• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 18 Juni 1958 sebagai anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan R. Adisoetrisno (alm) dan Soemari. Sekolah menengah pertama ditempuh pada SMPN I Purokerto dan lulus tahun 1974 dan sekolah menengah atas ditempuh pada SMAN II Purwokerto lulus pada tahun 1977. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dengan beasiswa Supersemar dari Yayasan Supersemar, lulus pada tahun 1983. Pada tahun 1994, penulis kembali mendapat beasiswa Supersemar dari Yayasan Supersemar menempuh Program Pendidikan S2 di Fakultas Peternakan Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Unggas di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan menamatkanya pada tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada program studi di FMIPA Program Studi Biologi IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Hibah Doktor dari Kemendiknas, dana rutin dan hibah kompetitif dari LPPM Universitas Nasional Jakarta.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap di Fakultas Biologi di Bagian Zoologi dan Genetika Universitas Nasional Jakarta sejak tahun 1989, merupakan

staf pengajar dpk dari Kopertis Wilayah III Jakarta. Selama mengikuti program S-3 penulis menjadi anggota Perhimpunan

Biologi Indonesia dan Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia. Karya Ilmiah yang merupakan bagian dari penelitian ini akan dipublikasikan pada

Jurnal Veteriner FKH Universitas Udayana volume 14 No 4 Edisi Desember

2013 dengan judul “Keragaman Fenotipik Dan Pendugaan Jarak Genetik Pada Ayam Lokal Dan Ayam Broiler.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam lokal Indonesia atau dikenal sebagai ayam kampung merupakan komoditas yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat khususnya di pedesaan. Sebagai plasma nutfah ternak Indonesia, ayam lokal ini perlu dipertahankan dan dimurnikan sekaligus perlu dimanfaatkan secara optimal untuk penyediaan protein hewani (Sulandari et al. 2007). Disamping itu dapat merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan ayam lokal di Indonesia melalui persilangan antar rumpun ayam lokal maupun dengan rumpun ayam lokal yang lain. Keunggulan dari ayam lokal adalah mempunyai kemampuan bertahan dan berkembang biak dengan baik pada iklim tropis, dapat bertahan hidup dalam kondisi kualitas pakan yang rendah serta mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit (Suryana dan Hasbianto 1994). Ayam lokal Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang khas berdasarkan daerah asal. Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam kampung, pelung, sentul, wareng, lamba, ciparage, banten, nagrak, rintit/walik, siem, kedu hitam, kedu putih, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang/merawas, sumatera, balenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, bangkok, brugo, bekisar, cangehgar/cukir/alas, dan kasintu (Nataamijaya 2000).

Produktifitas ayam lokal relatif masih rendah, sebagai implikasi dari sistem pemeliharaan yang masih dilakukan secara ekstensif. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktifitas ayam lokal diantaranya dengan usaha melaksanakan program seleksi dan persilangan. Program seleksi yang terarah akan memberikan arti ekonomis yang tinggi dalam pemanfaatan ayam lokal, yaitu dengan peningkatan kualitas ayam lokal melalui program persilangan dan pemuliaan karakter spesifik yang dimiliki. Namun demikian, langkah ini mengandung resiko yang besar karena akan mengurangi bahkan mengkontaminasi karakteristik spesifik yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut. Langkah perbaikan yang tidak merusak keaslian sifat-sifat ayam lokal dapat dilakukan dengan menyeleksi sifat genetik yang terkait dengan karakter kuantitatif unggul seperti pertumbuhan cepat, produksi telur meningkat, bobot tubuh dan karkas besar yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut.

Ayam lokal Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksi (Jafendi 2007). Keragaman tersebut muncul disebabkan oleh sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan. Di antara ayam lokal tersebut adalah ayam kampung, ayam pelung, ayam kedu dan ayam sentul. Ayam kampung memiliki variasi terutama pada pola warna bulu (Sartika et al. 2008), demikian pula pada ayam kedu, selain keragaman warna bulu terdapat keragaman jengger dan warna kulit (Mulyono et al. 2009). Selanjutnya keragaman warna bulu dan warna kulit juga terdapat pada ayam sentul (Sartika et al. 2004) dan ayam pelung (Iskandar dan Susanti 2007).

2

Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang pernah dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al .2012); pada itik (Muzani

et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. 2006); pada domba (Sumantri et al.

2007; Atmaja et al. 2012 dan Zhang et al. 2008) dan pada kerbau (Anggraeni et al. 2011). Dengan adanya kemajuan teknologi pada bidang genetika molekuler, maka program seleksi dapat dilakukan lebih dini melalui analisis pada tingkat DNA. Program MAS (Marker Assisted Selection) merupakan program yang menganalisis keterkaitan antara identifikasi keragaman DNA dengan sifat kuantitatifnya dengan demikian dapat dijadikan dasar untuk program seleksi (Montaldo et al. 1998).

Penanda genetik merupakan suatu teknik yang digunakan dalam genetika modern sebagai alat bantu mengidentifikasi genotip suatu individu atau sampel yang diambil dari hewan tersebut. Gen Pituitary Specific Positive Transcription Factor-1 (Pit-1, POU1F1 atau GHF1) adalah salah satu penanda genetik yang telah digunakan untuk membantu seleksi dini berdasarkan keterkaitan antara marker ini dengan sifat kuantitatif yang diharapkan. Gen Pit-1 merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam, karena gen Pit-1 mengendalikan ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin (Miyai et al. 2005). Oleh karena itu dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gen Pit-1 merupakan „kandidat gen‟ yang mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ayam lokal. Gen ini merupakan „faktor regulator positif‟ pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β) (Bodner et al. 1988; Miyai et al. 2005; Van As

et al. 2004). Aktivasi awal gen Pit-1 dikontrol oleh gen PROP-1 (Phophet of Pit- 1). Protein Pit-1 terutama mengekspresikan laktotrophs, somatotrophs dan thyrotrophs dan mensekresikan PRL, GH dan TSH-β (Simmons 1990). Bioaktifitas yang lain dari gen Pit-1 adalah sebagai “aktifator regulasi“ anterior pituitary (Li et al. 1990 dan de la Hoya 1998). Dengan demikian dari contoh tersebut, kemampuan mengidentifikasi karakter genetik spesifik dari Pit-1 yang dikaitkan dengan penampilan fenotipik tertentu maka akan menjadi alat yang tajam dalam proses seleksi.

Hasil penelitian Jiang et al. (2004) pada ayam lokal china menunjukkan mutasi gen Pit-1 telah berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam umur 8 minggu. Selanjutnya Nie et al. (2005) meneliti 23 SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dan 57 bp delesi/insersi gen Pit-1 nyata berhubungan dengan pertumbuhan bobot badan ayam umur 1-8 minggu. Nie et al. (2008) mendeteksi 5 SNP gen Pit-1 berkorelasi dengan keragaan produksi. Genotip BB pada intron-5 gen Pit-1 berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam broiler Iran umur 6 minggu, bobot otot dada dan bobot sayap dibanding genotip AA dan AB (Rodbari et al. 2011). Penelitian dengan angsa lokal china oleh Cheng et al.

(2009) mendapatkan 2 mutasi berupa insersi/delesi pada intron 4 gen Pit-1 berpengaruh nyata terhadap bobot badan awal angsa. Sedangkan hasil penelitian Zao et al. (2011) pada intron 4 gen Pit-1, menunjukkan bahwa genotip CC dan TT

secara signifikan berpengaruh terhadap rata-rata bobot badan angsa umur 6 sampai 8 minggu.

Penanda genetik lain yang dapat digunakan untuk mendukung usaha perbaikan genetik ayam lokal adalah gen Insulin Like Growth Factor-I (IGF-1). Gen ini turut mengendalikan pertumbuhan bersama-sama gen lain seperti gen GH, gen PRL, gen TSHβ dan gen lainnya. Menurut Kita et al. (2005) dan Li et al.

(2009), gen IGF-1 ini merupakan gen yang berperan penting dalam peningkatan hormon berupa polipeptida yang menentukan laju pertumbuhan pada hewan. Selain itu gen IGF-Imemediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou

et al. 2005). Oleh karena itu Gen IGF-I merupakan „kandidat gen untuk

pertumbuhan‟ pada ternak karena berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Selanjutnya Lei et al. (2005) telah menganalisis 5’region UTR gen IGF-I pada ayam dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzyme restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB.

Keterkaitan antara ekspresi gen dengan karakter kuantitatif yang mendukung laju pertumbuhan dan perkembangan ayam adalah produktivitas dan peran/fungsi dari produk gen tersebut (protein/hormon) yang dimanfaatkan oleh hewan dalam proses fisiologi perkembangannya. Hormon pertumbuhan sebagai produk dari gen merupakan salah satu faktor endogenous yang mempengaruhi pertumbuhan selain faktor eksogenous yaitu pakan (Lawrence dan Fowler 1997). Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot badan hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh terdiri dari otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno 1984). Selanjutnya dinyatakan bahwa ukuran diartikan sebagai dimensi, besar, volume, ukuran relatif, sedangkan bentuk diartikan sebagai model, pola dan karakteristik sebagai pembeda penampilan eksternal. Dengan demikian karakteristik fenotip dengan karakteristik genetik dari masing- masing gen apabila dapat dihubungkan dan dijelaskan dengan pasti maka karakternya akan dapat berguna untuk dasar seleksi dari langkah perbaikan genetik terutama untuk perbaikan ayam lokal.

Informasi dasar yang lain seperti ciri spesifik, asal usul, performans dan produktifitas ayam lokal diperlukan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ayam lokal di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadikan ayam lokal Indonesia lebih dikenal, dikembangkan dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Sulandari et al. 2007).

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi karakteristik gen Pit-1 dan gen IGF-1 dalam kaitannya dengan pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Disamping itu juga, mengkaji keterkaitan aspek fenotipik morfologi ayam lokal dan hubungannya dengan pertumbuhan dan salah satu gen

4

penentu pertumbuhan. Adapun tahapan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis polimorfisme atau variasi gen Pit-1 dan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik pada beberapa ayam lokal di Indonesia. 2. Mengkaji kemungkinan penggunaan gen Pit-1 dan IGF-1 sebagai marka

seleksi pada pertumbuhan ayam.

3. Pemanfaatan informasi-informasi gen Pit-1 ayam lokal bagi produktifitas (pertumbuhan) dari berbagai ayam lokal tersebut.

4. Mengkaji keragaman fenotipik ayam pelung, kedu, sentul, kampung dan broiler.

5. Menganalisis jarak genetik ayam lokal di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung) serta ayam broiler sebagai pembanding. Demikian pula peubah yang dapat membedakan rumpun ayam yang ada di Indonesia

Keluaran yang Diharapkan

1. Peningkatan keragaan pertumbuhan dan produksi ayam lokal 2. Sebagai dasar program seleksi ayam lokal.

3. Sebagai bahan informasi karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1

Manfaat Penelitian

1. Diketahui informasi dasar adanya keragaman genetik, yaitu adanya variasi dan mutasi dari gen Pit-1 dan gen IGF-1 pada beberapa ayam lokal

di Indonesia.

2. Mengetahui adanya fenomena perbedaan pertumbuhan pada ayam lokal dibandingkan dengan ayam broiler dan hubungannya dengan polimorfisme gen Pit-1 dan gen IGF-1.

3. Kandidat gen dapat digunakan sebagai dasar seleksi (MAS) beberapa ayam lokal di Indonesia.

4. Mengetahui hubungan kekerabatan pada ayam lokal berdasarkan karakter fenotipe hasil pengukuran morfologi.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi satu gen bersifat polimorfik pada ayam lokal Indonesia yang memiliki keterkaitan khusus dengan pola pertumbuhan pada beberapa ayam lokal Indonesia.

Gambar 1. Alur penelitian polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1. Ayam Lokal Bahan kajian : Ayam kampung, ayam sentul, ayam pelung, ayam kedu, ayam broiler *Mempunyai keunggulan performance, rasa dan tekstur

daging, kadar lemak rendah, tetapi pertumbuhan lambat

Dasar pemilihan gen IGF-1 : Gen penentu pertumbuhan tulang dan otot . Gen Pit-1 : Pertambahan bobot badan serta kaitan dengan transkripsi gen : gen GH, Prolaktin, TSH β

Polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1

Isolasi dan purifikasi DNA total Lingkungan :

suhu dan

kelembaban Amplifikasi DNA IGF-1 dan Pit-1, genotyping dan sekuensing

Morfometrik

bobot badan, panjang punggung panjang shank, panjang paruh lebar dada dan lingkar badan

Perunutan DNA : IGF-1 dan Pit-1

Konstruksi pohon filogeni

Fenomena pertumbuhan

ayam lokal Karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 ayam lokal

Strategi pemuliaan ayam lokal

Peningkatan kualitas dan kuantitas ayam lokal di indonesia

6

1. KERAGAMAN FENOTIPIK DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK

PADA AYAM LOKAL DAN AYAMBROILER MENGGUNAKAN

ANALISIS MORFOLOGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan pada ayam lokal dan ayam broiler dengan menduga jarak genetiknya. Penelitian ini menggunakan 125 ekor ayam terdiri dari 25 ekor ayam pelung, 25 ekor ayam sentul, 25 ekor ayam kedu, 25 ekor ayam kampung dan 25 ekor ayam broiler sebagai pembanding. Peubah yang diamati, yaitu panjang

shank, panjang paruh, panjang punggung, lebar dada dan lingkar dada. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SAS dan SPSS. Hasil pohon fenogram berdasarkan peubah morfologi didapat bahwa ayam umur delapan minggu menunjukkan tiga kelompok terpisah yaitu (1) ayam pelung (2) ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul (3) ayam broiler. Pohon fenogram pada ayam umur 28 minggu tanpa ayam broilerhasilnya menunjukkan 3 kelompok terpisah yaitu: (1) kelompok ayam pelung (2) kelompok ayam kampung dan (3) kelompok ayam sentul dan ayam kedu. Adanya nilai campuran dan jarak genetik yang dekat antara ayam kedu dan ayam sentul diduga akibat telah terjadinya persilangan diantara ayam tersebut. Ayam kampung tercampur dengan ayam sentul (17.60%) dan ayam kedu (17.70 %). Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda rumpun ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada.

(Kata-kata kunci : ayam lokal, jarak genetik, analisis diskriminan, kanonikal)

ABSTRACT

This research was to study the morphological characteristic and estimating genetic distance between native chicken and broiler chicken. This research was using 25 sentul chickens, 25 kampung chickens, 25 kedu chickens , 25 pelung chickens and 25 broiler chickens. Different body parts were measured, they were the length of shank, beak length, back length, chest depth and chest width. Discriminant and canonical analysis of SAS and SPSS package program were used for analysing of the data. Fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu, kampung and sentul chickens (3) broiler chickens (at eight weeks age of chicken). When we reduced number of broiler chicken group, fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu and sentul chickens (3) kampong chickens (at 28 weeks age of chicken). Kampong chickens were resulted from mixing with other native chicken such as sentul chickens (17.60 %) and kedu chickens (17.70 %). The total canonical structure analysis shows that the phenotypic size of chickens giving a strong influence on the distinction variable of chicken groups are body length and chest circumference.

PENDAHULUAN

Ayam asli Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksi (Jafendi 2007). Keragaman tersebut karena sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan. Diantara ayam lokal tersebut adalah ayam kampung, ayam pelung, ayam kedu dan ayam sentul.

Ayam kampung memiliki variasi terutama pada pola warna bulu (Sartika

et al. 2008), demikian pula pada ayam kedu, selain keragaman warna bulu terdapat keragaman jengger dan warna kulit (Mulyono et al. 2009). Selanjutnya keragaman warna bulu dan warna kulit juga terdapat pada ayam sentul (Sartika et al. 2004) dan ayam pelung (Iskandar dan Susanti 2007).

Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al. 2012); pada itik (Muzani et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. (2006); pada domba (Sumantri et al. 2007; Atmaja et al. 2012 dan Zhang et al. 2008); pada kerbau (Anggraeni et al. 2011).

Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) diantara suatu populasi atau spesies (Nei I987). Penelitian tentang karakter genetik telah banyak dilakukan dalam memahami proses evolusi genetik suatu bangsa ternak dengan pendekatan analisis molekuler dengan metode randomly amplified polymorphic DNA dan mikrosatelit pada ayam china (Zhang et al.

2010); dengan mikrosatelit pada ayam ethiopia (Hassen et al. 2009); dengan sekuen D-Loop DNA mitokondria pada ayam lombok (Zein dan Sulandari 2008); dengan mikrosatelit pada ayam china (Yu et al. 2006 ;Bao et al. 2007).

Metode pengukuran jarak genetik yang lebih murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Brahmantyo et al. 2003). Metode seperti ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sartika et al. (2004) pada ayam kampung, sentul dan kedu hitam; Mulyono et al. (2009) pada ayam kampung, kedu dan wareng; Olawunmi et al. (2009) pada ayam lokal nigeria dan Ahlawat et al. (2011) pada ayam lokal india.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan antar ayam lokal (ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu dan ayam pelung) dan ayam broiler.

2. Menganalisis hubungan kekerabatan melalui pendugaan jarak genetik berdasarkan peubah yang dapat membedakan rumpun ayam yang ada di Indonesia.

8

METODE PENELITIAN Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam lokal yang ditetaskan dari telur ayam kampung dari Leuwiliang, ayam kedu dari Temanggung, ayam sentul dari Ciamis dan ayam pelung dari Cianjur, sedangkan ayam broiler umur satu hari (day old chick = DOC) dari Bogor. Setelah menetas kemudian ayam-ayam tersebut dipelihara sampai umur delapan minggu (untuk ayam broiler) dan sampai umur 28 minggu (untuk ayam lokal), terdiri dari 25 ekor ayam kampung (7 jantan dan 18 betina), 25 ekor ayam sentul (9 jantan dan 16 betina), 25 ekor ayam kedu (6 jantan dan 19 betina) dan 25 ekor ayam pelung (5 jantan dan 20 betina) dan 25 ekor ayam bukan lokal yaitu broilerstrain Starbro

(11 jantan dan 14 betina) sebagai pembanding. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial yang dijual di Poultry Shop dan hasil analisis pakan disajikan pada Lampiran 5. Rataan suhu pada pagi hari adalah 24.89 ± 0.740C, pada siang hari 29.32 ± 2.510C dan pada malam hari 26.28 ± 0.810C. Kelembaban rata-rata kandang pada pagi hari 91.68 ± 1.48%, siang hari 79.48 ± 10.23% dan malam hari adalah 90.91 ± 3.14%.

Peubah yang Diukur

Peubah fenotipik yang diamati adalah bobot badan (BB), panjang shank

(PS) atau panjang tulang tarsometatarsus, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Penimbangan bobot badan dan pengukuran ukuran tubuh dilakukan setiap minggu sekali dari ayam umur satu minggu sampai umur 28 minggu. Pengukuran bobot badan dengan timbangan ayam (gram), panjang shank dan panjang paruh dengan menggunakan jangka sorong (mm), lebar dada dengan menggunakan pita ukur (mm), panjang punggung dan lingkar dada dengan menggunakan pita ukur (cm).

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap. Model matematika dari rancangan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) :

Yijk = µ + αij+ єijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan taraf ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum pengamatan

αi = Pengaruh jenis ayam (i= ayam kampung, kedu, sentul dan pelung)

єijk = Pengaruh galat jenis ayam pada ulangan k = i

Analisis nilai rataan, simpangan baku dan analisis ragam (ANOVA) dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik SAS 19 (SAS 1989). Jika hasil analisis berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan. Analisis statistik dilakukan

dengan uji diskriminan menggunakan software SPSS 15 dan jarak genetik menggunakan program „R‟ (Claude 2011).

Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987).

Analisis kanonikal dilakukan untuk menentukan peta pengelompokan ayam, nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam. Analisis ini juga digunakan untuk menentukan beberapa peubah yang memiliki pengaruh kuat terhadap terjadinya pengelompokan rumpun ayam (pembeda rumpun ayam). Prosedur analisis menggunakan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Parameter Tubuh

Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan hasil pengamatan ayam lokal dan broiler pada ayam umur delapan minggu disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut didapat bahwa bobot badan dan parameter tubuh ayam jantan maupun betina tertinggi pada ayam broilerdibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal. Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan reproduksi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal cina. Selanjutnya dari ke empat ayam lokal baik jantan dan betina didapat bahwa ayam pelung mempunyai bobot tertinggi yaitu seberat 468.23 g pada ayam jantan, sedangkan ayam betina adalah 420.11 g.

Tabel 1. Rataan, koefisien keragaman bobot badan pada ayam penelitian jantan dan betina umur delapan minggu.

Jenis Ayam Jantan Betina ± sd (g) n kk(%) ± sd (g) n kk(%) Sentul 406.36±57.77B 9 18.86 355.98 ±64.22B 14 17.43 Kampung 441.56±64.83 B 7 19.44 358.74 ±76.85B 14 18.70 Kedu 409.22±32.85B 6 18.09 365.51 ±66.78B 19 19.14 Pelung 468.23±47.73B 3 20.47 420.11 ±81.94B 11 19.46 Broiler 1888.12±95.31A 11 15.22 1820.81±121.80A 6 9.67

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk = koefisien keragaman.

Hasil pengukuran peubah tubuh ternak ayam umur delapan minggu disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa ayam broiler memiliki ukuran tubuh yang nyata lebih besar dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal (P<0.01) meliputi panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada. Karakteristik morfologi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal china (Zhang et al. 2010). Hasil pengukuran parameter tubuh dari ke empat rumpun ayam lokal didapat bahwa panjang shank, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam pelung jantan dan betina lebih besar

Dokumen terkait