• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Hasil sidik ragam menunjukkan sistem tumpang sari sorgum dan kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai pada 3,5 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST), luas daun kedelai, bobot biji kedelai per sampel, tinggi tanaman sorgum pada 2 MST, luas daun sorgum, bobot biji sorgum per sampel.

Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan tinggi tanaman kedelai dan sorgum diamati berdasarkan waktu penanaman di lapangan. Dimana tanaman kedelai lebih dulu ditanam daripada tanaman sorgum dengan perbedaan waktu 2 minggu sehingga pada saat kedelai masuk pengamatan 4 MST, tanaman sorgum masuk pengamatan 2 MST dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada (Lampiran 8-33). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai 3,5 dan 6 MST (Lampiran 13, 23 dan 27) dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sorgum 4 MST berdasarkan waktu di lapangan (2 MST pada tanaman sorgum) karena masih awal pertumbuhan tanaman sehingga tanaman masih beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Tinggi tanaman sorgum dan kedelai umur 2 MST sampai dengan 6 MST tercantum pada Tabel 1.

25

Tabel 1. Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai 2 MST-6 MST.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...cm... A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 36,27a 21,27 A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 36,30a 20,66 A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 59,39 31,05b A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 59,89 29,06c A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 85,17 46,18b A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 85,06 40,65d

Rataan 82,41 47,08

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji

Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman sorgum dan kedelai berdasarkan waktu penanaman di lapangan dimana pada 2 MST tanaman kedelai perlakuan berpengaruh tidak nyata. Pada 3 MST tinggi tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda nyata dengan perlakuan A3,A4,A5,A6 dan A7. Pada 4 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (2 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A5 A6 dan A7 sedangkan tanaman kedelai perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 5 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (3 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum tidak berpengaruh nyata sedangkan tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A3 dan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4 A6 dan A7. Pada 6 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (4 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum tidak berpengaruh nyata sedangkan tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A3,A4,A5,A6 dan A7.

27

Tabel 2. Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST-11 MST.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...cm...

Tabel 2 menunjukkan pada 7 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (5 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 8 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (6 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata.

Pada 9 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (7 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 10 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (8 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 11 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (9 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Diameter Batang Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan diameter batang tanaman sorgum dan kedelai dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 34-37. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang sorgum (Lampiran 35) dan juga tidak berpengaruh nyata pada diameter batang kedelai (Lampiran 37).

Tabel 3. Diameter Batang Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...mm...

A1: Sorgum 19,50 -

A2:Kedelai Dena 1 - 5,26

A3:Kedelai Anjasmoro - 5,01

A4:Kedelai Dering 1 - 5,81

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 14,12 5,81

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 17,09 4,90

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 16,93 5,70

Rataan 16,91 5,42

29

Tabel 3 menunjukkan diameter batang tanaman kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 monokultur kedelai varietas Dering 1 dan A5 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1 yaitu 5,81 cm dan terendah pada perlakuan A6 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro yaitu 4,90 cm. Sedangkan diameter batang tanaman sorgum tertinggi pada perlakuan A1 monokultur sorgum yaitu 19,50 cm dan terendah pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1 yaitu 14,12 cm

Luas Daun Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan total luas daun kedelai dan sorgum dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 38-41. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari berpengaruh nyata terhadap luas daun sorgum (Lampiran 39) dan berpengaruh nyata terhadap luas daun kedelai (Lampiran 41). Luas daun tanaman sorgum dan kedelai tercantum pada tabel 4.

Tabel 4. Luas Daun Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...cm2...

A1: Sorgum 343,19a -

A2:Kedelai Dena 1 - 33,69a

A3:Kedelai Anjasmoro - 29,52b

A4:Kedelai Dering 1 - 24,46c

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 240,70b 33,24a

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 252,67b 29,92b

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 209,62b 26,14c

Rataan 261,54 29,50

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan luas daun sorgum pada kolom yang sama perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A5 A6 A7 sedangkan perlakuan A5 berbeda

berbeda tidak nyata dengan perlakuan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3,A,A6,A7.

Bobot Malai Per Plot Sorgum dan Bobot Biji Per plot Kedelai

Data pengamatan Bobot malai sorgum per plot dan bobot biji kedelai per plot dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 46-49. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap bobot malai perplot sorgum (Lampiran 47) dan bobot biji perplot kedelai (Lampiran 49). Bobot malai per plot sorgum dan bobot biji perplot kedelai tercantum pada tabel 5.

Tabel 5. Bobot Malai Sorgum Perplot dan Bobot Biji Kedelai Perplot.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...g...

A1: Sorgum 1774,05 -

A2:Kedelai Dena 1 - 230,20

A3:Kedelai Anjasmoro - 196,22

A4:Kedelai Dering 1 - 184,12

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 1934,26 203,62

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 1648,60 186,09

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 1671,84 177,33

Rataan 1757,19 196,26

Tabel 5 menunjukkan bobot malai perplot sorgum tertinggi pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1 yaitu 1934,26 g dan bobot malai perplot sorgum terendah pada perlakuan A6 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro yaitu 1648,60 g. Sedangkan bobot biji perplot kedelai tertinggi pada perlakuan A2 monokultur kedelai varietas Dena 1 yaitu 230,20 g dan terendah pada perlakuan A7 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dering 1 yaitu 177,33 g.

31

an Bobot Biji Per Sampel Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan bobot biji per sampel sorgum dan kedelai dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 42-45. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari berpengaruh nyata terhadap bobot biji per sampel kedelai (Lampiran 43) dan berpengaru nyata terhadap bobot biji per sampel sorgum (Lampiran 45). Bobot biji per sampel sorgum dan kedelai tercantum pada tabel 6.

Tabel 6. Bobot Kering Biji Per Sampel Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...g...

A1: Sorgum 109,17a -

A2:Kedelai Dena 1 - 14,65a

A3:Kedelai Anjasmoro - 11,36b

A4:Kedelai Dering 1 - 10,17c

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 68,62b 13,46a

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 80,39b 13,76a

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 79,38b 13,67a

Rataan 84,39 12,84

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 menunjukkan bobot biji per sampel sorgum perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A5 A6 A7 sedangkan perlakuan A5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A6 dan A7 tetapi berbeda nyata dengan A1. Pada bobot biji per sampel kedelai perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A5 A6 A7 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3 dan A 4

Bobot 1000 Biji Sorgum dan Bobot 100 biji Kedelai

Data pengamatan bobot 1000 biji sorgum dan bobot 100 biji kedelai d hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 50-53.

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh

nyata terhadap bobot 100 biji kedelai (Lampiran 51) dan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 1000 biji sorgum (Lampiran 53).

Tabel 7. Bobot 1000 Biji Sorgum dan Bobot 100 biji Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...g...

A1: Sorgum 25,27 -

A2:Kedelai Dena 1 - 12,57

A3:Kedelai Anjasmoro - 13,07

A4:Kedelai Dering 1 - 12,32

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 27,49 11,65

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 29,02 13,69

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 28,94 11,88

Rataan 27,68 12,53

Tabel 7 menunjukkan bobot 1000 biji sorgum tertinggi pada perlakuan A6 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro yaitu 29,02 g dan bobot 1000 biji sorgum terendah pada perlakuan A1 monokultur sorgum yaitu 25,27 g.

Sedangkan bobot 100 biji kedelai tertinggi pada perlakuan A6 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro yaitu 13,69 g dan terendah pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1 yaitu 11,65 g.

Indeks Panen Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan bobot indeks panen sorgum dan kedelai dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 54-57. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap indeks panen sorgum (Lampiran 55) dan kedelai (Lampiran 57).

33

Tabel 8. Indeks Panen Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

A1: Sorgum 0,93 -

A2:Kedelai Dena 1 - 0,58

A3:Kedelai Anjasmoro - 0,61

A4:Kedelai Dering 1 - 0,56

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 0,90 0,64

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 0,91 0,56

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 1,00 0,63

Rataan 0,94 0,59

Tabel 8 menunjukkan indeks panen sorgum tertinggi pada perlakuan A7 tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dering 1 yaitu 0,93 . dan indeks panen sorgum terendah pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dena 1 yaitu 0,90 . Sedangkan indeks panen kedelai tertinggi pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dena 1 yaitu 0,64 dan indeks panen kedelai terendah pada perlakuan A4 kedelai Dering 1 yaitu 0,56 dan A6 tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Anjasmoro yaitu 0,56.

Nisbah Kesetaraan Lahan Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan nisbah kesesuaian lahan (Lampiran 58). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nisbah kesetaraan lahan pada sistem tumpang sari selalu lebih besar dari satu, yang berarti sistem tumpang sari lebih menguntungkan dari pada sistem monokultur. Nisbah kesetaraan lahan tanaman sorgum dan kedelai tercantum pada tabel 9.

Tabel 9. Nisbah kesetaraan lahan Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Produksi

Tabel 9 menunjukkan nisbah kesesuaian lahan secara tumpang sari lebih besar dari satu di setiap perlakuan. Nisbah kesetaraan lahan terbesar terdapat pada perlakuan A5 tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1 dan nisbah kesesuaian lahan terendah ada pada perlakuan A1, A2, A3 dan A4 dimana masing-masing perlakuan merupakan sistem monokultur.

Pembahasan

Pengaruh pertumbuhan dan produksi sorgum dan beberapa varietas kedelai pada sistem tumpangsari

Tinggi tanaman sorgum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sorgum 2 MST sedangkan pada 3 MST-9 MST berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman sorgum. pada 2 MST perlakuan A7 berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan A6 dan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A1. Hal ini dikarenakan masih awal pertumbuhan tanaman sehingga tanaman masih beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Helena (2000) yang berpendapat bahwa bagi tanaman sorgum aktivitas auksin pada tanaman yang ditumpangsarikan dapat dikatakan relatif sama, karena dalam tumpang sari sorgum merupakan tanaman penaung, jadi besar cahaya yang diterimanya sama.

Ini menjelaskan bahwa tumpang sari sorgum dan kedelai tidak berpengaruh pada tinggi tanaman sorgum.

Tinggi tanaman kedelai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kedelai 3 MST, 5 MST dan 6 MST. Pada 3 MST tinggi tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3, A4, A6 dan A7 (lampiran 15) . Pada 5 MST tinggi tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda tidak

35

nyata dengan perlakuan A3, A4, A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A6 dan A7 (lampiran 23). Pada 6 MST tinggi tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan (lampiran 27). Hal ini dikarenakan tanaman kedelai pada perlakuan A5, A6, A7 bersaing dengan sorgum sedangkan perlakuan A2, A3, A4 merupakan perlakuan monokultur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iqbal et al (2017) yang menyatakan bahwa selain memiliki keuntungan, pola tanam tumpangsari juga memiliki kelemahan yaitu adanya faktor persaingan yang dapat terjadi diantaranya persaingan merebut cahaya, air, dan hara. Tumpangsari sorgum dan kedelai bersaing salam perebutan sumberdaya untuk pertumbuhan sehingga terjadi persaingan antar spesies yang signifikan terhadap hasil panen.

Diameter batang hasil penelitian ini menunjukka bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang sorgum namun tertinggi pada perlakuan A1 (monokultur sorgum) yaitu 19,50 cm dan terendah pada perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1) yaitu 14,12 cm (Lampiran 35) dan juga tidak berpengaruh nyata pada diameter batang kedelai namun tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (monokultur kedelai varietas Dering 1) dan A5 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1) yaitu 5,81 cm dan terendah pada perlakuan A6 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro) yaitu 4,90 cm (Lampiran 37). Hal ini dikarenakan pola penanaman di bawah tegakan tanaman sorgum dalam penerimaan intensitas cahaya oleh tanaman, sehingga tanaman kedelai mendapatkan sedikit cahaya matahari dibandingkan tanaman sorgum, akibatnya proses fotosintesis tidak maksimal dan mempengaruhi ukuran diameter batang. Hal ini sesuai dengan pendapat Herlina et al (2017) yang menyatakan bahwa akibat penaungan yang berat pada tanaman

sela menyebabkan pertumbuhan kedelai tidak sempurna dan bentuk tanaman kurus sehingga mempengaruhi efisiensi intersepsi cahaya.

Luas daun tanaman sorgum hasil penelitian menunjukkan perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1), perlakuan A6 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro), dan perlakuan A7 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dering 1).

Dimana A1 adalah monokultur, A5, A6, A7 adalah tumpangsari. Sedangkan pada luas daun tanaman kedelai menunjukkan bahwa perlakuan A2 (monokultur kedelai varietas Dena 1) berbeda tidak nyata dengan perlakuan A5 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3 (monokultur kedelai varietas Anjasmoro), perlakuan A4 (monokultur kedelai varietas Dering 1), perlakuan A6 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro) dan perlakuan A7 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dering 1). Hal ini dikarenakan tanaman monokultur mendapatkan sinar matahari yang optimal sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik dan menghasilkan fotosintesis yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nugroho et al (2007) yang menyatakan bahwa fotosisntesis yang terbentuk di translokasikan ke bagian-bagian vegetatif tanaman yaitu untuk pemeliharaan dan pembentukan organ-organ baru, termasuk didalamnya daun yang bertambah lebar dan akan memperluas permukaan untuk proses fotosintesis.

Bobot malai per plot sorgum menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1) yaitu

37

1934,26 g dan terendah pada perlakuan A6 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro) yaitu 1648,60 g. Sedangkan bobot biji per plot kedelai menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A2 (monokultur kedelai varietas Dena 1) yaitu 230,20 g dan terendah pada perlakuan A7 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dering 1) yaitu 177,33 g. Hal ini dikarenakan penerimaan cahaya yang didapatkan oleh tanaman kedelai tidak optimal karena adanya naungan dari tanaman sorgum sehingga menurunkan produksi kedelai serta dipengaruhi oleh intensitas turunnya hujan hampir setiap hari di lokasi penelitian dengan data curah hujan tercantum pada (Lampiran 59). Hal ini sesuai dengan pendapat Karamoy (2009) yang menyatakan bahwa tingginya intensitas naungan akan mengakibatkan jumlah polong isi dan hasil biji lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa naungan.

Bobot biji per sampel tanaman sorgum menunjukkan perlakuan A1 (monokultur sorgum) berbeda nyata dengan perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1), perlakuan A6 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro), dan perlakuan A7 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dering 1). Hal itu karena perlakuan A1 adalah tanaman monokultur yang tidak ada saingan dengan tanaman lain. Sedangkan perlakuan A5, A6, dan A7 adalah tanaman tumpangsari. Pada tanaman kedelai dari hasil sidik ragam pada parameter bobot biji per sampel (Lampiran 45) menunjukkan perlakuan A2 (monokultur kedelai varietas Dena 1) berbeda tidak nyata dengan perlakuan perlakuan A5 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1), perlakuan A6 (tumpangsari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro), dan

perlakuan A7 (monokultur sorgum dengan kedelai varietas Dering 1). Tetapi berbeda nyata dengan perlakuaan A3 (monokultur kedelai varietas Anjasmoro) dan A4 (monokultur kedelai varietas Dering 1). Hal ini disebabkan penerimaan cahaya yang didapatkan oleh kedelai yang tidak optimal karena jarak tanam yang terlalu rapat sehingga menurun kan produksi kedelai dan sebaliknya akan meningkatkan produksi sorgum karena adanya simbiosis yang menguntungkan dalam tumpangsari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyastusi et al (2007) yang menyatakan jarak tanam akan mempengaruhi kerapatan tanaman atau jumlah populasi per unit area. Hal ini berhubungan erat dengan penangkapan energi cahaya, dan ketersediaan hara dan air dalam tanah. Dengan demikian kerapatan tanaman akan menentukan produksi tanaman. Mengatur jarak tanam berarti memberi ruang lingkup hidup yang sama dan merata bagi setiap tanaman.

Bobot 1000 biji sorgum menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A6 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro) yaitu 29,02 g dan terendah pada perlakuan A1 (monokultur sorgum) yaitu 25,27 g. Sedangkan bobot 100 biji kedelai hasil menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A6 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Anjasmoro) yaitu 13,69 g dan terendah pada perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1) yaitu 11,65 g. Hal ini dikarenakan kurangannya unsur N pada tanah menurunkan laju fotosintesis sehingga proses pembentukan biji terhambat. Hal ini sesuai pendapat Tarigan et al (2013) yang menyatakan bahwa tanaman membutuhkan unsur hara yang seimbang untuk melakukan proses fisiologis pembentukan biji. Unsur N yang terkandung di dalam tanah sangat

39

mempengaruhi proses pengisian biji. Semakin tinggi unsur N maka akan meningkatkan proses fotosintesis yang berfungsi dalam pembentukan biji.

Indeks panen sorgum menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A7 (tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dering 1) yaitu 1,00. Dan indeks panen sorgum terendah pada perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dena 1) yaitu 0,90. Dan pada kedelai hasil sidik ragam (lampiran 57) menunjukkan bahwa perlakuan tumpang sari tidak berpengaruh nyata namun tertinggi pada perlakuan A5 (tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dena 1) yaitu 0,64 dan indeks panen kedelai terendah pada perlakuan A4 (monokultur kedelai Dering 1) yaitu 0,56 dan A6 (tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Anjasmoro) yaitu 0,56. Hal ini dikarenakan perbedaan varietas serta diketahui bahwa kandungan C-organik pada tanah lahan penelitian memiliki persentase kecil hanya 1,32 % (lampiran 60). Hal ini juga sesuai pendapat Hakim (2010) yang menyatakan bahwa varietas kedelai mempunyai tipe tanaman yang berbeda antara yang satu dengan yang lain dan tipe tanaman tersebut berpengeruh nyata terhadap indeks panen.

Nisbah kesetaraan lahan pada semua perlakuan secara tumpangsari menunjukkan hasil lebih tinggi dari pada perlakuan secara monokultur. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nisbah kesetaraan lahan pada sistem tumpang sari selalu lebih besar dari satu, yang berarti sistem tumpang sari lebih menguntungkan dari pada sistem monokultur. Hal ini berarti perlakuan tumpang sari mampu meningkatkan produksi hasil dari tanaman kedelai dan sorgum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijaya et al., (2015) yang menyatakan Nisbah kesetaraan lahan (NKL) lebih besar dari 1,0 menunjukkan bahwa pola tanam

tumpang sari tersebut dapat dikatakan memiliki produktivitas lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur.

41

Dokumen terkait