• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) PADA SISTEM TUMPANG SARI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) PADA SISTEM TUMPANG SARI SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

PADA SISTEM TUMPANG SARI

SKRIPSI

OLEH:

DICKY PRANATA HAKIM 150301091

AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

PADA SISTEM TUMPANG SARI

2

SKRIPSI

OLEH:

DICKY PRANATA HAKIM 150301091

AGRONOMI

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(3)
(4)

4

(5)

ABSTRAK

DICKY PRANATA HAKIM : Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) dan Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L.) Merill) pada Sistem Tumpang Sari di bimbing oleh T. IRMANSYAH dan LISA MAWARNI.

Salah satu sistem pertanaman polikultur adalah tumpang sari. Tumpang sari mempunyai beberapa keuntungan, yaitu mengurangi resiko kegagalan panen, memperbaiki kesuburan tanah, mengurangi terjadinya erosi, mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi sorgum dengan beberapa varietas kedelai pada sistem tumpang sari dan meningkatkan nisbah kesetaraan lahan (NKL), menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan perlakuan Monokultur Sorgum; Monokultur Kedelai varietas Dena 1;

Monokultur Kedelai varietas Anjasmoro; Monokultur Kedelai varietas Dering 1;

Tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dena 1; Tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Anjasmoro; Tumpang sari sorgum dan kedelai varietas Dering 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tumpang sari sorgum dengan beberapa varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai (3,5 dan 6 MST), luas daun kedelai, bobot kering biji kedelai persampel, tinggi tanaman sorgum (2 MST), luas daun sorgum, dan bobot biji sorgum persampel.

Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) yang tertinggi terdapat pada perlakuan tumpang sari sorgum dengan kedelai varietas Dena 1.

Kata kunci : kedelai, sorgum, tumpang sari, varietas,

(6)

4

ABSTRACT

DICKY PRANATA HAKIM: Growth and production of sorghum (Sorghum bicolor (l.) moench) and several varieties soybean (Glycine max (l.) merill) in the intercropping system. Guided by T. IRMANSYAH and LISA MAWARNI.

One of the polyculture planting systems is intercropping. Intercropping has several advantages, namely reducing the risk of crop failure, improving soil fertility, reducing erosion, and increasing the efficiency of environmental factors.

This research was aimed to determine the effect of growth and production of sorghum with several varieties soybeans on intercropping systems and the highest land equality ratio (LER), using a non-factorial randomized block design consisting of sorghum monoculture; soybean monoculture Dena 1 variety;

soybean monoculture Anjasmoro variety; soybean monoculture Dering 1 variety, sorghum intercropping with soybeans Dena 1 variety; sorghum intercropping with soybeans Anjasmoro variety; sorghum intercropping with soybeans Dering 1 variety. The results showed that the intercropping system of sorghum with several varieties of soybean significantly affected the height of soybean plants (3.5 and 6 week after planting or WAP), soybean leaf area, dry weight of soybean seed samples, height of sorghum plants (2 WAP), sorghum leaf area, and dry weight of sorghum seed samples. The highest land equality ratio (LER) was founded in sorghum intercropping with soybeans Dena 1 variety.

Keywords: intercropping, sorghum, soybean, varieties

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran, 27 Februari 1997 dari ayahanda Abdul Hakim dan Ibunda Masliah Nasution, penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2015 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kisaran dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN pada program studi Agroteknologi, minat Agronomi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Agrotekologi (HIMAGROTEK).

UKM Himadita Nursery dan aktif sebagai asisten praktikum di laboratorium Agroklimatologi FP USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III Ambalutu, Asahan, Sumatera Utara pada tahun 2018 dan penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Tambangan, Kecamatan Padang Hilir. Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tahun 2019.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah subhanahu wata’ala karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) dan Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada Sistem Tumpang Sari” yang merupakan salah satu syarat mendapatkan sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. T. Irmansyah.

MP., selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Dr. Ir. Lisa Mawarni, MP., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukkan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada kedua orang tua atas dukungan moral dan materil, serta kepada teman- teman atas semangat dan bantuannya.

Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan . Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2021

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sorgum ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 7

Botani Tanaman kedelai ... 8

Syarat Tumbuh ... 10

Iklim ... 10

Tanah ... 10

Tumpangsari ... 11

Jarak Tanam ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 19

Penanaman ... 19

Pemeliharaan Tanaman ... 19

(10)

iv

Penyulaman ... 20

Penyiangan ... 20

Penjarangan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Panen ... 21

Pengamatan Parameter Kedelai ... 21

Tinggi Tanaman... 21

Diameter Batang ... 21

Luas daun... 22

Bobot Biji per Plot ... 22

Bobot Biji per Sampel ... 22

Bobot 100 biji ... 22

Indek Panen Kedelai ... 22

Pengamatan Parameter Sorgum... 23

Tinggi Tanaman... 23

Diameter Batang ... 23

Luas Daun ... 23

Bobot Malai per Plot ... 23

Bobot Biji per Sampel ... 23

Bobot 1000 biji ... 24

Indek Panen ... 24

Nisbah Kesetaraan Lahan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai 2 MST-6 MST pada Perlakuan Sistem Tumpang Sari ... 26 2. Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST-9 MST pada Perlakuan Sistem Tumpang

Sari ... 27 3. Diameter Batang Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Sistem Tumpang Sari... 28 4. Luas Daun Sorgum dan Kedelai Pada Perlakuan Sistem Tumpang Sari ... 29 5. Bobot Malai Per Plot Sorgum dan Bobot Biji Per Plot Kedelai pada Perlakuan

Sistem Tumpang Sari ... 30 6. Bobot Biji Per Sampel Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Sistem Tumpang

Sari ... 31 7. Bobot 1000 Biji Sorgum dan Bobot 100 Biji Kedelai pada Perlakuan Sistem

Tumpang Sari ... 31 8. Indeks Panen Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Sistem Tumpang Sari ... 32 9. Nisbah Kesetaraan Lahan Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Sistem

Tumpang Sari ... 33

(12)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Deskripsi Sorgum Varietas Kawali ... 46

2. Deskripsi kedelai Varietas Dena 1 ... 47

3. Deskripsi kedelai Varietas Anjasmoro ... 48

4. Deskripsi kedelai Varietas Dering 1 ... 49

5. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 50

6. Denah lahan ... 51

7. Denah Penanaman ... 52

8. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 2 MST... 54

9. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 2 MST. ... 54

10. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 2 MST ... 55

11. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 2 MST... 55

12. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 3 MST... 56

13. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 3 MST. ... 56

14. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 3 MST. ... 56

15. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 3 MST... 57

16. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 4 MST... 58

17. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 4 MST. ... 58

18. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 4 MST. ... 59

19. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 4 MST... 59

20. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 5 MST... 60

21. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 5 MST. ... 60

22. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 5 MST. ... 61

23. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 5 MST... 61

24. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 6 MST... 62

25. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 6 MST. ... 62

26. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 6 MST. ... 63

27. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 6 MST... 63

28. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST... 64

29. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST ... 64

(13)

30. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 8 MST... 65

31. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 8 MST. ... 65

32. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 9 MST... 66

33. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 9 MST. ... 66

34. Data Diameter Tanaman Sorgum ... 67

35. Sidik Ragam Diameter Tanaman Sorgum ... 67

36. Data Diameter Tanaman Kedelai ... 68

37. Sidik Ragam Diameter Tanaman Kedelai ... 68

38. Data Luas Daun Tanaman Sorgum ... 69

39. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Sorgum ... 69

40. Data Luas Daun Tanaman Kedelai... 70

41. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Kedelai ... 70

42. Data Bobot Biji Per Sampel Tanaman Sorgum ... 71

43. Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel Tanaman Sorgum ... 71

44. Data Bobot Biji Per Sampel Tanaman Kedelai ... 72

45. Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel Tanaman Kedelai ... 72

46. Data Bobot Malai Per Plot Tanaman Sorgum ... 73

47. Sidik Ragam Bobot Malai Per Plot Tanaman Sorgum ... 73

48. Data Bobot Biji Per Plot Tanaman Kedelai ... 74

49. Sidik Ragam Bobot Biji Per Plot Tanaman Kedelai ... 74

50. Data Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ... 75

51. Sidik Ragam Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ... 75

52. Data Bobot 1000 Biji Tanaman Sorgum ... 76

53. Sidik Ragam Bobot 1000 Biji Tanaman Sorgum ... 76

54. Data Indeks Panen Tanaman Sorgum ... 77

55. Sidik Ragam Indeks Panen Tanaman Sorgum ... 77

56. Data Indeks Panen Tanaman Kedelai... 78

57. Sidik Ragam Indeks Panen Tanaman Kedelai ... 78

58. Data Nisbah Kesetaraan Lahan ... 79

59. Data Curah Hujan ... 80

60. Analisis Tanah ... 81

61. Kegiatan Penelitian ... 82

(14)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang mempunyai daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, tumbuh tegak, produksi tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain dan merupakan multifungsi yang dikenal dengan 5 F yaitu food, feed, fuel, fertilizer dan fiber. Biji, tangkai biji, daun, batang dan akar sorgum dapat dimanfaatkan sebagai produk utama maupun turunan. Biji sorgum memiliki kandungan tepung dan pati yang potensial, daun digunakan untuk pakan ternak serta batangnya terutama sorgum manis memiliki kandungan nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku gula dan bioethanol (Subagio dan Suryawati, 2013).

Diversifikasi pangan berbasis sorgum masih sebatas bahan sumber karbohidrat. Namun, ke depan diharapkan dapat menjadi komponen penting pangan fungsional sehingga meningkatkan citra sorgum sebagai bahan pangan superior. Peluang pasar pangan fungsional di Indonesia masih terbuka seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat dan pola makan yang mengarah ke hidup sehat (Suarni dan Subagio 2013). Oleh karena itu, perlu diupayakan peningkatan produksi sorgum antara lain perbaikan sistem budidaya seperti tumpangsari dengan kedelai.

Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan komoditas pangan utama di Indonesia setelah komoditas padi dan jagung dan sebagai sumber protein untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kedelai memiliki kadungan protein nabati yang paling tinggi dari ada kacang-kacangan lainnya. Kedelai mengandung 35%

(15)

protein, 18% lemak, 32 % karbohidrat dan 15 % air. Produksi tanaman kedelai pada oktober 2019 tercatat sebesar 480.000 ton (Badan Pusat Statistika dan Kementerian Pangan, 2019).

Mengingat banyaknya manfaat sorgum dan kedelai maka perlu diupayakan peningkatan produktivitas. Salah satu upaya dapat dilakukan melalui sistem tumpang sari. Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja dan pemanfaatan lahan), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009).

Lithourgidis, et al. (2011) menyatakan bahwa kemampuan pola tanam tumpangsari mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah melalui fiksasi Nitrogen pada legume dibandingkan dengan monokultur. Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari dapat dievaluasi dengan menghitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL). Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) secara umum didapatkan dengan membandingkan pola tumpang sari dengan pola monokultur, jika NKL >1 berarti menguntungkan (Ghulamahdi, et al., 2009).

Balai Penelitian Tanaman Serealia (2013) menyatakan bahwa jarak tanam yang dianjurkan untuk tanaman sorgum adalah 75 cm × 25 cm. Jarak tanam

(16)

3

tersebut masih memungkinkan untuk dioptimalkan produktivitas lahannya, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pola tanam tumpangsari. Sedngkan untuk tanaman kedelai jarak tanam ideal pada lahan kering yaitu 40 cm x 15 cm pada sistem monokultur (Balitkabi, 2015).

Zulkifli (2015) menambahkan bahwa tumpang sari sorgum dengan kedelai berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum dengan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan hasil pada sistem tanam monokultur.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pertumbuhan dan produksi sorgum dan beberapa varietas kedelai pada sistem tumpang sari.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi sorgum dan beberapa varietas kedelai pada sistem tumpang sari.

Hipotesis

1. Sistem tumpang sari dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi sorgum dan beberapa varietas kedelai.

2. Sistem tumpang sari dapat meningkatkan nisbah kesetaraan lahan (NKL).

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sorgum

Sorgum diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivision Spermatophyta, Division Magnoliophyta, Class Liliopsida, Subclass Commelinidae, Ordo Cyperales, Family Poaceae, Genus Sorghum Moench, Species Sorghum bicolor (L.) Moench (USDA, 2012).

Sorgum adalah tanaman biji berkeping satu dan tidak membentuk akar tunggang melainkan hanya akar lateral. Sistem perakaran terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh di permukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat lebih banyak dibanding tanaman jagung (Rismunandar, 2006).

Sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas (internodus) dan berbuku-buku (nodus). Setiap ruas memiliki alur yang berselang-seling.

Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya. Tinggi batang sorgum yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula. Selain itu batang sorgum dapat diratoon (tumbuh kembali setelah dipangkas saat panen) (FAO, 2002).

Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilin

(18)

5

tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Kusuma, et al., 2008).

Bunga sorgum yang berbentuk malai terdapat pada ujung batang dan memiliki tangkai yang panjang. Umumnya bunga akan tumbuh sekitar 60-70 hari setelah masa tanam. Malai buah sorgum ada yang berbentuk padat, setengah padat, dan terbuka atau rembyak. Bagian dari malai yang dijadikan bahan baku sapu adalah cabang malai. Malai yang berisi biji umumnya masak setelah tanam berumur 90-120 hari (Rismunandar, 2006).

Rangkaian bunga sorgum terdapat di ujung tanaman, tampak pada pucuk batang dan bertangkai panjang tegak lurus. Bunga tersusun dalam malai. Tiap malai terdiri atas banyak bunga yang dapat menyerbuk sendiri atau silang.

Rangkaian bunga sorgum nantinya akan menjadi bulir-bulir sorgum. Biji sorgum ada yang tertutup rapat oleh sekam yang liat, ada pula yang tertutup sebagian atau hampir-hampir telanjang. Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning- kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas (Jayanegara, 2011).

Secara umum biji sorgum tersusun dari 3 komponen utama yaitu 6 % seed coat (pericarp), 10 % germ (embrio), dan 84 % endosperm (jaringan cadangan makanan). Komposisi nutrisi biji sorgum mirip dengan biji jagung. Secara umum kandungan lemaknya 1 % lebih rendah dibanding biji jagung dan kandungan lilinnya lebih tinggi. Kandungan protein biji sorgum lebih bervariasi dibandingkan biji jagung dan biasanya selalu 1-2 % lebih tinggi dibandingkan biji jagung (Anas, 2011).

(19)

Syarat Tumbuh Iklim

Curah hujan yang dibutuhkan tanaman ini adalah 600 mm/tahun. Tanaman sorgum akan tumbuh baik di Indonesia pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini umur panennya lebih lama ketika ditanam lebih dari 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini hidup pada suhu optimum 8,3 °C.

Kondisi tekstur tanah yang dikehendaki tanaman sorgum adalah berteksur tanah sedang. Tanaman sorgum mampu hidup hampir di seluruh kondisi lahan karena tanaman sorgum dapat hidup pada tanah dengan pH berkisar 5,50 sampai 7,50 (Jayanegara, 2011).

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan kurang subur, air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan di lahan berpasir sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Dinas pertanian, 2011).

Tanah

Kondisi tekstur tanah yang dikehendaki tanaman sorgum adalah berteksur tanah sedang. Tanaman sorgum mampu hidup hampir di seluruh kondisi lahan karena tanaman sorgum dapat hidup pada tanah dengan kemasaman tanah berkisar 5,50 sampai 7,50 (Kusuma et al., 2008).

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan yang kurang subur, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan di lahan yang berpasir sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat

(20)

7

pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang. Sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup.

Botani Tanaman Kedelai

Kedelai di klasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, class Dicotyledonae, ordo Polypetales, famili Leguminoceae, sub-famili Papilionoidae, genus Glycine, spesies Glycine max (L) Merrill (Adie dan Krisnawati, 2007).

Susunan akar tanaman kedelai pada umumnya sangat baik.Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang.Pada akar – akar cabang terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm), memiliki 3-6 percabangan.

Cabang akan muncul di batang tanaman dan jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Jenabiyan et al., 2014).

(21)

Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga buah anak daun.

Bentuknya oval dengan ujung lancip. Daun-daun ini akan menguning jika sudahtua, dan berguguran mulai bagian bawah. Pada tipe determinate daun bagian bawah tengah batang seragam. Sedangkan pada tipe indeterminate daun atas lebih kecil (Irwan, 2006).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna (hermaphrodite), yakni setiap kuntum bunga terdapat putik dan benang sari, dan bertipe penyerbukan sendiri.

Bunga mekar pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00. Faktor yang mempengaruhi umur keluarnya bunga adalah varietas, suhu, dan lama penyinaran.

Periode berbunga berlangsung selama 3 hingga 5 minggu. Bunga pertama muncul pada buku ke-5 atau buku di atasnya. Bunga muncul berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 35 kuntum bunga. Tidak semua bunga berhasil membentuk polong, sekitar 20-80% bunga gugur (Adie dan Krisnawati, 2007).

Pada polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji) dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah prosespembijian selesai, biji

(22)

9

kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Jenabiyan et al., 2014).

Syarat Tumbuh Iklim

Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungisi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis, karena kekurangan suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbs air oleh tanaman. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generative, akan menurunkan produksi. Kekeringan juga menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan pada musim tanam (Rahayu, 2004).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat- tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang hampir jenuh (kapasitas lapang) asal tidak terjadi penggenangan, terutama pada awal stadia vegetatif. Pada dasarnya kedelai adalah tanaman aerobik, yang lebih sesuai pada tanah yang agak lembab dengan kadar kelembaban 70-80% kapasitas lapang, tanah berdrainase baik tetapi memiliki daya pengikat air yang baik, oleh karena itu, tanah dengan tekstur berliat dan berdrainase baik, atau tanah lempung berpasir yang kaya bahan organik, sangat sesuai untuk tanaman kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007).

(23)

Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.

Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar.

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Tumpangsari

Tumpangsari adalah kegiatan penanaman dua jenis tanaman atau lebih di lahan dan waktu yang bersamaan dengan alasan utama adalah untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas. Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama (cooperation) dan meminumkan kompetisi (competition). Oleh karena itu, dalam tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu (1) pengaturan jarak tanam, (2) populasi tanaman, (3) umur panen tiap-tiap tanaman.

Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja dan pemanfaatan lahan), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap

(24)

11

mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009 ).

Menurut (Prasetyo et al., 2009) bahwa tingkat produktivitas tanaman tumpangsari lebih tinggi dengan keuntungan panen antara 20-60% dibandingkan pola tanam monokultur. Disamping peningkatan produktivitas tanaman yang lebih tinggi, sistem tumpangsari bermanfaat untuk menjaga kesuburan tanah.

Pola tanam tumpangsari juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya terjadi persaingan antara dua atau lebih spesies tanaman, yang menyangkut persaingan air, hara, cahaya, dan ruang. Dampak dari persaingan tersebut adalah penurunan pertumbuhan dan hasil, baik tanaman utama maupun tanaman sela, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil sistem tanam monokultur species tanaman tersebut (Zuchri, 2007).

Daun diketahui sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis tanaman, dengan demikian berarti bahwa dengan semakin banyaknya jumlah daun, maka semakin luas pula tempat berlangsungnya proses fotosintesis tanaman. Sedangkan luas daun menggambarkan kapasitas tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk tanaman yang menghasilkan jumlah daun maupun luas daun yang lebih sempit, maka asimilat yang dihasilkannya pun juga rendah. Asimilat merupakan karbohidrat sederhana, karena hanya tersusun dari tiga ikatan molekul, yaitu C, H

(25)

dan O, dan bersama-sama dengan molekul lainnya, seperti N,S,P,K dan beberapa unsur mikro seperti Mg akan membentuk suatu karbohidrat (Retno, 2016).

Respon tanaman pada lingkungan ternaungi ditentukan oleh toleransi tanaman terhadap pengurangan intensitas cahaya. Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam dalam kondisi tanpa naungan.

Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih dari 25%. Salah satu pengaruh naungan terhadap morfologi tanaman adalah batang tanaman menjadi lebih tinggi karena batang tanaman mengalami etiolasi yang disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi, (Uchimiya, 2019).

Jarak Tanam

Pada sistem pertanian monokultur, jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air dan hara. Bila jarak tanamnya diperlebar maka tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada sistem tumpang sari, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain (Catharina, 2009).

Menurut penelitian Safitri et al. (2010), jarak tanam yang lebih renggang membuat waktu pembungaan sorgum menjadi lebih cepat. menyebutkan bahwa kadar serat kasar dan daya cerna hijauan sorgum akan meningkatkan seiring perkembangan tanaman. Potensi hijauan sorgum tidak akan maksimal karena waktu pembungaan yang lebih cepat.

(26)

13

Bila ditanam secara monokultur populasi tanaman per/hektar sekitar 100.000 - 150.000 tanaman. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 75 x 25 cm atau 75 x 20 cm dengan masing-masing 2 tanaman per lubang. Penelitian yang dilakukan oleh Dicu et al. (2016) menyebutkan bahwa jarak tanam 37.5 cm menghasilkan bobot biomassa segar dan biomassa kering yang lebih besar dari jarak 75 cm. kerapatan tanaman 80,000-90,000 tanaman ha-1 menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar pada jarak tanam 75 cm dibandingkan kerapatan tanaman 100,000-120,000 tanaman ha-1 , sebaliknya kerapatan tanaman 100,000- 120,000 tanaman ha-1 menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar pada jarak tanam 37.5 cm dibandingkan kerapatan tanaman 80,000-90,000 tanaman ha-1.

Berbagai keuntungan bertanam dengan jarak tanam yang teratur.

Pertanaman tampak rapi, arah barisan dapat diatur. Memudahkan dalam pemeliharaannya, misalnya dalam pemberian pupuk, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dan sebagainya. Dengan Jarak tanam yang teratur dapat ditentukan jumlah populasi tanaman tiap luas lahan sehingga kebutuhan benihnya dapat ditentukan sebelumnya (Widyastuti et al., 2007).

Berbagai pola pengaturan jarak tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. Penggunaan jarak tanam pada tanaman sorgum dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman.

Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena

(27)

bersaing dalam mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak optimal (Nurlaili, 2010).

Pada pola tanam tumpang sari atau Multiple cropping merupakan sistem budidaya tanaman yang dapat meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Jika Nisbah kesetaraan lahan (NKL) lebih besar dari 1,0 pada pola tanam tumpang sari menunjukkan bahwa pola tanam tumpang sari tersebut dapat dikatakan memiliki produktivitas lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur (Wijaya et al., 2015).

(28)

15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan, di Jln. Eka Surya Gg. Eka Handayani, kecamata Medan Johor, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut (dpl) dan luas 10 m x 18 m, Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2019 sampai dengan bulan April 2020.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman sorgum varietas Kawali diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan dan benih tanaman kedelai varietas Dena 1, varietas Anjasmoro dan varietas Dering 1 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, pestisida bahan aktif karbaril sebagai pengendali serangan hama, Dithane M-45 sebagai pengendali penyakit, pupuk Urea, SP-36 dan KCl sebagai pupuk dasar untuk tanaman, pacak bambu sebagai penanda sampel, amplop coklat sebagai wadah malai sorgum dan polong kedelai serta tali plastik sebagai penanda plot.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk membuat plot, parang untuk memotong pacak bambu, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi tanaman sorgum dan kedelai, timbangan analitik untuk menimbang bobot basah tanaman, dan bobot biji,dan alat lainnya yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan :

(29)

A1 : Monokultur Sorgum (75 cm x 25 cm)

A2 : Monokultur Kedelai Varietas Dena 1 (40 cm x 15 cm) A3 : Monokultur Kedelai Varietas Anjasmoro (40 cm x 15 cm) A4 : Monokultur Kedelai Varietas Dering 1 (40 cm x 15 cm)

A5 : Tumpang sari sorgum (75 cm x 25 cm) dan kedelai Dena 1 (40 cm x 15 cm) A6 :Tumpang sari sorgum (75 cm x 25 cm) dan kedelai Anjasmoro (40cm x15cm) A7 :Tumpang sari sorgum (75 x 25 cm) dan kedelai Dering 1 (40 cm x 15 cm)

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 21 plot

Ukuran plot : 300 cm x 250 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 100 cm

Jumlah sampel sorgum seluruhnya : 84 tanaman Jumlah sampel kedelai seluruhnya : 180 tanaman Jumlah tanaman sorgum seluruhnya : 384 tanaman Jumlah tanaman kedelai seluruhnya : 1.521 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut :

Yij = μ + ρi + αj + εij i = 1, 2, 3 j = 1,2,3,4,5,6,7 dimana :

Yij : Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j μ : Nilai tengah

(30)

17

ρi : Pengaruh dari blok ke-i

αj : Pengaruh perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j

εij : Galat dari blok ke-i, perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

(31)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Sebelum areal diolah, terlebih dahulu areal dibersihkan dari rerumputan, sisa-sisa tanaman, dan batu-batuan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan menggunakan cangkul. Lahan dibuat plot dengan ukuran 300 cm x 250 cm dilakukan 1 minggu sebelum penanaman dan dibuat saluran drainase dengan ukuran 30 cm antar plot dan 100 cm antar blok.

Penanaman

Benih sorgum varietas Kawali diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan dengan hasil viabilitasnya 85% yang menurut Munthe (2013) varietas Kawali adalah varietas yang lebih baik dibanding varietas lainnya. Benih kedelai varietas Dena 1 diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang dengan hasil viabilitasnya 95%.

Penanaman terlebih dahulu dilakukan pada tanaman kedelai untuk mencegah persaingan unsur hara dan cahaya matahari pada sistem tumpangsari.

Benih kedelai direndam terlebih dahulu selama 5 menit dalam air untuk mempercepat perkecambahan. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 benih per lubang tanam. Setelah 2 minggu setelah tanam (MST) kedelai kemudian dilakukan penanaman tanaman sorgum . Benih sorgum dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 3 benih per lubang tanam.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

(32)

19

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi kelembaban lahan.

Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari bila tidak ada hujan dengan menggunakan gembor.

Penyulaman

Dilakukan penyulaman pada tanaman sorgum dan kedelai yang mati ataupun yang pertumbuhannya abnormal dengan menggunakan bibit yang sehat.

Penyulaman pada saat 7-10 Hari Setelah Tanam (HST) di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dan menggunakan cangkul pada gulma yang berada di plot atau di parit drainase.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 HST dengan cara memotong tanaman menggunakan pisau cutter dan meninggalkan satu tanaman yang sehat.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan secara tugal disamping lubang masing-masing tanaman sebagai pupuk dasar. Dosis pemupukan untuk tanaman sorgum yaitu 50 kg Urea/ha, 31,25 kg TSP/ha dan 12,5 kg KCl/ha. Sedangakan tanaman kedelai 12,5 kg/ha Urea, 50 kg/ha TSP dan 37,5 kg/ha KCl diberikan seluruhnya pada saat penanaman pada kedelai.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan menggunakan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/liter air. Pengendalian penyakit dilakukan dua kali pada saat tanaman berumur 4 dan 6 MST dengan

(33)

menggunakan knapsack dan disemprotkan ke daun dan batang tanaman secara merata. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbaril. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman umur 5 dan 7 MST yang terkena serangan hama dengan menggunakan knapsack dan disemprotkan kedaun dan batang yang terserang hama.

Panen

Tanaman kedelai di panen sekitar 82-92 HST , kriteria panen kedelai yaitu polong masak fisiologis dengan tanda polong berwarna kuning kecoklatan dan daunnya mulai menguning kemudian mengering (75% dari populasi). Panen dilakukan sekali dengan cara memotong 5 cm diatas pangkal batang utama dengan menggunakan pisau. Kemudian polong dijemur dibawah sinar matahari dan biji diambil dari polongnya.

Tanaman sorgum dipanen sekitar 100-110 Hari Setelah Tanam (HST) telah matang secara visual, yaitu pada saat biji-biji telah bernas dan keras, daun menguning dan mengering. Panen dilakukan pada sore hari dengan menggunakan gunting, dipotong sekitar 10-15 cm dibawah tangkai malai dan dilakukan pemungutan biji yang jatuh di areal pertanaman sesuai dengan plot. Kemudian dijemur di bawah sinar matahari kemudian dirontokkan untuk mengambil biji nya.

Pengamatan Parameter Tanaman Kedelai Tinggi tanaman.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh, dilakukan mulai 2 MST dan diulangi setiap minggu hingga 6 MST sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga.

Pengukuran Diameter Batang

(34)

21

Pengukuran diameter batang menggunakan jangka sorong, tepat pada pangkal batang. Pengamatan dilakukan satu kali pada saat akhir masa vegetatif tanaman kedelai (6 MST).

Luas daun

Pengukuran luas daun (cm2) dengan prinsip dihitung melalui perbandingan berat (gravimetri). Ini dapat dilakukan dengan menggambar daun yang ditaksir luasnya pada sehelai kertas yang menghasilkan replika daun yang kemudian di gunting. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan total kertas.

Luas daun =

Bobot Biji per Plot

Bobot replika daun

Bobot kertas 10 cm x 10 cm x 100 cm2

Berat biji kedelai per Plot diambil dengan cara menimbang seluruh biji tanaman per plot dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Biji per Sampel

Bobot biji total diambil dengan cara menimbang biji setiap sampel pada tiap plot setelah biji dipisahkan dari polong dan dibersihkan dari kotoran-kotoran.

Bobot 100 Biji Kering

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai dari setiap masing-masing plot, dengan kadar air 14%, pengeringn dilakukan dengan cara penjemuran di bawah terik matahari selama 2-3 hari.

Indeks Panen

Indeks panen diukur pada akhir penelitian, dengan menggunakan rumus :

Indeks Panen = Bobot biji per sampel

Bobot kering tanaman per sampel + Bobot biji per sampel

(35)

Bobot Kering Tanaman diperoleh dari bobot kering batang, akar, dan daun yang dikeringkan pada oven dengan suhu 800C selama 24 jam.

Pengamatan Parameter Tanaman Sorgum Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan dari batas tanah sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran pertama dilakukan 2 MST dengan interval 1 minggu sekali sampai masuk masa generatif (9 MST).

Diameter Batang

Pengukuran diameter batang menggunakan jangka sorong, tepat pada pangkal batang secara 2 kali dengan arah yang berbeda kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan satu kali pada saat akhir vegetatif (9 MST).

Luas daun

Pengukuran luas daun (cm2) sorgum dengan prinsip p x l x k, konstanta daun sorgum yaitu 0,731 (Susilo, 2015). Dimana perhitungan luas daun yang diukur adalah daun bendera yang terletak di bawah tangkai malai pada sorgum.

P : panjang daun L : lebar daun

K : konstanta daun sorgum yaitu 0,731 Bobot Malai per Plot

Berat biji malai per plot diambil dengan cara menimbang biji beserta malai tiap plot perlakuan. Berat biji malai per plot ditimbang setelah tanaman dipanen dan dikeringkan sampai kadar airnya 12-14%.

Bobot Biji per Sampel

(36)

23

Bobot biji total diambil dengan cara menimbang biji setiap sampel pada tiap plot setelah biji dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari kotoran-kotoran.

Bobot 1000 Biji

Ditimbang sebanyak 1000 biji yang telah dijemur dengan acak 3 sampel per plot. Penimbangan dilakukan pada kadar air 15% menggunakan timbangan analitik.

Indeks Panen

Indek panen diukur pada akhir penelitian, dengan menggunakan rumus :

Bobot biji per sampel

Indeks Panen = Bobot kering tanaman per sampel + Bobot biji per sampel

Bobot Kering Tanaman diperoleh dari bobot kering batang, akar, daun dan malai sorgum yang dikeringkan pada oven dengan suhu 800C selama 48 jam.

Nisbah Kesetaraan Lahan

Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui keuntungan sistem bertanam secara tumpang sari dengan menggunakan persamaan berikut:

Yjk NKL = (

Yjj ) + ( Ykj )

Ykk

Keterangan :

Yjk = Produksi Sorgum secara tumpang sari dengan kedelai Yjj = Produksi Sorgum Monokultur

Ykj = Produksi Kedelai secara tumpang sari dengan Sorgum Ykk = Produksi Kedelai Monokultur

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil sidik ragam menunjukkan sistem tumpang sari sorgum dan kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai pada 3,5 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST), luas daun kedelai, bobot biji kedelai per sampel, tinggi tanaman sorgum pada 2 MST, luas daun sorgum, bobot biji sorgum per sampel.

Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan tinggi tanaman kedelai dan sorgum diamati berdasarkan waktu penanaman di lapangan. Dimana tanaman kedelai lebih dulu ditanam daripada tanaman sorgum dengan perbedaan waktu 2 minggu sehingga pada saat kedelai masuk pengamatan 4 MST, tanaman sorgum masuk pengamatan 2 MST dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada (Lampiran 8- 33). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai 3,5 dan 6 MST (Lampiran 13, 23 dan 27) dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sorgum 4 MST berdasarkan waktu di lapangan (2 MST pada tanaman sorgum) karena masih awal pertumbuhan tanaman sehingga tanaman masih beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Tinggi tanaman sorgum dan kedelai umur 2 MST sampai dengan 6 MST tercantum pada Tabel 1.

(38)

25

Tabel 1. Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai 2 MST-6 MST.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...cm...

A1 : Sorgum - -

A2 : Kedelai Dena 1 - 11,50

2 MST A3 : Kedelai Anjasmoro - 11,3

A4 : Kedelai Dering 1 - 11,18

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 - 11,08

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro - 10,62

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 - 10,92

Rataan - 11,1

A1 : Sorgum - -

A2 : Kedelai Dena 1 - 16,86a

A3 : Kedelai Anjasmoro - 14,94ab

3 MST A4 : Kedelai Dering 1 - 14,95b

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 - 15,48b

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro - 14,38b

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 - 14,80b

Rataan - 15,23

A1 : Sorgum 29,06b -

A2 : Kedelai Dena 1 - 23,81

A3 : Kedelai Anjasmoro - 22,12

4 MST A4 : Kedelai Dering 1 - 20,72

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 35,78a 23,49 A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 36,27a 21,27 A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 36,30a 20,66

Rataan 34,35 22,01

A1 : Sorgum 47,33 -

A2 : Kedelai Dena 1 - 37,64a

A3 : Kedelai Anjasmoro - 34,69a

5 MST A4 : Kedelai Dering 1 - 33,45b

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 60,80 34,43a A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 59,39 31,05b A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 59,89 29,06c

Rataan 56,85 33,39

A1 : Sorgum 73,85 -

A2 : Kedelai Dena 1 - 55,19a

A3 : Kedelai Anjasmoro - 46,35c

6 MST A4 : Kedelai Dering 1 - 43,50c

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 85,57 50,58b A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 85,17 46,18b A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 85,06 40,65d

Rataan 82,41 47,08

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji

(39)

Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman sorgum dan kedelai berdasarkan waktu penanaman di lapangan dimana pada 2 MST tanaman kedelai perlakuan berpengaruh tidak nyata. Pada 3 MST tinggi tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda nyata dengan perlakuan A3,A4,A5,A6 dan A7. Pada 4 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (2 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A5 A6 dan A7 sedangkan tanaman kedelai perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 5 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (3 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum tidak berpengaruh nyata sedangkan tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A3 dan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4 A6 dan A7. Pada 6 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (4 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum tidak berpengaruh nyata sedangkan tanaman kedelai perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A3,A4,A5,A6 dan A7.

(40)

27

Tabel 2. Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST-11 MST.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...cm...

A1 : Sorgum 104,23 -

A2 : Kedelai Dena 1 - -

A3 : Kedelai Anjasmoro - -

7 MST A4 : Kedelai Dering 1 - -

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 114,80 -

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 118,80 -

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 114,08 -

Rataan 112,98 -

A1 : Sorgum 136,73 -

A2 : Kedelai Dena 1 - -

A3 : Kedelai Anjasmoro - -

8 MST A4 : Kedelai Dering 1 - -

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 145,00 -

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 152,45 -

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 144,58 -

Rataan 144,69 -

A1 : Sorgum 158,67 -

A2 : Kedelai Dena 1 - -

A3 : Kedelai Anjasmoro - -

9 MST A4 : Kedelai Dering 1 - -

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 164,65 -

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 171,00 -

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 162,58 -

Rataan 164,22 -

A1 : Sorgum 177,33 -

A2 : Kedelai Dena 1 - -

10 MST

A3 : Kedelai Anjasmoro - -

A4 : Kedelai Dering 1 - -

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 179,31 -

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 186,22 -

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 179,33 -

Rataan 180,55 -

A1 : Sorgum 195,20 -

A2 : Kedelai Dena 1 - -

11 MST

A3 : Kedelai Anjasmoro - -

A4 : Kedelai Dering 1 - -

A5 : Sorgum dan kedelai Dena 1 196,79 -

A6 : Sorgum dan kedelai Anjasmoro 203,33 -

A7 : Sorgum dan kedelai Dering 1 196,44 -

Rataan 197,94 -

(41)

Tabel 2 menunjukkan pada 7 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (5 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 8 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (6 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata.

Pada 9 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (7 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 10 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (8 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada 11 MST berdasarkan waktu tanam di lapangan (9 MST pada tanaman sorgum) tinggi tanaman sorgum perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Diameter Batang Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan diameter batang tanaman sorgum dan kedelai dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 34-37. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa sistem tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang sorgum (Lampiran 35) dan juga tidak berpengaruh nyata pada diameter batang kedelai (Lampiran 37).

Tabel 3. Diameter Batang Sorgum dan Kedelai.

Perlakuan Sorgum Kedelai

...mm...

A1: Sorgum 19,50 -

A2:Kedelai Dena 1 - 5,26

A3:Kedelai Anjasmoro - 5,01

A4:Kedelai Dering 1 - 5,81

A5:Sorgum dan kedelai Dena 1 14,12 5,81

A6:Sorgum dan kedelai Anjasmoro 17,09 4,90

A7:Sorgum dan kedelai Dering 1 16,93 5,70

Rataan 16,91 5,42

Gambar

Foto Lahan  Pengaturan Jarak Tanam  Mengukur Tinggi  Tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pasien post stroke dalam menjalani fisioterapi di RSUP H.Adam Malik Medan dengan

(Gumanti, 2011:149) mendefinisikan risiko sistematis sebagai risiko yang secara langsung terkait dengan pergerakan keseluruhan di dalam pasar atau ekonomi, sedangkan risiko

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Pencabutan Peraturan Menteri

Sebagai upaya untuk menuju kondisi ideal yang diharapkan, maka perlu dilakukan upaya terobosan yang melibatkan semua pihak terkait dalam pendayagunaan aparatur

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.. Kediri, 17 November 2015 Saya

Perumusan masalah untuk mengidentifikasi persoalan terkait persetujuan tindakan kedokteran adalah, bagaimana pemahaman dokter terhadap Persetujuan Tindakan Kedokteran

pembajak pesawat masih hidup, para saksi mata melihat dan mendengar rentetan ledakan saat gedung roboh, ribuan arsitek dan insinyur menolak gedung tinggi menjulang ini dapat