• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Telur O. furnacalis

Hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan pada berbagai umur tanaman dari tanaman berumur 20-75 hari menunjukan hasil yang berbeda-beda. Pada tanaman berumur 20 dan 23 hari tidak ditemukan satupun kelompok telur pada dua lahan dan lokasi pengamatan yang berbeda. Akan tetapi, pada tanaman berumur 30-75 hari di setiap lahan dan lokasi pengamatan yang berbeda ditemukan adanya kelompok telur baik dalam keadaan segar maupun telah terparasit. Pada tanaman berumur 75 hari seluruh kelompok telur telah terparasit dan tidak ditemukan adanya kelompok telur yang masih segar. Menurut Nonci dan Baco (1987) imago O. furnacalis mulai meletakan telur pada tanaman jagung sejak berumur dua minggu. Di Filipina, O. furnacalis meletakkan telur pada pertanaman jagung berumur 15 hari dan serangan berakhir pada umur 75 hari (Lit

et al. 1987 dalam Nonci 2004). Hasil analisis korelasi antara umur tanaman dengan jumlah telur yang ditemukan menunjukan bahwa umur tanaman tidak berkorelasi terhadap jumlah telur O. furnacalis (Lampiran 1).

Tabel 1 Keberadaan dan jumlah telur O. furnacalis di setiap lahan pengamatan Lahan Luas lahan (m2) Umur tanaman (hari) Jumlah kelompok telur Kisaran jumlah telur/ kel.telur Jumlah total telur/lahan L1 360 60 8 21-68 339 L2 365 50 4 22-43 117 L3 325 30 6 23-40 174 L4 335 30 10 6-83 371 L5 395 20 0 0 0 L6 320 50 8 4-38 199 L7 310 26 8 7-78 370 L8 310 75 12 8-46 328 L9 665 23 0 0 0 L10 330 50 6 12-41 153

Telur O. furnacalis berbentuk seperti sisik ikan dan diletakan secara

berkelompok baik di bagian permukaan atas atau permukaan bawah daun, maupun di batang tanaman jagung. Posisi peletakan telur tersebut berada di dekat buku, hal ini mungkin untuk memudahkan larva yang baru menetas untuk berjalan mengikuti tulang daun dan sampai pada batang untuk melakukan penggerekan (Gambar 3). Kalshoven (1981) mengatakan bahwa larva yang baru keluar dari telur menggerek tulang daun atau tangkai bunga jantan untuk kemudian menggerek batang.

Posisi peletakan telur O. furnacalis di seluruh lahan pengamatan paling banyak ditemukan di permukaan bawah daun dengan persentase posisi peletakan sebesar 64.52%, 33.87% berada di permukaan atas daun, dan sisanya 1.61% berada pada batang tanaman jagung. Hasil penelitian Nonci et al. (2000; 2001) melaporkan bahwa sekitar 29.27% kelompok telur diletakkan di permukaan atas

7

daun dan 70.73% di permukaan bawah daun.Hampir semua telur diletakkan pada

daun, terutama daun yang terkulai dan pucuk. Puncak peletakan telur penggerek batang terjadi pada saat terbentuknya bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji (Nafus dan Schreiner 1987).

Gambar 3 Letak telur O. furnacalis pada permukaan atas daun (a), permukaan bawah daun (b), dan batang (c)

Setiap kelompok telur berukuran 0.30-1.30 cm dengan jumlah 4-78 butir telur/kelompok telur. Di laboratorium, jumlah telur beragam dari 2-200 butir telur (Kalshoven 1981) dengan ukuran kelompok telur ± 1.12 cm (Heryana 2013). Dari seluruh lokasi pengamatan yang diamati terdapat tingkat populasi jumlah telur yang tinggi dengan nilai lebih dari 300 jumlah telur yang ditemukan pada lokasi L1, L4, L7, dan L8 (Gambar 4). Perbedaan tingkat populasi ini tidak dipengaruhi oleh umur tanaman seperti yang dijelaskan sebelumnya (Lampiran 1).

Gambar 4 Tingkat populasi telur O. furnacalis di setiap lahan

Kelompok telur O. furnacalis pada setiap tanaman di setiap lahan memiliki

pola penyebaran yang menyebar secara acak dan berbeda-beda antara lahan pengamatan yang satu dengan lahan pengamatan yang lain. Secara umum pola

0 50 100 150 200 250 300 350 400 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 Jumala h telur Lahan pengamatan (a) (b) (c)

8

penyebaran kelompok telur O. furnacalis dapat dideskripsikan seperti pada

gambar 5. Tidak semua tanaman dalam satu lahan terinfestasi telur O. furnacalis.

Demikian juga dalam satu baris tidak semua terinfestasi telur O. furnacalis

bahkan ada yang sama sekali tidak dijumpai adanya telur O. furnacalis (Gambar 5a, 5b,5c). Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menemukan adanya kelompok telur yang ditemukan dengan jumlah lebih dari satu dalam satu baris tanaman, hal ini dapat pada tanaman yang berdekatan dalam baris maupun antar baris. Ada juga kelompok telur yang ditemukan pada tanaman yang berada dalam baris yang sama pada jarak yang berjauhan (Gambar 5b dan 5c). Begitupun hal nya dalam satu tanaman, setiap satu tanaman yang terinfestasi telur O. furnacalis

hanya ditemukan satu kelompok telur. Dari seluruh jumlah total tanaman contoh hanya satu contoh tanaman yang diinfestasi dua kelompok telur O. furnacalis

sekaligus.

(a) (b)

(c)

Gambar 5 Pola penyebaran kelompok telur O. furnacalis di lahan. Pola penyebaran di lahan 1, 2, 3, 6, 8 (a); lahan 7, 10 (b); dan lahan 4 (c). ●: tanaman terinfestasi telur O. furnacalis, ○: tanaman contoh

Jumlah lubang gerek yang disebabkan oleh larva dapat lebih dari satu pada tiap satu tanaman (Gambar 6). Lubang gerek merupakan indikator penting dan lebih tepat dalam hubungannya dengan kerusakan oleh O. furnacalis. Hal ini terjadi karena dari satu kelompok telur menetas banyak larva. Gerekan yang dilakukan hama ini akan mengurangi pergerakan air dari tanah kebagian atas daun, karena rusaknya jaringan batang tanaman.

9

Gambar 6 Tanaman jagung dengan dua lubang gerek O. furnacalis

(tanda panah)

Perkembangan Telur

Kondisi telur yang didapatkan dari lapang memiliki karakteristik yang berbeda-beda terutama dalam hal warna. Kelompok telur tersebut ada yang berwarna putih bening (Gambar 7a), putih kekuningan (Gambar 7b), hitam seluruhnya (Gambar 7c), hitam sebagian (Gambar 7d), dan ada yang hanya tinggal cangkangnya saja (Gambar 7e ) atau bahkan tanda bekas telur yang masih menempel pada daun (Gambar 7f). Semua kelompok telur tersebut tetap dihitung sebagai data jumlah telur yang ditemukan untuk mengetahui tingkat populasinya di lapangan. Perbedaan warna telur tersebut disebabkan adanya perbedaan waktu peletakan telur dan parasitisasi oleh musuh alami baik dari kelompok parasitoid maupun predator yang telah terjadi sejak sebelum diambil dari lapang.

Pada awal peletakan, telur tersebut berwarna bening lalu berubah menjadi putih kekuningan dan menjelang penetasan berubah menjadi kehitaman yang mengindikasikan bakal kepala larva (Granados 2000; Heryana 2013). Akan tetapi, telur yang ditemukan dalam keadaan berwarna putih atau putih kekuningan tidak selalu menunjukan bahwa telur tersebut sehat. Telur tersebut mungkin telah terparasit, namun parasitoid belum mengalami perkembangan lebih lanjut sehingga inang tampak masih sehat. Setelah diisolasi selama lebih dari 4 hari, telur tersebut berubah menjadi hitam (Gambar 8a) karena terparasit, tanda ini berbeda dengan telur menjelang menetas yang berwarna hitam hanya bakal kepala

larva (Gambar 8b). Rata-rata masa inkubasi telur O. furnacalis di laboratorium

adalah 4 hari (Heryana 2013). Penelitian lain oleh Granados (2000) melaporkan

bahwa telur O. furnacalis menetas 3-5 hari setelah diletakan.

Telur yang semula berwarna putih atau putih kekuningan berubah warna menjadi hitam sebagai tanda terserang parasitoid memiliki masa inkubasi selama 2 hari, sedangkan telur segar berubah warna menjadi hitam akan menetas dalam 1 hari. Adapun masa sejak telur tersebut menghitam sampai telur menetas adalah 1-2 hari. Masa inkubasi keluarnya parasitoid dari telur memiliki rentang waktu 1-6 hari. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan waktu peletekan telur oleh imago O. furnacalis pada tanaman jagung dan parasitsasi yang dilakukan oleh parasitoid.

10

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 7 Ragam warna telur O. furnacalis di lapangan. Telur berwarna putih (a), putih kekuningan (b), hitam (c), hitam sebagian (d), cangkang (e), dan bekas telur pada daun (f)

(a)

(b)

Gambar 8 Perubahan warna telur O. furnacalis. Perubahan warna menjadi hitam karena terparasit (a) dan menjelang penetasan (b)

Penetasan, Parasitisasi, dan Parasitisme

Telur yang ditemukan dari lapangan tidak seluruhnya menetas. Hal ini disebabkan adanya tekanan oleh parasitoid telur, predator, dan sebagian terinfeksi cendawan entomopatogen. Persentase penetasan, parasitisasi, dan parasitisme ditampilkan dalam tabel berikut:

11 Tabel 2 Persentase penetasan, parasitisasi, dan parasitisme

telur O. furnacalis Lokasi Umur tanaman Kelompok telur Jumlah telur Penetasan telur (%) Parasitisasi (%) Parasitisme (%) L1 60 8 339 8.13 38.50 91.87 L2 50 4 117 70.40 9.53 29.60 L3 30 6 174 63.75 0 36.25 L4 30 10 371 33.06 10.47 66.94 L5 20 0 0 0 0 0 L6 50 8 199 13.18 16.23 86.82 L7 26 8 370 47.97 12.74 52.03 L8 75 12 328 0 100 100 L9 23 0 0 0 0 0 L10 50 6 153 36.85 0 63.15 Penetasan Telur

Hasil pengamatan di bawah mikroskop stereo terhadap telur yang berubah warna menjelang penetasan menunjukan adanya aktivitas pergerakan larva. Larva tersebut mengigiti lapisan cangkang telur yang berada di depan kepalanya sampai lubang gigitan tersebut cukup untuk keluar (Gambar 9), kemudian tubuh keluar secara berurutan mulai dari kepala sampai bagian tubuh paling belakang. Larva yang telah keluar langsung aktif bergerak dan mencari makan. Hal ini terlihat dari perilaku larva yang memakan daun tempat menempel telur tersebut (Gambar 10).

Persentase penetasan telur O. furnacalis terendah sebesar 8.13% disebabkan penekanan oleh musuh alami dengan tingkat parasitisme sebesar 91.87%. Adapun presentase penetasan 0% dan persentase parasitisasi 100% pada lokasi L8 disebabkan seluruh telur telah terparasit sejak diambil dari lahan. Hasil ini merupakan hasil rata-rata dari seluruh kelompok telur yang ditemukan dari setiap lokasi lahan. Beberapa kelompok telur dari seluruh kelompok telur yang ada memiliki nilai persentase keberhasilan penetasan 100%. Keberhasilan penetasan ini diperoleh karena telur tidak menemukan penghambat masa perkembangannya seperti parasitisasi oleh parasitoid, predasi oleh predator, maupun infeksi cendawan entomopatogen. Telur yang telah terparasit baik oleh parasitoid ataupun patogen masih mempunyai peluang untuk menetas karena parasitisasi tidak terjadi pada seluruh telur dalam satu kelompok telur.

Gambar 9 Larva O. furnacalis yang hendak menetas dari telur, tampak kepala yang baru keluar (hitam)

12

Gambar 10 Larva O. furnacalis yang baru menetas aktif mencari makan, tampak sedang mengigiti daun jagung tempat telur menempel

Parasitisasi Telur dan Parasitisme

Parasitisasi yang terjadi pada telur O. furnacalis disebabkan oleh 3 kelompok musuh alami yang biasa dijumpai pada hama secara umum yaitu parasitoid, predator, dan patogen. Namun, pada setiap kelompok telur O. furnacalis tidak selalu dijumpai semua jenis musuh alami ini. Parasitoid yang keluar dari telur O. furnacalis adalah Trichogramma sp. dengan persentase parasitisasi 9.53%-38.50%. Nonci (2005) melaporkan bahwa berdasarkan hasil survey terhadap musuh alami O. furnacalis pada beberapa sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan didapatkan persentase parasitasi telur O. furnacalis oleh T. evanescens cukup tinggi yaitu antara 71.56-89.80%. Pada lokasi pengamatan L1 didapatkan nilai persentase parasitisasi sebesar 135.89% (Lampiran 2). Hal ini sangat mungkin terjadi karena Trichogramma sp. mampu memarasit telur lebih dari satu kali, sehingga dari satu telur dapat keluar parasitoid dengan jumlah lebih dari satu (Gambar 12). Semakin besar ukuran telur inang, maka akan semakin banyak parasitoid yang diparasitkan pada telur tersebut. Parasitoid yang telah masuk ke dalam telur belum tentu berhasil melakukan parasitisasi. Nilai parasitisasi ditunjukan oleh jumlah parasitoid yang keluar dari telur. Lokasi pengamatan L1, L2, L4, L6, L7, dan L10 memiliki nilai parasitisasi lebih kecil dari nilai parasitismenya (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena selain telur terparasit oleh parasitoid, telur juga mengalami predasi oleh tungau dan adanya infeksi cendawan entomopatogen. Cendawan entomopatogen memiliki peran yang penting dalam pengaturan populasi serangga. Spora cendawan yang melekat pada kutikula serangga akan bergerminasi dan melakukan penetrasi pada dinding kutikula. Penetrasi akan berlanjut dan akan menyebar di dalam rongga tubuh, membentuk koloni serta dapat menghasilkan toksin. Bila cendawan tidak menghasilkan toksin, maka kematian serangga dapat diakibatkan oleh hilangnya nutrisi tubuh yang diserap oleh cendawan tersebut (Santoso 1993).

Di lokasi pengamatan L3 tidak dijumpai parasitoid telur Trichogramma sp.

pada semua kelompok telur O. furnacalis yang dijumpai pada lokasi pengamatan ini.

13

Tabel 3 Kelompok musuh alami yang ditemukan di setiap lahan pengamatan Lokasi Musuh alami yang teridentifikasi

L1 Parasitoid, predator, cendawan

L2 Parasitoid, cendawan

L3 Cendawan

L4 Predator, cendawan

L5 -

L6 Parasitoid, predator, cendawan

L7 Predator, cendawan

L8 Tidak teridentifikasi

L9 -

L10 Predator, cendawan

(a) (b)

Gambar 11 Parasitoid yang ditemukan. Trichogramma sp. yang baru keluar dari telur O. furnacalis (a), Trichogramma sp. (b)

Gambar 12 Satu butir telur O. furnacalis yang terparasit dua individu Trichogramma sp. (tanda panah)

Indikator parasitoid keluar dari telur O. furnacalis dicirikan dengan adanya lubang sebagai tempat keluar parasitoid dari telur inang. Kondisi telur seperti ini dijumpai juga pada beberapa kelompok telur di lokasi pengamatan L8. Diduga telur ini terserang oleh parasitoid telur yang sama karena memiliki karakterisitik dengan telur yang telah keluar parasitoidnya.

Telur yang dimangsa oleh tungau mengalami perubahan bentuk menjadi keriput (Gambar 14a), sedangkan pada telur yang diparasit oleh cendawan terlihat dari adanya miselium yang tumbuh di permukaannya (Gambar 14b).

14

Gambar 13 Gejala telur O. furnacalis yang terserang musuh alami: telur menjadi keriput karena terserang tungau (a) dan ditumbuhi

miselia cendawan (b)

Kegagalan telur O. furnacalis untuk menetas selain karena terparasit parasitoid telur Trichogramma sp., dapat pula disebabkan adanya infeksi oleh cendawan entomopatogen. Cendawan ini selain mengagalkan penetasan larva O. furnacalis juga menganggu proses parasitisme sehingga baik parasitoid maupun inangnya sama-sama mengalami kematian. Kegagalan perkembangan parasitoid telur Trichogramma sp. ini terlihat dari tidak adanya perubahan warna telur menjadi hitam (Gambar 15).

Gambar 14 Telur yang gagal menetas karena terserang parasitoid dan parasitoid gagal berkembang karena infeksi cendawan Fusarium sp.

Gambar 15 Cendawan Fusarium sp. (A) : a). Makrokonidia, dan b). Mikrokonidia. Infeksi pada telur (B)

Pengamatan mikroskopik menunjukan adanya konidia cendawan Fusarium sp. (Gambar 15A). Pada telur, cendawan ini tumbuh disekitar permukaan cangkang

(a) (b)

(A) (B) b

15 luar telur yang dicirikan dengan adanya miselia berwarna putih seperti benang dan mengakibatkan telur berstruktur keras (Gambar 15B). Cendawan Fusarium sp. diketahui mampu memberikan mortalitas sebesar 36.7% pada larva serta menghambat persentase pembentukan pupa dan persentase kemunculan imago O.

furnacalis (Melina et al. 2008). Cendawan Fusarium sp. ditemukan menyerang secara alami dan menyebabkan kematian pada beberapa serangga hama dari famili Lepidoptera (Melina 1999 dalam Melina et al. 2008).

Pada media biakan, miselium Fusarium sp. tumbuh seperti kapas tetapi berwarna merah, merah lembayung, atau oranye. Cendawan ini memiliki makrokonidia berbentuk seperti perahu kano atau bulan sabit, biasanya lebih dari satu sekat. Sedangkan mikrokonidia bersel satu, lebih kecil dari makrokonidia dan berbentuk bulat telur atau seperti buah pir (Gunawan et al. 2009). Hasil isolasi cendawan Fusarium sp. yang berasal dari kelompok telur O. furnacalis pada media PDA menunjukan karakteristik pertumbuhan berupa miselium seperti kapas berwarna oranye (Gambar 16). Setelah diinfeksikan kembali pada kelompok telur

O. furnacalis yang masih bening, hitam menjelang penentasan, dan cangkang menunjukan bahwa cendawan tumbuh dan mampu menginfeksi kelompok telur O.

furnacalis yang masih bening. Mulanya cendawan ini tumbuh disekitar kelompok telur dan menyebabkan telur mengalami perubahan morfologi menjadi tidak jelas antara batas telur yang satu dengan telur yang lain dalam kelompok telur itu sendiri (Gambar 17a). Telur tetap berkembang menjadi hitam menjelang penentasan namun larva tidak menetas (Gambar 17a dan 17b) dan kolonisasi cendawan semakin berkembang (Gambar 17c).

Gambar 16 Pertumbuhan Fusarium sp. pada media PDA

(a) (b) (c)

Gambar 17 Perkembangan infeksi cendawan Fusarium sp. pada telur O.

16

Selain parasitoid telur Trichogramma sp. ditemukan juga musuh alami dari kelompok predator yaitu tungau (Acari: Phytoseiidae) (Gambar 18). Terdapat perbedaan akibat predasi oleh tungau pada telur yang telah terparasit oleh

Trichogramma sp. Terkadang telur yang belum terparasit, telur habis dimakan oleh tungau sehingga tidak terlihat bekas ataupun sisa-sisa cangkang telur pada daun yang telah diisolasi sebelumnya. Pada telur yang telah terparasit selain telur tersebut menjadi keriput terdapat telur yang hancur karena telah dimangsa oleh tungau (Gambar 13a).

(a)

Gambar 18 Tungau (Acari: Phytoseiidae). Predator yang ditemukan memakan telur O. f urnacalis. Foto dengan mikroskop compound

Rekapitulasi hasil survey menunjukan data jumlah kelompok telur sebanyak 6 kelompok telur dengan jumlah telur/kelompok telur sebanyak 34 telur pada lahan seluas 371 m2, setara dengan 167 kelompok telur/ha. Persentase penetasan telur hama sebesar 26.15% dengan penekanan parasitoid telur sebesar 19.90%, dan infeksi cendawan entomopatogen sebesar 25.16%.

Aplikasi pestisida tidak begitu berpengaruh terhadap populasi telur di lapangan. Dari seluruh lokasi pengamatan, lokasi L2, L5, L6, L7, L8, dan L9 merupakan lahan yang dilakukan aplikasi pestisida. Namun di antara lahan-lahan tersebut tidak terdapat perbedaan yang begitu signifikan dengan populasi telur yang ditemukan pada lahan tanpa aplikasi pestisida. Di antara lahan-lahan tersebut pun terdapat perbedaan jumlah telur yang ditemukan seperti pada L2 dan L6 yang memiliki tingkat populasi telur O. furnacalis lebih sedikit dibandingkan L7 dan L8 yang memiliki tingkat populasi telur O. furnacalis lebih tinggi. Sementara baik L2, L6, L7, dan L8 sama-sama dilakukan aplikasi pestisida. Heryana (2013) melaporkan bahwa penggunaan insektisida pun tidak berkorelasi terhadap tingkat serangan O. furnacalis.

Dokumen terkait