• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Data Iklim Observasi dan Data Iklim NASA/POWER Informasi data iklim diperlukan sebagai data masukan dalam model simulasi tanaman agar dihasilkan hasil simulasi berupa produktivitas yang sesuai dengan hasil aktualnya. Salah satu sumber informasi untuk memperoleh data iklim harian, berupa radiasi, suhu udara maksimum dan minimum, serta curah hujan adalah melalui NASA’s Prediction of Worldwide Energy Resources (NASA/POWER). Sebelum digunakan sebagai data masukan dalam simulasi, data iklim tersebut dibandingkan dengan data iklim observasi. Hal ini dilakukan agar diketahui data iklim NASA/POWER sesuai atau tidak sesuai dengan data iklim observasi, karena kondisi tersebut dapat mempengaruhi hasil simulasi. Sehingga diperlukan evaluasi data iklim NASA/POWER dengan menghitung koefisien determinasi dan RMSE.

Gambar 3 Sebaran pada garis 1:1 (a) data radiasi (b) curah hujan (c) suhu maksimum (d) suhu minimum harian observasi dan NASA/POWER selama 2004-2013

(a) (b)

9 Gambar 1 Plot data radiasi harian observasi(biru) dan NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013.

10

Gambar 1 Plot data suhu minimum harian observasi (biru) dan NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013.

11 Melalui plotting dan sebaran antara data iklim observasi dengan data iklim NASA/POWER selama 2004-2013, dapat diketahui kemampuan data iklim NASA/POWER dalam mengestimasi data iklim di wilayah sekitar Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Stasiun Sukamandi terletak pada 6.25 lintang selatan dan 107.39 bujur timur dengan ketinggian 15 meter diatas permukaan laut. Sebaran data iklim observasi dan NASA/POWER digunakan untuk menghasilkan nilai R2,

yang dapat menggambarkan berapa banyak data iklim NASA/POWER yang sesuai dengan data iklim observasi. Nilai R2 yang semakin tinggi menunjukkan bahwa data iklim yang dihasilkan oleh NASA/POWER memiliki kemampuan yang cukup baik untuk mengestimasi data iklim di wilayah sekitar Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Sedangkan nilai RMSE yang semakin kecil, menunjukkan data iklim NASA/POWER dapat mengestimasi dengan semakin baik karena RMSE menunjukkan besarnya penyimpangan rata-rata dibandingkan data iklim observasi. Tabel 5 menunjukkan rata-rata bulanan selama tahun 2004-2013 untuk suhu maksimum, minimum, curah hujan dan radiasi matahari yang dihasilkan oleh data hasil observasi dan data spasial NASA/POWER serta nilai RMSE dari kedua data iklim.

Data radiasi

Data radiasi matahari merupakan salah satu parameter iklim penting dalam model simulasi tanaman. Radiasi matahari diperlukan oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis. Gambar 4 menunjukkan bahwa data radiasi harian NASA/POWER sudah cukup baik dalam mengestimasi data radiasi harian di wilayah kajian. Kedua grafik memiliki bentuk pola yang mirip dan saling berhimpitan, warna merah merupakan data radiasi NASA/POWER dan warna biru merupakan data radiasi observasi. Nilai RMSE radiasi harian NASA/POWER dengan observasi adalah 3.2 MJ/m2. Melalui sebaran data radiasi pada Gambar 3, dapat diketahui koefisien determinasi (R2) yaitu 0.57.

Berdasarkan Tabel 5, nilai radiasi harian tertinggi selama 2004-2013 di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat, menurut data observasi adalah 18.7 MJ/m2 pada bulan September, serta radiasi harian terendah adalah 14.3 MJ/m2 pada bulan Januari dan Desember. Data radiasi NASA/POWER menyebutkan radiasi maksimum di wilayah kajian selama 2004-2013 adalah 20.8 MJ/m2 pada bulan September, sedangkan radiasi minimumnya adalah 15.7 MJ/m2 pada bulan Febuari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa radiasi maksimum dan minimum yang terdapat di wilayah kajian menurut NASA/POWER cenderung mendekati radiasi observasi. Penerimaan radiasi yang cukup tinggi di wilayah kajian

Tabel 5 Rata-rata bulanan, RMSE, dan R2 parameter iklim Observasi dan NASA/POWER selama 2004-2013

Parameter Observasi NASA/POWER RMSE R2

Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah

Suhu Minimum (oC) 24 22 22.8 21.1 2.4 0.00034

Suhu Maksimum (oC) 32.9 30 26.5 28.5 4.5 0.22

Radiasi (MJ/m2) 18.7 14.3 20.8 15.7 3.2 0.57

12

disebabkan karena topografi di sekitar stasiun observasi adalah di dataran rendah dan relatif dekat dengan pantai. Sedangkan adanya perbedaan nilai maksimum dan minimum radiasi bulanan dalam satu tahun disebabkan adanya pola matahari tahunan.

Data suhu maksimum dan minimum

Suhu udara merupakan unsur iklim yang penting proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Suhu udara mempengaruhi proses respirasi dan fotosintesis tanaman. Adanya ketidakseimbangan antara kedua proses tersebut dapat mengurangi bobot gabah (Suhartatik et al. 2008). Model simulasi tanaman memerlukan data suhu udara maksimum dan minimum harian untuk mengetahui batas kritis suhu udara yang dapat ditoleransi oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman.

Berdasarkan Tabel 5, suhu maksimum tertinggi menurut data observasi selama 2004-2013 rata-rata adalah 32.9o C pada bulan Oktober, sedangkan suhu maksimum paling rendah adalah 30o C pada bulan Januari. Suhu udara maksimum NASA/POWER tertinggi selama tahun 2004-2013 rata-rata adalah 28.5o C pada bulan September, sedangkan suhu udara maksimum terendahnya adalah 26.5o C pada bulan Januari. Sehingga dapat diketahui bahwa suhu maksimum tertinggi dan terendah menurut NASA/POWER terjadi pada waktu yang cenderung sama dengan data observasi. Suhu udara maksimum di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat cenderung tinggi karena dipengaruhi oleh wilayahnya yang terletak di dataran rendah dan dekat relatif dekat dengan pantai.

Gambar 5 menunjukkan data suhu maksimum NASA/POWER pada grafik berwarna merah dan data suhu maksimum observasi pada grafik yang berwarna biru. Plotting data suhu maksimum menunjukkan terjadi underestimate, yaitu data harian suhu maksimum NASA/POWER lebih rendah dibanding data observasi pada terhadap data observasi. Meskipun terjadi underestimate, namun pola yang dihasilkan oleh data suhu maksimum NASA/POWER cenderung mirip dengan pola data observasi. Selisih yang terdapat pada kedua grafik rata-rata dapat dihitung dengan RMSE, yaitu sebesar 4.5o C. Sehingga sebaran pada Gambar 3 menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.22. Artinya data suhu maksimum NASA/POWER belum mampu mengestimasi suhu maksimum di Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

Berdasarkan Tabel 5, suhu minimum paling tinggi rata-rata menurut data observasi selama 2004-2013 terjadi pada bulan April dan November yaitu 24oC, sedangkan suhu minimum paling rendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 22oC. Hasil estimasi NASA/POWER suhu minimum tertinggi terjadi pada bulan yang sama dengan observasi, yaitu April dengan suhu 22.8oC. Sedangkan suhu minimum terendah dengan suhu 21.1oC juga terjadi pada bulan yang sama dengan observasi, yaitu bulan Agustus. Gambar 5 menunjukkan grafik berwarna merah merupakan suhu minimum NASA/POWER dan grafik berwarna merah merupakan suhu minimum observasi pada tahun 2004-2013. Data harian suhu minimum NASA/POWER pada tahun 2004-2008 cenderung overestimate, yaitu data harian suhu udara minimum data NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan data harian suhu udara minimum observasi. Sedangkan pada tahun 2000-2013 cenderung terjadi underestimate, yaitu data harian suhu udara minimum data

13 NASA/POWER lebih rendah dibandingkan data harian suhu udara minimum observasi. Perubahan secara signifikan yang dimulai pada 1 Januari 2008 disebabkan oleh adanya perbedaan suber data yang digunakan. GEOS

assimilation model version 4 sejak Januari 1983 hingga Desember 2007, kemudian pada Januari 2008 menggunakan GEOS assimilation model version 5. Perbedaan rata-rata antara data NASA/POWER dengan data observasi selama tahun 2004-2013 adalah 2.4oC. Adanya data suhu minimum yang underestimate

dan overestimate menyebabkan nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan pada Gambar 8 sangat kecil, yaitu 0.000034. Hal ini menunjukkan bahwa data suhu minimum NASA/POWER belum mampu mengestimasi suhu minimum di wilayah kajian.

Curah hujan dan hari hujan

Simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan data curah hujan sebagai salah satu unsur iklim dalam data iklim masukan. Curah hujan berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi terutama dalam evapotranspirasi. Keterbatasan air maupun kelebihan air bagi tanaman selama masa pertumbuhan dapat mempengaruhi hasil tanaman padi. Sehingga dalam simulasi data curah hujan harian diperlukan karena lahan diumpamakan sebagai lahan tadah hujan. Jadi sumber air bagi lahan pertanian satu-satunya berasal dari hujan.

Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa data curah hujan NASA/POWER dalam grafik berwarna merah memiliki pola yang mirip dengan data observasi dalam grafik berwarna biru. Namun seperti kemampuan satelit pada umumnya, data curah hujan NASA/POWER memiliki kelemahan dalam mengestimasi jumlah curah hujan yang terjadi pada suatu lokasi, terutama ketika terjadi curah hujan tinggi. Menurut NASA (2013), hal ini disebabkan hujan biasanya terjadi dalam jangka waktu yang singkat dan terjadi pada lokasi tertentu. Sedangkan satelit GPCP (Global Precipitation Climate Project) yang digunakan untuk mengestimasi curah hujan, bekerja pada 1ox1o bujur dan lintang dalam mengakumulasi curah hujan harian. Sehingga hasil plot menunjukkan adanya jarak antara grafik yang dibentuk oleh data curah hujan observasi dengan data curah hujan NASA/POWER.

Berdasarkan Tabel 5, Curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama tahun 2004-2013 di Sukamandi, Subang, Jawa Barat adalah 267.8 mm terjadi pada bulan Januari, sedangkan jumlah curah hujan maksimum yang diestimasikan oleh NASA/POWER adalah 383.2 mm terjadi pada bulan Desember. Curah hujan minimum rata-rata selama tahun 2004-2013 menurut data observasi adalah 6.3 mm yang terjadi pada bulan Agustus, sedangkan menurut NASA/POWER adalah 38 mm juga terjadi pada bulan Agustus. Nilai RMSE diantara kedua grafik selama tahun 2004-2013 adalah 12.6 mm. Meskipun memiliki bentuk pola curah hujan yang mirip dengan data curah hujan observasi, namun curah hujan NASA/POWER menurut sebaran pada Gambar 3, koefisien determinasi (R2) yang sangat kecil, yaitu 0.097. Nilai R2 yang sangat kecil disebabkan oleh adanya curah hujan tinggi yang tidak tertangkap oleh NASA/POWER. Selain itu disebabkan pula ketika tidak ada hujan namun NASA/POWER mencatat adanya hujan. Artinya, data curah hujan NASA/POWER masih kurang baik untuk mengestimasi curah hujan yang terjadi di wilayah kajian.

14

Hari hujan menurut BMKG adalah ketika dalam suatu hari terdapat curah hujan 0.55 mm atau lebih. Informasi mengenai hari hujan bermanfaat untuk menentukan awal musim tanam dalam pertanian (Handoko 1994). Hasil plot data iklim pada Gambar 8a, menunjukkan pola yang dihasilkan oleh jumlah hari hujan bulanan selama 10 tahun (2004-2013) NASA/POWER pada grafik putus-putus dengan hari hujan mirip dengan data observasi pada grafik utuh. Namun jumlah hari hujan bulanan NASA/POWER yang dihasilkan selalu lebih tinggi dari jumlah hari hujan bulanan observasi. Hal ini terjadi karena data NASA/POWER tidak dapat menangkap curah hujan tinggi, namun data curah hujan NASA/POWER Gambar 8 Plot data hari hujan bulanan dari stasiun observasi () dan

NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013 (a) sebelum (b) sesudah hari hujan NASA/POWER dikoreksi

Gambar 9 Sebaran jumlah hari hujan bulanan observasi dan hari hujan

NASA/POWER (a) sebelum (b) sesudah hari hujan NASA/POWER dikoreksi

(a)

(b)

15 menangkap adanya hujan yang lebih sering dibandingkan data observasi. Meskipun terjadi overestimate namun dan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu dan 0.75.

Gambar 8b menunjukkan pola hari hujan selama tahun 2004-2013 dengan hari hujan untuk data NASA/POWER merupakan hari dengan curah hujan 4.5 mm atau lebih. Nilai 4.5 mm didapatkan dari rata-rata perbedaan yang terdapat pada grafik hari hujan dengan data curah hujan NASA/POWER dan observasi. Berdasarkan Gambar 9b, melalui adanya perubahan curah hujan minimum untuk menentukan hari hujan pada data curah hujan NASA/POWER, nilai koefisien determinasi (R2) meningkat menjadi 0.80. Koreksi ini diperlukan karena pola antara hari hujan NASA/POWER hampir mirip dengan pola hujan observasi, namun yang membedakan adalah adanya selisih diantara kedua grafik. Nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi meskipun terdapat selisih diantara kedua grafik terjadi karena menurut curah hujan NASA/POWER mengestimasikan adanya hujan meskipun menurut observasi tidak terjadi hujan. Sehingga prediksi terjadinya hujan menurut NASA/POWER akan selalu sama dengan hasil observasi yang menyatakan terjadi hujan.

Membandingkan Hasil Simulasi Data Iklim Observasi dan NASA/POWER Simulasi dilakukan dengan waktu tanam 10 hari sekali selama tahun 2004-2012 pada sawah tadah hujan. Simulasi yang dilakukan untuk membandingkan potensi tanaman padi yang dihasilkan antara hasil simulasi yang menggunakan data iklim observasi dan data iklim NASA/POWER, yang terdiri dari suhu maksimum, suhu minimum, radiasi dan curah hujan. Grafik dan sebaran menunjukkan bahwa data radiasi NASA/POWER sudah cukup baik untuk mengestimasi data radiasi harian di wilayah kajian. Sedangkan NASA/POWER masih kurang mampu untuk mengestimasi suhu udara maksimum, minimum dan curah hujan di wilayah kajian. Sehingga perlu diketahui penggunaan data suhu udara maksimum, minimum, radiasi dan curah hujan NASA/POWER sebagai data iklim masukan dalam simulasi. Serta seberapa besar pengaruh masing-masing unsur dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Gambar 10 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim observasi dengan radiasi NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

16

Berdasarkan grafik dan sebaran data iklim NASA/POWER tahun 2004-2013 pada 6.25 LS dan 107.39 BT, data radiasi NASA/POWER telah cukup baik mengestimasi data radiasi harian di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Gambar 10 menunjukkan hasil simulasi produktivitas dengan data iklim observasi yang data radiasinya diganti dengan radiasi NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan simulasi menggunakan data observasi. Gambar 11 menunjukkan simulasi yang Gambar 11 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () serta

data iklim observasi dengan data suhu maksimum dan minimum NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

Gambar 12 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim observasi dengan curah hujan NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

Gambar 13 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

17 data suhu maksimum dan minimumnya diganti dengan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi menggunakan data observasi. Sedangkan Gambar 12, simulasi produktivitas dengan data iklim observasi yang curah hujannya diganti dengan curah hujan NASA/POWER lebih rendah dibandingkan hasil simulasi produktivitas dengan data iklim observasi. Gambar 13 menunjukkan simulasi dengan data iklim NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi dengan data observasi. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan NASA/POWER menghasilkan simulasi yang paling berbeda diantara simulasi data iklim yang radiasi, suhu maksimum dan minimum bersumber dari NASA/POWER. Perbedaan hasil simulasi pada masing-masing gambar dijelaskan pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa simulasi yang memiliki nilai RMSE semakin besar menunjukkan ketepatan hasil simulasi yang semakin kurang dibandingkan dengan simulasi menggunakan data observasi. Hasil simulasi yang data curah hujannya diganti dengan curah hujan NASA/POWER menghasilkan RMSE yang paling kecil yaitu 583 kg/ha dengan nilai R2 antara curah hujan observasi dengan curah hujan NASA/POWER sebesar 0.09. Sedangkan RMSE simulasi yang data radiasinya berasal dari NASA/POWER adalah 808 kg/ha dengan R2 radiasi 0.57. Hal ini menunjukkan bahwa dalam simulasi curah hujan bukan faktor iklim yang paling mempengaruhi hasil simulasi. Unsur iklim yang paling mempengaruhi simulasi diantara suhu maksimum dan minimum, curah hujan, dan radiasi adalah suhu maksimum dan suhu minimum. Sehingga perbedaan hasil simulasi terbesar pada data masukan suhu maksimum dan minimum yang berasal dari NASA/POWER.

Adanya subtitusi data radiasi NASA/POWER sebagai pengganti data radiasi harian observasi dimungkinkan dalam simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena nilai R2 radiasi NASA/POWER sebesar 0.57 dan menghasilkan RMSE produktivitas paling rendah kedua setelah simulasi dengan data curah hujan NASA/POWER. Perbedaan hasil simulasi antara data observasi dengan radiasi NASA/POWER disebabkan karena data radiasi yang dihasilkan oleh NASA/POWER di wilayah kajian lebih tinggi dibandingkan dengan data observasi, meskipun perbedaan rata-rata data radiasi NASA/POWER dengan data radiasi observasi relatif kecil, yaitu 3.2 MJ/m2. Nilai RMSE simulasi produksi tanaman padi yang menggunakan data radiasi NASA/POWER dengan data radiasi observasi sebesar 808 kg/ha. Menurut Hoogenboom etal. (2011), radiasi matahari merupakan input yang penting dalam mengestimasi evaporasi dan akumulasi biomassa tanaman dalam model simulasi tanaman.

Tabel 6 Perbedaan nilai RMSE produktivitas tanaman dengan masukan data NASA/POWER dan data observasi

Parameter RMSE

Radiasi NASA/POWER 808 kg/ha

Curah hujan NASA/POWER 583 kg/ha

Suhu maksimum dan minimum NASA/POWER 1677 kg/ha

18

Fluktuasi produktivitas tanaman terjadi karena adanya simulasi perbedaan tanggal tanam. Waktu tanam yang dipilih yaitu per 10 harian dalam satu tahun selama tahun 2004-2013. Rata-rata bulanan produktivitas tanaman selama waktu simulasi antara kedua skenario menunjukkan fluktuasi produktivitas yang sama. Produktivitas minimum simulasi yang menggunakan data iklim observasi terjadi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 sebesar 2803 kg/ha. Sedangkan produktivitas maksimum simulasi yang menggunakan data iklim observasi terjadi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 sebesar 7040 kg/ha.

Perbedaan produktivitas yang cukup signifikan disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim selama fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 curah hujan sejak tanam hingga panen 810 mm, tanggal tanam 30 Desember 2007 adalah 1017 mm. Radiasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 adalah 17.6 MJ/m2 sedangkan pada 30 Desember 2007 adalah 13.9 MJ/m2. Suhu udara maksimum pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 sejak tanam hingga panen adalah 31.7oC dan untuk tanggal tanam 30 Desember adalah 30.4oC. Suhu minimum sejak tanam hingga panen adalah 24.4oC dan untuk tanggal tanam 30 Desember 2007 adalah 22.3oC. Curah hujan pada tanggal tanam 30 Desember 2007 lebih tinggi dibandingkan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012, karena pada 30 Desember 2007 sudah memasuki La Nina lemah. Jumlah curah hujan yang lebih tinggi, radiasi yang lebih rendah dan suhu udara maksimum dan minimum yang lebih rendah mulai fase tanam hingga panen pada 30 Desember 2007 menyebabkan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012. Hal ini disebabkan proses fotosintesis pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 lebih optimal karena radiasi matahari yang diterima selama tanam hingga panen lebih tinggi dibandingkan pada tanggal tanam 30 Desember 2007.

Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Selama Simulasi

Hasil simulasi dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim di wilayah kajian. Hal ini terjadi karena masing-masing unsur iklim berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kondisi aktual, unsur iklim tersebut saling menunjang dalam proses fotosintesis dan metabolisme tanaman. Hasil fotosintesis ditransportasikan ke organ-organ tanaman yang ditunjukkan dalam besarnya biomassa tanaman. Biomassa tanaman yang dihasilkan dalam simulasi ini adalah biomassa akar, batang, daun, malai dan butir padi. Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap umur tanaman dan lama masing-masing fase perkembangan tanaman. Selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, biomassa tanaman juga dipengaruhi oleh faktor internal, seperti Indeks luas daun (ILD). Indeks luas daun mempengaruhi besarnya radiasi dan curah hujan yang diintersepsi oleh tanaman yang berpengaruh pada proses fotosintesis.

Indeks Luas Daun

Gambar 14 menunjukkan indeks luas daun pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dan indeks luas daun pada tanggal tanam 30 Desember 2007. Hasil simulasi dengan menggunakan data iklim observasi selama tahun 2004-2013 menunjukkan hasil simulasi bahwa produktivitas tertinggi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012, sedangkan produktivitas terendah pada tanggal tanam 30 Desember 2007. Gambar

19 14 menggambarkan indeks luas daun (ILD) pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan garis putus-putus dan ILD pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan garis utuh. Garis berwarna merah menunjukkan hasil simulasi dengan data radiasi NASA/POWER, sedangkan garis hitam menunjukkan hasil simulasi dengan data iklim observasi. Tinggi rendahnya ILD dipengaruhi oleh banyaknya daun yang terdapat pada tanaman di suatu fase dalam suatu luasan. Perbedaan ILD pada kedua tanggal tanam dapat mempengaruhi fotosintesis tanaman, karena mempengaruhi besarnya radiasi yang diserap oleh tanaman. Semakin tinggi nilai ILD, maka semakin besar pula radiasi surya yang diintersepsi, sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis.

Simulasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan data observasi menghasilkan produktivitas 7040 kg/ha, sedangkan 30 Desember 2007 menghasilkan produktivitas 2803 kg/ha. Perbedaan kondisi lingkungan yaitu unsur cuaca dan iklim dapat mempengaruhi komponen hasil berupa biomassa pada masing-masing tanggal tanam. Indeks luas daun hasil simulasi dengan data

- - - LAI maksimum observasi - - - LAI maksimum NASA/POWER

 LAI minimum observasi  LAI minimum NASA/POWER

Gambar 14 Indeks luas daun hasil simulasi dengan iklim observasi dengan (a) data radiasi dari NASA/POWER (b) data suhu maksimum dan minimum dari NASA/POWER (c) data curah hujan dari

NASA/POWER (d) data iklim seluruhnya dari NASA/POWER

(a)

(c) (d)

20

iklim observasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 memiliki nilai terendah ketika belum ada daun yang muncul. Daun pertama muncul (emergence) pada 5 HSS memiliki ILD 0.01. Pada saat keluarnya bunga/malai (heading) terjadi pada 77 HSS dan memiliki ILD 5.44. Setelah mencapai nilai maksimum, ILD akan turun seiring tanaman padi yang matang secara fisiologis hingga panen pada 108 HSS yaitu 2.9. Sedangkan ILD pada tanggal tanam 30 Desember 2007, kemunculan daun pertama kali (emergence) terjadi pada 7 HSS. Indeks luas daun tertinggi yaitu pada saat keluarnya bunga/malai (heading) ketika 86 HSS sebesar 1.25. Kemudian ILD akan turun hingga tanaman padi matang secara fisiologis pada 117 HSS dengan ILD sebesar 0.84.

Indeks luas daun hasil simulasi dengan data radiasi, curah hujan dan data iklim NASA/POWER pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 lebih rendah

Dokumen terkait