• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Ransum

Pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasi keduanya dalam ransum babi selama penelitian menghasilkan nilai konsumsi ransum yang sangat bervariasi. Dari Tabel 19 terlihat kisaran rataan konsumsi ransum antara 766,11-1125,65 g/e/h dengan rataan umum 987 ± 131,64 g/e/h dimana konsumsi terendah (766,11 g/e/h) pada ransum R1 dan tertinggi (1125,65 g/e/h) pada R0. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum. Berdasarkan uji lanjut pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasi keduanya pada taraf yang berbeda menurunkan (P<0,05) konsumsi ransum. Tampak pada Tabel 19 ransum R0, R4, R3, R5 dan R2 tidak berbeda, begitu pula ransum R2 dan R1 tidak menunjukkan perbedaan sedangkan ransum R0, R4, R3, R5 berbeda dengan R1.

Tabel 19 Konsumsi ransum babi yang diberi ampas sagu,limbah udang dan kombinasinya

Perlakuan Konsumsi ransum (g/e/h)

R0 1125,65a ±98,63 R1 766,11b R2 ±48,25 950,68ab R3 ±70,64 1008,10a R4 ±139,44 981,12a R5 ±168,88 1095,96a±264,02

Dikoreksi pada bobot awal 18 kg. R0= ransum tanpa ampas sagu dan limbah udang; R1= 0% ampas sagu + 10% limbah udang, R2 = 10% ampas sagu + 10% limbahj udang, R3 = 12,5% ampas sagu + 7,5% limbah udang, R4 = 17,5% ampas sagu + 2,5% limbah udang, R5 = 20% ampas sagu + 0% limbah udang. Superskrip berbeda pada baris yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Terjadinya signifikansi konsumsi ransum ini terlihat pada minggu ke 2 dimana ransum R0, R5 dan R1 tidak berbeda, demikian halnya ransum R4, R3, R2 dan R1 tidak berbeda, sebaliknya ransum R0 berbeda dengan R4, R3 dan R2. Faktor yang sangat berkaitan dengan jumlah konsumsi ransum adalah kandungan energi dari ransum yang diberikan dan palatabilitas ransum. Ransum yang diberikan mempunyai kandungan energi yang berbeda (Tabel 19), sehingga

berpengaruh terhadap jumlah konsumsi ransum. Hal ini terjadi karena ternak mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, jika energi sudah terpenuhi maka ternak akan berhenti makan. Kondisi ini terlihat jika energi ransum tinggi, ternak akan mengkonsumsi ransum lebih sedikit, sebaliknya jika energi ransum rendah akan lebih banyak ransum dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kemungkinan lain yang menyebabkan jumlah konsumsi ransum babi berbeda nyata adalah palatabilitas ransum. Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimia-wi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan tersebut yang dicerminkan oleh penampakan, bau, rasa dan tekstur. Pemberian ampas sagu dan limbah udang dengan taraf yang berbeda menyebabkan kuantitas bahan pakan yang lain dalam tiap ransum menjadi berubah. Perubahan ini berdampak pada performansi ransum yang pada akhirnya memberikan citarasa yang berbeda antar tiap perlakuan. Walaupun terlihat adanya pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum, jumlah konsumsi ransum pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan babi yang diberikan rumput laut dan sekam padi sebagai sumber serat (Budaarsa 1997). Hal ini dapat dipahami, disebabkan babi yang digunakan pada penelitian ini dengan yang digunakan pada penelitian Budaarsa (1997) berbeda dalam berat badan maupun bangsanya.

Pertambahan Bobot Badan

Selama penelitian berlangsung terjadi pertambahan bobot badan babi yang berbeda untuk setiap perlakuan (Tabel 20). Pemberian perlakuan menghasilkan rataan umum pertambahan bobot badan 233,66 ± 41,15 g/e/h dengan pertambahan bobot badan babi yang terendah (168,07g/e/h) diperoleh pada babi dengan ransum R1 dan tertinggi (295,41g/e/h) pada ransum R0. Analisis ragam menunjukkan pertambahan bobot badan babi tidak dipengaruhi oleh taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya. Perbedaan bobot badan yang nyata (P<0,05) terlihat pada minggu ke 4 (BBM4) dan minggu ke 5 (BBM5) seperti terlihat pada Gambar 11. Pada gambar tersebut tampak bobot badan tiap penimbangan relatif sama pada semua perlakuan, namun terdapat fluktuasi pada R1. Signifikansi bobot badan pada minggu ke 4 dan 5 ini tidak diikuti oleh signifikansi konsumsi ransum pada minggu yang sama demikian juga pada

minggu ke 2 dimana konsumsi ransum menunjukkan perbedaan yang nyata namun tidak diikuti oleh pertambahan bobot badan yang berbeda nyata. Kondisi ini menyebabkan rataan bobot badan babi selama penelitian tidak signifikan. Tampak pada Tabel 20 babi yang diberi ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dalam ransum mempunyai bobot badan tertinggi adalah berturut-turut R4 (254,70 g), R5 (249,55 g), R3 (221,81 g), R2 (212,40) dan R1 (168,07 g). Tingginya pertambahan bobot badan babi pada ransum R4 didukung oleh waktu laju digesta yang lebih lama (20,43 jam) meskipun kecernaan nutrien tidak seluruhnya menunjukkan hasil yang baik. Berbeda dengan babi yang mendapat ransum R5 dimana mempunyai pertambahan bobot badan yang relatif sama (249,55 g) dengan babi R4, namun waktu laju digestanya lebih cepat (19,18 jam) dan mempunyai kecernaan protein dan energi yang lebih rendah daripada perlakuan yang lain. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan variasi genetik ternak babi yang beragam dan mempunyai kemampuan yang berbeda terhadap nutrien untuk menghasilkan pertambahan bobot badan.

Tabel 20 Pertambahan bobot badan babi yang diberi ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya

Perlakuan Pertambahan bobot badan (g/e/h)

R0 295,41±27,67 R1 168,07±30,55 R2 212,40±23,15 R3 221,81±43,37 R4 254,70±43,83 R5 249,55±78,33

Dikoreksi pada bobot awal 18 kg. R0= ransum tanpa ampas sagu dan limbah udang, R1= 0% ampas sagu + 10% limbah udang, R2 = 10% ampas sagu + 10% limbah udang, R3 = 12,5% ampas sagu + 7,5% limbah udang, R4 = 17,5% ampas sagu + 2,5% limbah udang, R5 = 20% ampas sagu + 0% limbah udang.

Pertambahan bobot badan harian yang diperoleh pada semua perlakuan lebih rendah daripada pertambahan bobot badan harian babi impor atau yang dianjurkan oleh NRC (1998) yaitu sebesar 700 g. Hal ini disebabkan bangsa babi yang digunakan dalam penelitian ini tidak sama, dan berbeda cara pemeli haraannya. Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi lokal

nan VDL. Dari sisi pemeliharaan, babi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dipelihara secara tradisional sehingga pada periode pertumbuhan tidak diberikan ransum sesuai kebutuhan baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kondisi seperti ini mengakibatkan nutrien dari ransum yang diberikan dalam penelitian tidak dapat dilihat pengaruhnya secara nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005) bahwa nutrisi berpengaruh besar bila perlakuannya dimulai sejak awal periode pertumbuhan. Rataan pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini secara keseluruhan lebih tinggi daripada pertambahan bobot badan babi lokal persilangan dengan babi impor Large White, yakni 145– 221 g/e (Ketaren 2008), akan tetapi lebih rendah daripada pertambahan bobot badan babi yang diberikan rumput laut, sekam padi dan kombinasinya yang berkisar antara 320-480g/e/h (Budaarsa 1997). Perbedaan bobot badan yang terjadi dapat dipahami karena bangsa babi yang digunakan dan ransum yang diberikan adalah berbeda. Bangsa ternak yang besar biasanya bertumbuh lebih cepat (Soeparno 2005). Selain itu kecernaan nutrien yang tinggi merupakan faktor penting untuk menunjang pertumbuhan. Mengacu pada kecernaan nutrien, ransum yang mengandung ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya mempunyai kecernaan nutrien yang secara keseluruhan lebih rendah (Tabel 21) daripada ransum yang diberi rumput laut, sekam padi dan kombinasinya. Hal ini disebabkan kualitas ransum pada kedua ransum tersebut berbeda.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 BAW BB M1 BB M2 BB M3 BB M4 BB M5 BB M6 B o bo t ba da n (kg ) Minggu ke R0 ASA 17,5 LU 2,5% 12,5 LU 7,5% ASA 10 LU 10% ASA 20 LU 0% ASA 0 LU 10%

Tabel 21 Kecernaan nutrien ransum yang diberi ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya

Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Energi (%) R0 31,01 62,37 32,83 R1 36,24 66,88 48,46 R2 26,58 79,80 48,12 R3 18,66 60,75 31,52 R4 22,62 60,96 40,91 R5 11,06 70,37 26,54

R0= ransum tanpa ampas sagu dan limbah udang, R1= 0% ampas sagu + 10% limbah udang, R2 = 10% ampas sagu + 10% limbah udang, R3 = 12,5% ampas sagu + 7,5% limbah udang, R4 = 17,5% ampas sagu + 2,5% limbah udang, R5 = 20% ampas sagu + 0% limbah udang.

Efisiensi Penggunaan Ransum

Ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dalam berbagai taraf pemberian menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang secara keseluruhan hampir sama. Dari Tabel 21 terlihat rataan efisiensi penggunaan ransum berkisar antara 0,21-0,27 dengan rataan umum 0,23 ± 0,03 dimana nilai efisiensi penggunaan ransum terendah (0,21) pada ransum R3 dan tertinggi (0,27) pada R0. Hasil analisis ragam menunjukkan pemberian perlakuan tidak nyata mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum. Nilai efisiensi penggunaan Tabel 22 Efisiensi penggunaan ransum babi yang diberi ampas sagu, limbah

udang dan kombinasinya

Perlakuan Efisiensi penggunaan ransum

R0 0,27±0,02 R1 0,22±0,02 R2 0,22±0,01 R3 0,21±0,05 R4 0,26±0,03 R5 0,22±0,02

Dikoreksi pada bobot awal 18 kg. R0= ransum tanpa ampas sagu dan limbah udang, R1= 0% ampas sagu + 10% limbah udang, R2 = 10% ampas sagu + 10% limbahj udang, R3 = 12,5% ampas sagu + 7,5% limbah udang, R4 = 17,5% ampas sagu + 2,5% limbah udang, R5 = 20% ampas sagu + 0% limbah udang.

ransum yang dihasilkan menggambarkan taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya selama penelitian tidak mempengaruhi nilai tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa babi mempunyai kemampuan yang sama dalam hal mengkonversi ransum menjadi satuan bobot dan hal ini terkait dengan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum. Nilai efisiensi penggunaan ransum pada hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan babi yang diberi rumput laut dan sekam padi masing-masing 5 dan 10% sebagai sumber serat, yakni berkisar antara 0,31-0,36 (Budaarsa 1997).

Kolesterol Darah

Pengujian perlakuan terhadap kolesterol darah babi selama penelitian menghasilkan kadar kolesterol darah yang fluktuatif. Pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya pada berbagai taraf menghasilkan kisaran rataan kolesterol darah antara 76,52-96,69 mg/dl dengan rataan umum 80,60 ± 17,87 mg/dl. Terlihat pada Tabel 23 kadar kolesterol darah yang terendah (76,52 mg/dl) pada ransum R2 dan tertinggi (96,69 mg/dl) pada ransum R3 atau menurun 20,86%. Walaupun terlihat kecenderungan kadar kolesterol menurun, hasil analisis ragam menunjukkan hasil yang tidak nyata. Kondisi ini menggambarkan taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dalam ransum belum secara nyata menurunkan kolesterol darah. Tampak pada Tabel 23 kadar kolesterol yang terendah diperoleh pada kelompok babi yang menerima ransum R2 dengan persentase menurun 20,86%. Hal ini menandakan bahwa pemberian 10% ampas sagu dan 10% limbah udang secara fisiologis telah berhasil menurunkan 20,86% kolesterol dibandingkan ransum R3, namun secara statistik tidak signifikan. Kemungkinan tidak signifikannya kolesterol darah diduga disebabkan ransum yang diberikan berupa tepung. Ransum bentuk tepung memberikan peluang atau kesempatan kepada ternak untuk memilih (Roese 1990).

Sifat selektif menyebabkan serat dalam ransum yang diharapkan dapat menurunkan kolesterol tidak dikonsumsi seluruhnya sehingga serat yang berasal dari ampas sagu dan limbah udang tidak dapat berfungsi dengan baik. Dugaan ini didukung oleh rataan jumlah sisaan serat pada ransum secara kuantitatif berbeda, yakni berturut-turut R0 = 10,45 g; R1 = 31,02 g; R2 = 17,21 g; R3 = 20,34 g; R4 = 26,42 g dan R5 = 21,99 g. Selain itu juga disebabkan standar deviasi yang besar. Kadar kolesterol yang dihasilkan pada hasil penelitian ini lebih rendah

daripada kadar kolesterol darah babi yang diberi sekam padi dan rumput laut masing-masing 5 dan 10%, yakni berkisar antara 131,40-142,90 mg/dl (Budaarsa 1997).

Tabel 23 Profil lipida darah, kolesterol daging dan jaringan lemak, laju digesta, bilangan iodium lemak punggung, dan bilangan iodium daging babi yang diberi ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 R5 Kolesterol darah (mg/dl) 79,76±10,60 86,64±13,36 76,52±27,50 96,69±19,64 93,24±8,34 86,73±27,78 HDL (mg/dl) 37,13±1,87 44,81±2,40 39,23±8,80 41,89±5,95 41,97±1,30 44,39±13,72 LDL (mg/dl 76,23±13,20 46,73±4,24 55,68±21,21 52,77±10,61 59,79±9,61 66,19±8,14 TG (mg/dl) 55,09±26,76 57,56±20,21 51,53±3,03 58,16±10,10 61,50±12,96 52,39±14,31 Kolesterol daging (mg/g) 0,20±0,07 0,14±0,08 0,20±0,25 0,12±0,04 0,38±0,19 0,13±0,03 Kolesterol jaringan lemak (mg/g) 0,057±0,02 0,029±0,04 0,056±0,08 0,097±0,12 0,031±0,03 0,050±0,02 Bil.Iodium lemak punggung 66,24±5,46 55,65±3,34 57,50±4,57 56,81±5,72 63,76±5,61 53,50±9,50 Bil.Iodium daging 15,32±2,58 15,28±0,05 14,54±3,15 15,39±0,49 12,55±1,94 13,80±2,95 Laju digesta (jam) 22,10a±0,63 17,04c±1,41 21,33a±1,17 21,1ab±0,92 20,43a±0,56 19,18b±1,06

Dikoreksi pada bobot awal 18 kg. R0= ransum tanpa ampas sagu dan tanpa limbah udang, R1= 0% ampas sagu + 10% limbah udang, R2 = 10% ampas sagu + 10% limbah udang, R3 = 12,5% ampas sagu + 7,5% limbah udang, R4 = 17,5% ampas sagu + 2,5% limbah udang, R5 = 20% ampas sagu + 0% limbah udang. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

High Density Lipoprotein (HDL) Darah

Kadar HDL darah babi yang dihasilkan dari pemberian ransum yang mengandung ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya pada taraf yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi. Kadar HDL darah yang dihasilkan berkisar antara 37,13-44,81 mg/dl dengan rataan umum 41,57 ± 5,67 mg/dl (Tabel 23). Terlihat kelompok babi yang menerima ransum R0 mempunyai kadar

HDL yang terendah, yaitu 37,13 mg/dl dan yang tertinggi pada ransum R1, yaitu 44,81 mg/dl atau meningkat 20,68%. Variasi nilai HDL darah yang dihasilkan selama penelitian berdasarkan analisis ragam tidak nyata dipengaruhi oleh jenis pemberian ransum. Nilai HDL darah babi yang dihasilkan memberikan arti pemberian ampas sagu dan limbah udang pada taraf yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar HDL darah babi, walaupun terlihat kecenderungan HDL meningkat 20,86%. High Density Lipoprotein (HDL) disintesis dalam hati dan usus, setelah disekskresikan dalam darah mengalami perubahan akibat berinteraksi dengan kilomikron dan VLDL. Dalam perjalan-annya HDL juga menyerap kolesterol dari permukaan sel dan dari lipoportein lain (Murray 2003). Mengarah pada sintesis dan mekanisme dalam darah, maka tidak signifikannya kadar HDL darah kemungkinan disebabkan oleh mekanismenya dalam darah. Meskipun pemberian ampas sagu dan limbah udang tidak berpengaruh secara nyata meningkatkan kadar HDL, namun disisi lain perlakuan tersebut menghasilkan rasio HDL : LDL sesuai harapan, yakni >0,4.

High Density Lipoprotein (HDL) bersifat menurunkan resiko

artherosklerosis, hal ini terkait dengan fungsinya mengambil timbunan kolesterol dalam jaringan dan mengirimnya ke hati untuk selanjutnya dibawa kedalam empedu. Oleh karena itu kadar HDL dan LDL dalam darah diharapkan menghasilkan ratio yang ideal, sehingga resiko artheroskelorosis dapat dihindari. Tidak diketahui rasio HDL dan LDL darah yang ideal pada babi, akan tetapi pada manusia rasio HDL dan LDL darah adalah >0,4. Jika nilai ini digunakan sebagai acuan untuk menilai rasio HDL dan LDL darah babi, maka terlihat rasio HDL : LDL pada semua perlakuan lebih besar daripada >0,4. Rasio HDL : LDL darah babi perlakuan berturut-turut R0: 0,49; R1: 0,96; R2: 0,70; R3: 0,79; R4 : 0,70 dan R5: 0,67. Fenomena ini menggambarkan taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya berpengaruh menghasilkan rasio HDL : LDL darah yang sesuai.

Low Density Lipoprotein (LDL) Darah

Pemberian ampas sagu dan limbah udang pada berbagai taraf dalam ransum babi selama penelitian menghasilkan nilai LDL darah yang bervariasi. Rataan kadar LDL darah yang dihasilkan berkisar antara 46,73–76,23 mg/dl

dengan rataan umum 59,57 ± 11,17 mg/dl. Tampak pada Tabel 23 kadar LDL darah yang terendah (46,73 mg/dl) terdapat pada babi dengan ransum R1 dan tertinggi (76,23 mg/dl) dengan ransum R0 atau menurun 38,70%. Kadar HDL darah yang dihasilkan berdasarkan analisis ragam menunjukkan hasil yang tidak nyata. Pemberian perlakuan yang tidak nyata berpengaruh terhadap kadar HDL darah dapat diartikan bahwa menambahkan ampas sagu dan limbah udang sebagai sumber serat dalam ransum dengan taraf yang berbeda tidak menurunkan kadar LDL. Low Density Lipoprotein (LDL) adalah salah satu lipoprotein yang berperan dalam transpor kolesterol di dalam sel jaringan, yang sebelumnya mengalami beberapa proses yang mengarah kepada perubahan densitas. Perubahan densitas ini diawali dengan lipoprotein densitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL) menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) yang mempunyai densitas sedikit lebih meningkat daripada VLDL oleh adanya lipoprotein lipase. Meningkatnya densitas disebabkan sejumlah trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak yang kemudian zat-zat tersebut dilepaskan untuk disimpan didalam jaringan untuk digunakan sebagai energi. Lipoprotein ini kemudian ditarik kembali ke sel hati dan sekitar setengah dari IDL dipindahkan ke hati, sehingga lipoprotein yang tersisa didalam darah terus kehilangan hampir semua sisa trigliserida sedangkan kadar kolesterol dan fosfolipidnya mencapai konsentrasi yang besar. Lipoprotein seperti ini mempunyai densitas yang semakin besar dan disebut lipoprotein densitas rendah (LDL) (Guyton dan Hall 1997). Selain itu kadar LDL ditentukan oleh dua proses fisiologis, yaitu kecepatan VLDL dipindahkan dari plasma oleh reseptor

dependent dan reseptor independent Paik and Blair (1995).

Kadar LDL yang tidak signifikan, seiring dengan kadar kolesterol yang tidak memperlihatkan perubahan yang drastis. Hal ini karena LDL berfungsi dalam transpor kolesterol di dalam sel jaringan. Meskipun demikian tampak pada Tabel 23 bahwa kadar LDL yang terendah diperoleh pada kelompok babi yang menerima perlakuan R1, hal ini menandakan dengan pemberian 10% limbah udang secara fisiologis telah berhasil menurunkan 38,70% kadar LDL, namun secara statistik tidak signifikan. Kondisi ini mengindikasikan taraf pemberian ampas sagu dan limbah udang belum memberikan pengaruh yang berarti

menurunkan kadar LDL darah. Kadar LDL darah pada penelitian ini mendekati kadar LDL hasil penelitian Budaarsa (1997) yang memperoleh hasil 47,75-80,74 mg/dl yang rumput laut 5 dan 10% serta kombinasinya.

Trigliserida Darah

Pemberian ransum yang mengandung ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya menghasilkan kadar trigliserida darah babi yang hampir sama yang dapat dilihat pada Tabel 23. Dari Tabel tersebut terlihat kisaran rataan kadar HDL darah antara 51,53-61,50 mg/dl dengan rataan umum 56,04 ± 14,56 mg/dl. Terlihat pada Tabel 23 kadar trigliserida darah babi yang terendah pada ransum R1, yaitu 51,53 mg/dl dan tertinggi pada R4, yaitu 61,50 mg/dl atau menurun 19,35%. Hasil analisis ragam memperlihatkan kadar HDL darah tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian perlakuan. Kadar trigliserida darah yang dihasilkan mencerminkan suatu keadaan bahwa menambahkan dan mengurangi ampas sagu dan limbah udang dalam suatu kombinasi tidak mempengaruhi kadar trigliserida darah. Tampaknya perlakuan yang diberikan menghasilkan kadar trigliserida yang secara keseluruhan mempunyai variasi yang tidak jauh berbeda. Ransum R4, R3 dan R1 memperlihatkan peningkatan kadar trigliserida darah berturut-turut adalah 11,63%; 5,57%; 4,48% sedangkan ransum R2 dan R5 memperlihatkan penurunan kadar trigliserida berturut-turut 6,46% dan 4,90%.

Kadar trigliserida darah yang dihasilkan pada penelitian ini menggam-barkan serat yang berasal dari ampas sagu dan limbah udang baik yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi belum bekerja maksimal. Hal ini dapat dilihat dari perubahan kecernaan lemak ransum yang secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang drastis. Walaupun pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya belum secara nyata berpengaruh terhadap kadar trigliserida darah, namun hasil penelitian ini lebih rendah daripada kadar trigliserida darah babi yang diberi curcumin 4, 8, dan 12 ppm/kg berat badan. Kadar trigliserida darah pada hasil penelitian tersebut berturut-turut 119,68, 119,67 dan 130,74 mg/dl (Berliana 2007).

Kolesterol Daging

Pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dengan taraf yang berbeda dalam ransum menghasilkan kadar kolesterol daging babi yang

bervariasi. Variasi tersebut berkisar antara 0,12-0,38 mg/g dengan rataan umum 0,20 ± 0,11 mg/g dimana kadar kolesterol daging terendah (0,12 mg/g) pada ransum R3 dan tertinggi (0,38 mg/g) pada ransum R4 (Tabel 23). Berdasarkan analisis ragam pengujian ransum perlakuan memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata terhadap kolesterol daging. Walaupun hasil yang diperoleh terlihat ada kecenderungan turun dan naik kadar kolesterol daging dibandingkan dengan ransum R0. Persentase kolesterol daging menurun dari R0 sebesar 30, 35 dan 40% berturut turut pada ransum R2, R5 dan R3. Persentase ini menunjukkan secara fisiologis telah terjadi penurunan kolesterol dalam daging dan hal ini memberikan gambaran adanya pengaruh pemberian serat pada kombinasi 12,5% ampas sagu dan 7,5% limbah udang, 20% ampas sagu dan 0% limbah udang dan 0% ampas sagu dan 10% limbah udang. Keberadaan kadar kolesterol daging seperti ini mencerminkan sel mengatur kebutuhan kolesterolnya. Reseptor yang ada di membran sel mengikat LDL dan membawanya kedalam sel. Penyerapan dan pencernaan LDL menyebabkan pembebasan kolesterol dalam sel. Saat konsentrasi kolesterol di dalam sel menjadi besar, terjadi penurunan produksi dari reseptor sel lipoprotein densitas rendah sehingga keadaan ini mengurangi absorpsi tambahan lipoprotein densitas rendah. Hal seperti ini merupakan cara setiap sel mengatur kolesterol internalnya (Guyton dan Hall 1997). Nilai kolesterol daging babi pada semua perlakuan jika dikonversikan ke nilai kolesterol daging yang dianjurkan USDA 1985, maka kadar kolesterol daging pada R0, R1, R2, R3, R4 dan R5 berturut-turut adalah 20, 14, 20, 12, 38 dan 13 mg/100 g.

Persentase penurunan kolesterol daging babi juga ditemukan pada penelitian Budaarsa (1997) yang meneliti tentang pemberian rumput laut, sekam padi dan kombinasinya. Persentase penurunan kolesterol daging yang dihasilkan dari penelitian tersebut berturut-turut 5% rumput laut (14,78%), 10% rumput laut (32,44%), 5% sekam padi (12,11%) dan 10% sekam padi (21,87%), 10% rumput laut + 5% sekam padi (29,47%), 5% rumput laut + 10% sekam padi (29,47%) dan 10% rumput laut + 10% sekam padi (59,46%). Secara keseluruhan persentase penurunan kolesterol daging babi yang dihasilkan berkisar antara 12,11-59,46%, hal ini berarti sebagian besar persentase penurunan kolesterol daging babi dari pemberian rumput laut, sekam padi dan kombinasinya lebih rendah dan hanya

satu perlakuan, yaitu (10% rumput laut + 10% sekam padi) yang lebih tinggi daripada pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya. Perbedaan kadar kolesterol daging ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain makanan,

grade karkas, umur dan bangsa ternak (Soeparno 2011). Bangsa babi yang digunakan dalam penelitian Budaarsa (1997) adalah Landrace sedangkan bangsa yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi lokal keturunan VDL.

Kolesterol Jaringan Lemak

Taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dalam ransum sebagai sumber serat menghasilkan kadar kolesterol jaringan lemak babi yang bervariasi (Tabel 23). Tampak pada Tabel tersebut rataan kadar kolesterol jaringan lemak berkisar antara 0,029-0,097 mg/g dengan rataan umum 0,053 ± 0,05 mg/g. Pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya dengan taraf yang berbeda selama penelitian menghasilkan kadar kolesterol jaringan lemak yang terendah diperoleh pada ransum R1, yakni 0,029 mg/g dan yang tertinggi (0,097 mg/g) pada ransum R3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa taraf pemberian perlakuan tidak secara nyata mempengaruhi kadar kolesterol jaringan lemak babi. Walaupun hasil ini memperlihatkan ada kecenderungan kadar kolesterol jaringan lemak yang menurun dibandingkan dengan ransum R0. Persentase kolesterol jaringan lemak menurun dari R0 berturut-turut 45,61; 12,28 dan 49,12% pada ransum R4, R5 dan R1. Penurunan ini masih belum menggambarkan secara nyata pengaruh taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasi keduanya terhadap kolesterol jaringan lemak sehingga dianggap mempunyai kemampuan yang sama terhadap pembentukan kolesterol jaringan lemak. Akan tetapi secara fisiologis telah terjadi penurunan kadar kolesterol jaringan lemak, artinya taraf pemberian ampas sagu, limbah udang dan kombinasi keduanya telah berhasil menurunkan kolesterol jaringan lemak babi.

Persentase penurunan kadar kolesterol jaringan lemak juga dilaporkan Budaarsa (1997), yakni pemberian 5% rumput laut (14,78%), 10% rumput laut (32,44%), 5% sekam padi (12,11%), 10% sekam padi (21,87%). Selain itu kombinasi rumput laut dan sekam padi masing-masing 10% rumput laut + 5% sekam padi (28,86%), 5% rumput laut + 10% sekam padi (39,67%) sedangkan untuk 10% rumput laut + 10% sekam padi adalah 46,30%. Persentase penurunan

kolesterol jaringan lemak babi yang dihasilkan dari pemberian rumput laut, sekam padi dan kombinasinya untuk beberapa perlakuan lebih rendah dan relatif sama dengan kolesterol jaringan lemak babi yang diberikan ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya.

Bilangan Iodium Lemak Punggung

Nilai bilangan iodium lemak yang dihasilkan pada semua perlakuan secara keseluruhan hampir sama. Pemberian taraf ampas sagu, limbah udang dan kombinasinya menghasilkan kisaran rataan bilangan iodium lemak punggung

Dokumen terkait