• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polymorphism in Insulin-Like Growth Factor-I ( IGF-1) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Genes and the Effect on Growth of Indonesian Local Chicken

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Polymorphism in Insulin-Like Growth Factor-I ( IGF-1) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Genes and the Effect on Growth of Indonesian Local Chicken"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I

(IGF-1) DAN GEN Pituitary Positive Transcription Factor1 (Pit-1)

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN

AYAM LOKAL DI INDONESIA

HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Polimorfisme Gen

Insulin-Like Growth Factor-I Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1

Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal Di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Harini Nurcahya Mariandayani

(4)
(5)

RINGKASAN

HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI. Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, SRI SULANDARI, CECE SUMANTRI.

Pelestarian keragaman genetik ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas ternak yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara identifikasi keragaman genetik ayam lokal adalah mengukur morfologi dari tiap jenis ayam lokal Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan didapatkan bobot dan ukuran tubuh dari berbagai umur dan dikaitkan dengan gen-gen pertumbuhan pada beberapa rumpun ayam lokal dapat diaplikasikan untuk seleksi ternak pada berbagai umur.

Ayam lokal pertumbuhannya lambat dan beberapa gen telah diketahui secara genetika menunjang pertumbuhan. Untuk mengatasi lambatnya pertumbuhan pada ayam adalah dengan meneliti kandidat gen untuk pertumbuhan yaitu gen IGF-1 dan gen Pit-1. Kedua gen tadi berperan dalam pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast, dan produktifitas ayam, yaitu mengendalikan produksi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 dalam kaitannya dengan pertumbuhan ayam lokal di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan ayam lokal dan ayam broiler dibagi menjadi dua tahapan yaitu 1) Analisis keragaman morfometrik berupa pengamatan fenotipik dengan melakukan pengukuran morfologi, yaitu pengukuran bobot badan dan peubah fenotipik lainnya, seperti panjang shank (PS), panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Selain itu menganalisis frekuensi alel dan frekuensi genotip pada masing-masing rumpun ayam. 2) Analisis polimorfisme nukleotida gen IGF-1 maupun gen Pit-1. Pada analisis gen IGF-1 yaitu menentukan genotip (genotyping) dilakukan pada masing-masing individu ayam lokal maupun ayam broiler sebagai kontrol menggunakan enzim restriksi Pst-1 (PCR-RFLP). Sedangkan analisis pada gen Pit-1 dengan melakukan sekuensing untuk mengidentifikasi karakteristik dan keragaman dari gen Pit-1 tersebut. Kombinasi dari hasil analisis fenotip dan genotip tersebut dicari korelasi keduanya dengan menggunakan uji t (t test) baik antara genotip AA dan AB maupun antar rumpun ayam lokal. Uji t antar rumpun ayam lokal diantaranya kedu dengan sentul, kedu dengan kampung dan kedu dengan pelung.

(6)

menunjukkan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam kedu, ayam sentul dan ayam kampung

Hasil analisis komponen utama (pada ayam umur delapan minggu) menunjukkan adanya tiga pengelompokan ayam, yaitu kelompok ayam broiler, kelompok ayam pelung, dan kelompok ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul. Sedangkan pada ayam umur 28 minggu menunjukkan 3 kelompok ayam, yaitu kelompok ayam pelung, kelompok ayam kampung, dan kelompok ayam kedu dan ayam sentul.

Ayam kampung memiliki nilai kesamaan 64.70%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran dari ayam kedu (17.7%), dan ayam sentul (17.60%). Nilai kesamaan ayam sentul 71.40%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung (28.60 %). Ayam kedu memiliki nilai kesamaan 81.20%, dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung 18.80%, sedangkan nilai kesamaan pada ayam pelung tertinggi yaitu 100% karena tidak dipengaruhi oleh nilai campuran rumpun ayam lain. Peubah pembeda rumpun ayam lokal yang memberikan pengaruh kuat adalah panjang punggung 0.924 (kanonikal 1) dan lingkar dada 0.870 (kanonikal 2), dengan nilai total struktur kanonikalyang relatif tinggi.

Berdasarkan gen IGF-1 didapat tiga genotip (AA, AB, dan BB) pada ayam broiler, sedangkan pada ayam lokal hanya didapat dua genotip saja yaitu AA dan AB. Genotip AB pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibanding ayam dengan genotip AA. Hasil analisis panjang punggung dan lingkar dada pada ayam pelung lebih tinggi dibandingkan dengan ayam sentul, kedu dan kampung baik pada genotip AA maupun AB (P<0.05) pada umur 3-5 bulan.

Berdasarkan ekson 6 gen Pit-1 didapat polimorfisme nukleotida yang sangat rendah. Hanya ada satu nukleotida yang berbeda dari 179 nukleotida yang dianalisis (178 nt conserved). Hal ini ditunjukkan dengan hasil rekonstruksi pohon filogeni yaitu hanya satu rumpun ayam lokal (ayam sentul SN606 dan SN632) yang terpisah dari rumpun lainnya. Namun demikian masih satu kelompok bila dibandingkan dengan outgroupnya yaitu angsa (Anser anser). Hasil pensejajaran intron 2 gen Pit-1 menunjukkan bahwa 374 nt bersifat kekal dan 13 nt lainnya beragam.Konstruksi pohon filogeni menunjukkan tidak ada hubungan yang jelas antara variasi nukleotida intron 2 gen Pit-1 dengan karakter bobot tubuh maupun genotip.

(7)

SUMMARY

HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI. Polymorphism in Insulin-Like Growth Factor-I ( IGF-1) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Genes and the Effect on Growth of Indonesian Local Chicken. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, SRI SULANDARI, CECE SUMANTRI.

Conservation in poultry genetic variation is necessary to maintain specific traits in poultry that may be utilized in the future. Morphologic measurement is one of the identification methods on genetic variation in Indonesian local chicken breeds. This study is expected to give a result on data acquisition on body weight and other morphologic character of local chicken breeds at several ages, therefore, the data can be applied to poultry selection.

Local chicken growth is known to be low compared to broiler chicken. Growth is dependent on genetic and environmental factors; several genes controlling growth have been thoroughly studied. IGF-1 and Pit-1 genes are among the group of growth genes that have been recently draw attention for thorough research. Those genes play role in somatic growth, i.e., muscle, bone, epithelial and fibroblast cells. Those genes as well control production of growth and prolactin hormone. Therefore this study was designed to explore IGF-1 and Pit-1 genes in accordance with growth in Indonesia endogenous chickens.

Local and broiler chickens were the object of this study which applied two steps of analyses. First, phenotypic variation by measuring morphologic characters, such as body weight, length of shank, length of beak, breast width, back width, and breast perimeter. Second, polymorphic analysis in IGF-1 and Pit-1 genes. Genotyping using PCR-RFLP - restriction enzyme Pst-1 was carried out on each individuals of local and broiler chickens. This study also attempted in correlating phenotypic and genotypic analyses.

Results of this study indicated body weight and other morphologic characters of eight weeks-broiler chicken were higher than those of local chicken races (P<0.01). Among local chickens at the age of 28 weeks, pelung was the highest in morphologic characters compared to kedu, sentul, and kampong.

Principal Component Analysis (PCA) on chicken morphologic characters of eight week age resulted in three clusters, i.e., broilers, pelung, and kedu, kampong and sentul. On the other hand, the analysis on 28 week aged-chickens resulted in two clusters, pelung and kedu, kampong and sentul.

Similarity index of kampong was 64.70%, as it was influenced by composite index of kedu (17.70%) and sentul (17.60%). Similarity index of sentul was 71.40%, influenced by composite index of kampong 28.60 %. Kedu has similarity index of 81.20%, influenced by kampong 18.80%. Similarity index of pelung was the highest (100%), it was not dependent on composite index of other chickens. Discriminant variable on local chicken contributed significantly on back length 0.924 (canonical-1) and breast perimeter 0.870 (canonical-2), its canocial structure value was relatively high.

(8)

kampong at the ages of one to five months was not significantly different, in spite of the two different genotypes (AA and AB). Back length and breast perimeter of pelung ((P<0.05) were higher compared to sentul, kedu, and kampong, regardless genotyping (AA and AB). .

Pit-1 gene in exon 6 resulted very low in nucleotide polymorphism. There was only one nucleotide differed out of 179 nucleotides, the other 178 nucleotides was conserved. Reconstruction of phylogenetic tree strengtened the result that only sentul chickens (SN606 and SN632) located in a separate cluster of other races. However, sentul was in the same cluster if domesticated goose (Anser anser) put as an outgroup in the phylogenetic tree analysis.

Pit-1 gene in intron-2 alignment denoted that therein 374 nucleotides were conserve, while 13 nucleotides varied. Reconstruction of phylogenetic tree based on this gene showed that there was no clear relationship between nucleotide variation in intron-2 of Pit-1 gene and body weight as well as the genotype.

IGF-1 genetic marker successfully discriminated the genotypes in consideration with body weight in both local and broiler chickens. However, Pit-1 genetic marker was not able to discriminate characters clustering.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1)

DAN GEN Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) SERTA

PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN

AYAM LOKAL DI INDONESIA

HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Tike Sartika 2. Dr. Jakaria SPt

Penguji pada Ujian Terbuka : 1.Prof. Dr. Ir. Sofyan Iskandar M. Rur.Sc 2. Dr. Achmad Farajallah MSi

(13)
(14)

Judul Disertasi : Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia

Nama : Harini Nurcahya Mariandayani NIM : G362080031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua

Prof Dr. Cece Sumantri M.Agr.Sc Anggota

Dr. Sri Sulandari, MSc Anggota

Diketahui oleh :

Ketua Program Studi

Dr. Bambang Suryobroto

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian Tanggal Lulus : (tanggal pelaksanaan ujian

terbuka)

(15)
(16)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayahNya, maka penulisan disertasi berjudul Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor -1(Pit-) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian mendapat dana dari BPPS Dikti 2008, Dana Rutin dan Hibah Kompetitif LP2M UNAS 2012 dan Hibah Doktor DP2M DIKTI 2013.

Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA, Dr. Sri Sulandari MSc dan Prof. Dr Cece Sumantri M. Agr. Sc. selaku pembimbing yang telah memberi arahan, bimbingan, saran, perhatian dan berbagai kemudahan penggunaan fasilitas penunjang penelitian dan kelancaran penyelesaian sudi.

Terima kasih kepada Rektor IPB, Dekan Pascasarjana IPB, Ketua Mayor Biosains Hewan serta seluruh staf pengajar dan administrasi BSH atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan IPB atas fasilitas kandang dan penetasan. Terima kasih kepada rekan dalam penelitian yaitu Pipih Suningsih SPt dan Yusuf Kurnia SPt.atas semangat dan kerjasamanya selama penelitian dan kepada Bapak Ade dan Bapak Ilyas, yang telah membantu selama penelitian.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Nasional Jakarta dan Dekan Fakultas Biologi yang telah memberikan ijin belajar, kepala LP2M UNAS Prof. Dr. Ernawati Sinaga MSc. serta teman-teman di Fakultas Biologi, Dra Noortiningsih MSi, Dra Nyoman Ayu MSi, Dra Suprihatin MSi, Dra Ida W, Dra Dwi Andayaningsih MSi, Drs Sutarno, MKes, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan dan ‘support’ nya.

Terima kasih kepada Kepala dan Staf Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Fapet IPB atas segala fasilitas selama penelitian, Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, Prof Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc., Eryk Andreas S.Pt M.Si, Ferdy Saputra S.Pt, Irene S.Pt, Dika SSi, Nenahilmia SPt Msi atas bantuan dan persaudaraannya. Terima kasih ditujukan kepada Kepala dan Staf Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB; Pak Heri dan teman-teman: Dr. Fahma, Dr. Suriana, Dr. Nurlisa Butet, Dr. Dewi Elfidasari, Dr. Melta Rini, Dr. Wahyu, Dr Islamul Hadi, Bpk Ronny, Andi, Dr. Irma, Bu Catur, Bu Bey, Eppa , mba Handay, Bpk Juswaldi, Bpk Hary P, Chaerul atas kebaikan, bantuan dan keakrabannya.

Ibunda tercinta Soemari, keluarga kakak dan adik : Bambang Hendro Santoso, Prof. Dr Bambang Hendro Sunarminto, Effendi Gatot H, Ir. Sahib Agung H, Ir. Benyamin H Santoso MSc, suami tercinta Hadi Suyono, buah hati tersayang Bunga Cahyaputri STP dan Angga Kirana S.Kom, terima kasih atas doa, ketulusan, kesabaran, motivasi, kebaikan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat pada masayarakat umumnya dan bidang biologi khususnya.

Bogor, Juli 2013

(17)
(18)

DAFTAR ISI

2. KERAGAMAN FENOTIPIK DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK PADA AYAM LOKAL DAN AYAM BROILER

MENGGUNAKAN ANALISIS MORFOLOGI 6

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I

(IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA 16

Abstrak 16 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription

(19)

1. Rataan, koefisien keragaman bobot badan pada ayam

penelitian jantan dan betina umur delapan minggu. 9 2. Rataan ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada,

Panjang punggung dan lingkar dada ayam penelitian jantan

dan betina umur delapan minggu 10 3. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan

pada ayam lokal jantan dan betina umur 28 minggu 11 4. Rataan dan simpangan baku ukuran panjang shank, panjang

paruh,lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam

lokal janntan dan betina umur 28 minggu 11 5. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di

antara kelompok ayam lokal umur 28 minggu 14 6. Matrik jarak genetik antar kelompok ayam dari lima rumpun ayam 14

7. Struktur kanonikal 15

8. Frekuensi alel, frekuensi genotip dan heterozigositas terhadap

genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian 21 9. Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4

dan 5 bulan. 23

10. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam

lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan 24

11. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung

ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan 24 12. Primer spesifik (MR1 dan MR5) ekson-6 dan intron-2 gen Pit-1 29

13. Jarak genetik kimura 2 parameter gen Pit1 ekson 6 pada lima

rumpun ayam penelitian sepanjang 179 nt dan rumpun angsa

(20)

DAFTAR GAMBAR

11. Konstruksi pohon filogeni gen Pit-1 ekson 6 ayam penelitian Sepanjang 179 nt dan gen Pit-1 angsa (ANS) sebagai pembanding 32 12. Hasil PCR intron 2 gen Pit-1 pada ayam lokal 33 13. Konstruksi pohon filogeni intron 2 gen Pit-1 sepanjang 387 nt 34 DAFTAR LAMPIRAN

6. Perbandingan bobot badan antar rumpun ayam lokal pada umur 1-5 bulan 55

7. Perbandingan lingkar dada antar rumpun ayam lokal Pada umur 1-5 bulan 56

8. Perbandingan panjang punggung antar rumpun ayam lokal Pada umur 1-5 bulan 58

9. Hasil sekuensing gen PIT-1 intron 2 sepanjang 387 bp 60

10. Hasil sekuensing gen PIT-1 intron 2 sepanjang 387 bp 61

(21)
(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam lokal Indonesia atau dikenal sebagai ayam kampung merupakan komoditas yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat khususnya di pedesaan. Sebagai plasma nutfah ternak Indonesia, ayam lokal ini perlu dipertahankan dan dimurnikan sekaligus perlu dimanfaatkan secara optimal untuk penyediaan protein hewani (Sulandari et al. 2007). Disamping itu dapat merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan ayam lokal di Indonesia melalui persilangan antar rumpun ayam lokal maupun dengan rumpun ayam lokal yang lain. Keunggulan dari ayam lokal adalah mempunyai kemampuan bertahan dan berkembang biak dengan baik pada iklim tropis, dapat bertahan hidup dalam kondisi kualitas pakan yang rendah serta mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit (Suryana dan Hasbianto 1994). Ayam lokal Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang khas berdasarkan daerah asal. Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam kampung, pelung, sentul, wareng, lamba, ciparage, banten, nagrak, rintit/walik, siem, kedu hitam, kedu putih, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang/merawas, sumatera, balenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, bangkok, brugo, bekisar, cangehgar/cukir/alas, dan kasintu (Nataamijaya 2000).

Produktifitas ayam lokal relatif masih rendah, sebagai implikasi dari sistem pemeliharaan yang masih dilakukan secara ekstensif. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktifitas ayam lokal diantaranya dengan usaha melaksanakan program seleksi dan persilangan. Program seleksi yang terarah akan memberikan arti ekonomis yang tinggi dalam pemanfaatan ayam lokal, yaitu dengan peningkatan kualitas ayam lokal melalui program persilangan dan pemuliaan karakter spesifik yang dimiliki. Namun demikian, langkah ini mengandung resiko yang besar karena akan mengurangi bahkan mengkontaminasi karakteristik spesifik yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut. Langkah perbaikan yang tidak merusak keaslian sifat-sifat ayam lokal dapat dilakukan dengan menyeleksi sifat genetik yang terkait dengan karakter kuantitatif unggul seperti pertumbuhan cepat, produksi telur meningkat, bobot tubuh dan karkas besar yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut.

(23)

Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang pernah dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al .2012); pada itik (Muzani

et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. 2006); pada domba (Sumantri et al.

2007; Atmaja et al. 2012 dan Zhang et al. 2008) dan pada kerbau (Anggraeni et al. 2011). Dengan adanya kemajuan teknologi pada bidang genetika molekuler, maka program seleksi dapat dilakukan lebih dini melalui analisis pada tingkat DNA. Program MAS (Marker Assisted Selection) merupakan program yang menganalisis keterkaitan antara identifikasi keragaman DNA dengan sifat kuantitatifnya dengan demikian dapat dijadikan dasar untuk program seleksi (Montaldo et al. 1998).

Penanda genetik merupakan suatu teknik yang digunakan dalam genetika modern sebagai alat bantu mengidentifikasi genotip suatu individu atau sampel yang diambil dari hewan tersebut. Gen Pituitary Specific Positive Transcription Factor-1 (Pit-1, POU1F1 atau GHF1) adalah salah satu penanda genetik yang telah digunakan untuk membantu seleksi dini berdasarkan keterkaitan antara marker ini dengan sifat kuantitatif yang diharapkan. Gen Pit-1 merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam, karena gen Pit-1 mengendalikan ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin (Miyai et al. 2005). Oleh karena itu dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gen Pit-1 merupakan „kandidat gen‟ yang mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ayam lokal. Gen ini merupakan „faktor regulator positif‟ pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β) (Bodner et al. 1988; Miyai et al. 2005; Van As

et al. 2004). Aktivasi awal gen 1 dikontrol oleh gen PROP-1 (Phophet of Pit-1). Protein Pit-1 terutama mengekspresikan laktotrophs, somatotrophs dan thyrotrophs dan mensekresikan PRL, GH dan TSH-β (Simmons 1990). Bioaktifitas yang lain dari gen Pit-1 adalah sebagai “aktifator regulasi“ anterior pituitary (Li et al. 1990 dan de la Hoya 1998). Dengan demikian dari contoh tersebut, kemampuan mengidentifikasi karakter genetik spesifik dari Pit-1 yang dikaitkan dengan penampilan fenotipik tertentu maka akan menjadi alat yang tajam dalam proses seleksi.

Hasil penelitian Jiang et al. (2004) pada ayam lokal china menunjukkan mutasi gen Pit-1 telah berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam umur 8 minggu. Selanjutnya Nie et al. (2005) meneliti 23 SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dan 57 bp delesi/insersi gen Pit-1 nyata berhubungan dengan pertumbuhan bobot badan ayam umur 1-8 minggu. Nie et al. (2008) mendeteksi 5 SNP gen Pit-1 berkorelasi dengan keragaan produksi. Genotip BB pada intron-5 gen Pit-1 berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam broiler Iran umur 6 minggu, bobot otot dada dan bobot sayap dibanding genotip AA dan AB (Rodbari et al. 2011). Penelitian dengan angsa lokal china oleh Cheng et al.

(24)

3

secara signifikan berpengaruh terhadap rata-rata bobot badan angsa umur 6 sampai 8 minggu.

Penanda genetik lain yang dapat digunakan untuk mendukung usaha perbaikan genetik ayam lokal adalah gen Insulin Like Growth Factor-I (IGF-1). Gen ini turut mengendalikan pertumbuhan bersama-sama gen lain seperti gen GH, gen PRL, gen TSHβ dan gen lainnya. Menurut Kita et al. (2005) dan Li et al.

(2009), gen IGF-1 ini merupakan gen yang berperan penting dalam peningkatan hormon berupa polipeptida yang menentukan laju pertumbuhan pada hewan. Selain itu gen IGF-Imemediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou

et al. 2005). Oleh karena itu Gen IGF-I merupakan „kandidat gen untuk

pertumbuhan‟ pada ternak karena berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Selanjutnya Lei et al. (2005) telah menganalisis 5’region UTR gen IGF-I pada ayam dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzyme restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB.

Keterkaitan antara ekspresi gen dengan karakter kuantitatif yang mendukung laju pertumbuhan dan perkembangan ayam adalah produktivitas dan peran/fungsi dari produk gen tersebut (protein/hormon) yang dimanfaatkan oleh hewan dalam proses fisiologi perkembangannya. Hormon pertumbuhan sebagai produk dari gen merupakan salah satu faktor endogenous yang mempengaruhi pertumbuhan selain faktor eksogenous yaitu pakan (Lawrence dan Fowler 1997). Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot badan hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh terdiri dari otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno 1984). Selanjutnya dinyatakan bahwa ukuran diartikan sebagai dimensi, besar, volume, ukuran relatif, sedangkan bentuk diartikan sebagai model, pola dan karakteristik sebagai pembeda penampilan eksternal. Dengan demikian karakteristik fenotip dengan karakteristik genetik dari masing-masing gen apabila dapat dihubungkan dan dijelaskan dengan pasti maka karakternya akan dapat berguna untuk dasar seleksi dari langkah perbaikan genetik terutama untuk perbaikan ayam lokal.

Informasi dasar yang lain seperti ciri spesifik, asal usul, performans dan produktifitas ayam lokal diperlukan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ayam lokal di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadikan ayam lokal Indonesia lebih dikenal, dikembangkan dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Sulandari et al. 2007).

Tujuan Penelitian

(25)

penentu pertumbuhan. Adapun tahapan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis polimorfisme atau variasi gen Pit-1 dan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik pada beberapa ayam lokal di Indonesia. 2. Mengkaji kemungkinan penggunaan gen Pit-1 dan IGF-1 sebagai marka

seleksi pada pertumbuhan ayam.

3. Pemanfaatan informasi-informasi gen Pit-1 ayam lokal bagi produktifitas (pertumbuhan) dari berbagai ayam lokal tersebut.

4. Mengkaji keragaman fenotipik ayam pelung, kedu, sentul, kampung dan broiler.

5. Menganalisis jarak genetik ayam lokal di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung) serta ayam broiler sebagai pembanding. Demikian pula peubah yang dapat membedakan rumpun ayam yang ada di Indonesia

Keluaran yang Diharapkan

1. Peningkatan keragaan pertumbuhan dan produksi ayam lokal 2. Sebagai dasar program seleksi ayam lokal.

3. Sebagai bahan informasi karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1

Manfaat Penelitian

1. Diketahui informasi dasar adanya keragaman genetik, yaitu adanya variasi dan mutasi dari gen Pit-1 dan gen IGF-1 pada beberapa ayam lokal

di Indonesia.

2. Mengetahui adanya fenomena perbedaan pertumbuhan pada ayam lokal dibandingkan dengan ayam broiler dan hubungannya dengan polimorfisme gen Pit-1 dan gen IGF-1.

3. Kandidat gen dapat digunakan sebagai dasar seleksi (MAS) beberapa ayam lokal di Indonesia.

4. Mengetahui hubungan kekerabatan pada ayam lokal berdasarkan karakter fenotipe hasil pengukuran morfologi.

Kebaruan Penelitian

(26)

5

Gambar 1. Alur penelitian polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1. Ayam Lokal

Bahan kajian : Ayam

kampung, ayam sentul, ayam pelung, ayam kedu, ayam broiler *Mempunyai keunggulan performance, rasa dan tekstur

daging, kadar lemak rendah, tetapi pertumbuhan lambat

Dasar pemilihan gen IGF-1 : Gen penentu pertumbuhan tulang dan otot . Gen Pit-1 : Pertambahan bobot badan serta kaitan dengan transkripsi gen : gen GH, Prolaktin, TSH β

Polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1

Isolasi dan purifikasi DNA total

Lingkungan : suhu dan

kelembaban Amplifikasi DNA IGF-1 dan Pit-1, genotyping dan sekuensing

Morfometrik

bobot badan, panjang punggung panjang shank, panjang paruh lebar dada dan lingkar badan

Perunutan DNA : IGF-1 dan Pit-1

Konstruksi pohon filogeni

Fenomena pertumbuhan

ayam lokal Karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 ayam lokal

Strategi pemuliaan ayam lokal

(27)

1. KERAGAMAN FENOTIPIK DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK

PADA AYAM LOKAL DAN AYAMBROILER MENGGUNAKAN

ANALISIS MORFOLOGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan pada ayam lokal dan ayam broiler dengan menduga jarak genetiknya. Penelitian ini menggunakan 125 ekor ayam terdiri dari 25 ekor ayam pelung, 25 ekor ayam sentul, 25 ekor ayam kedu, 25 ekor ayam kampung dan 25 ekor ayam broiler sebagai pembanding. Peubah yang diamati, yaitu panjang

shank, panjang paruh, panjang punggung, lebar dada dan lingkar dada. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SAS dan SPSS. Hasil pohon fenogram berdasarkan peubah morfologi didapat bahwa ayam umur delapan minggu menunjukkan tiga kelompok terpisah yaitu (1) ayam pelung (2) ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul (3) ayam broiler. Pohon fenogram pada ayam umur 28 minggu tanpa ayam broilerhasilnya menunjukkan 3 kelompok terpisah yaitu: (1) kelompok ayam pelung (2) kelompok ayam kampung dan (3) kelompok ayam sentul dan ayam kedu. Adanya nilai campuran dan jarak genetik yang dekat antara ayam kedu dan ayam sentul diduga akibat telah terjadinya persilangan diantara ayam tersebut. Ayam kampung tercampur dengan ayam sentul (17.60%) dan ayam kedu (17.70 %). Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda rumpun ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada.

(Kata-kata kunci : ayam lokal, jarak genetik, analisis diskriminan, kanonikal)

ABSTRACT

This research was to study the morphological characteristic and estimating genetic distance between native chicken and broiler chicken. This research was using 25 sentul chickens, 25 kampung chickens, 25 kedu chickens , 25 pelung chickens and 25 broiler chickens. Different body parts were measured, they were the length of shank, beak length, back length, chest depth and chest width. Discriminant and canonical analysis of SAS and SPSS package program were used for analysing of the data. Fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu, kampung and sentul chickens (3) broiler chickens (at eight weeks age of chicken). When we reduced number of broiler chicken group, fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu and sentul chickens (3) kampong chickens (at 28 weeks age of chicken). Kampong chickens were resulted from mixing with other native chicken such as sentul chickens (17.60 %) and kedu chickens (17.70 %). The total canonical structure analysis shows that the phenotypic size of chickens giving a strong influence on the distinction variable of chicken groups are body length and chest circumference.

(28)

7

PENDAHULUAN

Ayam asli Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksi (Jafendi 2007). Keragaman tersebut karena sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan. Diantara ayam lokal tersebut adalah ayam kampung, ayam pelung, ayam kedu dan ayam sentul.

Ayam kampung memiliki variasi terutama pada pola warna bulu (Sartika

et al. 2008), demikian pula pada ayam kedu, selain keragaman warna bulu terdapat keragaman jengger dan warna kulit (Mulyono et al. 2009). Selanjutnya keragaman warna bulu dan warna kulit juga terdapat pada ayam sentul (Sartika et al. 2004) dan ayam pelung (Iskandar dan Susanti 2007).

Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al. 2012); pada itik (Muzani et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. (2006); pada domba (Sumantri et al. 2007; Atmaja et al. 2012 dan Zhang et al. 2008); pada kerbau (Anggraeni et al. 2011).

Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) diantara suatu populasi atau spesies (Nei I987). Penelitian tentang karakter genetik telah banyak dilakukan dalam memahami proses evolusi genetik suatu bangsa ternak dengan pendekatan analisis molekuler dengan metode randomly amplified polymorphic DNA dan mikrosatelit pada ayam china (Zhang et al.

2010); dengan mikrosatelit pada ayam ethiopia (Hassen et al. 2009); dengan sekuen D-Loop DNA mitokondria pada ayam lombok (Zein dan Sulandari 2008); dengan mikrosatelit pada ayam china (Yu et al. 2006 ;Bao et al. 2007).

Metode pengukuran jarak genetik yang lebih murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Brahmantyo et al. 2003). Metode seperti ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sartika et al. (2004) pada ayam kampung, sentul dan kedu hitam; Mulyono et al. (2009) pada ayam kampung, kedu dan wareng; Olawunmi et al. (2009) pada ayam lokal nigeria dan Ahlawat et al. (2011) pada ayam lokal india.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan antar ayam lokal (ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu dan ayam pelung) dan ayam broiler.

(29)

METODE PENELITIAN Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam lokal yang ditetaskan dari telur ayam kampung dari Leuwiliang, ayam kedu dari Temanggung, ayam sentul dari Ciamis dan ayam pelung dari Cianjur, sedangkan ayam broiler umur satu hari (day old chick = DOC) dari Bogor. Setelah menetas kemudian ayam-ayam tersebut dipelihara sampai umur delapan minggu (untuk ayam broiler) dan sampai umur 28 minggu (untuk ayam lokal), terdiri dari 25 ekor ayam kampung (7 jantan dan 18 betina), 25 ekor ayam sentul (9 jantan dan 16 betina), 25 ekor ayam kedu (6 jantan dan 19 betina) dan 25 ekor ayam pelung (5 jantan dan 20 betina) dan 25 ekor ayam bukan lokal yaitu broilerstrain Starbro

(11 jantan dan 14 betina) sebagai pembanding. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial yang dijual di Poultry Shop dan hasil analisis pakan disajikan pada Lampiran 5. Rataan suhu pada pagi hari adalah 24.89 ± 0.740C, pada siang hari 29.32 ± 2.510C dan pada malam hari 26.28 ± 0.810C. Kelembaban rata-rata kandang pada pagi hari 91.68 ± 1.48%, siang hari 79.48 ± 10.23% dan malam hari adalah 90.91 ± 3.14%. sorong (mm), lebar dada dengan menggunakan pita ukur (mm), panjang punggung dan lingkar dada dengan menggunakan pita ukur (cm).

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap. Model matematika dari rancangan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) :

Yijk = µ + αij+ єijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan taraf ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum pengamatan

αi = Pengaruh jenis ayam (i= ayam kampung, kedu, sentul dan pelung)

єijk = Pengaruh galat jenis ayam pada ulangan k = i

(30)

9

dengan uji diskriminan menggunakan software SPSS 15 dan jarak genetik menggunakan program „R‟ (Claude 2011).

Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987).

Analisis kanonikal dilakukan untuk menentukan peta pengelompokan ayam, nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam. Analisis ini juga digunakan untuk menentukan beberapa peubah yang memiliki pengaruh kuat terhadap terjadinya pengelompokan rumpun ayam (pembeda rumpun ayam). Prosedur analisis menggunakan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Parameter Tubuh

Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan hasil pengamatan ayam lokal dan broiler pada ayam umur delapan minggu disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut didapat bahwa bobot badan dan parameter tubuh ayam jantan maupun betina tertinggi pada ayam broilerdibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal. Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan reproduksi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal cina. Selanjutnya dari ke empat ayam lokal baik jantan dan betina didapat bahwa ayam pelung mempunyai bobot tertinggi yaitu seberat 468.23 g pada ayam jantan, sedangkan ayam betina adalah 420.11 g. (P<0.05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk = koefisien keragaman.

(31)

Tabel 2. Rataan ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang

Hasil pengamatan bobot badan ayam lokal umur 28 minggu disajikan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam kedu, ayam sentul dan ayam kampung. Iskandar dan Susanti (2007) menyatakan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Bobot badan ayam pelung mencapai 2583 g, sedangkan jenis ayam yang lain bobot badan kurang dari 2000 g. Bobot badan ayam pelung betina hasil penelitian ini adalah 1160.10 g lebih tinggi dibandingkan dengan bobot badan ayam sentul, ayam kampung dan ayam kedu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot badan pada ayam jantan lebih besar bila dibandingkan ayam betina, demikian pula halnya dengan peubah lain yang diamati, ukuran tubuh ayam jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam

(32)

11

seksual pada ayam dan perbedaan pertumbuhan antara ayam jantan dan betina (Daikwo et al. 2011).

Tabel 3. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan pada ayam lokal jantan dan betina umur 28 minggu.

Jenis

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyat (P<0,05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk=koefisien keragaman

Hasil pengukuran peubah tubuh pada ayam umur 28 minggu disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ayam pelung jantan mempunyai ukuran tubuh

(33)

yang lebih besar dibandingkan dengan ke tiga rumpun ayam lokal jantan lainnya, namun ayam pelung betina tidak menunjukkan perbedaan dengan ke tiga rumpun ayam lokal betina lainnya. Hasil pengukuran parameter tubuh pada ayam jantan lebih besar dibandingkan ayam betina. Sesuai dengan hasil penelitian Apuno et al.

(2011) menunjukkan perbedaan antara ayam jantan dan betina pada parameter tubuh panjang punggung dan panjang shank.

Peta Penyebaran Berdasarkan Jenis Ayam Menurut Ukuran Fenotipik Hasil analisis komponen utama pada Gambar 2 (ayam umur delapan minggu) menunjukkan adanya tiga pengelompokan ayam, yaitu kelompok ayam broiler, kelompok ayam pelung, dan kelompok ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul.

Gambar 2. Penyebaran kelompok ayam lokal dan ayam broiler umur delapan minggu dari lima rumpun ayam menurut ukuran fenotipik.

Keterangan :

B = ayam broiler ; P = ayam pelung ; S = ayam sentul ; Ka = ayam kampung ; Ke = ayam kedu

(34)

13

sehingga dapat dikatakan berdekatan secara geneologis (berbagai leluhur yang sama) dengan ayam hutan merah.

Gambar 3. Penyebaran kelompok ayam dari empat rumpun ayam lokal umur 28 minggu menurut ukuran fenotipik.

Keterangan :

1. Ayam kampung = ka (biru tua) 3. Ayam kedu = ke (hijau) 2 .Ayam sentul = se (merah) 4. Ayam pelung = pe (biru muda)

Nilai Campuran Fenotipik Antar Kelompok.

(35)

Tabel 5. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam lokal umur 28 minggu.

Rumpun Ayam

Ayam Sentul AAyamKampung Ayam Kedu Ayam Pelung

Sentul 71.40 28.60 0.00 0.00

Kampung 17.60 64.70 17.70 0.00

Kedu 0.00 18.80 81.20 0.00

Pelung 0.00 0.00 0.00 100

Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram

Nilai matrik jarak genetik antara masing-masing kelompok ayam disajikan dalam Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa jarak genetik hasil penelitian ini adalah antara ayam kampung dan ayam pelung 17.23 lebih kecil bila dibandingkan antara ayam pelung dan ayam sentul 58.07 serta antara ayam kedu dan ayam pelung 45.83.

Oleh karena itu, pada pohon fenogram (Gambar 4) menunjukkan antara ayam kampung dan pelung dalam satu cluster, hal ini menunjukkan kekerabatan yang dekat berdasarkan pengukuran morfometrik pada penelitian ini.

Tabel 6. Matrik jarak genetik antar kelompok ayam dari empat rumpun

Antara ayam kedu dan ayam sentul memiliki jarak genetik yang terkecil, yaitu 8.57 sehingga pada pohon fenogram merupakan kelompok tersendiri (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa antara ayam sentul dan kedu mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, sehingga merupakan satu kelompok. Sartika et al. (2004) menyatakan bahwa antara ayam kedu dan ayam sentul mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat.

(36)

15

Jarak genetik ayam yang dilaporkan Zein dan Sulandari (2008) pada ayam lombok berkisar antara 0.001 dan 0.017 dan pada ayam kampung berkisar antara 0.0039 dan 0.0103 (Zein dan Sulandari 2012); penelitian Bo et al. (2006) pada ayam lokal cina berkisar antara 0.08–0.49; penelitian Al-Atiyat (2010) pada ayam jordan jarak genetik tertinggi 0.37 dan terendah 0.04.

Peubah Pembeda Jenis Ayam

Hasil analisis total struktur kanonikal kelompok ayam lokal umur 28 minggu disajikan pada Tabel 7. Analisis diskriminan parameter fenotipik dapat pula digunakan untuk menentukan parameter morfometrik yang menunjukkan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa. Hasil dari Tabel 7 terlihat bahwa yang memberikan pengaruh pada peubah pembeda rumpun ayam lokal adalah panjang punggung 0.924 (kanonikal 1) dan lingkar dada 0.870 (kanonikal 2), dengan nilai total struktur kanonikal yang relatif tinggi. Lebar dada dan panjang shank diduga kurang dapat digunakan sebagai peubah pembeda rumpun ayam. Dugaan tersebut berdasarkan hasil analisis terhadap struktur kanonikal dengan adanya angka negatif pada lebar dada -0.014 (kanonikal 1) dan panjang shank -0.051 (kanonikal 2). Brahmantyo et al. (2006) menyatakan bahwa apabila hasil analisis terhadap total struktur kanonikal merupakan angka negatif, maka hal ini kurang dapat digunakan sebagai peubah pembeda bangsa.

Tabel 7. Struktur kanonikal

.

SIMPULAN

Ayam pelung memiliki bobot dan ukuran tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan ayam sentul, ayam kedu dan ayam kampung, demikian pula ayam broiler memiliki ukuran tubuh lebih besar dibanding ke empat ayam lokal. Terdapat nilai campuran antara ayam kampung dengan ayam sentul dan dengan ayam kedu. Hal ini menunjukkan adanya kawin silang di antara rumpun ayam tersebut, sedangkan pada ayam pelung tidak terdapat campuran dengan ke tiga ayam lokal tersebut. Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh terhadap peubah pembeda kelompok ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada.

Parameter tubuh Kanonikal

kanonikal-1 kanonikal– 2 Lebar dada -0.014 0.306

Panjang shank 0 .138 - 0.051

Panjang paruh 0 .080 -0.519

(37)

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL

DI INDONESIA

ABSTRAK

Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1). Gen IGF-I mempunyai fungsi untuk meningkatkan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan, memediasi rangsangan aksi pembelahan sel, mendeposisi protein pada proses metabolisme, dan menstimulasi metabolisme protein. Ayam lokal Indonesia telah diketahui memiliki pertumbuhan yang relatif lambat dibandingkan dengan ayam broiler, namun demikian perbandingan karakteristik dan deteksi gen IGF-I antara kedua jenis ayam tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mendeteksi polimorfisme gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Ayam lokal yang digunakan dalam penelitian berjumlah 64 ekor dan pada masing-masing rumpun terdiri dari 16 ekor. Polimorfisme gen IGF-1 dianalisis secara RFLP dan produk PCR-nya dipotong menggunakan enzim restriksi Pst-1. Lima karakter morfologi (umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan) dicatat untuk keperluan analisis hubungan antara polimorfisme gen IGF-1 dan pertumbuhannya. Marka genetik IGF-1 telah berhasil memilah genotip individu berdasarkan bobot tubuh untuk ayam lokal maupun ayam broiler. Frekuensi alel A pada ayam lokal Indonesia lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.813) dan hanya berasal dari dua genotip (AA dan AB). Ayam broiler mempunyai tiga macam genotip yaitu AA, AB dan BB, dengan frekuensi alel B (0.41) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal. Genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05).

ABSTRACT

(38)

17

genetic marker was successfully separate individual genotypes based on body weight in both native and broiler chickens. Frequency of A allele in Indonesian native chickens was higher than that of broiler chicken (0.813). A allele was produced by two genotypes (AA and AB). On the other hand, broilers comprised three genotypes, i.e., AA, AB, and BB. Frequency of B allele (0.41) in broilers was higher compare to that of native chickens.

Key words : Polymorphism, IGF-1, Growth, Native chicken.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, diantaranya adalah gen

Insulin-like growth factor-I (IGF-I) yang merupakan faktor utama dalam peningkatan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan (Kita et al. 2005; Li et al. 2008). Selain itu gen IGF-I memediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou et al. 2005). Oleh karena itu gen IGF-I merupakan

„kandidat gen untuk pertumbuhan‟ pada ternak karena berpengaruh terhadap

perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Insulin-like growth factor-I (IGF-I) pada ayam merupakan protein yang tersusun atas 70 asam amino (Kita et al. 2005), terletak pada kromosom 1 dekat dengan sentromer (Klein et al. 1996). Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron dan panjangnya lebih dari 50 kb yang disajikan pada Gambar 5. Dalam promotor gen IGF-1 terdapat 7 daerah yang mengandung elemen berulang dan dua macam promotor regulator yaitu TATA-box dan CCAAT-box. Selanjutnya Lei et al.

(2005) telah menganalisis gen IGF-1 dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzim restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dalam 5’region UTR gen IGF-I pada ayam dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB.

Beberapa hasil penelitian mengenai polimorfisme gen IGF-1 yang terkait dengan pertumbuhan telah banyak dilaporkan, yaitu pada ayam (Sco et al. 2001; Kita et al. 2005; Li et al. 2009) pada domba (Zhang et al. 2008) dan pada sapi (Curi et al. 2005; Siadkowska et al. 2011; Maskur et al. 2012). Hasil penelitian Lei et al. (2005) didapatkan bahwa gen IGF-1 berpengaruh sangat nyata terhadap

bobot badan, bobot telur pada ayam xinghua. Selanjutnya hasil penelitian Mu‟in

(39)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman genetik ayam lokal Indonesia berdasarkan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik dan mengkaji keterkaitan aspek fenotipik morfologi ayam lokal dan hubungannya dengan salah satu gen penentu pertumbuhan.

METODE PENELITIAN

Prosedur Penelitian

Penelitian keragaman genetik dilakukan terhadap empat rumpun ayam lokal yaitu ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung serta ayam broiler sebagai rumpun pembanding. Dari rumpun ayam lokal dan ayam broiler masing-masing dikoleksi 16 sampel darah.

Penelitian morfometrik pada ayam umur 8 minggu melibatkan ayam lokal dengan ayam broiler, sedangkan pada umur 28 minggu hanya melibatkan ayam lokal saja tanpa ayam broiler. Pengukuran setiap minggu meliputi bobot badan (BB), panjang shank (PS) atau panjang tulang tarsometatarsus, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD).

Penelitian Keragaman Genetik

Isolasi DNA total dari sampel darah ayam lokal dan ayam broiler dilakukan mengikuti metode Duryadi (1993). Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu : IGF-I F: 5‟ -GACTATACAGAAAGAACCCAC-3‟dan IGF-I R: 5‟- TATCACTCAAGTGGC TCAGT-3‟. Amplifikasi gen IGF-1 menggunakan mesin Eppendorf Mastercycler Personal 5332 dengan kondisi PCR sebagai berikut : denaturasi awal selama 5 menit dengan suhu 940C selanjutnya diikuti dengan 940C selama 45 detik. Penempelan (annealing) pada suhu 550C selama 90 detik, pemanjangan pada suhu 720C selama 60 detik (sebanyak 35 siklus), kemudian diakhiri dengan post-PCR (extension) selama 5 menit pada suhu 720C.

Produk PCR dipotong dengan enzim restriksi Pst-I (5‟CTGCA▼G.3‟)

dengan komposisi sebagai berikut : 2 µl produk PCR ditambahkan 1 µl DW; 0.7 µl buffer RE dan 0.3 µl enzim Pst-I. Campuran tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 16 jam. Produk hasil pemotongan dimigrasikan menggunakan gel agarose 2% dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Marker

DNA ukuran 100 bp dipakai untuk membantu mengidentifikasi ukuran pita-pita yang muncul. Hasil elektroforesis diperiksa dengan UV-Transilluminator.

Berdasarkan petunjuk Li et al. (2008), alel A diperlihatkan dengan sebuah pita (fragmen DNA berukuran 621 bp) yang tidak terpotong oleh enzim restriksi

(40)

19

Analisis Data Keragaman Genetik

Hasil analisis RFLP dengan enzim Pst-1 dikelompokkan sesuai dengan titik pemotongan dari enzim Pst-1. Dari titik pemotongan tersebut ditentukan genotip dari masing-masing sampel ayam. Frekuensi alel dan frekuensi genotip dari gen IGF-I pada ayam lokal penelitian, dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nei 1987) :

Frekuensi Alel A = [(Σ genotip AA + ½ Σ genotip AB) / Total individu]

Frekuensi Alel B = [(Σ genotip BB + ½ Σ genotip AB) / Total individu ]

Frekuensi Genotip AA = (Σ genotip AA/ Σ individu dalam populasi) Frekuensi Genotip AB = (Σ genotip AB/ Σ individu dalam populasi)

Frekuensi Genotip BB = (Σ genotip BB/ Σ individu dalam populasi)

Analisis data pengujian antar genotip AA dan AB menggunakan uji t, demikian pula untuk menguji genotip AA maupun genotip antar rumpun ayam lokal.

Heterozigositas menggunakan rumus : q

h = 1 - ∑ xi 2 i=1 Keterangan :

h = nilai heterozigositas Xi = frekwensi alel ke i q = jumlah alel

Struktur Gen IGF-1

Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron (Kajimoto dan Rotwein 1991) disajikan pada Gambar 5 mengakses dari Gen Bank dengan kode akses EF198877.1 sepanjang 622 bp.

E1 E2 E3 E4

Termi

Promotor

I

1

I

2

I

3 nator

5’UTR

Gambar 5. Struktur gen IGF-1 (Kajimoto dan Rotwein 1991). Keterangan : E = Ekson; I = Intron

Analisis Keragaman Morfometrik.

(41)

dengan umur dewasa kelamin, yaitu umur 28 minggu. Bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, dan 4 bulan, dikoreksi kearah rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian. Tujuannya adalah menghilangkan faktor perbedaan jenis kelamin. Cara mengkoreksi bobot hidup yang dimaksud, dilakukan menurut

Mu‟in et al. (2010) yaitu :

(a). Menghitung angka koreksi bobot hidup dari masing-masing umur ayam yang diamati (AKi) dengan cara membagi rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (RJi) dengan rata-rata bobot hidup ayam lokal betina penelitian dari umur pengamatan tertentu yang sama (RBi). Jadi, Aki = RJi/RBi, dimana i = 1, 2,…,4.

(b). Bobot hidup terkoreksi pada umur tertentu (BBTi) adalah bobot hidup ayam betina penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBBi) dikalikan dengan AKi; atau bobot hidup ayam jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBJi) dikalikan dengan satu. Jadi, pada ayam betina, BBTi = BBBi x AKi, sedangkan pada ayam jantan, BBTi = BBJi x 1, dimana i = 1, 2,….4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi terhadap marker genetik fragmen DNA spesifik pada ayam lokal dan ayam pembandingnya telah berhasil dilakukan. Produk PCR yang dihasilkan, setelah dilakukan sekuensing kemudian di alignment menggunakan Mega 4 dengan hasil sebesar 624 bp dan hasil ini berbeda sedikit dengan yang dirancang oleh Li et al. (2008), yaitu 621 bp.

Hasil digesti dengan enzim restriksi Pst-I terhadap produk PCR dari semua sampel menghasilkan dua macam alel yang dapat dibedakan dengan jelas, yaitu alel A adalah sebuah pita berukuran 624 bp dan alel B adalah dua pita berukuran 346 bp dan 278 bp. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan peneliti terdahulu yaitu (Wang et al. 2004; Li et al. 2008). Alel A ditunjukkan dengan gagalnya enzim restriksi Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali di sepanjang produk PCR sehingga enzym tersebut tidak memotong produk PCR tersebut. Akibatnya ukuran produk PCR sebelum dan sesudah dipotong dengan enzim restriksi Pst-I tetap sama, yaitu 624 bp. Sebaliknya, alel B ditunjukkan dengan berhasilnya Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali (5‟

-CTGCA▼G-3‟) di sepanjang produk PCR dan berhasil memotong produk PCR tersebut menjadi dua fragmen berukuran 346 bp dan 278 bp (Gambar 6). Fragmen DNA spesifik tersebut mengandung SNP (single nucleotide polymorphism). Mutasi titik yang terjadi di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida guanine (G) dengan

thymin (T) dideteksi menggunakan Pst-I. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu hasil substitusinya adalah cytosine (C) dengan

(42)

21

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 6. Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pst-1 lokus IGF-I ayam penelitian

Keterangan : Lajur 1: marka DNA 100 hingga 1000 bp); lajur 1-3, 5,7 dan 9 produk PCR genotip AB (624 bp, 346 bp dan 278 bp); lajur 4,6, 8, dan 10: genotip AA (624 bp).

Hasil penelitian ini menunjukkan hanya terdapat 2 genotip yaitu AA dan AB pada sampel ayam lokal sedangkan pada ayam broiler ditemukan 3 genotip yaitu AA AB dan BB. Namun demikian ada hal menarik yaitu frekuensi genotip AB pada ayam broiler lebih besar dari pada genotip AB dari ayam lokal. Sebaliknya frekuensi genotip AA ayam lokal lebih besar dari pada frekuensi genotip AA ayam broiler (Tabel 8). Tabel 8 menyajikan frekuensi alel, frekuensi genotip IGF-I dan heterozigositas. Berdasarkan frekuensi alel dari IGF-I terlihat bahwa pada ayam lokal, alel A memiliki nilai cukup besar yaitu dengan frekuensi antara 0.81-0.84 (rata-rata sebesar 0.83), sedangkan pada ayam broiler nilai fekuensi alel A-nya 0.59 lebih rendah dari ayam lokal Indonesia (rata-rata sebesar 0.83). Frekuensi alel B pada ayam broiler 0.41 adalah lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada ayam lokal Indonesia, yaitu rata-rata 0.16. Fenomena yang sama, ditemukan pula pada populasi ayam eksotik: Lohmann

(ayam pedaging), memiliki alel B sebesar 0.791 lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel A-nya yaitu 0.209 (Wang et al. 2004).

Tabel 8. Frekuensi alel, frekwensi genotip dan heterozigositas terhadap genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian.

Rumpun Frekuensi Genotip (n) Frekuensi Alel Hetero-

zigositas AA AB BB A B

Ayam Kampung 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Pelung 0.63 (10) 0.37 (6) - 0.81 0.19 0.22±0.09 Ayam Sentul 0.69 (11 ) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Kedu 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam broiler 0.25 (4) 0.69 (11) 0.06 (1) 0.59 0.41 0.45±0.28

624 bp

(43)

Nilai heterozigositas dari ke lima jenis ayam menunjukkan nilai kurang dari 0.5, sehingga dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah. Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa apabila nilai heterozigositas dalam suatu populasi kurang dari 0.5, maka populasi tersebut dikatakan mempunyai keragaman gen yang rendah.

Efek Gen Polimorfik IGF-I Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal.

Hasil perhitungan rata-rata bobot badan ayam penelitian pada umur satu, dua, tiga, empat dan lima bulan yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin sebelum dikoreksi ke arah jantan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam lokal jantan lebih tinggi dibandingkan ayam lokal betina pada semua umur pengamatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam lokal nigeria; dan Mu‟in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Faktor hormon kelamin (steroid kelamin) merupakan penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan jantan dan betina (Hammond et al. 1984), sehingga menghasilkan dimorfisme seksual yang dibanding ayam dengan genotip AB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mu‟in et al. (2010) bahwa bobot badan ayam dengan genotip AA lebih rendah dibanding bobot ayam dengan genotip AB pada ayam lokal papua. Hasil uji t antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dan pada umur 1 sampai 5 bulan tidak menunjukkan perbedaan (ns). Bobot badan ayam broiler tertinggi yaitu pada genotip BB, selanjutnya genotip AB dan AA. Seperti hasil penelitian Wang et al.

(2004) pada ayam Lohman, bahwa genotip BB menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding genotip AA dan AB.

Hasil analisis peubah pembeda pada empat rumpun ayam lokal didapat hanya dua peubah yaitu panjang punggung dan lingkar dada menunjukkan hasil signifikan (Nurcahya 2012, unpublished data). Hasil pengukuran lingkar dada yang disajikan pada Tabel 10 merupakan hasil uji t antara genotip AA dan AB. Hasil uji t tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dari umur 1 sampai 5 bulan. Demikian pula hasil pengukuran lingkar dada pada umumnya menunjukkan lingkar dada genotip AB lebih besar dibandingkan dengan genotip AA.

(44)

Tabel 9. Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan

Umur

bulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) Broiler (g)

1

AA 278.50±14.15a 246.22±14.15a 244.83±14.15a 298.29±14.84b 802.20a AB 265.00±20.98ab 237.81±20.98b 280.28±20.98a 288.58±19.15a 842.30b

BB - - - - 887.40c

Interaksi ns Ns ns Ns

2

AA 388.02±19.14c 407.32±19.14b 400.65±19.14b 481.74±20.07a 1820.56a AB 405.41±28.39a 413.39±28.39a 444.97±28.39b 462.62±25.92a 1870.42b

BB - - - - 1905.25b

Interaksi ns Ns ns Ns

3

AA 513.57±19.75b 510.73±19.75b 530.41±19.75b 670.82±20.71a AB 529.68±29.29c 565.19±29.29b 584.06±29.29b 638.41±26.74a

BB - - - -

Interaksi ns Ns ns Ns

4

AA 648.72±20.37c 734.71±20.37b 672.16±20.37c 825.46±21.37a AB 655.44±30.22c 739,63±30.22b 730.46±30.22b 811.62±27.58a

BB - - - -

Interaksi ns Ns ns Ns

5

AA 765.42±21.56c 926.62±21.56b 860.21±21.56b 1015.09±22.61a AB 783.39±31.98c 912.69±31.98b 919.39±31.98b 1008.99±29.19a

BB - - - -

Interaksi ns Ns Ns Ns

(45)

Tabel 10. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam lokal AB 18.36±0.55a 19.14±0.55a 19.41±0.55a 18.29±0.50a 3 AA 20.70±0.41

a

20.89±0.41a 20.66±0.41a 21.23±0.43a AB 20.00±0.61a 21.13±0.61a 22.12±0.61a 22.92±0.56a 4 AA 22.63±0.45

a

23.41±0.45a 23.13±0.45a 24.63±0.47a AB 22.22±0.67a 23.59±0.67a 24.51±0.67a 26.77±0.61a 5 AA 24.73±0.50

a

25.83±0.50a 25.42±0.50a 26.30±0.52a AB 24.20±0.74a 26.04±0.74a 26.42±0.74a 28.61±0.67a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda

nyata (P<0.05).

Hasil uji t berdasarkan bobot badan untuk menguji perbandingan antar rumpun ayam baik pada genotip AA maupun AB dari umur 1 bulan sampai 5 bulan disajikan pada Lampiran 6. Pada Lampiran tersebut terlihat bahwa genotip AA dan AB pada ayam sentul, kedu dan kampung tidak berbeda nyata (ns). Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal pada genotip AB tidak berbeda nyata, sedangkan genotip AA antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lainnya berbeda nyata, kecuali pada ayam sentul.

Tabel 11. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung ayam AB 7.81±0.32a 7.59±0.32a 7.39±0.32a 13.74±0.29a 2 AA 11.07±0.19

a

10.21±0.19a 10.76±0.19a 14.55±0.20a AB 11.45±0.28a 10.56±0.28a 10.87±0.28a 14.85±0.25a 3 AA 13.00±0.12

a

13.08±0.12a 12.77±0.12a 17.89±0.12a AB 13.18±0.17a 13.09±0.17a 13.07±0.17a 18.62±0.16a 4 AA 15.40±0.15

a

15.03±0.15a 15.96±0.15a 19.92±0.15a AB 15.52±0.22a 15.28±0.22a 16.81±0.22a 20.75±0.20a 5 AA 17.83±0.18

a

16.94±0.18a 18.48±0.18a 21.83±0.19a AB 17.88±0.27a 17.05±0.27a 18.75±0.27a 22.90±0.25a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda

nyata (P<0,05).

(46)

25

perbedaan baik genotip AA maupun AB. Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lain menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada genotip AB. Namun pada genotip AA berbeda nyata dengan ayam kampung dan kedu.

Selanjutnya genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). Namun antara ayam sentul, kedu dan kampung tidak menunjukkan perbedaan bobot badan baik pada genotip AA maupun AB pada umur dua sampai lima perbedaan (ns). Tetapi antara ayam pelung dengan kampung berdasarkan lingkar dada terdapat perbedaan pada genotip AA dan genotip AB pada ayam sentul. Selanjutnya pada umur 3 – 5 bulan pada genotip AB antara ayam pelung dengan ketiga ayam lokal lain menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada genotip AA tidak menunjukkan perbedaan .

Uji t untuk mengetahui perbedaan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB berdasarkan panjang punggung disajikan pada Lampiran 8, dapat diketahui bahwa pada umur 1 sampai 2 bulan pada ayam kedu, pelung dan sentul antara genotip AA maupun AB tidak terdapat perbedaan kecuali antara ayam sentul dan kampung pada genotip AA dan antara kedu dan kampung pada genotip AA dan AB. Selanjutnya pada umur 3 sampai 5 bulan baik genotip AA maupun AB pada ayam pelung berbeda dengan ke 3 ayam lokal lainnya.

SIMPULAN

Adanya variasi genetik pada gen IGF-1 sehingga setiap individu dapat dipilah-pilah berdasarkan genotip yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya mutasi titik pada situs restriksi Pst-1 dari basa Guanin (G) menjadi basa Thymin (T). Hanya terdapat dua genotip IGF-1 pada ayam lokal yaitu genotip AA dan AB dengan frekuensi berturut-turut sebesar 68.75 dan 31.25%. Frekuensi alel A pada ayam lokal (0.83) lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.59). Genotip AB ayam pelung pada umur empat dan lima bulan memiliki penampilan bobot badan lebih besar dari pada bergenotip AA baik pada sesama rumpun maupun rumpun yang berbeda (Ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu).

SARAN

Gambar

Gambar 1.  Alur  penelitian polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1.
Tabel 2. Rataan ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang
Tabel 4. Rataan dan simpangan baku ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar
Gambar 3. Penyebaran kelompok ayam dari empat rumpun ayam lokal umur 28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gültaş, D.(2008); Raimondo D’Aronco: İstanbul’daki Yapılarında Cephe Biçimlenişi ve Detayları, Yüksek lisans Tezi, Yıldız Teknik Üniversitesi, İstanbul.

Hal ini mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi yang dilakukan

Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa distribusi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen produk smartphone Sony

Program acara variety show di net ini menampilkan sosok laki-laki yang berambut panjang, badan yang tidak atletis, dan cara berbicara yang kurang tegas, sedangkan

Pada penelitian pengaruh pemberian FPP terhadap kayu sengon, dapat diketahui bahwa keenam jenis FPP yang dicoba lebih baik dibandingkan dengan FPP acuan, karena

diuraikan sebelumnya maka hipotesis dari penelitian ini adalah “Kepercayaan pada atasan dan komitmen karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Q’Nyoss memiliki salah satu snack pilihan yang praktis dengan menawarkan harga yang relatif terjangkaumurah yang memiliki beberapa varian rasa. Makanan ini baru