• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amplifikasi terhadap marker genetik fragmen DNA spesifik pada ayam lokal dan ayam pembandingnya telah berhasil dilakukan. Produk PCR yang dihasilkan, setelah dilakukan sekuensing kemudian di alignment menggunakan Mega 4 dengan hasil sebesar 624 bp dan hasil ini berbeda sedikit dengan yang dirancang oleh Li et al. (2008), yaitu 621 bp.

Hasil digesti dengan enzim restriksi Pst-I terhadap produk PCR dari semua sampel menghasilkan dua macam alel yang dapat dibedakan dengan jelas, yaitu alel A adalah sebuah pita berukuran 624 bp dan alel B adalah dua pita berukuran 346 bp dan 278 bp. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan peneliti terdahulu yaitu (Wang et al. 2004; Li et al. 2008). Alel A ditunjukkan dengan gagalnya enzim restriksi Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali di sepanjang produk PCR sehingga enzym tersebut tidak memotong produk PCR tersebut. Akibatnya ukuran produk PCR sebelum dan sesudah dipotong dengan enzim restriksi Pst-I tetap sama, yaitu 624 bp. Sebaliknya, alel B ditunjukkan dengan berhasilnya Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali (5‟-

CTGCA▼G-3‟) di sepanjang produk PCR dan berhasil memotong produk PCR tersebut menjadi dua fragmen berukuran 346 bp dan 278 bp (Gambar 6). Fragmen DNA spesifik tersebut mengandung SNP (single nucleotide polymorphism). Mutasi titik yang terjadi di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida guanine (G) dengan

thymin (T) dideteksi menggunakan Pst-I. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu hasil substitusinya adalah cytosine (C) dengan

thymin (T). Gambar 6 adalah hasil elektroforesis yang memperlihatkan genotip IGF-I yang ditemukan pada beberapa sampel ayam.

21

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 6. Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pst-1 lokus IGF-I ayam penelitian

Keterangan : Lajur 1: marka DNA 100 hingga 1000 bp); lajur 1-3, 5,7 dan 9 produk PCR genotip AB (624 bp, 346 bp dan 278 bp); lajur 4,6, 8, dan 10: genotip AA (624 bp).

Hasil penelitian ini menunjukkan hanya terdapat 2 genotip yaitu AA dan AB pada sampel ayam lokal sedangkan pada ayam broiler ditemukan 3 genotip yaitu AA AB dan BB. Namun demikian ada hal menarik yaitu frekuensi genotip AB pada ayam broiler lebih besar dari pada genotip AB dari ayam lokal. Sebaliknya frekuensi genotip AA ayam lokal lebih besar dari pada frekuensi genotip AA ayam broiler (Tabel 8). Tabel 8 menyajikan frekuensi alel, frekuensi genotip IGF-I dan heterozigositas. Berdasarkan frekuensi alel dari IGF-I terlihat bahwa pada ayam lokal, alel A memiliki nilai cukup besar yaitu dengan frekuensi antara 0.81-0.84 (rata-rata sebesar 0.83), sedangkan pada ayam broiler nilai fekuensi alel A-nya 0.59 lebih rendah dari ayam lokal Indonesia (rata-rata sebesar 0.83). Frekuensi alel B pada ayam broiler 0.41 adalah lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada ayam lokal Indonesia, yaitu rata-rata 0.16. Fenomena yang sama, ditemukan pula pada populasi ayam eksotik: Lohmann

(ayam pedaging), memiliki alel B sebesar 0.791 lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel A-nya yaitu 0.209 (Wang et al. 2004).

Tabel 8. Frekuensi alel, frekwensi genotip dan heterozigositas terhadap genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian.

Rumpun Frekuensi Genotip (n) Frekuensi Alel Hetero-

zigositas AA AB BB A B Ayam Kampung 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Pelung 0.63 (10) 0.37 (6) - 0.81 0.19 0.22±0.09 Ayam Sentul 0.69 (11 ) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Kedu 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam broiler 0.25 (4) 0.69 (11) 0.06 (1) 0.59 0.41 0.45±0.28 624 bp 346 bp 278 bp

Nilai heterozigositas dari ke lima jenis ayam menunjukkan nilai kurang dari 0.5, sehingga dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah. Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa apabila nilai heterozigositas dalam suatu populasi kurang dari 0.5, maka populasi tersebut dikatakan mempunyai keragaman gen yang rendah.

Efek Gen Polimorfik IGF-I Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal.

Hasil perhitungan rata-rata bobot badan ayam penelitian pada umur satu, dua, tiga, empat dan lima bulan yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin sebelum dikoreksi ke arah jantan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam lokal jantan lebih tinggi dibandingkan ayam lokal betina pada semua umur pengamatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam lokal nigeria; dan Mu‟in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Faktor hormon kelamin (steroid kelamin) merupakan penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan jantan dan betina (Hammond et al. 1984), sehingga menghasilkan dimorfisme seksual yang jelas.

Hasil perhitungan bobot badan ayam lokal umur satu, dua, tiga, empat. dan lima bulan terhadap rumpun ayam serta genotip IGF-I (AA dan AB) disajikan pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa genotip AA pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih rendah dibanding ayam dengan genotip AB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mu‟in et al. (2010) bahwa bobot badan ayam dengan genotip AA lebih rendah dibanding bobot ayam dengan genotip AB pada ayam lokal papua. Hasil uji t antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dan pada umur 1 sampai 5 bulan tidak menunjukkan perbedaan (ns). Bobot badan ayam broiler tertinggi yaitu pada genotip BB, selanjutnya genotip AB dan AA. Seperti hasil penelitian Wang et al.

(2004) pada ayam Lohman, bahwa genotip BB menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding genotip AA dan AB.

Hasil analisis peubah pembeda pada empat rumpun ayam lokal didapat hanya dua peubah yaitu panjang punggung dan lingkar dada menunjukkan hasil signifikan (Nurcahya 2012, unpublished data). Hasil pengukuran lingkar dada yang disajikan pada Tabel 10 merupakan hasil uji t antara genotip AA dan AB. Hasil uji t tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dari umur 1 sampai 5 bulan. Demikian pula hasil pengukuran lingkar dada pada umumnya menunjukkan lingkar dada genotip AB lebih besar dibandingkan dengan genotip AA.

Pengukuran panjang pungung disajikan pada Tabel 11 merupakan hasil analisis statistik uji t yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan (ns) antara genotip AA maupun genotip AB dari setiap rumpun ayam pada umur 1 sampai 5 bulan. Seperti halnya pada lingkar dada, maka hasil pengukuran panjang punggung juga pada umumnya menunjukkan bahwa genotip AB mempunyai ukuran relatif lebih panjang dibandingkan dengan genotip AA.

Tabel 9. Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Umur

bulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) Broiler (g)

1 AA 278.50±14.15a 246.22±14.15a 244.83±14.15a 298.29±14.84b 802.20a AB 265.00±20.98ab 237.81±20.98b 280.28±20.98a 288.58±19.15a 842.30b BB - - - - 887.40c Interaksi ns Ns ns Ns 2 AA 388.02±19.14c 407.32±19.14b 400.65±19.14b 481.74±20.07a 1820.56a AB 405.41±28.39a 413.39±28.39a 444.97±28.39b 462.62±25.92a 1870.42b BB - - - - 1905.25b Interaksi ns Ns ns Ns 3 AA 513.57±19.75b 510.73±19.75b 530.41±19.75b 670.82±20.71a AB 529.68±29.29c 565.19±29.29b 584.06±29.29b 638.41±26.74a BB - - - - Interaksi ns Ns ns Ns 4 AA 648.72±20.37c 734.71±20.37b 672.16±20.37c 825.46±21.37a AB 655.44±30.22c 739,63±30.22b 730.46±30.22b 811.62±27.58a BB - - - - Interaksi ns Ns ns Ns 5 AA 765.42±21.56c 926.62±21.56b 860.21±21.56b 1015.09±22.61a AB 783.39±31.98c 912.69±31.98b 919.39±31.98b 1008.99±29.19a BB - - - - Interaksi ns Ns Ns Ns

Tabel 10. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan.

Umurb

ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (gr) Pelung (g) 1 AA 15.05±0.39 a 15.51±0.39a 13.88±0.39a 15.35±0.41a AB 15.10±0.58a 15.73±0.58a 15.85±0.58a 15.75±0.53a 2 AA 18.80±0.37 a 18.45±0.37a 17.24±0.37a 19.53±0.38a AB 18.36±0.55a 19.14±0.55a 19.41±0.55a 18.29±0.50a 3 AA 20.70±0.41 a 20.89±0.41a 20.66±0.41a 21.23±0.43a AB 20.00±0.61a 21.13±0.61a 22.12±0.61a 22.92±0.56a 4 AA 22.63±0.45 a 23.41±0.45a 23.13±0.45a 24.63±0.47a AB 22.22±0.67a 23.59±0.67a 24.51±0.67a 26.77±0.61a 5 AA 24.73±0.50 a 25.83±0.50a 25.42±0.50a 26.30±0.52a AB 24.20±0.74a 26.04±0.74a 26.42±0.74a 28.61±0.67a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda

nyata (P<0.05).

Hasil uji t berdasarkan bobot badan untuk menguji perbandingan antar rumpun ayam baik pada genotip AA maupun AB dari umur 1 bulan sampai 5 bulan disajikan pada Lampiran 6. Pada Lampiran tersebut terlihat bahwa genotip AA dan AB pada ayam sentul, kedu dan kampung tidak berbeda nyata (ns). Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal pada genotip AB tidak berbeda nyata, sedangkan genotip AA antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lainnya berbeda nyata, kecuali pada ayam sentul.

Tabel 11. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan

Umurb

ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) 1 AA 7.78±0.21 a 7.56±0.21a 7.34±0.21a 13.20±0.22a AB 7.81±0.32a 7.59±0.32a 7.39±0.32a 13.74±0.29a 2 AA 11.07±0.19 a 10.21±0.19a 10.76±0.19a 14.55±0.20a AB 11.45±0.28a 10.56±0.28a 10.87±0.28a 14.85±0.25a 3 AA 13.00±0.12 a 13.08±0.12a 12.77±0.12a 17.89±0.12a AB 13.18±0.17a 13.09±0.17a 13.07±0.17a 18.62±0.16a 4 AA 15.40±0.15 a 15.03±0.15a 15.96±0.15a 19.92±0.15a AB 15.52±0.22a 15.28±0.22a 16.81±0.22a 20.75±0.20a 5 AA 17.83±0.18 a 16.94±0.18a 18.48±0.18a 21.83±0.19a AB 17.88±0.27a 17.05±0.27a 18.75±0.27a 22.90±0.25a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda

nyata (P<0,05).

Uji t perbandingan antar rumpun ayam genotip AA maupun AB berdasarkan bobot badan pada umur 2 bulan menunjukkan bahwa dari ke 3 rumpun ayam yaitu kedu, kampung dan sentul menunjukkan tidak terdapat

25

perbedaan baik genotip AA maupun AB. Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lain menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada genotip AB. Namun pada genotip AA berbeda nyata dengan ayam kampung dan kedu.

Selanjutnya genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). Namun antara ayam sentul, kedu dan kampung tidak menunjukkan perbedaan bobot badan baik pada genotip AA maupun AB pada umur dua sampai lima bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagaraja et al. (2000) bahwa genotip IGF-1 tidak memberikan perbedaan bobot badan pada ayam umur 140, 265 dan 365 hari.

Perbandingan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB setelah diuji dengan uji t berdasarkan lingkar dada disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis pada bulan ke 1 dan ke 2 menunjukkan bahwa pada genotip AA maupun AB antar rumpun ayam kedu, sentul dan kampung tidak terdapat perbedaan (ns). Tetapi antara ayam pelung dengan kampung berdasarkan lingkar dada terdapat perbedaan pada genotip AA dan genotip AB pada ayam sentul. Selanjutnya pada umur 3 – 5 bulan pada genotip AB antara ayam pelung dengan ketiga ayam lokal lain menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada genotip AA tidak menunjukkan perbedaan .

Uji t untuk mengetahui perbedaan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB berdasarkan panjang punggung disajikan pada Lampiran 8, dapat diketahui bahwa pada umur 1 sampai 2 bulan pada ayam kedu, pelung dan sentul antara genotip AA maupun AB tidak terdapat perbedaan kecuali antara ayam sentul dan kampung pada genotip AA dan antara kedu dan kampung pada genotip AA dan AB. Selanjutnya pada umur 3 sampai 5 bulan baik genotip AA maupun AB pada ayam pelung berbeda dengan ke 3 ayam lokal lainnya.

SIMPULAN

Adanya variasi genetik pada gen IGF-1 sehingga setiap individu dapat dipilah-pilah berdasarkan genotip yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya mutasi titik pada situs restriksi Pst-1 dari basa Guanin (G) menjadi basa Thymin (T). Hanya terdapat dua genotip IGF-1 pada ayam lokal yaitu genotip AA dan AB dengan frekuensi berturut-turut sebesar 68.75 dan 31.25%. Frekuensi alel A pada ayam lokal (0.83) lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.59). Genotip AB ayam pelung pada umur empat dan lima bulan memiliki penampilan bobot badan lebih besar dari pada bergenotip AA baik pada sesama rumpun maupun rumpun yang berbeda (Ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu).

SARAN

Disarankan untuk menggunakan ayam bergenotip AB dan BB dalam persilangan ayam lokal, karena kedua genotip tersebut memiliki penampilan bobot badan lebih besar, terutama pada ayam pelung.

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA

ABSTRAK

Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam. Gen ini merupakan “faktor regulator positif” pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β). Ayam lokal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 64 ekor masing-masing rumpun terdiri dari 16 ekor. Polimorfisme gen Pit-1 dianalisis berdasarkan single nucleotida polymorphism (SNP) pada ekson 6 dan intron 2. Keragaman nukleotida gen Pit-1 pada ekson 6 ditunjukkan oleh rendahnya polimorfisme nukleotida, yaitu 178 nukleotida bersifat kekal dan hanya satu nukleotida saja yang bervariasi. Rekonstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa ayam sentul (SN606 and SN632) terpisah dari kelompok rumpun ayam lainnya. Pensejajaran gen Pit-1 pada intron 2 menunjukkan bahwa 374 nukleotida bersifat kekal, sedangkan 13 nukleotida lainnya beragam. Rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen ini juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara keragaman nukleotida gen Pit-1 pada intron 2 dengan bobot tubuh dan genotip.

Kata-kata kunci : polimorfisme, gen Pit-1, genotip, ayam lokal.

ABSTRACT

Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) is one of the gene

controlling chicken growth and productivity. This gene is a “positive regulatory factor” on special transcription for gen expression encoding growth hormone

(GH), prolactin (PRL), and Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β). Native chickens used in this research was 64 individuals, each race compose with 16 individuals. Pit-1 gene polymorphism was analyzed based on Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in exon 6 and intron 2. Pit-1 gene in exon 6 resulted very low in nucleotide polymorphism. There was only one nucleotide differed out of 179 nucleotides, the other 178 nucleotides was conserved. Reconstruction of phylogenetic tree strengtened the result that only sentul chickens (SN606 and SN632) located in a separate cluster of other races. Pit-1 gene in intron 2 alignment denoted that, therein, 374 nucleotides were conserve, while 13 nucleotides varied. Reconstruction of phylogenetic tree based on this gene showed that there was no clear relationship between nucleotide variation in intron 2 of Pit- 1 gene and body weight as well as the genotype.

27

PENDAHULUAN

Dokumen terkait