemeliharaan 35 hari yaitu sebesar 17.29%-22.29%.

Rataan persentase paha dan sayap setiap perlakuan relatif sama. Persentase paha pada penelitian ini berkisar 31.61%-32.39%. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan persentase paha hasil penelitian Afriansyah (2010) menggunakan ransum komersial yang dipelihara selama 35 hari dengan kisaran 30.02%-30.88%.

Persentase sayap penelitian ini berkisar 12.40%-13.13%. Nilai tersebut sama dengan hasil penelitian Oktavia (2013) menggunakan ransum komersial dengan lama pemeliharaan 35 hari yang berkisar 12.36%-13.46%.

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) adalah gambaran sederhana mengenai penilaian ekonomis. IOFCC merupakan selisih antara biaya ransum dan DOC dengan hasil penjualan produk, seperti yang disampaikan oleh (Murtidjo 2006). Secara ringkas dapat ditulis bahwa IOFCC = Hasil penjualan – Biaya (ransum +DOC).

Harga ransum memiliki peranan yang besar terhadap biaya produksi ayam broiler. Sekitar 80% biaya produksi berasal dari biaya ransum, sehingga pengaruhnya sangatlah besar.Nilai IOFCC ayam hidup pada perlakuan R0, R1 dan R2 mengalami kerugian yang ditandai dengan nilai rupiah yang minus yaitu Rp -237.40 (R0), Rp -3 037.52 (R1) dan Rp -3 155.80 (R2) hal tersebut dikarenakan harga ransum masing-masing perlakuan terbilang cukup mahal yang berkisar dari Rp. 6 462.98 kg-1 sampai Rp 8 141.79 kg-1 dan juga harga ayam hidup yang murah dikalangan peternak yaitu sebesar Rp 15 000 kg-1. Harga ayam hidup umumnya mengikuti harga pasar yang berlaku, jika ketersediaan ayam di pasar melimpah maka harga ayam hidup akan rendah, begitupun sebaliknya.

Nilai IOFCC ayam dalam bentuk karkas memiliki nilai yang lebih menguntungkan dibandingkan ayam dijual dalam bentuk hidup.Nilai IOFCC ayam dalam bentuk karkas yaitu Rp 9 192.60 ekor-1 (R0), Rp 5 628.48 ekor-1 (R1) dan Rp 3 900.00 ekor-1 (R2), sehingga disarankan peternak menjual ayam broiler dalam bentuk karkas karena lebih menguntungkan.

(27)

9 yang berasal dari sapi yang terinfeksi penyakit BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) yang berdampak buruk bagi manusia. Sehingga penggunaan MBM sebagai campuran ransum ayam broiler belum sepenuhnya aman dari faktor tersebut.

Penggunaan tepung ulat hongkong sebagai campuran ransum ayam broiler lebih mahal dibandingkan menggunakan MBM, akan tetapi kedepannya jika ulat hongkong dibudidayakan dalam skala besar tentunya harga tersebut dapat ditekan, ditambah lagi ulat hongkong lebih aman digunakan sebagai campuran ransum ayam broiler dibandingkan MBM. Serangga pada abad ini sudah mulai dijadikan sebagai bahan pangan oleh negara Uni Eropa dan Asia, sehingga penggunaan serangga sebagai campuran ransum ayam broiler sangatlah layak, ditambah lagi serangga seperti ulat hongkong merupakan produk sehat yang aman dikonsusmi oleh ternak khususnya ayam broiler, dengan demikian pemberian tepung ulat hongkong dalam ransum ayam broiler memiliki kelebihan sebagai penghasil pangan sehat. Tabel perhitungan IOFCC ayam hidup dan karkas disajikan sebagai berikut:

Tabel 4 IOFCC ayam broiler hidup dan karkas

Peubah Perlakuan Keterangan : *) Diperoleh dari harga jual ayam hidup-biaya DOC dan biaya ransum.

**) Diperoleh dari harga jual karkas-biaya DOC dan biaya ransum.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

10

Saran

Tepung ulat hongkong bisa diaplikasikan sebagai pengganti 50% MBM dalam ransum ayam broiler. Penelitian lebih lanjut terhadap kandungan lemak jenuh dan tak jenuh pada daging ayam yang diberi tepung ulat hongkong perlu dilakukan untuk memastikan daging ayam yang dihasilkan merupakan daging ayam sehat yang rendah lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah S. 2010. Efek warna cahaya penerangan berbeda pada ayam broiler terhadap bobot hidup, persentase karkas dan potongan komersial karkas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anderson SO, Rafn K, Reopstorff P. 1997. Sequence studies of protein from larval and pupal cuticle of the yellow meal worm, Tenebrio molitor. Insect Biochem. 27(2):121-131.

Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Bahij A. 1991. Tumbuh kembang potongan karkas komersial ayam broiler akibat penurunan tingkat protein ransum pada minggu ketiga-keempat [karya ilmiah]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. New York (US): Kluwer Academic.

Chintia S. 2014. Profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broileryang diberi jus silase jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dewi HRK. 2007. Evaluasi beberapa ransum komersial terhadap persentase bobot karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Djunaidi IH, Yuwanta T, Nurcahyanto M. 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi Bacillus sp. Med Pet. 32(3):212-219.

Finke MD. 2007. Estimate of chitin in raw whole insect. Zoo Biology. 26:105-115.

Gaspersz V. 1991.Metode Perancangan Percobaan. Bandung (ID): CV Armico. Hartadi H, Lebdosoekojo S, Praworikusumo S, Reksohadiprodjo S, Tillman AD.

1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Klunder HC, Wolkers RJ, Korpela JM, Nout MJR. 2012. Microbiological aspect of processing and storage of edible insects. Food Control. 26:628-631. MacEvilly C. 2000. Bugs in the system. Nutrition Bulletin. 25:267-268.

Makkar HPS, Tran G, Heuze V, Ankers P. 2014. State of the art on use of insects as animal feed. Animal Feed Science and Technology. 197:1-33.

(29)

11 Oktavia I. 2013. Persentase karkas dan potongan komersial ayam broiler yang diberi pakan mengandung bungkil inti sawit dengan atau tanpa penyaringan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purnamawati Y. 2015. Peforma ayam broiler yang diberi tepung ulat hongkong (Tenebrio molitor L.) sebagai alternatif meat and bone meal [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sari IP. 2015. Energi metabolis pakan mengandung tepung ulat hongkong sebagai pengganti MBM pada ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

LAMPIRAN

Analisis Ragam Bobot Hidup, Karkas dan Lemak Abdominal Lampiran 1 Analisis ragam bobot hidup ayam broiler Sumber

Lampiran 2 Analisis ragam persentase karkas ayam broiler Sumber

Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 3 Uji lanjut Tukey HSD persentase karkas ayam broiler

Perlakuan Ulangan Subset

a b

R0 4 68.265

R1 4 67.059 67.059

(30)

12

Lampiran 4 Analisis ragam persentase lemak abdominal ayam broiler Sumber

Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 5 Uji lanjut Tukey HSD persentase lemak abdominal ayam broiler

Perlakuan Ulangan Subset

Lampiran 6 Analisis ragam persentase dada ayam broiler Sumber

Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 7 Uji lanjut Tukey HSD persentase dada ayam broiler

Perlakuan Ulangan Subset

a B

R0 4 36.863

R1 4 35.288 35.288

(31)

13 Lampiran 8 Analisis ragam persentase paha ayam broiler

Sumber

Lampiran 9 Analisis ragam persentase sayap ayam broiler Sumber

Lampiran 10 Analisis ragam persentase punggung ayam broiler Sumber

Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 11 Uji lanjut Tukey HSD persentase punggung ayam broiler

Perlakuan Ulangan Subset

a b

R0 4 19.064

R1 4 19.130

(32)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putera kedua dari empat bersaudara, dilahirkan di Atambua pada tanggal 22 November 1993 dari pasangan Bapak Wisnuwardana dan Ibu Ermiati. Penulis mulai menepuh pendidikan pada tahun 1998 di TK Muhamadiyah Assyafiiah Kepahiang kemudian melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Surau Bacamin Magek dan SDN Panaragan III Bogor dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Insan Kamil Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Insan Kamil Bogor dan lulus pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012.

Gambar

Tabel 1  Komposisi bahan dan nutrien ransum percobaan
Tabel 2  Rataan bobot hidup, persentase karkas dan persentase lemak abdominal ayambroiler
Tabel 3  Potongan komersial ayam broilerpada 3 perlakuan ransum
Tabel 4  IOFCC ayam broiler hidup dan karkas

Referensi

Dokumen terkait

‚Dari Ibn Umar semoga Allah meredhoi keduanya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Islam dibangun atas lima perkara: persaksian tiada tuhan selain Allah, dan Nabi

Judul : Pemberdayaan Kelompok Pemuda menjadi Kelompok Usaha Produktif melalui Pelatihan dan Pendampingan Berwirausaha (Upaya mengurangi pengangguran di Kelurahan Bugangin

Banyaknya sedimen yang mengendap di Waduk Sermo diakibatkan oleh tingginya erosi yang terjadi pada Daerah Tangkapan Air Waduk Sermo.. Hasil erosi pada daerah hulu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi program pemberdayaan masyarakat yang di laksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Pada perlakuan dengan penambahan minyak kacang tanah sebagai bahan tambahan dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak lebih tinggi sebesar 39,97%; 51,63%; 56,44% dan

Sementara itu, rata-rata berat biji pada varietas Argomulyo lebih rendah dibandingkan varietas Wilis, kecuali pada perlakuan aplikasi sembilan kali menggunakan kerapatan

Penurunan derajat insomnia ini dikarenakan karena adanya efek dari perlakuan senam yang bisa memberikan perasaan rileks dan kenyamanan saat tidur sehingga

penyebutnya merupakan KPK dari penyebut kedua bilangan pecahan. Semua kekeliruan yang di atas terjadi karena sejak awal mahasiswa menyelesaikan soal dengan cara