• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Analisis Kuantitatif Simultan Cr(III) dan Cr(VI)

Cr (III) dengan 2-hidroksibenzaldiminoglisina dan Cr(VI) dengan kuersetin dapat membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Gambar 3 menunjukkan spektrum absorbsi masing-masing kompleks. Analisis kuantitatif individu Cr(III) dan Cr(VI) menggunakan reagen kromogenik tersebut telah dikembangkan oleh Alvarez et al. (1989) dan Kumar & Muthuselvi (2006) serta telah diaplikasikan pada sampel air. Untuk dapat digunakan dalam analisis simultan Cr(III) dan Cr(VI) dengan menggunakan reagen kromogenik di atas maka diperlukan pencarian kondisi kompromi berdasarkan kondisi analisis individunya.

450 500 550 600nm 0.0

0.2 0.4 0.6

Gambar 3 Spektrum absorpsi Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina (a) dan Cr(VI)-kuersetin (b)

Dalam menetapkan kondisi analisis simultan ini, dilakukan investigasi pengaruh penambahan surfaktan, jenis dan konsentrasi bufer (pH 7,0) yang digunakan, dan waktu optimum untuk pembentukan kedua senyawa kompleks di atas seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada bagian metodologi. Nilai pH 7,0 dipilih berdasarkan pada kondisi analisis individu dua ion tersebut yang menyebutkan bahwa absorbans Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina lebih konstan dan maksimum pada kisaran pH 7,0-8,0 (Kumar & Muthuselvi 2006) sedangkan untuk Cr(VI)-kuersetin menunjukkan absorbans maksimum disekitar pH 7,0 (Alvarez et al. 1989).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, spektrum absorpsi kompleks Cr(III)-2-a

33 menyebabkan nilai absorbansnya semakin meningkat (Lampiran 1). Sedangkan untuk Cr(VI)-kuersetin seperti yang telah dilaporkan oleh Alvarez et al. (1989) juga menyatakan bahwa CTAB dapat menyebabkan peningkatan nilai absorbans dari senyawa kompleks Cr(VI)-kuersetin yang terbentuk (reaksi terpeka). Penggunaan sistem miselar telah diketahui sangat berguna dalam pengembangan metode analisis menggunakan spektrometri absorpsi. Menurut Fendler & Fendler (1975 diacu dalam Alvarez et al. 1989) dengan adanya sistem misel dapat menaikkan sensitivitas, selektivitas yang lebih baik, dan meningkatkan ketelitian serta menyederhanakan reaksi yang terjadi dalam pembentukan kompleks. Selain itu juga, dengan adanya misel dapat memodifikasi laju reaksi via potensial elektrostatik yang besar pada permukaan misel atau gaya hidrofobik (katalisis miselar).

Pengaruh penambahan bufer fosfat dan asetat 0,01 M pada spektrum Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina terhadap nilai absorbans pada λmaks (577 nm) menunjukkan bahwa absorbans paling besar diperoleh dengan menambahkan bufer fosfat 0,01 M dibandingkan dengan bufer asetat 0,01 M. Untuk bufer fosfat 0,1 M menunjukkan absorbans yang jauh lebih rendah dibandingkan bufer fosfat dan asetat 0,01 M (Lampiran 2). Spektrum absorpsi Cr(VI)-kuersetin dengan medium bufer fosfat 0,01 dan 0,10 M memberikan nilai absorbans relatif sama pada λmaks (459 nm) sedangkan pada medium bufer asetat 0,01 M nilai absorbans pada λmaks sedikit berbeda dengan dua bufer sebelumnya. Adanya penurunan absorbans dengan bertambahnya kekuatan ionik bufer yang digunakan telah diketahui mungkin dapat menyebabkan perubahan dalam konsentrasi misel kritik, ukuran misel, dan bentuk misel (Hall & Price 1984; Flamberg & Pecora 1984). Ketika misel sferis tumbuh menjadi bentuk batang dan atau piringan, maka viskositas larutan meningkat secara nyata (Bunton et al. 1973). Perubahan pada sifat fisik lingkungan mikro pembentukan senyawa kompleks dalam suatu misel ini dapat menyebabkan kompleks tersebut terdisosiasi.

Kondisi kompromi yang dipilih untuk analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) menggunakan reagen kromogenik masing-masing ditunjukkan pada Tabel 4. Penambahan reagen kromogenik juga harus diperhatikan, yaitu pada teknis pelaksanaan dalam membuat plot HPSAM selama 15 menit pertama

merupakan waktu untuk pembentukan kompleks Cr(VI)-kuersetin dan 5 menit berikutnya ditambahkan 2-hidroksibenzaldiminoglisina untuk mengkompleks Cr(III).

Tabel 4 Hasil pengoptimalan kondisi kompromi analisis simultan Cr(III) dan Cr(VI) dengan reagen kromogenik campuran

No Parameter Nilai dan satuan

1 Konsentrasi 2-hidroksibenzaldiminoglisina *

2 Konsentrasi kuersetin 2,95 x 10-3 M

3 Bufer fosfat 0,01 M pH 7,0

4 Konsentrasi CTAB 1,37 x 10-2 M

5 Waktu reaksi total 20 menit

6 λmaks: Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina Cr(VI)-kuersetin

577 nm 459 nm

Keterangan: * pereaksi dibuat insitu maka konsentrasi tepatnya tidak dapat ditentukan

Kurva Kalibrasi Individu Cr(III) dan Cr(VI)

Untuk memeriksa ketaatan terhadap hukum Lambert-Beer, sebanyak 4 buah kurva kalibrasi dibuat pada kisaran linearnya. Kurva kalibrasi yang dibuat yaitu untuk Cr(III) dan Cr(VI) secara terpisah (Gambar 4) dan adanya sejumlah tertentu Cr(VI) pada pembuatan kurva kalibrasi Cr(III) dan sebaliknya (Gambar 5). Nilai koefisien korelasi (r2) yang diperoleh berada pada kisaran 0.977-0.998 yang mengindikasikan bahwa interaksi antara spesi nontarget dengan reagen kromogenik relatif tidak terjadi atau tidak terlalu mengganggu hubungan linear antara absorbans dengan konsentrasi tiap ion.

a b

35

a b

Gambar 5. Kurva kalibrasi individu Cr(III) + Cr(VI) 0.5 µg/ml pada 577 nm, r2 = 0.977 (a) dan Cr(VI) + Cr(III) 10.0 µg/ml pada 459 nm, r2 = 0.994 (b) Limit deteksi sebagai suatu batas terendah konsentrasi analat yang dapat dideteksi tetapi tidak untuk kuantitasi dapat ditentukan nilai estimasinya menggunakan kurva kalibrasi. Estimasi limit deteksi yang diperoleh untuk Cr(III) dan Cr(VI) berdasarkan kurva kalibrasi individunya masing-masing sebesar 0,06 dan 0,12 µg/ml. Nilai estimasi limit deteksi ini saat terdapat gangguan dari spesi nontarget seperti adanya Cr(VI) saat pembuatan kurva kalibrasi Cr(III) ataupun sebaliknya mengalami sedikit kenaikan yaitu untuk Cr(III) maupun Cr(VI) menjadi masing-masing sebesar 0,09 dan 0,17 µg/ml. Kenaikan ini dapat disebabkan spesi nontarget memberikan serapan saat pengukuran absorbans spesi target sehingga akan mempengaruhi besarnya nilai kemiringan maupun perpotongan pada persamaan kurva kalibrasi yang digunakan untuk menghitung estimasi limit deteksinya. Hal ini dapat saja terjadi dikarenakan baik Cr(III) maupun Cr(VI) dalam keadaan bebasnya merupakan spesi yang berwarna sehingga dapat menyerap radiasi sinar tampak yang digunakan dalam pengukuran.

Analisis Kuantitatif Simultan Cr(III) dan Cr(VI) dengan HPSAM Aplikasi HPSAM dalam analisis multikomponen membutuhkan dua panjang gelombang (λ1 dan λ2) sebagai daerah kerja dengan sinyal analitik untuk analat (X) harus bervariasi sedangkan spesi lainnya (Y) konstan (Bosch-Reig & Campins-Falco 1988). Sejumlah tertentu X yang diketahui jumlahnya ditambahkan secara berturut-turut ke dalam campuran dan serapan yang

dihasilkan dari pembacaan di dua λ tersebut diungkapkan dengan persamaan berikut: i 0 ) ( b b M .C A 1 1 λ λ = + + ...(1) i ' 0 ) ( A A M .C A 2 2 λ λ = + + ...(2) dengan ( ) 1 A λ dan ( ) 2

A λ merupakan sinyal analitik yang diukur pada λ1 dan λ2, b0

dan A0 (b0 ≠ A0) adalah sinyal analitik orisinal dari X pada A(λ1) dan A(λ2) sedangkan b dan A’ merupakan sinyal analitik Y pada A(λ1) dan A(λ2). Mλ1 dan

2

Mλ adalah slope dari kurva kalibrasi penambahan standar pada λ1 dan λ2 dan Ci

merupakan konsentrasi X yang ditambahkan. Dua buah garis lurus tersebut akan berpotongan disebuah titik yang disebut sebagai titik-H (Gambar 6).

Pada titik-H, ( ) 1

A λ = ( ) 2

A λ dan Ci = CH, maka persamaan 1 dan 2 akan menjadi: ) C ( M A A ) C ( M b b ' H 0 H 0 + + λ1 − = + + λ2 − ...(3)

[

(A b ) (A b)

]

/(M M ) C 2 1 ' 0 0 H = − + − λλ − ...(4)

Dari persamaan 4 tersebut maka dapat diambil 2 kesimpulan yaitu (Campins-Falco et al. 1990):

1. Jika komponen Y adalah spesi pengganggu yang diketahui dan sinyal analitik yang menunjukkan Y yaitu b (pada λ1 dan λ2) tidak berubah dengan adanya adisi dari analat yaitu X maka b = A’ sehingga persamaan 4 menjadi:

X 0 0 H (A b )/(M M ) C C = − 12 =− − λ λ

maka CH = CX yang menunjukkan konsentrasi analat dalam contoh campuran karena –CH hanya bergantung pada variabel yang berhubungan dengan analat, sehingga ekivalen dengan persamaan berikut:

2 1 2 1 M / A M / b ) M M /( ) b A ( C 0 0 0 0 H λ λ λ λ − = − = − − = − ...(5)

Jika nilai –CH dimasukkan ke dalam persamaan (1), AH yang merupakan nilai ordinat pada titik-H dapat dirumuskan menjadi:

A(λ1) =b0+b+Mλ1.(−CH)

37 AH = b

dan juga, AH = A’

Oleh karena itu, nilai AH hanya berhubungan dengan sinyal analitik dari Y pada dua panjang gelombang yang dipilih. Konsentrasi Y dapat ditentukan dengan membuat kurva kalibrasinya berdasarkan nilai AH yang diperoleh. 2. Jika komponen Y merupakan senyawa pengganggu yang tidak diketahui,

persamaan 4 dapat digunakan selama sinyal analitik Y (b di λ1 dan A’ di λ2) tetap sama dengan adanya adisi dari analit X. Berdasarkan keterangan di atas pada titik-H, CH independen terhadap konsentrasi Y dan AH juga independen terhadap konsentrasi X.

Seleksi panjang gelombang yang tepat untuk menerapkan HPSAM untuk analisis simultan digunakan prinsip berikut ini. Pada dua panjang gelombang terpilih, sinyal analat haruslah linear dengan konsentrasinya sedangkan sinyal pengganggu tetap konstan walaupun konsentrasi analat berbeda. Selain itu sinyal analitik dari campuran keduanya harus sama dengan jumlah sinyal individu dari masing-masing komponen yang dicampurkan tersebut. Sebagai tambahan, perbedaan kemiringan dari dua buah garis yang dihasilkan pada λ1 dan λ2 harus sebesar mungkin agar mendapatkan akurasi yang cukup baik.

Spektrum absorpsi Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina relatif lebih melebar dibandingkan dengan spektrum absorpsi Cr(VI)-kuersetin sehingga untuk menghasilkan akurasi yang baik maka dipilih Cr(VI) sebagai analat (spesi X). Dalam kasus ini dimungkinkan untuk memilih beberapa pasangan panjang gelombang ketika kompleks Cr(III)-2-hidroksibenzaldiminoglisina mempunyai absorbans yang sama. Beberapa pasangan panjang gelombang tersebut diseleksi berdasarkan kriteria perbedaan kemiringan pada kurva kalibrasinya yang memberikan nilai paling besar. Persamaan yang digunakan dalam menentukan CH

merupakan nisbah antara kenaikan absorbans (∆A) dan kenaikan kemiringan (∆M). ∆M bergantung kepada karakteristik absorpsi analat, sedangkan ∆A bergantung pada konsentrasi analat dalam contoh (Abdollahi 2001). Telah diteliti sebelumnya oleh Campins-Falco et al. (1995) bahwa semakin besar kenaikan kemiringan maka akan semakin kecil galat dalam penentuan konsentrasi analat. Oleh karena itu panjang gelombang yang akan digunakan berdasarkan kriteria

yang telah disebutkan di atas yaitu 558 dan 577 nm untuk menghasilkan akurasi yang baik. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan plot HPSAM untuk larutan uji sintetik dua ion yang dianalisis. Konsentrasi Cr(VI) yang ditemukan dalam plot HPSAM ini sebesar 0,105 µg/ml. Jika dibandingkan dengan nilai teoretisnya yaitu 0,10 µg/ml maka diperoleh akurasinya sebesar 105%. Untuk konsentrasi Cr(VI) teoretis lainnya yaitu 0,20 dan 0,30 µg/ml dengan menggunakan HPSAM diperoleh konsentrasi yang ditemukan masing-masing sebesar 0,20 dan 0,27 µg/ml (Lampiran 3).

[Cr(VI)] yang ditambahkan (µg/ml)

Gambar 6 Plot HPSAM untuk analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI); Cr(III) = 6,00 µg/ml dan Cr(VI) = 0,10 µg/ml

Dengan kondisi kompromi yang telah diperoleh, analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) telah dilakukan menggunakan HPSAM. Keterulangan metode yang ini dievaluasi dengan melakukan analisis kuantitatif larutan campuran sintetik sebanyak 4 kali ulangan (Tabel 5). Konsentrasi analat yaitu Cr(VI) didapatkan dari nilai –CH sedangkan konsentrasi ion pengganggu yaitu Cr(III) dihitung menggunakan kurva kalibrasi individunya dan nilai ordinat pada titik-H (AH) dari kurva kalibrasi HPSAM. Dalam pengukuran Cr(III) tidak dilakukan penambahan standar karena efek matriks yang belum ada. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 untuk pengukuran simultan Cr(III) dan Cr(VI), konsentrasi yang ditemukan untuk Cr(VI) ada beberapa yang mendekati nilai

558 nm 577 nm Abs

39 teoretisnya akan tetapi dari 4 kali ulangan yang dilakukan memberikan hasil yang tidak teliti yang ditunjukkan dengan % SBR > 5%. Untuk Cr(III) ternyata tidak dapat dihitung karena nilai AH yang diperoleh berada dibawah nilai perpotongan kurva kalibrasi individu Cr(III) sehingga dapat dianggap tidak terdeteksi.

Tabel 5 Hasil pengukuran analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) menggunakan HPSAM pada contoh sintetik

Persamaan A-C R2 Konsentrasi teoretis (µg/ml)

Konsentrasi ditemukan (µg/ml) Cr(III) Cr(VI) Cr(III) Cr(VI) A558 = 0.670 Ci + 0.113 0.9960 6.00 0.20 ttd 0.19 A570 = 0.596 Ci + 0.118 0.9950 A558 = 0.223 Ci + 0.048 0.8010 6.00 0.20 ttd 0.24 A570 = 0.195 Ci + 0.041 0.7980 A558 = 0.178 Ci + 0.065 0.9650 6.00 0.20 ttd 0.35 A570 = 0.158 Ci + 0.057 0.9740 A558 = 0.190 Ci + 0.087 0.9820 6.00 0.20 ttd 0.20 A570 = 0.164 Ci + 0.081 0.9770 Rerata - 0.24 Simpangan baku - 0.074 % SBR - 30.41

Keterangan: ttd = tidak terdeteksi

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) menggunakan HPSAM dengan kondisi analisis kompromi yang diperoleh masih belum dapat digunakan pada contoh sintetik. Hal ini dapat disebabkan kondisi analisis tersebut belum memberikan hasil yang optimum dalam pembentukan kedua kompleks ion yang dianalisis. Selain itu pula dapat disebabkan keterulangan dalam pembuatan reagen 2-hidroksibenzaldiminoglisina yang digunakan untuk mengkompleks Cr(III) yang tidak seragam sehingga memberikan hasil yang tidak terlalu baik. Ketidakseragaman tersebut dapat disebabkan oleh reaksi pembentukan 2-hidroksibenzaldiminoglisina yang merupakan suatu basa Schiff adalah reaksi yang berkesetimbangan. Reaksi yang berkesetimbangan ini dapat menyebabkan 2-hidroksibenzaldiminoglisina yang terbentuk dapat terhidrolisis kembali menjadi reaktannya dengan adanya basa berair yang digunakan sebagai katalis. Oleh karena itu masih diperlukan studi yang lebih lanjut terutama dalam keseragaman pembuatan reagen 2-hidroksibenzaldiminoglisina agar pembentukan kompleks dengan Cr(III) memberikan keterulangan maupun ketertiruan yang baik.

Dokumen terkait