• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden Penelitian

Karateristik responden penelitian di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaen Karo, Provinsi Sumatera Utara meliputi : umur, Pendidikan, tingkat Pendapatan, pekerjaan dan Suku. Data karateristik responden penelitian dapat diuraikan sebagai berikut, kisaran umur pada responden berada antara

19-85 tahun, seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisaran Umur Responden

No Umur Jumlah (orang) Persentase (%) 1 17-30 19 22,89 2 31-40 19 22,89 3 41-50 34 40,96 4 51-60 6 7,22 5 >60 5 6,02 Jumlah 83 100

Dominan umur responden pada Desa Kutambaru kecamatan Munte adalah kelompok umur 41-50 thun (40,96%). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru dominan adalah generasi muda (masyarakat yang berumur 17-50 tahun), sementara generasi tua (masyarakat yang berumur diatas 50 tahun) cenderung lebih sedikit.

Sebagian besar dari responden yang diperoleh bersuku Karo yaitu sebesar 98,80 %, sementara sisanya adalah suku Jawa (1,20 %). Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk Desa Kutambaru adalah bersuku Karo.

Tingkat pendidikan tertinggi responden adalah sarjana (S1). Secara umum, tamat SMP dan SMA sederajat merupakan tingkat pendidikan responden terbanyak. Sementara responden yang tidak mendapat pendidikan formal di bangku sekolah (tidak sekolah) adalah sebanyak 2 orang dengan persentase 2,40%. Data mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2.

Tabel 5. Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 2 2,40

2 Tamat SD 18 21,68 3 Tamat SMP / Sederajat 20 24,09 4 Tamat SMA / Sederajat 37 44,57 5 Sarjana (S1) 6 7,22 Jumlah 83 100

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte sudah mengerti tentang arti pendidikan, dapat dilihat bahwa dominan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte merupakan tamatan SMA/sederajat dan terdapat beberapa masyarakat yang tamatan sarjana. Masyarakat Desa Kutambaru memiliki interaksi yang positif dengan masyarakat luar sehingga mereka memiliki pengetahuan yang maju tentang pentingnya pendidikan.

2% 22% 24% 45% 7% Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Sarjana

Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa tingkat pendapatan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah mulai dari Rp. 500.000,- sampai Rp. 2.000.000,-. Tingkat pendapatan masyarakat yang dominan di Desa Kutambaru, adalah diantara Rp.500.000,- sampai Rp. 1.000.000,- (33%), seperti yang tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden

No Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 500.000 0 0 2 500.000-1.000.000 33 39,75 3 1.000.000-1.500.000 21 25,30 4 1.500.000-2.000.000 23 27,71 5 > 2.000.000 6 7,22 Jumlah 83 100

Jenis Pekerjaan utama responden penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 5.

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 6 Tani 57 68,77 7 PNS 5 6,02 8 Wiraswasta 15 18,01 9 Tukang 1 1,20 10 Karyawan Swasta 3 3,61 11 Supir 2 2,40 Jumlah 83 100

Pekerjaan utama masyarakat di desa Kutambaru, Kecamatan Munte sangat beragam, ada yang petani, PNS, wiraswasta, tukang, karyawan swasta dan supir. Namun, dominan masyarakat Desa Kutambaru memiliki pekerjaan sebagai petani.

Pada umumnya masyarakat menanam padi pada areal sawah mereka sementara pada lahan kering (perkebunan) masyarakat menanami lahan mereka dengan tanaman jeruk, jagung, kopi, coklat, sayur mayur (buncis, kacang panjang, tomat, cabai) dan tembakau. Ada juga masyarakat yang menanami lahan kering mereka dengan tanaman padi gogo. Sebagian dari masyarakat memadukan tanaman jeruk dengan tanaman cabai, tanaman coklat dengan tanaman padi gogo, tanaman coklat dengan buncis dan lain sebagainya.

Banyak dari para petani yang memiliki pekerjaan sampingan (khususnya para ibu rumah tangga dan remaja putri) sebagai pedagang sayur mayur. Mereka menjual sayur mayur dari hasil kebun mereka pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.00 WIB sepulang dari kebun atau sawah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan di jambur atau losd desa (aula).

69% 6% 18% 1%4% 2% Tani PNS Wiraswasta Tukang Karyawan swasta Supir

Gambar 3. Persentasi Jenis Pekerjaan Utama Responden

Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.

Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat yang paling dekat dengan kawasan hutan, sehingga mereka dapat selalu berinteraksi langsung dengan hutan. Masyarakat ang tinggal di sekitar hutan, biasanya memiliki persepsi tersendiri mengenai keberadaan hutan. Demikian juga dengan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.

Pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte memiliki persepsi yang positif terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase (%)

1 Kondisi hutan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte baik

5 256,14 3,27

2 Hutan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan linkungan

10 813,30 10,40

3 Masyarakat memiliki kepentingan terhadap Sumberdaya Hutan

10 806,63 10,14

4 Masyarakat memiliki hak dalam pengelolaan hutan 20 1.466,32 18,76

5 Dampak negatif terhadap masyarakat akibat dari penurunan kualitas Sumberdaya Hutan

10 803,28 10,70

6 Masyarakat dan pemerintah merupakan pihak yang merugi jika Sumberdaya rusak

15 1200 15,35

7 Pengikutsertaan masyarakat oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan

10 809,96 10,36

8 Perlunya dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

20 1660 21,23

Jumlah 100 7815,63 100

Rata-rata 94,16

Dari Tabel 8 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan kawasan hutan yang ada di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo masih dalam keadaan baik namun kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dianggap perlu untuk dilaksanakan baik untuk mencegah maupun untuk memperbaiki kerusakan hutan yang ada di desa tersebut. Dan hal ini di akui oleh 100% responden. Hal ini membuktikan bahwa, pada umumnya masyarakat sudah mengetahui dan mengerti tentang arti penting hutan bagi keberlangsungan kehidupan mereka, yakni sebagai penghasil dan pengatur tata air, pengahasil udara bersih, bahan makanan, humus untuk tanaman, dan lain sebagainya. Sehingga apabila terjadi kerusakan pada kawasan hutan, yang di ikuti oleh penurunan kualitas sumberdaya alam, maka masyarakat akan menerima dampak-dampak negatif berupa pasokan udara yang tidak bersih, suhu udara yang tinggi,

berkurang atau hilangnya bahan makanan yang berasal dari hutan (seperti daging hewan hasil perburuan satwa liar, rebung dan lain-lain), berkurangnya ranting kayu untuk bahan bakar, berkurangnya humus untuk tanaman serta kurangnya ketersedian air untuk keperluan sawah dan keperluan sehari-hari mereka. Terganggunya tata air dan penurunan kwalitas lahan akan berdampak buruk terhadap kondisi pertanian mereka, dan hal ini dapat menjadi fatal karena pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk Desa Kutambaru, Kecamatan Munte.

Dalam hal ini, masyarakat merasa bahwa bukan hanya mereka yang merasa dirugikan jika kawasan hutan di Desa Kutambaru rusak, karena Deleng Sibuaten yang ada di Desa Kutambaru merupakan penghasil air yang bukan hanya dinikmati oleh masyarakat di Desa Kutambaru, namun oleh masyarakat Kabupaten Karo pada umumya. Pemerintah dalam hal ini juga akan menderita kerugian jika terjadi kerusakan hutan (baik hutan yang ada di Desa Kutambaru , maupun tempat-tempat lain lain yang ada di Indonesia), sehingga masyarakat merasa bahwa mereka harus di ikutsertakan dam kegiatan mengelolaan hutan untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Sebagian besar dari responden menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Masyarakat Desa Kutambaru memiliki persepsi yang kuat dan jelas mengenai kepentingan hidup masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan berupa ketersediaan air, udara bersih, ketersediaan bahan makanan dan lain sebagainnya. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa masyarakat dan lingkungan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo

sudah memiliki tingkat persepsi yang sudah sangat baik, hal in dibuktikan dari hasil penyebaran kuisioner yang mencapai rata-rata skor 94,16 (termasuk dalam kategori tingkat persepsi yangat sangat baik). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Effendi (2002) bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh denagn menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensor stimuli) sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.

Pada dasarnya, masyarakat Desa Kutambaru secara umum merasa memiliki hak dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini sesuai dengan UU. No. 41 dalam Bab.X pasal 68,69,70 yang menyebutkan antara lain:

1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan

2. Masyarakat berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Masyarakat berhak mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan

4. Masyarakat berhak memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan

5. Masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.

Penurunan kualitas sumberdaya alam pastilah berpengaruh negatif terhadap kehidupan masyarakat dalam jangka panjang, dan hal ini disadari oleh sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. Oleh karena itu, penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan

harus dilakukan dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,dan keterpaduan yang dilandasi dengan akhlak mulia dan tanggung jawab.

Dari sebaran kuisioner diketahui bahwa 100 % dari responden mengaku memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan ataupun pengelelola hutan selalu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pooetous (1977) menyatakan bahwa yang di maksud sebagai faktor internal yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat adalah nilai-nilai dalam diri setiap individu yang diperoleh dari penerimaan panca indra. Faktor-faktor internal ini meliputi umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektualitas.

Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi ini, dalam Basyuni (2001) menyebutkan bahwa faktor-faktor dalam diri Individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, dan kapasitas alat indra. Sedangkan faktor dari luar atau eksternal yang dapat mempengaruhi persepsi meliputi pengruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan latar belakang sosial budaya.

Dari hasil penyebaran kuisioner dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memiliki persepsi yang positif terhadap hutan. Mereka sudah mengetahui dan mengerti arti penting dari hutan bagi kelangsungan hidupan mereka.

Adanya pemahaman terhadap pentingnya kawasan hutan membuat masyarakat berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak melakukan kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Masyarakat juga tahu bahwa desa mereka berada sangat dekat dengan kawasan hutan lindung, sehingga mereka tidak boleh merusak atau mengusik kawasan hutan tersebut. Tetapi beberapa masyarakat masih ada yang memanfaatkan kawasan hutan, ada yang memanfaatkan ranting-ranting kayu atau pohon yang sudah tumbang untuk dijadikan kayu bakar, serta pengambilan humus untuk tanaman pertanian khususnya untuk tanaman jeruk. Mereka beranggapan bahwa mereka boleh memanfaatkan hasil hutan selama hal tersebut tidak mengganggu kelestarian dari hutan.

Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Desa Kutambaru berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan hutan lindung Sibuaten Register 3/K (dimana pada saat ini sedang dilakukan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), oleh karena itu, setiap harinya mereka akan berinteraksi langsung dengan dengan kawasan hutan yang ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka masyarakat memiliki pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah mereka sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan.

Gambar 4. Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Menurut masyarakat, manfaat hutan bagi mereka (khususnya hutan lindung Sibuaten) adalah penghasil humus, pemasok udara bersih, tempat berburu (kijang, babi hutan, dan burung), kayu bakar serta sebagai pengatur tata air.

Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte tentang fungsi kawasan hutan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan lain, seperti banjir, longsor, banjir bandang, dan fenomena-fenomena lain yang pernah terjadi. Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan hutan yang ada di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte khususnya kawasan hutan lindung Sibuaten. Rakhmat (1992) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak dan peristiwa bencana alam yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memberikan penilaian atau pandangan bahwa penyebab terjadinya bencana alam di berbagai daerah di sekitar kawasan hutan adalah kerusakan hutan, sehingga dengan demikian masyarakat menyimpulkan

bahwa hutan memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana longsor, banjir, dan bencana alam lainnya.

Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Untuk kelancaran pelaksanaan di lapangan, maka diperlukan perencanaan yng baik dengan melibatkan masyarakat setempat. Adanya kolaborasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah, akan menghasilkan keputusan-keputusan yang dapat memuaskan semua pihak, sehingga apa yag menjadi tujuan kegiatan dapat tercapai. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase (%)

1 Ada musyawarah/pertemuan dalam masyarakat untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 1.035 26,83

2 Pernah hadir dalam pertemuan tersebut 20 726,12 18,82

3 Intensitas pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 306,4 7,94

4 Pengajuan usul atau ide tentang perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

20 453 11,74

5 Penerimaan usul yang diajukan 5 86,36 2,23

6 Pemberian sumbangan materi dalam pertemuan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 116,56 3,02

7 Pemberian penjelasan oleh Dinas Kehutanan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah keg. penting

10 440 11,40

8 Kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberi manfaat untuk kelancaran di lapangan

10 693,2 17,97

Jumlah 100 3.856,64 100

Setiap pernyataan diberi bobot nilai yang berbeda-beda sesuai dengan perannya di dalam perencanaan. Tingkat kehadiran dari responden dalam kegiatan musyawarah yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diberi bobot nilai tertinggi, yaitu sebesar 20, yang kemudian diikuti oleh pernyataan yang mengatakan adanya musyawarah yang dilakukan didalam merencanaan kegiatan dengan bobot nilai 15.

Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui adanya pertemuan guna merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, namun tingkat kehadiran mereka masih cukup rendah. Hanya 39 orang dari seluruh responden atau sebesar 46,98 % saja yang mengaku pernah menghadiri pertemuan atau musyawarah dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan nilai 1.035 atau 18,82%. Artinya, sebagian besar dari mereka yang mengetahui akan adanya pertemuan tersebut hanya hadir sekali-sekali saja, sementara yang selalu menghadirinya hanya beberapa orang dari seluruh responden.

Sebagian besar dari masyarakat yang menghadiri pertemuan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini pernah memberikan usul atau ide mengenai perencanaan kegiatan kelompok dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, dan sebagian besar dari usulan tersebut di terima dan di laksanakan di lapangan.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa secara umum masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte menyetujui diadakannya kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, namun keinginan masyarakat umtuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini masih cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam menghadiri musyawarah untuk merencanakan

kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Responden yang mengetahui akan adanya kegiatan musyawarah dan selalu hadir hanya berjumlah 6 orang saja atau sekitar 7,22 % dari seluruh reponden. Sementara responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan tetapi tidak pernah menghadirinya berjumlah 13 orang atau sekitar 35,66 %. Responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawarah, dan hanya hadir sekali-sekali saja (kadang-kadang) berjumlah 33 orang atau sekitar 39,75 %. Sementara responden yang tidak mengetahui akan adanya kegiatan musyawarah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sehingga mereka tidak menghadirinya adalah sebesar 37,34% atau 31 orang dari seluruh respoden.

Ketika dilakukan pertemuan atau musyawarah dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, 6,62% dari seluruh responden mengaku pernah memberikan sumbangan berupa materi guna mendukung kesuksesan dari kegiatan tersebut, dengan nilai 116,56 atau 3,02%. Artinya, kadang-kadang, sebagian kecil dari responden yang menghadiri pertemuan atau musyawarah memberi sumbangan materi karena mereka berpendapat bahwa kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberikan manfaat bagi kelancaraan pelaksanaan kegiatan dilapangan disamping penjelasan-penjelasan yang telah mereka peroleh dari Dinas Kehutanan mengenai arti penting dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Setelah dilakukan kegiatan perencanaan, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah kegiatan pelaksaaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan. Setiap kegiatan yang dilakukan dilapangan seharusnya sesuai dengan apa yang telah di musyawarahkan dalam kegiatan perencanaan. Jika ternyata dalam pelaksanaan kegiatan ada hal yang telah direncanakan tetapi kurang sesuai dengna kondisi di lapangan, maka dilakukan pelaporan dan akan dibahas di dalam kegiatan evaluasi. Peran sera masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase (%)

1 Hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 415 12,84

2 Intensitas pertemuan yang di lakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 269,74 8,34

3 Adanya penjelasan dari Dinas Kehutanan tentang teknik dalam melakukan berbagai bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 363,26 11,23

4 Pemahaman terhadap teknik yang telah diberikan 10 283,16 8,76

5 Kesesuaian teknik yang diberikan oleh Dinas Kehutanan dengan pelaksanaan di lapangan

10 139,86 4,32

6 Kesesuaian jenis tanaman yang dipilih untuk kegiatan rehabilitsi hutan dan lahan dengan kondisi areal yang akan di rehabilitasi

10 459,82 14,22

7 Cukup tidaknya Jumlah bibit yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 329,79 10,20

8 Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan 15 335 10,36

9 Kebersediaan dalam pemeliharaan bibit yang sudah ditanam 10 636,37 19,68

Jumlah 100 3407,35 100

Dari hasil sebaran kuisioner diketahui bahwa ternyata hanya sedikit dari responden yang pernah hadir dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan ini. Mereka hanyalah orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan. Artinya, hanya sebagian kecil saja dari masyarakat yang berperan dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan, hal ini terlihat dari jumlah responden yang ikut terjun untuk menanam bibit di lapangan yang hanya sekitar 19,27% saja dari seluruh responden. Dinas Kehutanan telah memberikan penjelasan atau pelatihan mengenai teknik-teknik dalam melakukan berbagai bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang akan dilakukan dilapangan responden yang menghadiri mengaku dapat memahami dengan baik sehingga dapat diaplikasikan ke lapangan.

Adapun jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan antara lain pinus, nangka, petai, durian dan jengkol. Menurut masyarakat tanaman ini merupakan jenis yang cocok untuk di tanam di areal yang akan direhabilitasi. Dan jumlah bibit yang disediakan dalam kegiatan tersebut menurut sebagian besar masyarakat sudah mencukupi untuk memulihkan areal hutan yang rusak.

Namun, kebersediaan masyarakat untuk ikut memelihara bibit yang sudah ditanami secara sukarela juga cenderung rendah. Mereka mau ikut memelihara bibit tersebut jika mereka mendapatkan imbalan yang sesuai. Minimal mereka mengiginkan upah sebesar upah yang mereka terima jika menjadi buruh tani atau dalam bahasa daerah disebut aron. Bahkan 5 orang dari responden 6,02 % , menyatakan tidak bersedia untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah ditanam karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.

Seperti yang dikemukakan oleh Harjosoemantri (1985), bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai jangkauan luas. Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi pula peran serta kelompok atau organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat melampaui kemampuan keungan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya, sehingga peran serta kelompok masyarakat sangat diperlukan.

Peran Serta Masyarakat di dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan

Untuk melihat perkembangan kegiatan, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Hal ini dilakukan guna mengontrol pelaksanaan kegiatan dilapnagn. Jika dalam pelaksanaan ternyata ada tindakan diluar prosedur kerja yang telha di tetapkan, atau ternyata ada kendala di pangan maka pada kegiatan evaluasi inilah setiap masalah tersebut dibahas dan dicari solusinya. Peran serta masyarakat dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot Nilai Nilai Persentase (%)

1 Pengurus mengadakan pertemuan guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 400 10,75

2 Kehadiran dalam pertemuan yang dilaksanakan 20 539,60 14,51

3 Keikutsertaan dalam melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 206,55 5,55

4 Pemberian saran atau ide tentang bagaimana caranya agar kendala yang dihadapi pada kegiatan dapat diatasi

20 473,12 12,72

5 Kebersediaan untuk berperan serta menyampaikan kepada warga desa tentang manfaat kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 703,25 18,91

6 Hasil pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masy.

5 339,5 9,13

7 Manfaat yang diperoleh berupa perhatian dari pemerintah karena adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahsn

10 650 17,48

8 Pemulihan areal yang rusak dengan luasan areal yang direhabilitasi

10 406,42 10,87

Jumlah 100 3.718,44 100

Rata-rata 44,80

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa setelah melakukan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, maka pengurus akan mengadakan pertemuan untuk melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan teryata hanya sedikit dari responden yang menghadirinya. Sementara responden yang ikut serta melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan hanya ½

Dokumen terkait