• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfometrik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang yang digunakan pada penelitian ini memiliki karakteristik bentuk tubuh torpedo, bagian kepala sangat tebal, dan sedikit pipih pada bagian samping. Ikan cakalang memiliki 2 sirip punggung yang terpisah. Ikan cakalang memiliki 14-16 finlet pada sirip punggung pertama dan 7-9 finlet pada sirip punggung kedua. Badan tidak bersisik kecuali pada lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna gelap, di sisi bawah dan perut berwarna keperakan dengan 4-6 buah garis berwarna kehitaman (gelap) yang memanjang di sepanjang badan (Matsumoto et al. 1984). Hasil pengukuran morfometrik 10 ekor ikan cakalang dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfometrik ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Parameter Hasil Panjang total 30,05±1,32 cm Panjang baku 24,65±1,38 cm Panjang cagak 28,30±1,36 cm Tinggi badan 7,10±0,46 cm Lebar badan 4,90±0,21 cm Berat badan 424,67±8,51 g

Tabel 1 menunjukkan bahwa ikan cakalang memiliki perbandingan antara tinggi badan dan panjang total sekitar 1:4. Ukuran panjang total dan berat badan ikan cakalang menunjukkan bahwa ikan cakalang yang digunakan belum mencapai ukuran dewasa (maksimal). Menurut Matsumoto et al. (1984), ikan cakalang dapat mencapai ukuran panjang 50-70 cm dan berat 1500-5000 g.

Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Menurut Spikadhara et al. (2012), terdapat dua faktor yang menyebabkan perbedaan karakterisitk suatu biota, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam dapat berupa jenis kelamin, umur, keturunan, dan penyakit. Faktor luar dapat berupa makanan dan kualitas perairan. Faktor dalam umumnya tidak dapat dikontrol oleh manusia sementara faktor luar masih dapat dikontrol.

Ikan cakalang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai organoleptik yaitu 7 dengan ciri-ciri lendir tubuh sedikit, tekstur daging kompak, mata jernih, dan bau segar spesifik jenis. Score sheet organoleptik ikan cakalang

10

dapat dilihat pada Lampiran 9. Daging ikan cakalang mengalami perubahan setelah proses penggorengan. Daging ikan mentah berwarna putih, kompak, dan berbau segar spesifik jenis, sementara daging ikan goreng berwarna kecoklatan dengan tekstur yang lebih padat dan bau yang lezat. Perubahan bau dan warna ikan cakalang goreng disebabkan oleh terbentuknya senyawa hasil reaksi maillard. Ikan cakalang yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Rendemen

Rendemen bagian tubuh ikan cakalang hasil penelitian ini berupa daging dan kulit, tulang dan kepala, serta jeroan. Rendemen ikan cakalang dihitung menggunakan 10 ekor ikan sampel. Hasil perhitungan rendemen ikan cakalang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa ikan cakalang memiliki rendemen daging sebesar 57,80%, tulang dan kepala sebesar 25,20%, dan jeroan sebesar 17%. Daging ikan cakalang memiliki rendemen terbesar dibandingkan tulang dan jeroan. Hal ini didukung oleh karakteristik ikan cakalang yang memiliki tekstur daging yang padat dan kompak. Rendemen ikan dipengaruhi oleh pola pertumbuhan ikan tersebut. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, jenis ikan, jenis kelamin, fishing ground, umur ikan, musim, dan jenis makanan yang tersedia (Spikadhara et al. 2012).

Perkembangan industri perikanan yang semakin pesat membutuhkan suatu sistem pengolahan yang menerapkan sistem zero waste untuk meminimalisir limbah. Daging ikan cakalang yang tinggi dapat dioptimalkan potensinya sebagai salah satu sumber protein hewani (Intarasirisawat et al. 2011). Daging ikan cakalang juga dapat diolah menjadi berbagai jenis produk olahan pangan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari ikan cakalang.

Gambar 3 Rendemen ikan cakalang

Jeroan ikan memiliki potensi pemanfaatan yang cukup besar diantaranya sebagai sumber minyak ikan dan sebagai bahan pakan ikan. Jeroan ikan dapat digunakan untuk mensubstitusikan tepung ikan dalam penyusunan formulasi pakan melalui pembuatan silase (Putra 2001). Rendemen tulang ikan cakalang

Daging dan kulit 57,80% Jeroan 17% Tulang dan kepala 25,20%

11

yang cukup tinggi dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan gelatin dan tepung tulang ikan. Tulang ikan dapat dijadikan alternatif pengganti sumber pembuatan gelatin yang umumnya berasal dari kulit babi (Astawan et al. 2002). Pemanfaatan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan memiliki berbagai keunggulan yaitu tepung tulang ikan memiliki kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor yang tinggi sehingga dapat dijadikan sumber pemenuhan kebutuhan mineral (Kaya et al. 2007).

Komposisi Kimia

Komposisi ikan cakalang segar dan goreng dapat dilihat pada Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia ikan cakalang dengan bluefin tuna (Thunnus orientalis) dan tongkol (Euthynnus lineatus) dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 2. Perbandingan ketiga spesies ikan ini didasarkan pada kekerabatannya yang dekat yaitu berada dalam satu famili Scombridae. Hasil analisis statistik pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa proses penggorengan berpengaruh signifikan terhadap kadar air, protein, lemak, dan abu ikan cakalang (P<0,05)

Tabel 2 Komposisi kimia ikan cakalang

Parameter Cakalang Segar Cakalang Goreng BB BK BB BK Air (%) 71,75±0,42 0,00±0,00 48,25±0,77 0,00±0,00 Protein (%) 25,29±0,00 89,54±0,00 41,25±0,00 79,71±0,00 Lemak (%) 0,59±0,00 2,11±0,00 4,80±0,00 9,27±0,00 Abu (%) 1,49±0,14 5,27±0,42 4,09±0,13 7,91±0,14 Karbohidrat (%) 0,86±0,28 3,06±0,95 1,60±0,64 3,09±1,19

Tabel 3 Perbandingan komposisi kimia ikan cakalang

Parameter Cakalang segar Bluefin tuna* Tongkol**

Air (%) 71,75±0,42 72,8±0,2 73,2 Protein (%) 25,29±0,00 26,1±0,1 21,8 Lemak (%) 0,59±0,00 2,0±0,4 1,0 Abu (%) 1,49±0,14 1,6±0,1 1,4 Karbohidrat (%) 0,86±0,28 - -

Keterangan: *Nakamura et al. (2007) **Manzano et al. (2007)

Kadar Air

Kadar air ikan cakalang mengalami penurunan yang signifikan (P<0,05) akibat proses penggorengan dari 71,75±0,424% hingga 48,25±0,774% atau dengan kata lain terjadi penurunan sebesar 23,50%. Kadar air ikan cakalang segar tidak jauh berbeda dengan kadar air T. orientalis yaitu sebesar 72,8±0,02% (Nakamura et al. 2007). Hasil penelitian lainnya, yaitu Manzano et al. (2007) menyatakan bahwa tongkol (E. lineatus) memiliki kadar air yang tidak jauh berbeda yaitu 73,2%. Hasil tersebut akan menjadi lebih rendah jika dibandingkan

12

dengan kadar air ikan patin sebesar 82,27% (Alhana 2011). Hal ini menunjukkan bahwa ikan mengandung kadar air yang cukup tinggi dan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (high perishable food).

Kadar air dalam bahan makanan juga ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan bahan tersebut. Kadar air ikan segar yang tinggi menunjukkan kadar air bebas yang tinggi pada ikan. Semakin tinggi kadar air pada suatu bahan pangan, maka daya tahan terhadap kebusukan akan semakin rendah (Kadir 2010).

Penurunan kadar air daging ikan setelah digoreng dapat terjadi akibat menguapnya air yang ada dalam bahan pangan selama proses pemanasan. Menurut Jacoeb et al. (2008), bahan pangan selama proses pemasakan berlangsung, dapat mengalami pengurangan kadar air terutama pada bahan pangan hasil perikanan. Zahra et al. (2013) menambahkan bahwa pada suhu pengeringan yang lebih tinggi dengan waktu yang lama, panas yang diterima oleh bahan selain digunakan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, juga dapat menguapkan air yang terikat di dalam bahan. Minyak akan terserap ke dalam bahan pangan sejalan dengan menguapnya air dari bahan pangan selama proses penggorengan. Penyerapan minyak yang meningkat mengakibatkan penurunan kadar air karena posisi air digantikan oleh minyak sebagai media penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak oleh produk yaitu suhu dan waktu yang berbanding lurus dengan jumlah minyak yang diserap bahan.

Kadar Protein

Protein daging ikan cakalang segar adalah 25,29% dan setelah proses penggorengan adalah 41,25% pada basis basah. Peningkatan kadar protein basis basah terjadi secara proporsional setelah proses penggorengan diakibatkan oleh pengurangan kadar air. Kadar protein ikan cakalang goreng lebih tinggi karena kadar airnya lebih rendah dibandingkan ikan cakalang segar. Semakin rendah kadar air maka konsentrasi protein di dalam bahan semakin pekat, sehingga persentasenya akan lebih besar.

Kadar protein daging ikan cakalang segar dan goreng yang sebenarnya dapat dilihat pada basis kering yaitu masing-masing sebesar 89,54% dan 79,71%. Kadar protein menurun secara signifikan (P<0,05) sebesar 9,83% setelah proses penggorengan. Penentuan basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar penurunan sesungguhnya yang terjadi pada protein ikan cakalang setelah proses penggorengan, yaitu dengan mengabaikan kadar airnya. Penurunan kadar protein diduga disebabkan oleh terbawanya komponen protein dari daging ikan ke dalam minyak yang digunakan selama proses penggorengan. Perhitungan kadar protein pada pengujian ini adalah untuk menguji total nitrogen yang ada di dalam bahan pangan (crude protein), diduga masih terdapat komponen lain berupa nitrogen non protein yang terhitung dalam penelitian ini.

Panas atau suhu tinggi, pH, bahan kimia, kejadian mekanik, dan sebagainya akan menyebabkan denaturasi pada struktur protein. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen (Jacoeb et al. 2008). Rachmawati et al. (2013) menambahkan bahwa bahan yang mengandung protein seperti kerang dan ikan akan mengalami denaturasi dan

13

koagulasi selama pemanasan, sehingga daging yang digoreng akan lebih padat dari semula.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan protein pada proses penggorengan adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. Pengolahan dengan panas secara umum juga memiliki kelebihan diantaranya adalah mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu, dan menambah palabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia ikan. Suhu 100 ºC akan mengakibatkan protein terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu maka protein akan terdenaturasi serta kehilangan aktivitas enzim (Apriyantono 2002). Struktur protein pada umumnya labil sehingga dalam larutan mudah berubah bila mengalami perubahan pH, radiasi, cahaya, suhu tinggi, dan sebagainya. Protein yang berubah ini dinamakan protein yang telah terdenaturasi, yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan protein semula (Nurhidajah et al. 2009).

Proses penggorengan juga dapat menyebabkan proses perubahan pada protein yaitu reaksi maillard yang dapat mempengaruhi warna, rasa, dan tekstur dari bahan pangan. Muchtadi (1989) menyatakan bahwa protein ikan mudah rusak selama penanganan dan pengolahan karena degradasi, denaturasi, dan koagulasi. Penyebab utama ketidakstabilan protein ikan adalah miosinnya, namun tidak semua miosin ikan bersifat tidak stabil. Kestabilan protein ini berhubungan dengan suhu tubuh sumber miosin diperoleh. Miosin dari hewan berdarah hangat relatif stabil, sedangkan dari hewan berdarah dingin bersifat sangat tidak stabil.

Hasil penelitian Nakamura et al. (2007) menunjukkan bahwa bluefin tuna mengandung protein sebesar 26,1±0,1%. Kerabat ikan cakalang lainnya yaitu tongkol juga memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 21,8%. Ikan pada umumnya memiliki kadar protein yang cukup tinggi hingga mencapai 20% (Adawyah 2007). Hal ini mendukung pernyataan bahwa ikan cakalang merupakan ikan dengan kadar protein tinggi.

Kadar Lemak

Daging ikan cakalang segar mengandung lemak sebesar 0,598% (bb). Hal ini menunjukkan bahwa ikan cakalang tergolong ikan berlemak rendah. Ikan yang tergolong berlemak rendah memiliki kadar lemak <2% (Ackman 1989). Penelitian lain terkait kerabat ikan cakalang yaitu tuna sirip biru juga menunjukkan bahwa ikan ini mengandung lemak yang rendah yaitu 2,0±0,4% (Nakamura et al. 2007). Ikan tongkol hasil penelitian Manzano et al. (2007) juga mengandung lemak yang cukup rendah yaitu sebesar 1%. Kandungan lemak pada setiap biota akan berbeda-beda. Menurut Jacoeb et al. (2008) kadar lemak pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis ikan tetapi dipengaruhi pula oleh kebiasaan makan (feeding

habit), jenis makanan, umur, lingkungan, musim, dan TKG (Heltonika 2009).

Kadar lemak daging ikan cakalang yang sesungguhnya dapat dilihat pada perhitungan basis kering. Kadar lemak (bk) daging ikan cakalang segar dan goreng berturut-turut yaitu 2,11% dan 9,27%. Proses penggorengan berpengaruh nyata terhadap kandungan lemak ikan cakalang (P<0,05). Kadar lemak meningkat sebesar 7,16%. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Gokoglu et al. (2004), proses penggorengan dapat meningkatkan kadar lemak rainbow trout (Oncorhyncus mykiss) sebesar 9,26%. Peningkatan kadar lemak terjadi akibat

14

adanya penyerapan minyak dari minyak goreng yang digunakan karena selama proses penggorengan bahan pangan terendam dalam minyak. Bahan pangan akan kehilangan kandungan air yang terdapat di dalamnya dan minyak masuk ke dalam rongga sehingga minyak terserap dalam bahan (Zahra et al. 2013).

Minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasilgliserol. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. Minyak goreng berasal dari tanaman atau biasa disebut dengan minyak nabati. Penyerapan minyak ke dalam bahan pangan akan dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam bahan pangan (Anwar 2012).

Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi menyebabkan lemak menjadi mudah rusak oleh proses oksidasi. Lemak yang dipanaskan pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar akan memudahkan terjadinya oksidasi. Kerusakan oksidasi umumnya terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila dipanaskan pada suhu 100 oC atau lebih, asam lemak jenuh juga dapat teroksidasi (Sartika 2009). Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal.

Kadar Abu

Kadar abu daging ikan cakalang segar basis basah adalah 1,49±0,14%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nakamura et al. (2007) yaitu sebesar 1,6±0,1%. Kadar abu yang rendah juga terdapat pada E. lineatus yaitu 1,4% (Manzano et al. 2007). Kadar mineral dalam sebagian besar bahan makanan tidak lebih dari 4%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa daging ikan cakalang segar memiliki kadar abu sebesar 5,27±0,42% (bk) dan meningkat secara signifikan (P<0,05) sebesar 2,64% setelah proses penggorengan menjadi 7,91±0,14% (bk). Menurut Ghidurus et al. (2010), proses penggorengan tidak terlalu berpengaruh pada kandungan mineral bahan pangan karena mineral relatif tahan terhadap suhu yang cukup tinggi dan beberapa jenis mineral tidak larut dalam minyak melainkan larut dalam air. Kandungan mineral yang terdapat pada minyak goreng juga dapat mempengaruhi kadar mineral daging ikan cakalang goreng. Hasil penelitian Kok et al. (2011) menunjukkan bahwa minyak goreng mengandung mineral Fe (5,20 mg/100 g), Ca (217±21,2 mg/100 g), dan K (693±108 mg/100 g). Proses penggorengan dapat menyebabkan terserapnya mineral dari minyak goreng tersebut ke dalam bahan pangan. Penyusutan daging ikan setelah digoreng dapat menyebabkan hilangnya bahan organik sehingga bahan anorganik akan meningkat secara proporsional. Kadar abu menggambarkan kandungan mineral yang ada dalam suatu bahan. Mineral merupakan unsur anorganik. Proses pembakaran dapat menyebabkan hilangnya bahan organik namun tidak demikian pada bahan anorganik.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat yang dihitung secara by difference menunjukkan bahwa daging ikan cakalang segar dan goreng secara berturut-turut memiliki kandungan karbohidrat basis kering sebesar 3,06±0,95% dan 3,09±1,19%. Proses

15

penggorengan bahan pangan yang mengandung karbohidrat dan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi browning non enzimatis berupa reaksi maillard. Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan amina primer ketika dipanaskan. Hasil dari reaksi maillard adalah bahan pangan yang berwarna kecoklatan (Widaningrum et al. 2008).

Kandungan karbohidrat ikan cakalang basis basah yaitu sebesar 0,86%. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen. Kandungan glikogen yang terkandung pada produk perikanan kurang lebih sebesar 1% untuk ikan. Kandungan karbohidrat dalam daging ikan dapat berupa glikogen 0,05-0,85%, glukosa 0,038%, dan asam laktat 0,006-0,43% (Adawyah 2007).

Asam Amino

Komposisi asam amino ikan cakalang dalam basis kering dan perbandingannya dengan ikan mackarel dan tuna dapat dilihat pada Tabel 4. Perbandingan komposisi asam amino ketiga ikan tersebut didasarkan pada beberapa kesamaan. Ikan mackarel, tuna, dan cakalang merupakan ikan pelagis dan perenang cepat. Ketiga jenis ikan ini juga berasal dari famili Scombridae.

Tabel 4 menunjukkan bahwa daging ikan cakalang mengandung 15 jenis asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (histidin, treonin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin) dan 6 asam amino non esensial (asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, arginin, dan alanin). Total asam amino ikan cakalang segar adalah 74,25 g/100 g yang merupakan hasil kumulatif dari total asam amino esensial sebesar 38,27 g/100 g dan asam amino non esensial sebesar 35,98 g/100 g.

Asam amino esensial yang tidak terdeteksi pada pengujian ini yaitu triptofan dan sistein. Proses hidrolisis merusak semua triptofan dan sistein. Menurut Jacoeb et al. (2008), triptofan hanya dapat dideteksi dengan melakukan tahapan pengujian berupa hidrolisis basa. Hidrolisis yang dilakukan pada pengujian ini adalah hidrolisis asam. Jenis asam amino lain yang tidak terdapat pada ikan cakalang dapat dipenuhi dengan mengimbangi sumber makanan lain yang mengandung asam amino tersebut. Kekurangan asam amino dari suatu jenis makanan dapat ditutupi oleh asam amino sejenis pada makanan lainnya sehingga mutu proteinnya akan meningkat.

Hasil analisis statistik pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa proses penggorengan berpengaruh nyata terhadap komposisi asam amino ikan cakalang (P<0,05). Komposisi asam amino mengalami penurunan yang signifikan setelah proses penggorengan. Persentase penurunan ini yaitu sebesar 23,62%. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Oluwaniyi dan Dosumu (2009) yang menunjukkan total asam amino Trachurus trachurus mengalami penuruan sebesar 6,21% akibat proses penggorengan. Hal ini dapat disebabkan oleh panas. Menurut Nurhidajah et al. (2009), asam amino bersifat reaktif oleh pemanasan. Perlakuan pemanasan dapat berpengaruh terhadap asam-asam amino penyusun proteinnya. Oluwaniyi et al. (2010) menambahakan bahwa pengolahan pangan yang mengandung karbohidrat dan protein dapat menyebabkan reaksi maillard. Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus amino dengan gugus aldehid dari gula

16

pereduksi yang dapat menurunkan availabilitas asam amino. Asam amino di dalam ikan cakalang goreng sebagian diubah menjadi pigmen melanoid sehingga jumlahnya menjadi berkurang.

Kandungan asam amino non esensial tertinggi pada daging cakalang segar dan goreng adalah asam glutamat dengan nilai masing-masing sebesar 11,22±0,14 g/100 g dan 8,48±0,10 g/100 g. Hasil penelitian Chalamaiah et al. (2012) menunjukkan bahwa kandungan asam glutamat yang tinggi juga terdapat pada ikan mackarel (Scomber japonica) dengan nilai sebesar 15,84 g/100 g. Menurut Oladapa et al. (1984), asam glutamat dapat menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan. Kandungan asam glutamat yang tinggi pada ikan cakalang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber alternatif pengganti MSG. Salah satu pemanfaatan ikan cakalang di Jepang yaitu sebagai katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu ikan). Asam glutamat juga merupakan prekursor pengantar saraf gamma amino-asam abutirat (Almatsier 2006).

Tabel 4 Komposisi asam amino ikan cakalang dalam basis kering (bk)

Asam amino Hasil (g/100 g protein) Cakalang segar Cakalang goreng Mackarel segar* Yellowfin tuna** AA non esensial Asam aspartat 7,35±0,11 5,72±0,07 9,84 5,02 Asam glutamat 11,22±0,14 8,48±0,10 15,84 5,25 Serin 2,69±0,04 2,02±0,04 4,24 7,92 Arginin 4,85±0,09 3,43±0,08 5,67 6,16 Glisin 4,83±0,20 3,00±0,03 4,33 6,74 Alanin 5,04±0,09 3,41±0,08 8,49 11,92 Total AA non esensial 35,98 26,06 48,41 43,01 AA esensial Threonin 3,30±0,05 2,69±0,10 4,68 2,83 Tirosin 2,54±0,04 1,99±0,05 - 3,26 Metionin 2,16±0,04 1,79±0,04 3,65 1,28 Valin 4,25±0,04 3,43±0,07 8,63 4,54 Fenilalanin 3,23±0,02 2,50±0,07 - 3,17 Isoleusin 3,89±0,04 3,07±0,05 4,25 3,21 Leusin 5,89±0,05 4,54±0,10 7,49 8,04 Lisin 6,29±0,38 5,13±0,20 7,63 6,13 Histidin 6,72±0,12 5,51±0,28 2,72 15,57 Total AA esensial 38,27 30,65 39,05 48,30 Total AA 74,25 56,71 87,46 91,31

Keterangan: * Chalamaiah et al. (2012) ** Buentello et al. (2011)

Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan asam amino esensial tertinggi pada ikan cakalang dan yellowfin tuna adalah histidin. Kandungan histidin pada ikan cakalang segar dan goreng masing-masing sebesar 6,72±0,12 g/100 g dan 5,51±0,28 g/100 g. Nilai tersebut lebih rendah jika dibandingkan kandungan histidin yellowfin tuna hasil penelitian Buentello et al. (2011) yaitu sebesar

17

15,57 g/100 g. Perbedaan komposisi asam amino ikan dapat disebabkan oleh jenis spesies, jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan, makanan, dan musim penangkapan (Nurjanah et al. 2005). Histidin berfungsi dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh serta memproduksi sel darah merah. Histidin melebarkan pembuluh darah dan bermanfaat untuk mengurangi gejala rheumatoid arthritis. Histidin bebas juga berperan sebagai prekursor dalam sintesis histamin (Fitri 2012).

Tabel 5 Skor kimia asam amino esensial ikan cakalang

AA Esensial

mg/g protein Skor AA Skor kimia Segar Goreng Referensi* Segar Goreng Segar Goreng

Isoleusin 38,9 30,7 40 97 77 Leusin 58,9 45,4 70 84 65 Lisin 62,9 51,3 55 100 93 Metionin 21,6 17,9 35 62 51 62 51 Fenilalanin + Tirosin 57,7 44,9 60 96 75 Threonin 33 26,9 40 83 67 Valin 42,5 34,3 50 77 69 Keterangan: *FAO/WHO (1973) dalam Winarno (2008)

Setiap bahan pangan yang mengandung protein pasti memiliki asam amino pembatas. Asam amino pembatas adalah asam amino yang biasanya sangat kurang dalam bahan makanan (Nurhidajah et al. 2009). Penentuan asam amino pembatas dapat dilihat dari skor kimia yang disajikan pada Tabel 5. Asam amino pembatas adalah asam amino yang memiliki skor asam amino dan skor kimia terendah. Tabel 5 menunjukkan bahwa asam amino pembatas pada ikan cakalang baik segar maupun goreng adalah metionin. Kandungan metionin pada ikan cakalang segar dan goreng yaitu masing-masing sebesar 2,16±0,04 g/100 g dan 1,79±0,04 g/100 g. Spesies lain dalam satu famili Scombridae yaitu

Thunnus albacares (yellowfin tuna) juga memiliki asam amino pembatas berupa

metionin sebesar 1,28 g/100 g (Buentello et al. 2011). Metionin memberikan gugus metil untuk sintesis kolin dan kreatinin. Metionin juga merupakan prekursor sistein. Metionin penting untuk metabolisme lemak, menjaga kesehatan hati, menenangkan syaraf yang tegang, dan detoksifikasi zat-zat berbahaya pada saluran pencernaan (Harli 2008).

Tabel 6 menunjukkan bahwa ikan cakalang goreng belum dapat memenuhi kebutuhan asam amino esensial, terutama pada asam amino treonin, tirosin, dan metionin. Proses penggorengan menyebabkan berkurangnya asam amino pada ikan cakalang segar. Kekurangan satu jenis asam amino pada suatu bahan pangan dapat ditutupi dengan asam amino sejenis pada bahan pangan lain sehingga mutu proteinnya akan meningkat. Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein yang bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan (Almatsier 2006).

18

Tabel 6 Perbandingan asam amino esensial ikan cakalang dengan kebutuhan harian tubuh

Asam amino Hasil (g/100 g protein) Kebutuhan (g/100 g protein)* cakalang segar cakalang goreng

AA esensial Histidin 6,72±0,12 5,51±0,28 1,9 Threonin 3,30±0,05 2,69±0,10 2,8 Tirosin 2,54±0,04 1,99±0,05 2,2 Metionin 2,16±0,04 1,79±0,04 2,2 Valin 4,25±0,04 3,43±0,07 2,5 Fenilalanin 3,23±0,02 2,50±0,07 2,2 Isoleusin 3,89±0,04 3,07±0,05 2,8 Leusin 5,89±0,05 4,54±0,10 4,4 Lisin 6,29±0,38 5,13±0,20 4,4 Keterangan: * FAO/WHO (1985) dalam Almatsier (2006)

Berbagai jenis asam amino yang dibutuhkan tubuh memiliki fungsi yang khusus. Triptofan adalah prekursor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin. Fenilalanin adalah prekursor tirosin dan bersama membentuk hormon tiroksin dan epinefrin. Tirosin merupakan prekursor bahan yang membentuk pigmen kulit dan rambut. Arginin dan sentrulin terlibat dalam sintesis ureum. Glisin mengikat bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan tidak berbahaya (Almatsier 2006). Leusin membantu mengurangi pemecahan protein otot. Asam amino ini memfasilitasi penyembuhan patah tulang dan juga penyerapan prekursor neurotransmitter oleh otak. Isoleusin menyediakan energi untuk otot sekaligus mencegah kerusakan otot. Isoleusin memainkan peran penting pula dalam

Dokumen terkait