• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Cordero Farm

Cordero farm adalah salah satu peternakan kambing perah yang ada di Bogor dengan fokus pada satu komoditas kambing, yaitu kambing Peranakan Ettawa khususnya galur Kaligesing. Kambing Kaligesing di Cordero farm didatangkan langsung dari Kaligesing Purworejo Jawa Tengah. Peternakan ini terletak di Desa Sukajaya Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, tepatnya berada di kaki gunung Salak Bogor.

Kandang yang digunanakan di peternakan ini adalah kandang panggung, dengan sistem semi komunal. Satu kotak kandang ukuran 1.5 m x 2 m diisi dara dan induk sebanyak 2-3 ekor. Kandang pejantan menggunakan kandang individu dengan ukuran 1,5 m x 2 m. Kandang cempe menggunakan kandang komunal dengan ukuran 3 m x 5 m yang diisi 10-20 cempe.

Pakan yang diberikan di peternakan Cordero farm terdiri dari hijauan berupa campuran rumput lapang dan rumput gajah, pakan tambahan berupa ampas tempe/kulit ari kacang kedelei dan ampas kurma. Khusus ampas kurma hanya diberikan kepada induk laktasi. Jumlah pakan tambahan yang diberikan pada induk laktasi rata-rata sebesar 3 kg/ekor/hari dan pakan hijauan yang diberikan pada induk laktasi rata-rata sebesar 6kg/ekor/hari. Kisaran bobot induk laktasi 30-35kg. Pemberian hijauan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore. Pemberian kulit ari kedelei diberikan berbeda tergantung jenis ternak. Induk laktasi diberi pakan kulit ari kedelei 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore, sedangkan

17 cempe, pejantan dan dara hanya diberikan kulit ari kedelei pada pagi hari.Pemerahan dilakukakan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 7-8 dan sore hari pukul 17.00-18.00.

Produksi Susu Kambing Kaligesing

Rataan produksi susu harian secara lengkap dapat di lihat pada Gambar 3.Produksi susu pada penelitian ini diperoleh dari rerata produksi susu kambing Kaligesing laktasi 1 hingga laktasi 7. Data produksi susu dihitung setiap hari pada pemerahan pagi dan sore.Data rerata produksi susu kambing Kaligesingpada penelitian ini belum menggambarkan rerata produksi susu harian selama laktasi, karena data hanya diambil hingga hari ke-63 laktasi. Kambing Jamnapari yang merupakan nenek moyang kambing Kaligesing memiliki panjang laktasi 170-200 hari dengan produksi susu 1.5 kg sampai 3.5 kg per hari (Davendra & Haenlein 2011).

Gambar 3 menunjukkan produksi susu kambing Kaligesing sangat bervariasi antar hari laktasi, tetapi secara umum pola produksi susu kambing Kaligesing berbentuk sigmoid. Produksi susu pada awal laktasi memiliki nilai yang rendah, yaitu berkisar antara 1.13±0.34 sampai 2.07±0.63 liter/ekor per hari. Produksi susu kambing meningkat dari hari pertama laktasi hingga mencapai puncak produksi (2.07±0.63 liter/ekor per hari) pada hari kedelapan hingga sebelas setelah melahirkan, dan kembali turun seiring hari laktasi. Hasil penelitian ini mendapatkan rerata produksi susu harian mulai konstan pada hari

Gambar 3 Variasi produksi susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan produksi harian) 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0 10 20 30 40 50 60 70 Pr

oduksi Susu (Liter/ekor)

Hari Laktasi

Pemerahan Pagi Pemerahan Sore Produksi Susu Total

18

laktasi lebih dari 40 hari. Produksi susu kambingKaligesing pada pemerahan pagi relatif lebih tinggi dibandingkan hasil pemerahan sore hari. Hal ini bisa disebabkan interval pemerahan pagi lebih panjang dibandingkan pemerahan sore. Pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 6-8 pagi, sedangkan pemerahan sore dilakukan pada pukul 4-6 sore (14 jam:10 jam).

Produksi susu individu kambing Kaligesing berkisar antara 0.4 liter/hari sampai 3.3 liter/hari. Kambing yang memiliki produksi susu 3.3 liter/hari adalah kambing laktasi kelima pada hari ke -10 laktasi. Kisaran produksi susu individu kambing Kaligesing pada penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan spesifikasi kambing Kaligesing menurut Kepmentan (2010), yaitu kambing kaligesing memiliki produksi susu 0.6 liter sampai 3.0 liter per hari. Perbedaan produksi susu antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: lingkungan yang kurang mendukung, seperti : iklim, musim, penyakit, penyediaan pakan, pengelolaan usaha, serta perbedaan waktu ketika diadakannya penelitian.

Produksi susu pada umumnya dipengaruhi oleh total konsumsi pakan. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi adalah faktor yang esensial dan merupakan dasar untuk hidup pokok dan menentukan produksi. Faktor pakan pada penelitian ini tidak dikontrol. Pemberian pakan sesuai dengan kondisi nyata di peternakan, tanpa merubah manajemen pakan di peternakan. Pakan yang diberikan pada ternak laktasi pada penelitian ini adalah hijauan berupa campuran rumput lapang dan rumput gajah, kulit ari kacang kedelei dan ampas kurma. Penelitian ini tidak melakukan pengukuran jumlah pemberian pakan secara teliti untuk setiap individu ternak. Pemberian hijauan berkisar antara 2 sampai 5 kg/ekor/hari, kulit ari kacang kedelei berkisar antara 2 sampai 3 kg/ekor/hari dan ampas kurma berkisar antara 200-300 g/ekor/hari.

Sifat Fisik dan Sifat Kimia Susu Kambing Kaligesing Selama Laktasi

Rerata komposisi dan sifat fisik kolostrum dan susu kambing Kaligesing dirangkum pada Tabel 13, kisaran komposisi dan sifat fisik kolostrum dan susu kambing Kaligesing secara lengkap di Tabel 14, serta variasi komposisi susu kambing Kaligesing selama laktasi dapat dilihat pada Gambar 4 sampai 9. Pengelompokan kolostrum dan susu pada penelitian ini berdasarkan hasil

Tabel 12 Rerata sifat kimia dan sifat fisik kolostrum dan susu kambing Kaligesing

Parameter Kolostrum (1-4 Hari Post Partum)

Susu (5-30 Hari Post Partum) Susu (>30 Hari Post Partum) Lemak (%) 7.44a±3.23 6.17b±1.90 5.00c±1.41 SNF (%) 14.51a±4.40 10.22b±0.94 9.88b±0.50 Protein (%) 7.74a±2.25 5.54b±0.47 5.27b±0.30 Laktosa (%) 5.43a±1.82 3.74b±0.47 3.69b±0.22

Berat Jenis (g/ml) 1.0479a±0.0158 1.0333b±0.0036 1.0329b±0.0018 Titik Beku (oC) -0.821b±0.352 -0.521a±0.063 -0.501a±0.030

Jumlah Sampel 96 247 103

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

19 penelitian Rahman (2010) yang menyatakan bahwa untuk kambing Kaligesing, lama kolostrum dihasilkan adalah 4 hari setelah melahirkan dan baru hari 5 disekresikan susu. Komposisi susu kambing sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh bangsa, faktor nutrisi dan lingkungan, masa laktasi, periode laktasi, musim dan status kesehatan ambing (Park 2006). Beberapa variasi yang dilaporkan juga muncul dari perbedaan prosedur analisis. Komposisi juga sangat bervariasi diantara individu ternak dari bangsa yang sama.

Konsentrasi lemak, Solid Non Fat (SNF), protein, laktosa, berat jenis dan titik beku dari kolostrum kambing Kaligesing lebih tinggi dibandingkan susu kambing Kaligesing (P<0.05) baik yang disekresikan antara 5 sampai 30 hari setelah melahirkan maupun yang disekresikan pada lebih dari 30 hari setelah melahirkan. Menurut Brandano et al. (2004), kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi diperoleh pada hasil pemerahan satu jam setelah melahirkan dan kolostrum disekresikan sekitar 1 sampai 3 hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4 sampai 5 hari setelah melahirkan, karena terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya yang ditunjukkan oleh terjadinya penurunan kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, berat jenis dan titik beku. Hal ini didukung oleh Georgiev (2005) yang menyatakan komposisi kimia kolostrum sapi (bahan kering, solid non fat, laktosa, kadar lemak dan protein) berubah sangat cepat seiring waktu, sehingga hari ketiga post partum sudah mirip dengan susu normal.

Tabel 13 Kisaran sifat kimia dan sifat fisik kolostrum dan susu kambing Kaligesing

Parameter Kolostrum (1-4 Hari Post Partum)

Susu (5-30 Hari Post Partum)

Susu (>30 Hari Post Partum) Lemak (%) 2.66-15.68 2.81-12.69 2.72-8.31 SNF (%) 9.06-28.62 8.63-15.69 8.61-10.95 Protein (%) 5.16-15.4 4.59-8.69 4.74-5.91 Laktosa (%) 2.77-10.5 2.67-6.44 3.08-4.17 Berat Jenis (g/ml) 1.0254-1.0942 1.0244-1.0499 1.0276-1.0370 Titik Beku (oC) -2.199 s.d -0.434 -0.899 s.d -0.409 -0.565 s.d -0.422 pH - 6.55-7.03 6.55-7.14 Kadar Lemak

Secara umum komposisi susu yang disekresikan 5 sampai 30 hari setelah melahirkan dan susu yang disekresikan lebih dari 30 hari setelah melahirkan tidak berbeda nyata (P>0.05), kecuali pada kandungan kadar lemak. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Zeng et al. (1997) pada susu kambing Alpine yang mendapatkan konsentrasi seluruh variabel komposisi susu (kadar lemak, protein, SNF dan total solid) lebih tinggi pada bulan pertama melahirkan.

Susu kambing Kaligesing memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan standar susu kambing mentah Thailand (Thai agricultural standard 2008) dan dapat diklasifikasikan kedalam kualitas premium. Rerata kadar lemak susu kambing PE (6.17% dan 4.84%) lebih tinggi dibandingkan hasil yang

20

dilaporkan Amigo dan Fontecha (2011) sebesar 4.10%, Zeng dan Escobar (1995) pada kambing Alpine sebesar 3.73% maupun yang dilaporkan oleh the American Dairy Goat Association (ADGA) 1992 (Wierschem 1993) pada kambing Alpine (3.58%), kambing LaMancha (3.81%), kambing Nubian (4.51%), kambing Saanen (3.47%) dan kambing Togenburg (3.34%). Rerata kadar lemak tertinggi pada kolostrum (7.44%) dan susu pada bulan pertama setelah melahirkan (6.17%), hal yang sama juga diperoleh Zeng dan Escobar (1995) pada kambing Alpine yang memperoleh kadar lemak tertinggi pada bulan pertama setelah melahirkan (6.41%) dan terus menurun hingga 2.62%. Sebagai pembanding pada bangsa kambing lain, variasi kadar lemak harian susu kambing alpine dapat dilihat pada Gambar 5. Ying et al. (2002) menyatakan persentase kadar lemak susu kambing Alpine pada awal laktasi sebesar 3.82±1.02 dengan kisaran 1.62 sampai 6.84. Hasil tersebut diatas menunjukkan kambing Kaligesing memiliki potensi genetik untuk menghasilkan kadar lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan bangsa kambing perah lainnya. Variasi kadar lemak bisa juga dipengaruhi oleh faktor pakan, genotip, masa laktasi dan periode laktasi (Raynal-Ljutovaca et al. 2008).

Gambar 4 Variasi kadar lemak (%) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

Minggu laktasi

Gambar 5. Variasi kadar lemak (%) pada susu kambing Alpine selama laktasi (rataan sampel mingguan) ( Zeng et al. 1996)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 0 20 40 60 80 100 120 140 Kadar Lemak (%) Hari Laktasi

21 Solid Non Fat

Solid not fat (SNF) terdiri atas komponen seperti protein, laktosa, garam dan komponen kecil lainnya yang terdapat pada susu skim. Susu sapi memiliki level SNF berkisar antara 8.5–9.0%. Susu yang diperoleh dari awal laktasi mengandung SNF 8.8 % (Zeng & Escobar 1995). Zeng et al. (1997) menyatakan SNF susu kambing Alpine berkisar antara 5.10 sampai 10.60 dengan rataan 7.50. Penelitian ini mendapatkan rataan SNF susu kambing Kaligesing yang lebih tinggi pada sampel susu bulan pertama laktasi dan lebih dari sebulan laktasi, secara berurutan yaitu sebesar 10.22% dan 9.88%. SNF susu kambing Kaligesing pada bulan pertama laktasi bisa mencapai 15.69% dan mencapai 10.95% setelah laktasi lebih dari sebulan. Tingginya kandungan SNF disebabkan kadar protein yang juga tinggi. Kandungan SNF setelah 4 hari laktasi relatif konstan hingga akhir laktasi. Variasi harian total solid susu kambing Kaligesing dapat dilihat pada Gambar 7.

Minggu laktasi

Gambar 7 Variasi SNF (%) pada susu kambing Alpine selama laktasi (rataan sampel mingguan) ( Zeng et al. 1996)

Gambar 6 Variasi SNF (%) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0 20 40 60 80 100 120 140

Solid Non Fat

(%)

22 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 0 20 40 60 80 100 120 140 Kadar Pr otein (%) Hari Laktasi Kadar Protein

Kolostrum, susu pertama yang disekresikan setelah melahirkan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan susu setelahnya. Kolostrum kambing Kaligesing pada penelitian ini mendapatkan nilai tertinggi 15.68%. Alasan utama kadar protein yang tinggi pada kolostrum adalah kandungan immunoglobulin yang tinggi dibandingkan susu. Seiring waktu kolostrum akan berubah menjadi susu biasa yang memiliki kadar protein yang lebih rendah karena fraksi immunoglobulin menurun secara drastis (Stelwagen 2011; Ontsouka et al. 2003).

Susu kambing Kaligesing memiliki kadar lemak, SNF dan protein yang lebih tinggi dibandingkan standar susu kambing mentah Thailand (Thai agricultural standard, 2008) dan dapat diklassifikasikan ke dalam kualitas premium. Kandungan protein susu kambing Kaligesing (5.54% dan 5.27%) lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan oleh the American Dairy Goat Association (ADGA) tahun 1992 (Wierschem 1993) pada kambing Alpine (3.04%), kambing LaMancha (3.24%), kambing Nubian (3.66%), kambing Saanen (3.03%) dan kambing Togenburg (2.95%). Tetapi tidak terdapat perbedaan antara susu kambing Kaligesing pada awal bulan laktasi dengan susu yang disekresikan lebih dari 1 bulan (P>0.05), hal ini berbeda yang diperoleh Zeng dan Escobar (1995) yang memperoleh kandungan protein yang lebih tinggi pada bulan pertama laktasi (2.91%) dan menurun hingga 2.35% dan Zeng et al. (1997) yang memperoleh kandungan protein sebesar 3.27% dan menurun hingga 2.64% pada akhir laktasi.

Kandungan protein susu kambing Kaligesing yang konstan dari bulan pertama laktasi hingga akhir laktasi (Gambar 8) bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan variasi relatif sama dan terkontrol dari awal hingga akhir laktasi, sehingga faktor masa laktasi tidak terlalu mempengaruhi kandungan protein. Raynal-Ljutovac et al. (2008) menyatakan variasi total protein telah banyak diketahui dan faktor utama non individu penyebab variasi ini adalah selain masa laktasi adalah pakan, musim, umur, spesies dan status kesehatan ambing. Penelitian ini dilakukan pada peternakandengan pemberian pakan yang relative sama (kuantitas dan kualitas) dari awal hingga akhir laktasi. Ternak yang digunakan memiliki status kesehatan ambing yang secara umum sehat serta sampel diambil dari ternak yang mewakili seluruh periode laktasi (laktasi 1 sampai 5).

Gambar 8 Variasi kadar protein (%) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

23

Minggu laktasi

Gambar 9 Variasi protein (%) pada susu kambing Alpine selama laktasi (rataan sampel mingguan) ( Zeng et al. 1996)

Kadar Laktosa

Laktosa adalah karbohidrat utama pada susu kambing, tetapi lebih rendah 0,2-0,5% dibandingkan susu sapi (Amigo & Fontecha 2011). Nilai terendah kandungan laktosa susu kambing Kaligesing diperoleh 2.67% dan rerata (3.73%) lebih rendah dibandingkan rerata kandungan laktosa yang dilaporkan Amigo dan Fontecha (2011) sebesar 4.50 % dengan kisaran 3.62% sampai 6.30%, maupun yang dilaporkan Zeng dan Escobar (1995) berkisar antara 4.27% sampai 4.69%. Kandungan laktosa susu kambing Kaligesing bulan pertama setelah melahirkan dan lebih dari sebulan setelah melahirkan tidak berbeda nyata (P>0.05), hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh Zeng et al. (1997) pada kambing Alpine yang memperoleh hasil kandungan laktosa 2 bulan pertama setelah melahirkan lebih tinggi. Beberapa faktor ditemukan berkaitan dengan rendahnya kadar laktosa seperti asupan pakan yang rendah (Osslon et al. 1997), JSS yang tinggi (Zeng & Escobar 1995) dan reaksi CMT yang tinggi (Upadhyaya & Rao 1993).

Gambar 10 Variasi kadar laktosa (%) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 0 20 40 60 80 100 120 140 Kadar Laktosa (%) Hari Laktasi

24

Berat Jenis

Menurut Park et al. (2007) berat jenis susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi, tetapi lebih rendah dibandingkan susu domba. Susu kambing dan domba memiliki asam tertitrasi dan viskositas yang tinggi, tetapi indeks refraksi dan titik beku yang lebih rendah dibandingkan susu sapi. Penelitian ini mendapatkan berat jenis susu kambing Kaligesing memiliki nilai terendah 1.0254, lebih kecil dibandingkan yang dilaporkan Park et al. (2007) dengan nilai terendah 1.029 tetapi nilai tertinggi mencapai 1.0499 lebih besar dibandingkan yang dilaporkan Park et al. (2007) dengan nilai tertinggi 1.039. Nilai tertinggi ini bisa disebabkan oleh sampel susu berasal dari sekresi 4 sampai 7 hari post partum yang merupakan batas antara perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya.

Gambar 11 Variasi berat jenis (g/ml) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

Titik Beku

Titik beku susu kurang dari 0oC (pada tekanan atmosfer). Titik beku sebagian besar susu individu terletak pada kisaran -0.512oC sampai -0.550oC, dan beberapa dapat di luar kisaran-0.520oC sampai -0.512oC. Penentuan titik beku secara luas digunakan untuk menilai apakah susu telah atau tidak dicampur dengan penambahan air. Susu dengan titik beku-0.525 biasanya diasumsikan murni(McCarthy 2011). Penelitian ini mendapatkan titik beku susu kambing Kaligesing dengan rata-rata -0.521oC dan -0.501oC, lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan Park et al.(2007) dengan kisaran -0.540 hingga –0.573. Walaupun titik beku susu kambing Kaligesing yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian lainnya, tidak terdapat penambahan air pada sampel susu kambing, karena sampling dilakukan secara langsung dari putting ternak dan bukan melakukan sampling dari susu yang beredar di pasaran, terkait dengan pengujian kesehatan ambing ternak.

1.0250 1.0300 1.0350 1.0400 1.0450 1.0500 1.0550 1.0600 1.0650 1.0700 1.0750 1.0800 0 20 40 60 80 100 120 140 Berat Jenis (g/ml) Hari Laktasi

25

Gambar 12 Variasi titik beku (oc) pada susu kambing Kaligesing selama laktasi (rataan sampel mingguan)

Uji IPB-1 dan Jumlah Sel Somatik pada Susu Kambing Kaligesing

Berdasarkan uji statistik (Tabel 15), reaksi uji IPB-1 N (normal/reaksi negatif) dan T (trace) dapat dikelompokkan menjadi satu, karena JSS pada masing-masing skor tidak berbeda nyata (P>0.05) dan kelompok yang lain yaitu skor +1, +2 dan +3 dengan reaksi positif. Hasil ini berbeda dengan yan diperoleh Gomes et al. (2006) pada susu kambing sehat di Brazil yang mendapatkan JSS berbeda pada setiap reaksi uji mastitis. Jumlah sel somatik pada setiap reaksi uji mastitis pada penelitian juga lebih rendah dibandingkan yang diperoleh Gomes et al. (2006) yaitu pada reaksi uji mastitis negatif/normal (168 806 vs 239 000), trace (469 371 vs 812 500), +2 (2 694 958 vs 3 978 000) dan +3 (7 265 865 vs 9 999 000), kecuali reaksi uji mastitis +1 (1 257 698 vs 999 000) lebih besar hasil penelitian ini dibandingkan hasil Gomes et al. (2006). Hal ini bisa disebabkan karena metode penghitungan JSS yang berbeda, pereaksi uji mastitis yang berbeda, serta jenis ternak yang digunakan berbeda, karena pada penelitian ini tidak dilakukan uji spesifik status kesehatan ternak.

Tabel 14 Rataan JSS untuk setiap reaksi uji IPB-1 pada susu kambing Kaligesing

Reaksi uji IPB-1 Rataan Jumlah sel (Log10/ml)

Rataan Jumlah sel

(sel/ml) Jumlah Sampel

Normal 5.20d±0.16 168 806±59 736 19

Trace 5.59d±0.30 469 371±262 014 22

+1 6.05c±0.22 1 257 698±671 977 20

+2 6.39b±0.19 2 694 958±1 054 114 11

+3 6.86a±0,05 7 265 865±829 589 5

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

-1.600 -1.400 -1.200 -1.000 -0.800 -0.600 -0.400 -0.200 0.000 0 20 40 60 80 100 120 140 T itik Beku ( oC) Hari Laktasi

26

Secara keseluruhan, 36.36% sampel susu kambing Kaligesing mengandung sel somatik lebih dari 1.0xl06 sel/ml, batas legal untuk susu kambing Grade A di Amerika Serikat atau diklasifikasikan sebagai kualitas standar berdasarkan Thai Agricultural Standard (2008). Berdasarkan Thai agricultural standard (2008), 50.65% sampel susu kambing Kaligesing diklasifikasikan sebagai kualitas premium yang mengandung sel somatik kurang dari 7.0x105 sel/ml, dan 12.99% diklasifikasikan sebagai kualitas good dengan sel somatik antara 7.0x105 sampai 1.0x106 sel/ml.

Secara umum JSS pada susu kambing Kaligesing diperoleh lebih tinggi dibandingkan JSS susu sapi. Tingginya JSS pada susu kambing bisa juga disebabkan oleh perbedaan tipe sekresi pada kambing, dinamakan sekresi apokrin, sebagai lawan sekresi merokrin pada sapi (Schneiderová 2004). Peningkatan JSS adalah respon fisiologis normal ternak terhadap infeksi (Sládek & Ryšánek 1998). Banyak penelitian, sebagian besar pada susu sapi menunjukkan bahwa peningkatan JSS berhubungan dengan perubahan komposisi susu dengan dua penjelasan yaitu kerusakan sel ambing menyebabkan penurunan sintesis komponen susu di ambing (misalnya laktosa) dan perubahan permeabilitas membran yang menyebabkan peningkatan bagian komponen darah ke susu.

Perrin et al. (1997) mengelompokkan status kesehatan ambing bedasarkan JSS kedalam 3 kelompok yaitu JSS kurang dari 750 000/ml diduga sebagai kelenjar ambing tidak terinfeksi, JSS 750 000/ml dan kecil dari 1 750 000 diduga sebagai kelenjar ambing terinfeksi oleh patogen minor (Staphylococcus spp. selain Staphylococcus aureus), dan JSS lebih dari 1 750 000/ml diduga sebagai kelenjar ambing terinfeksi oleh patogen mayor (Staphylococcus aureus). Hasil penelitian ini berdasarkan pengelompokkan tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 16. Hal ini sesuai dengan hasil uji mikrobiologi sampel susu kambing peranakan ettawa dengan JSS > 1 750 000/ml (reaksi uji IPB-1 positif 2 dan 3) positif terkontaminasi oleh S. aureus (Tabel 19).

Pengaruh Uji IPB-1 terhadap Sifat Fisik dan Sifat Kimia Susu Kambing Kaligesing

Komposisi susu kambing Kaligesing berdasarkan reaksi uji IPB-1 dapat dilihat pada Tabel 16 dan korelasi antara masing-masing variabel kualitas susu dapat dilihat pada Tabel 17. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar lemak, solid non fat, protein, berat jenis dan titik beku antar reaksi uji IPB-1 (P>0.05), sedangkan nilai pH dan laktosa berbeda nyata antara reaksi uji IPB-1 N dan 3 (P<0.05). Albenzio et al. (2005) juga menyatakan tidak terdapat perbedaan pada kandungan protein susu dengan JSS rendah atau tinggi.

Beberapa peneliti menyatakan JSS tidak berpengaruh terhadap kadar lemak susu kambing (Ying et al. 2002). Penelitian ini juga mendapatkan kadar lemak tidak berbeda nyata (P>0.05) antar reaksi uji IPB-1, tetapi berkorelasi positif (p<0.01) terhadap JSS. Penurunan volume susu kambing dilaporkan Ying et al. (2002) pada awal dan akhir laktasi. Penurunan produksi susu sebagian besar disebabkan oleh kerusakan fisik sel alveolar kelenjar ambing dan menyebabkan penurunan fungsi sintesis dan sekresi kelenjar ambing. Perbedaan hasil yang diperoleh antara efek JSS terhadap komposisi susu bisa disebabkan oleh efek grup ternak, bangsa ternak dan masa laktasi yang berbeda.

27

Kadar laktosa susu kambing Kaligesing dengan hasil uji mastitis normal atau dengan JSS yang rendah lebih tinggi dibandingkan susu sengan sel somatik tinggi dengan korelasi negatif (p<0.01). Rendahnya konsentrasi laktosa pada susu domba dengan JSS tinggi akibat infeksi intramammari telah dilaporkan. Penurunan kandungan laktosa umumnya disebabkan kerusakan kelenjar ambing akibat infeksi (Leitner et al. 2004). Penelitian ini tidak mendapatkan terlihatnya kerusakan kelenjar ambing yang diobservasi walaupun JSS yang diperoleh mencapai 7 265 865sel/ml. Zeng dan Escobar (1995) juga melaporkan tidak terdapat perbedaan histologi dan patologi kelenjar ambing atau bukti lain mastitis terdeteksi pada jaringan separuh ambing kambing dengan JSS rendah (950 000 sel/ml), medium (1 500 000 sel/ml) dan tinggi (3 300 000 sel/ml).

Nilai pH kolostrum dapat rendah hingga 6 dan pada kasus mastitis dan diakhir masa laktasi pH susu dapat mencapai 7.5. Nilai pH yang tinggi bisa disebabkan oleh peningkatan [Na+] dan [Cl-] (dan kemungkinan dalam konsentrasi ion lainnya), penurunan kandungan laktosa dan pengurangan konsentrasi P annorganik terlarut, mengubah kapasitas penyangga dalam rentang pH. Tabel 15 Rataan kualitas susu kambing Kaligesing untuk setiap reaksi uji IPB-1

Parameter Kualitas Susu

Reaksi uji IPB-1

Normal Trace +1 +2 +3

Kadar Lemak (%) 5.13a±1.48 4.50a±1.12 5.29a±1.15 5.37a±1.56 5.53a±1.56

SNF (%) 10.10a±0.42 9.79a±0.43 9.83a±0.61 9.92a±0.73 9.55a±0.86

Protein (%) 5.39a±0.25 5.18a±0.30 5.29a±0.32 5.28a±0.48 5.17a±0.51

Laktosa (%) 3.77a±0.20 3.70ab±0.21 3.63ab±0.26 3.73ab±0.35 3.46b±0.27

Berat Jenis (g/ml) 1.0336a±0.0017 1.0326a±0.0018 1.0324a±0.0022 1.0325a±0.0030 1.0313a±0.0023

Titik Beku (oC) -0.513a±0.025 -0.497a±0.025 -0.497a±0.037 -0.504a±0.046 -0.487a±0.051

pH 6.72b±0.06 6.79ab±0.13 6.79ab±0.15 6.85ab±0.09 6.99a±0.14

Jumlah Sampel 37 34 38 17 9

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Tabel 16 Distribusi JSS (sel/ml) berdasarkan reaksi uji IPB-1 pada susu kambing Kaligesing

Reaksi uji IPB-1

Jumlah Sampel < 750 000 750 000 < JSS < 1 750 000 > 1 750 000 Normal 19 0 0 Trace 18 4 0 +1 4 13 3 +2 0 1 10 +3 0 0 5 Total 41 18 18

28

(McCarthy 2011). Chen et al. (2009) tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan pada pH susu dengan JSS yang tinggi, pada penelitian ini perbedaan yang nyata terdapat (P<0.05) antara sampel susu kambing normal dengan sampel susu positif tiga. Hasil ini menunjukkan JSS yang tinggi pada susu kambing jika tidak disebabkan oleh infeksi intramammari yang jelas, mungkin tidak menyebabkan perubahan pada pH susu. Tetapi berdasarkan uji korelasi terdapat korelasi positif antara JSS dengan nilai pH (p<0.01). Klei et al. (1998) melaporkan pada susu sapi dengan JSS yang tinggi memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi dengan JSS rendah, hal ini disebabkan oleh infeksi Streptococcus agalactiae, begitu juga dilaporkan pada susu domba (Vivar-Quintana et al. 2006).

Kualitas Mikrobiologi Susu Kambing Kaligesing

Hasil uji kualitas mikrobiologi susu kambing Kaligesing berdasarkan reaksi uji IPB-1 dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 18. Saat ini belum ada standar

Dokumen terkait