• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem penyerbukan tanaman merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh keturunan yang bervariasi. Sistem penyerbukan tanaman bisa dibedakan menjadi penyerbukan sendiri (selfing) dan penyerbukan silang (crossing). Selfing adalah persilangan yang dilakukan terhadap tanaman itu sendiri. Artinya, tidak ada perbedaan antara genotipe kedua tanaman yang disilangkan. Crossing atau penyerbukan silang adalah persilangan antara dua individu yang berbeda karakter atau genotipnya. Tujuan melakukan persilangan adalah untuk menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetik, dan menguji potensi tetua (uji turunan).

Persilangan buatan diperlukan pada tanaman jagung karena seperti yang dibuktikan Syukur, et al (2015) tujuan dari persilangan buatan adalah menggabungkan karakter baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetik, memanfaatkan vigor hibrida dan menguji potensi tetua. Maka dari itu, persilangan jagung manis dengan jagung hitam diharapkan keturunannya akan dapat mewarisi sifat baik dari tetuanya sebab dalam persilangan terdapat sebuah konsep dimana masing-masing tetua yang disilangkan akan mewariskan setengah sifat kepada keturunannya (Nugroho dan Gayuh, 2014).

Berikut disajikan data persentase keberhasilan persilangan jagung manis dan jagung hitam pada Tabel 1.

16

Tabel 1. Persentase Keberhasilan Persilangan Jagung Manis dan Jagung Hitam Keberhasilan Persilangan persentase keberhasilan persilangan 100%. Dapat disimpulkan bahwa keseluruhan tanaman jagung manis dan jagung hitam berhasil disilangkan.

Sifat Kualitatif Bentuk Biji

Pengamatan karakteristik sifat kualitatif keturunan persilangan jagung manis dengan jagung hitam terhadap parameter bentuk biji yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Kualitatif Hasil Persilangan Jagung Manis dengan Jagung Hitam terhadap Parameter Bentuk Biji

Bentuk yang Dihasilkan Tipe Persilangan

Berkerut Bertakuk Membulat

Ket Data diolah menggunakan aplikasi SPSS v.22

Hasil uji chi square hasil persilangan jagung manis dengan jagung hitam terhadap parameter bentuk biji pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa bentuk biji yang

17

dihasilkan dominan berbentuk berkerut. Karakteristik ini merupakan turunan sifat dari tetua betinanya yaitu jagung manis yang berbentuk berkerut. Bentuk bertakuk yang dihasilkan merupakan bentuk gabungan sifat dari kedua tetuanya. Sedangkan bentuk membulat merupakan bentuk turunan sifat dari tetua jantannya yaitu jagung hitam yaitu berbentuk membulat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, bentuk yang dihasilkan dari persilangan antara jagung manis dan jagung hitam dominan membulat mengikuti sifat tetua jantannya yaitu jagung hitam seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini:

Sifat karakteristik kualitatif biasanya dipengaruhi oleh gen-gen dari tanaman itu sendiri dan faktor lingkungan kecil peranannya dalam hal ini.

Keadaan yang seperti ini sesuai dengan pendapat Anam, et al (2015) yang menyatakan bahwa perbedaan sifat kualitatif hampir sepenuhnya dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor dalam tanaman itu sendiri yaitu faktor genetiknya, sehingga dalam hal ini pengaruh faktor lingkungan kecil kemungkinannya dalam mempengaruhi sifat-sifat kualitatif suatu tanaman. Weller (1997) menambahkan bahwa pada pewarisan sifat hukum Mendel, ekspresi dari gen yang dibawa tetua jantan dan tetua betina diasumsikan baru diekspresikan pada generasi berikutnya.

18

Warna Biji

Pengamatan karakteristik sifat kualitatif keturunan persilangan jagung manis dengan jagung hitam terhadap parameter warna biji yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Sifat Kualitatif Hasil Persilangan Jagung Manis dengan Jagung Hitam terhadap Parameter Warna Biji

Warna yang Dihasilkan Data diolah menggunakan aplikasi SPSS v.22

F1

Gambar 1. Warna biji hasil persilangan Jagung Hitam dan Jagung Manis

Hasil uji chi square hasil persilangan jagung manis dengan jagung hitam terhadap parameter warna biji pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa warna biji yang dihasilkan dominan berwarna kuning. Karakteristik ini merupakan turunan sifat dari tetua betinanya yaitu jagung manis yang berwarna kuning. Warna orange yang dihasilkan merupakan warna gabungan sifat dari kedua tetuanya. Warna ungu merupakan warna turunan sifat dari tetua jantannya yaitu jagung hitam yaitu berwarna ungu. Dapat disimpulkan bahwa warna yang dihasilkan dari persilangan

19

antara jagung manis dan jagung hitam dominan kuning mengikuti sifat tetua betinanya yaitu jagung manis. Biasanya yang menjadi induk betina cenderung lebih besar pengaruhnya pada keturunannya dari pada induk jantan, atau bisa saja keturunanya mengikuti kedua sifat tetua induknya. Sesuai Hukum Mendel pada populasi F1 (hibrida) didapatkan hasil sebesar 100% sifat mengikuti salah satu tetua. Sehingga setelah data hasil persentase, diketahui sifat yang diturunkan pada keturunan F1 serta terjadinya kesesuaian atau penyimpangan terhadap Hukum Mendel (Maulidha dkk, 2019). Hanafi, et al (2012) menyatakan sifat induk betina lebih besar memberikan sumbangan kepada keturunannya dibandingkan induk jantan, akan tetapi pada sifat keturunan (P3) tidak cenderung mengikuti sifat induk betina.

Sifat Kuantitatif

Pengamatan hasil uji-t jagung manis dengan turunan F1 yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji-t Jagung Manis dengan Turunan F1

Parameter Jagung Manis Turunan F1 Keterangan

Bobot biji (gr) 26,31 5,67 Berbeda

Jumlah Susunan Baris Biji 13,50 11,80 Signifikan Panjang Tongkol Tanpa Biji Jumlah susunan baris biji = 0,035 (0,04 < 0,05 = berbeda signifikan) Panjang tongkol tanpa biji = 0,139 (0,14 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Diameter tongkol tanpa biji = 0,249 (0,25 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Berat tongkol = 0,334 (0,33 > 0,05 = tidak berbeda signifikan)

Hasil uji-t pada Tabel 4 dapat dilihat terdapat parameter bobot 100 biji dan jumlah susunan baris biji menunjukkan sifat kuantitatif terdapat perberdaan yang

20

signifikan. Pada parameter panjang tongkol tanpa biji, diameter tongkol tanpa biji, dan berat tongkol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan adanya keragaman dalam sifat kuantitatif yang diamati.

F1

Gambar 2. Tongkol hasil persilangan Jagung Hitam dan Jagung Manis Tabel 5. Hasil Uji-t Jagung Hitam dengan Turunan F1

Parameter Jagung Hitam Turunan F1 Keterangan

Bobot biji (gr) 6,78 5,67

Jumlah Susunan Baris Biji 11 11,80

Panjang Tongkol Tanpa Biji

Bobot 100 biji = 0,841 (0,84 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Jumlah susunan baris biji = 0,580 (0,58 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Panjang tongkol tanpa biji = 0,082 (0,08 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Diameter tongkol tanpa biji = 0,086 (0,09 > 0,05 = tidak berbeda signifikan) Berat tongkol = 0,065 (0,07 > 0,05 = tidak berbeda signifikan)

Hasil uji-t pada Tabel 5 dapat dilihat pada parameter bobot 100 biji, jumlah susunan baris biji, panjang tongkol tanpa biji, diameter tongkol tanpa biji, dan berat tongkol menunjukkan sifat kuantitatif tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan tidak adanya keragaman dalam sifat kuantitatif antara jagung hitam dan turunan F1 yang diamati.

21

Hasil uji-t jagung manis dengan turunan F1 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan bobot 100 biji jagung manis dengan turunan F1.

Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada rata-rata bobot 100 biji jagung manis (26,31 g) lebih besar dibandingkan dengan turunan F1 hasil persilangan dengan jagung hitam (5,67 g). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan hasil bobot 100 biji yang nyata pada turunan F1 (hasil persilangan jagung manis dengan jagung hitam) dibandingkan dengan bobot 100 biji pada jagung manis yang merupakan tetua betina. Penurunan bobot biji yang terbentuk ini dapat diakibatkan oleh tingkat kompatibilitas yang dimiliki oleh tetua jantan dan tetua betina turunan F1. Apabila tingkat kompatibilitas masing-masing tetua baik, maka akan menambah jumlah dan berat biji hasil persilangan yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan literatur Fatimah, et al (2014) yang menyatakan bahwa hasil persilangan dengan jumlah dan berat biji yang banyak merupakan pertanda bahwa tetua persilangan tersebut memiliki tingkat kompatibilitas yang baik.

Hasil uji-t jagung manis dengan turunan F1 juga menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan jumlah susunan baris biji jagung manis dengan turunan F1. Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada rata-rata jumlah susunan baris biji jagung manis (13,50) lebih besar dibandingkan dengan turunan F1 hasil persilangan dengan jagung hitam (11,80). Hal ini menunjukkan terjadi penurunan pada jumlah susunan baris biji turunan F1 dibandingkan dengan jagung manis.

Genotip pada turunan F1 sangat mempengaruhi karakter biji yang meliputi jumlah susunan baris. Persamaan atau perbedaan genotip inilah yang akan mempengaruhi karakter biji seperti jumlah susunan baris. Namun, kondisi lingkungan juga ikut mempengaruhi pembentukan karakter biji tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur

22

Hijria, et al (2012) yang mengatakan bahwa ragam lingkungan yang lebih besar dibandingkan ragam genetik pada sifat jumlah daun dan jumlah susunan baris akan mempengaruhi nilai heritabilitas menjadi rendah sampai sedang pada sifat jumlah susunan baris.

Keberhasilan penyerbukan pada tanaman jagung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berakibat pada banyaknya jumlah biji dan jumlah susunan baris biji. Pada saat tassel terlalu basah atau kering maka proses penyerbukan akan terhambat. Fatimah, et al., (2014) menyatakan bahwa hasil persilangan dengan jumlah biji yang banyak merupakan pertanda bahwa ketua tetua persilangan tersebut memiliki tingkat kompatibilitas yang baik. Namun, suatu galur sebelum dijadikan tetua dalam persilangan untuk menghasilkan varietas, perlu diketahui daya gabungnya. Daya gabung merupakan suatu ukuran kemampuan suatu genotip tanaman dalam Persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Hibrida terbaik dapat diperoleh dari galur-galur yang mempunyai daya gabung yang baik dengan tester, dan hasil tanaman ditentukan oleh interaksi antara genotipe dengan lingkungan (Fatimah et al, 2014).

Hasil uji-t jagung manis dengan turunan F1 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan panjang tongkol tanpa biji, diameter tongkol tanpa biji, dan berat tongkol jagung manis dengan turunan F1. Panjang tongkol tanpa biji dan berat tongkol turunan F1 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan jagung manis. Sedangkan pada diameter tongkol tanpa biji turunan F1 terlihat lebih kecil dibandingkan dengan jagung manis. Tetua betina biasanya memiliki pengaruh lebih besar terhadap daya hasil dibandingkan dengan tetua jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardhani et, al (2014) yang menyatakan bahwa pembentukan

23

tongkol dan biji hanya dipengaruhi oleh tetua betina. Rendahnya daya hasil keturunan F1 selain dikarenakan pengaruh tetua jantannya, bisa juga diakibatkan karena pengaruh lingkungan tempat tumbuhnya. Hujan yang turun hamper setiap sore hari pada minggu-minggu pertengahan menjelang panen dan angina yang cukup kencang pada lokasi percobaan, banyak membuat tanaman rebah.

Perakaran yang tidak kuat dan pembumbunan yang kurang baik diduga yang menyebabkan biji membusuk, banyak tanaman yang roboh, saat tanaman yang roboh ditegakan untuk ditanam kembali tentu saja ada perakarannya yang putus.

Akar yang putus akan berdampak pada kemampuan akar menyerap hara dari tanah menjadi tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianawaty (2012), dimana akar pada tumbuhan mempunyai beberapa fungsi, antara lain, menyerap air dan garam mineral, melekatkan dan menopang tubuh tanaman. Tidak optimalnya hara dari tanah tersalurkan pada tanaman akan berdampak pada hasil tanaman.

Dokumen terkait