• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Pemanfaatan Data Iklim NASA/POWER untuk Model Simulasi Tanaman di Indonesia: Studi Kasus Sukamandi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Pemanfaatan Data Iklim NASA/POWER untuk Model Simulasi Tanaman di Indonesia: Studi Kasus Sukamandi, Jawa Barat"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PEMANFAATAN DATA IKLIM NASA/POWER

UNTUK MODEL SIMULASI TANAMAN DI INDONESIA :

STUDI KASUS SUKAMANDI, JAWA BARAT

DEWI SULISTYOWATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pemanfaatan Data Iklim NASA/POWER untuk Model Simulasi Tanaman di Indonesia: Studi Kasus Sukamandi, Jawa Barat, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Dewi Sulistyowati

(4)
(5)

ABSTRAK

DEWI SULISTYOWATI. Potensi Pemanfaatan Data Iklim NASA/POWER untuk Model Simulasi Tanaman di Indonesia: Studi Kasus Sukamandi, Jawa Barat. Dibimbing oleh IMPRON dan PERDINAN.

(6)

ABSTRACT

DEWI SULISTYOWATI. Potential Application of NASA/POWER Climate Data for Crop Simulation Model in Indonesia: Case Study Sukamandi, West Java. Supervised by IMPRON and PERDINAN.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

POTENSI PEMANFAATAN DATA IKLIM NASA/POWER

UNTUK MODEL SIMULASI TANAMAN DI INDONESIA :

STUDI KASUS SUKAMANDI, JAWA BARAT

DEWI SULISTYOWATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Potensi Pemanfaatan Data Iklim NASA/POWER untuk Model Simulasi Tanaman di Indonesia: Studi Kasus Sukamandi, Jawa Barat

Nama : Dewi Sulistyowati NIM : G24100059

Disetujui oleh

Dr Ir Impron, MAgrSc Pembimbing I

Dr Perdinan, MNRE Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan. Judul yang dipilih untuk tugas akhir ini adalah Evaluasi Iklim Spasial dalam Model Simulasi Tanaman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Impron dan Dr. Perdinan selaku pembimbing yang selalu mengarahkan tugas akhir ini melalui bantuan ide, kritik dan saran agar dapat selesai dengan baik. Terima kasih tentu penulis ucapkan terutama kepada keluarga atas dukungan dan doa yang tidak terbatas terutama ketika proses penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih kepada ibu dan bapak dosen pengajar dan staf pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan. Kepada teman-teman Departemen Geofisika dan Meteorologi angkatan 47 (terutama Ina, Bude, Mani, Dety, Alan, Ryan, Anggi, Irza, Angga, Em, Moe, Ricky, Haikal, Reza, Roni, Fiki, Icha, Aji, Duwi, Mail, Daus, Dede, Fei) dan teman-teman Wisma Mobster atas kebersamaan dan dukungangannya selama masa perkuliahan.

Ungkapan terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir. Kepada pengamat stasiun cuaca Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Bapak Jaja atas bantuannya dalam menyediakan data cuaca dan iklim yang diperlukan penulis untuk menyusun tugas akhir. Terima kasih pula kepada Ibu Woro Estiningtyas, peneliti Balai Agroklimatologi dan Hidrologi atas kesediaannya untuk memberikan data tanah dan disertasinya sebagai literatur dalam tugas akhir penulis untuk wilayah kajian Indramayu, Jawa Barat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(11)

DAFTAR ISI

PRAKATA viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Decision Support System for Agrotechnology Transfer (DSSAT) 3

Data Iklim NASA/POWER 4

METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Alat dan Bahan 5

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Plot Data Iklim Observasi dan Data Iklim NASA/POWER 8

Data radiasi 11

Data suhu maksimum dan minimum 12

Curah hujan dan hari hujan 13

Membandingkan Hasil Simulasi Data Iklim Observasi dan NASA/POWER 15 Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Selama Simulasi 18

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien genetik untuk padi varietas IR64 dalam model

CERES-Rice 3

2 Data meteorologi harian yang tersedia global melalui

NASA/POWER 4

3 Pemilihan sistem usaha tani yang diterapkan pada file

manajemen 7

4 Metode yang digunakan dalam Simulation Options DSSAT 7 5 Rata-rata bulanan, RMSE, dan R2 (R-square) parameter iklim

Observasi dan NASA/POWER selama 2004-2013 11

6 Perbedaan nilai RMSE produktivitas tanaman dengan masukan

data NASA/POWER dan data observasi 17

7 Uji t untuk komponen hasil pertumbuhan tanaman pada tanggal

tanam 30 Desember 2007 dan 10 Oktober 2012 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Wilayah Subang dan Indramayu (BPS 2010) 2

2 Diagram alir penelitian 6

3 Sebaran pada garis 1:1 (a) data radiasi (b) curah hujan (c) suhu maksimum (d) suhu minimum harian observasi dan

NASA/POWER selama 2004-2013 8

4 Plot data radiasi harian observasi(biru) dan NASA/POWER

(merah) tahun 2004-2013. 9

5 Plot data suhu maksimum harian observasi (biru) dan

NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013. 9

6 Plot data suhu minimum harian observasi (biru) dan

NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013. 10

7 Plot data curah hujan harian observasi (biru) dan NASA/POWER

(merah) tahun 2004-2013. 10

8 Plot data hari hujan bulanan dari stasiun observasi () dan NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013 (a) sebelum (b) sesudah

hari hujan NASA/POWER dikoreksi 14

9 Sebaran jumlah hari hujan bulanan observasi dan hari hujan NASA/POWER (a) sebelum (b) sesudah hari hujan

NASA/POWER dikoreksi 14

10 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim observasi dengan radiasi NASA/POWER (- - - -) tahun

2004-2013 15

11 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () serta data iklim observasi dengan data suhu maksimum dan

(13)

12 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim observasi dengan curah hujan NASA/POWER (- - - -)

tahun 2004-2013 16

13 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan

data iklim NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013 16 14 Indeks luas daun hasil simulasi dengan iklim observasi dengan (a)

data radiasi dari NASA/POWER (b) data suhu maksimum dan minimum dari NASA/POWER (c) data curah hujan dari

NASA/POWER (d) data iklim seluruhnya dari NASA/POWER 19 15 Produktivitas padi berdasarkan tanggal tanam pada 10 Januari

2011 hingga 30 Desember 2012 () hasil simulasi () BPS ()

Estiningtyas 2012 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi Padi Varietas IR64 27

2 Data fisik dan kimia Kecamatan Cikedung, Indramayu (Woro

2012) 27

3 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober

2012 menggunakan data iklim observasi 28

4 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30

Desember 2007 menggunakan data iklim observasi 29 5 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober

2012 menggunakan data radiasi NASA/POWER 30

6 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30

Desember 2007 menggunakan data radiasi NASA/POWER 31 7 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober

2012 menggunakan suhu maksimum dan minimum, radiasi dan

curah hujan NASA/POWER 32

8 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 menggunakan suhu maksimum dan minimum,

radiasi dan curah hujan NASA/POWER 33

9 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober

2012 menggunakan curah hujan NASA/POWER 34

10Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30

Desember 2007 menggunakan curah hujan NASA/POWER 35 11Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober

2012 menggunakan suhu maksimum dan minimum

NASA/POWER 36

12Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 menggunakan suhu maksimum dan minimum

NASA/POWER 37

13Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan suhu

maksimum dan suhu minimum NASA/POWER 38

14Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan curah hujan

(14)

15Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan radiasi

NASA/POWER 40

16Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan radiasi, suhu

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyederhanaan sistem pertumbuhan, perkembangan dan potensi hasil tanaman melalui pemodelan merupakan salah satu cara untuk menyusun strategi pengelolaan lahan pertanian (Boer et al. 2007). Strategi pengelolaan lahan pertanian yang baik dapat mendukung tercapainya produksi yang maksimal dan mengurangi kerugian yang diterima petani. Pemodelan sistem pertanian dapat mensimulasi keterkaitan lingkungan dengan pengelolaan lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengelolaan lahan pertanian seperti pola tanam, pemilihan varietas, waktu tanam, serta aplikasi pemupukan dengan kombinasi yang sesuai lingkungan dapat menghasilkan tercapainya produksi yang maksimal.

Model simulasi Decision Support System for Agrotechnology Transfer

(DSSAT) yang dikembangkan oleh International Benchmark Sites Network for Agrotechnology Transfer (IBSNAT) merupakan salah satu model simulasi tanaman yang dapat mensimulasi pertumbuhan, perkembangan dan menduga potensi hasil tanaman dengan mengintegrasikan cuaca, tanah dan manajemen lahan pertanian (Tsuji et al. 1994). Masukan yang digunakan dalam menjalankan model simulasi DSSAT diantaranya adalah data iklim harian yang terdiri dari suhu maksimum, suhu minimum, radiasi, dan curah hujan (Jones et al. 2003). Namun ketersediaan dan akses terhadap data iklim harian terutama hasil observasi relatif sulit untuk diperoleh. Sehingga diperlukan langkah alternatif untuk memperoleh data iklim harian.

Sulitnya data iklim observasi diantaranya disebabkan oleh jumlah stasiun iklim yang terbatas dalam suatu wilayah, keterbatasan dan rusaknya alat, serta adanya data hilang. Menurut Abraha dan Savage (2008), data radiasi matahari merupakan salah satu data yang relatif lebih sulit didapatkan dibandingkan data iklim lain. Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh data iklim harian adalah dengan menggunakan data satelit yang mudah diperoleh dan mudah diakses. NASA’s Prediction of Worldwide Energy Resources

(NASA/POWER) melakukan proyeksi untuk menduga data radiasi berdasarkan observasi satelit dan parameter atmosfer melalui observasi satelit dan asimilasi model. Data iklim NASA/POWER relatif mudah diakses dan digunakan karena pengguna sudah mendapatkan data dalam format ASCII dan tersedia dalam data harian. Sehingga data iklim tersebut dapat digunakan sebagai data iklim masukan dalam model simulasi tanaman (William et al. 1997).

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui kesesuaian data iklim keluaran NASA/POWER yaitu radiasi, suhu maksimum, suhu minimum, dan curah hujan sebagai data masukan dalam model simulasi tanaman. Membandingkan hasil simulasi tanaman yang menggunakan masukan data iklim observasi dengan NASA/POWER.

Ruang Lingkup Penelitian

Simulasi dilakukan dengan menggunakan data fisik dan kimia tanah wilayah Cikedung, Indramayu. Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak diantara 107o52’ – 108o36’ BT dan 06o15’ – 06o40’ LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar wilayah Indramayu merupakan dataran rendah dengan kemiringan lahan 0-2%. (BPS 2012). Data iklim yang digunakan dalam simulasi berasal dari stasiun iklim Sukamandi, Subang, Jawa Barat yang terletak pada 107o23’24” BT dan 6o15’ LS dengan ketinggian 15 m diatas permukaan laut. Klasifikasi iklim menurut Oldemann untuk stasiun iklim Sukamandi adalah D3, yaitu hanya mungkin dilakukan penanaman padi satu kali atau palawija satu kali setahun, pada sawah tadah hujan. Penggunaan data iklim stasiun Sukamandi untuk wilayah Cikedung, Indramayu setelah diketahui adanya korelasi 0.94 antara curah hujan di wilayah Cikedung, Indramayu, Jawa Barat dengan curah hujan di Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

Gambar 1 Peta Wilayah Subang dan Indramayu (BPS 2010)

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Decision Support System for Agrotechnology Transfer (DSSAT)

DSSAT merupakan model simulasi tanaman yang dikembangkan oleh

International Benchmark Sites Network for Agrotechnology Transfer (IBSNAT). Model simulasi ini dikembangkan dengan tujuan mengintegrasikan kondisi tanah, iklim, tanaman dan sistem pengelolaan lahan pertanian untuk menghasilkan informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dimodelkan (Jones et al. 2003). Informasi ini digunakan untuk menyusun keputusan dalam mengelola lahan pertanian sehingga dapat dihasilkan produksi tanaman yang optimal dengan memaksimalkan kondisi tanah, iklim dan karakteristik tanaman. Data yang diperlukan untuk menjalankan model ini adalah data iklim, data tanah, dan data pengelolaan lahan pertanian. Tanaman yang dapat dimodelkan dalam model simulasi ini memiliki data genotipe yang berbeda tergantung dari varietas tanaman yang akan dimodelkan (Hoogenboom et al. 2010).

DSSAT telah luas digunakan untuk mensimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, salah satunya adalah tanaman padi. Model yang digunakan untuk mensimulasi tanaman padi di dalam DSSAT 4.5 adalah

CERES-Rice. Komponen fenologi dari CERES-Rice oleh Singh dan Ritchie (1993), menggambarkan perkembangan tanaman melalui siklus hidup berdasarkan akumulasi degree day (heat unit). Lamanya tahap perkembangan sebagai reaksi atas suhu dan photoperiod bervariasi dan tergantung varietas, spesies dan koefisien genetik yang digunakan sebagai input model. Varietas padi yang digunakan dalam simulasi penelitian ini adalah varietas padi IR64 yang memiliki koefisien genetik dalam model CERES-Rice pada Tabel 1.

Tabel 1 Koefisien genetik untuk padi varietas IR64 dalam model CERES-Rice

Koefisien Satuan Definisi Nilai

P1 0C day Thermal unit untuk fase dasar vegetatif 500 P2O jam Panjang hari kritis ketika perkembangan dalam

laju maksimum 12

P2R 0C day Koefisien sensitivitas panjang hari 160 P5 0C day

Thermal unit yang diperlukan dari awal pengisian butir (3-4 hari setelah pembungaan awal) padi hingga matang fisiologis

450

G1 (#/g)

Koefisien gabah potensial sebagai perkiraan dari banyaknya gabah per gram batang utama

G4 Suhu toleransi. Bagi varietas yang tumbuh pada

(18)

4

Data Iklim NASA/POWER

Model simulasi pertanian memerlukan input data iklim dalam jangka waktu yang cukup panjang untuk dapat melakukan simulasi terkait pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketersediaan data iklim harian relatif sulit didapatkan. Salah satu alternatif dalam mendapatkan data iklim harian adalah dengan data NASA/POWER dapat diakses melalui power.larc.nasa.gov/cgi-bin/cgiwrap/solar/agro.cgi?email=agroclim@larc.nasa.gov. Data iklim dapat diunduh sesuai titik koordinat wilayah kajian. Situs tersebut berisi data iklim hasil dari proyeksi Prediction of Wordwide Energy Resource (POWER) yang terdiri dari data radiasi, rata-rata suhu titik embun, suhu maksimum dan minimum dan curah hujan harian secara global yang memiliki jangkauan hingga grid 1ox1o (White et al. 2011). Parameter iklim yang terdapat dalam Prediction of Wordwide Energy Resource (POWER) NASA terutama data radiasi matahari, diperoleh dari observasi satelit serta parameter meteorologi dari gabungan beberapa model (William et al. 1997). Tabel 2 menunjukkan sumber data meteorologi yang digunakan dalam NASA/POWER dan jangka waktu ketika sumber data digunakan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengkaji lahan pertanian di Cikedung, Indramayu dan stasiun iklim Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Pengolahan data dan penulisan dilaksanakan Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor yang berlangsung pada bulan Juli sampai Oktober 2014.

Tabel 2 Data meteorologi harian yang tersedia global melalui NASA/POWER

Variabel Sumber data Jangka waktu

Suhu maksimum dan minimum, suhu rata-rata, suhu titik embun harian.

Goddard Earth Observing Systems

(GEOS) assimilation model version 4

Goddard Earth Observing Systems

(GEOS) assimilation model version 5

Januari 1983 hingga Desember 2007 Januari 2008 hingga sekarang

Curah hujan Satelit dan pengamatan permukaan dari Global Precipitation Climatology Project (GPCP)

Januari 1997 hingga sekarang

(19)

5 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat komputer yang dilengkapi software pengolah data seperti Microsoft Office 2010, software

DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) version 4.5.0 yang diunduh dari dssat.net/downloads/dssat-v45, serta software MINITAB. Data yang digunakan terdiri dari data iklim harian, data manajemen lahan pertanian serta data fisik dan kimia tanah.

Data manajemen lahan pertanian yang diperlukan berupa varietas tanaman, waktu tanam, jarak tanam, dan pemupukan. Data fisik dan kimia tanah Kec. Cikedung, Kabupaten Indramayu. Data iklim harian terdiri dari data observasi dan NASA/POWER tahun 2004-2013 (suhu maksimum, suhu minimum, suhu udara rata-rata, radiasi matahari dan curah hujan). Data observasi diperoleh dari stasiun Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Sedangkan data iklim dari NASA/POWER diunduh dari situs resmi NASA, dengan alamat website, http://power.larc.nasa.gov/cgibin/cgiwrap/solar/agro.cgi?email=agroclim@larc. nasa.gov yang diakses pada 9 Juli 2014.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah dengan melakukan plotting data iklim observasi dari stasiun Sukamandi, Subang dengan data iklim NASA/POWER pada koordinat 6.25 LS dan 107.39 BT serta ketinggian 15 meter diatas permukaan laut. Plotting ini dilakukan untuk mengetahui pola yang dibentuk dari panjang data selama 10 tahun (2004-2013). Tahap ini menghasilkan koefisien determinasi (R2) dari parameter iklim hasil observasi dan keluaran NASA/POWER yang dapat menunjukkan keragaman data observasi yang dapat dijelaskan oleh data keluaran NASA/POWER. Deviasi antara NASA/POWER dan data iklim observasi dinyatakan dalam Root Mean Square Error (RMSE).

Tahap kedua adalah simulasi potensi hasil tanaman padi dengan menggunakan model simulasi tanaman DSSAT. Sebelum menjalankan model ada beberapa tahap yang dipersiapkan, diantaranya membuat modul data tanah, data iklim dan data manajemen lahan pertanian. Modul data tanah terdiri dari data fisik dan kimia tanah yang dibuat dalam SBuild. Modul iklim terdiri dari data suhu maksimum dan minimum, data radiasi serta data curah hujan harian yang dibuat dalam Weatherman. Modul manajemen lahan pertanian dibuat dalam XBuild yang berisi data seperti tabel 4. Seluruh modul yang telah dibuat akan disimulasidalam file yang format (.SNX) karena tipe analisis DSSAT yang digunakan adalah seasonal. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi pengaruh parameter iklim terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman yang digambarkan dalam biomassa tanaman. RMSE juga digunakan oleh Wart et al.(2013) untuk mengetahui rata-rata kesalahan antara hasil simulasi tanaman yang menggunakan

(20)

6

Ys adalah produktivitashasil simulasimenggunakan data radiasi NASA/POWER,

Yo adalah produktivitashasil simulasimenggunakan data iklim observasi.

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Membandingkan data observasi dan NASA/POWER dengan koefisien determinasi

Uji beda biomassa akar, batang, butir padi, daun, malai hasil simulasi

(21)

7 Tabel 3 Pemilihan sistem usaha tani yang diterapkan pada file manajemen

Parameter

Planting date Dasarian 1 (tanggal 10) Dasarian 2 (tanggal 20) Dasarian 3 (tanggal 30)

Planting method Dry seeda Planting distribution Rowsb Plant Population at seeding/m2 80

Plant Population at emergence/m2 80

Row spacing 25 cm

Planting Depth 5 cm

Row Direction, Degree from North 90

Irrigation No Applicationc dipindahkan ke seluruh petak sawah ; bRows : Penanaman dilakukan dengan cara berbaris ;

c

No Application : Sawah tadah hujan.

Tabel 4 Metode yang digunakan dalam Simulation Options DSSAT

Parameter Metode yang digunakan

Weather Measured data

Initial condition As reported

Evapotranspiration Priestley-Taylor/Ritchie

Infiltration Soil Conservation Service

Photosynthesis Radiation efficiency

Hydrology Ritchie water balance

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Data Iklim Observasi dan Data Iklim NASA/POWER

Informasi data iklim diperlukan sebagai data masukan dalam model simulasi tanaman agar dihasilkan hasil simulasi berupa produktivitas yang sesuai dengan hasil aktualnya. Salah satu sumber informasi untuk memperoleh data iklim harian, berupa radiasi, suhu udara maksimum dan minimum, serta curah hujan adalah melalui NASA’s Prediction of Worldwide Energy Resources (NASA/POWER). Sebelum digunakan sebagai data masukan dalam simulasi, data iklim tersebut dibandingkan dengan data iklim observasi. Hal ini dilakukan agar diketahui data iklim NASA/POWER sesuai atau tidak sesuai dengan data iklim observasi, karena kondisi tersebut dapat mempengaruhi hasil simulasi. Sehingga diperlukan evaluasi data iklim NASA/POWER dengan menghitung koefisien determinasi dan RMSE.

Gambar 3 Sebaran pada garis 1:1 (a) data radiasi (b) curah hujan (c) suhu maksimum (d) suhu minimum harian observasi dan NASA/POWER selama 2004-2013

(a) (b)

(23)

9 Gambar 1 Plot data radiasi harian observasi(biru) dan NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013.

(24)

10

Gambar 1 Plot data suhu minimum harian observasi (biru) dan NASA/POWER (merah) tahun 2004-2013.

(25)

11 Melalui plotting dan sebaran antara data iklim observasi dengan data iklim NASA/POWER selama 2004-2013, dapat diketahui kemampuan data iklim NASA/POWER dalam mengestimasi data iklim di wilayah sekitar Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Stasiun Sukamandi terletak pada 6.25 lintang selatan dan 107.39 bujur timur dengan ketinggian 15 meter diatas permukaan laut. Sebaran data iklim observasi dan NASA/POWER digunakan untuk menghasilkan nilai R2,

yang dapat menggambarkan berapa banyak data iklim NASA/POWER yang sesuai dengan data iklim observasi. Nilai R2 yang semakin tinggi menunjukkan bahwa data iklim yang dihasilkan oleh NASA/POWER memiliki kemampuan yang cukup baik untuk mengestimasi data iklim di wilayah sekitar Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Sedangkan nilai RMSE yang semakin kecil, menunjukkan data iklim NASA/POWER dapat mengestimasi dengan semakin baik karena RMSE menunjukkan besarnya penyimpangan rata-rata dibandingkan data iklim observasi. Tabel 5 menunjukkan rata-rata bulanan selama tahun 2004-2013 untuk suhu maksimum, minimum, curah hujan dan radiasi matahari yang dihasilkan oleh data hasil observasi dan data spasial NASA/POWER serta nilai RMSE dari kedua data iklim.

Data radiasi

Data radiasi matahari merupakan salah satu parameter iklim penting dalam model simulasi tanaman. Radiasi matahari diperlukan oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis. Gambar 4 menunjukkan bahwa data radiasi harian NASA/POWER sudah cukup baik dalam mengestimasi data radiasi harian di wilayah kajian. Kedua grafik memiliki bentuk pola yang mirip dan saling berhimpitan, warna merah merupakan data radiasi NASA/POWER dan warna biru merupakan data radiasi observasi. Nilai RMSE radiasi harian NASA/POWER dengan observasi adalah 3.2 MJ/m2. Melalui sebaran data radiasi pada Gambar 3, dapat diketahui koefisien determinasi (R2) yaitu 0.57.

Berdasarkan Tabel 5, nilai radiasi harian tertinggi selama 2004-2013 di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat, menurut data observasi adalah 18.7 MJ/m2 pada bulan September, serta radiasi harian terendah adalah 14.3 MJ/m2 pada bulan Januari dan Desember. Data radiasi NASA/POWER menyebutkan radiasi maksimum di wilayah kajian selama 2004-2013 adalah 20.8 MJ/m2 pada bulan September, sedangkan radiasi minimumnya adalah 15.7 MJ/m2 pada bulan Febuari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa radiasi maksimum dan minimum yang terdapat di wilayah kajian menurut NASA/POWER cenderung mendekati radiasi observasi. Penerimaan radiasi yang cukup tinggi di wilayah kajian

Tabel 5 Rata-rata bulanan, RMSE, dan R2 parameter iklim Observasi dan NASA/POWER selama 2004-2013

Parameter Observasi NASA/POWER RMSE R2

Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah

Suhu Minimum (oC) 24 22 22.8 21.1 2.4 0.00034

Suhu Maksimum (oC) 32.9 30 26.5 28.5 4.5 0.22

Radiasi (MJ/m2) 18.7 14.3 20.8 15.7 3.2 0.57

(26)

12

disebabkan karena topografi di sekitar stasiun observasi adalah di dataran rendah dan relatif dekat dengan pantai. Sedangkan adanya perbedaan nilai maksimum dan minimum radiasi bulanan dalam satu tahun disebabkan adanya pola matahari tahunan.

Data suhu maksimum dan minimum

Suhu udara merupakan unsur iklim yang penting proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Suhu udara mempengaruhi proses respirasi dan fotosintesis tanaman. Adanya ketidakseimbangan antara kedua proses tersebut dapat mengurangi bobot gabah (Suhartatik et al. 2008). Model simulasi tanaman memerlukan data suhu udara maksimum dan minimum harian untuk mengetahui batas kritis suhu udara yang dapat ditoleransi oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman.

Berdasarkan Tabel 5, suhu maksimum tertinggi menurut data observasi selama 2004-2013 rata-rata adalah 32.9o C pada bulan Oktober, sedangkan suhu maksimum paling rendah adalah 30o C pada bulan Januari. Suhu udara maksimum NASA/POWER tertinggi selama tahun 2004-2013 rata-rata adalah 28.5o C pada bulan September, sedangkan suhu udara maksimum terendahnya adalah 26.5o C pada bulan Januari. Sehingga dapat diketahui bahwa suhu maksimum tertinggi dan terendah menurut NASA/POWER terjadi pada waktu yang cenderung sama dengan data observasi. Suhu udara maksimum di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat cenderung tinggi karena dipengaruhi oleh wilayahnya yang terletak di dataran rendah dan dekat relatif dekat dengan pantai.

Gambar 5 menunjukkan data suhu maksimum NASA/POWER pada grafik berwarna merah dan data suhu maksimum observasi pada grafik yang berwarna biru. Plotting data suhu maksimum menunjukkan terjadi underestimate, yaitu data harian suhu maksimum NASA/POWER lebih rendah dibanding data observasi pada terhadap data observasi. Meskipun terjadi underestimate, namun pola yang dihasilkan oleh data suhu maksimum NASA/POWER cenderung mirip dengan pola data observasi. Selisih yang terdapat pada kedua grafik rata-rata dapat dihitung dengan RMSE, yaitu sebesar 4.5o C. Sehingga sebaran pada Gambar 3 menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.22. Artinya data suhu maksimum NASA/POWER belum mampu mengestimasi suhu maksimum di Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

(27)

13 NASA/POWER lebih rendah dibandingkan data harian suhu udara minimum observasi. Perubahan secara signifikan yang dimulai pada 1 Januari 2008 disebabkan oleh adanya perbedaan suber data yang digunakan. GEOS

assimilation model version 4 sejak Januari 1983 hingga Desember 2007, kemudian pada Januari 2008 menggunakan GEOS assimilation model version 5. Perbedaan rata-rata antara data NASA/POWER dengan data observasi selama tahun 2004-2013 adalah 2.4oC. Adanya data suhu minimum yang underestimate

dan overestimate menyebabkan nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan pada Gambar 8 sangat kecil, yaitu 0.000034. Hal ini menunjukkan bahwa data suhu minimum NASA/POWER belum mampu mengestimasi suhu minimum di wilayah kajian.

Curah hujan dan hari hujan

Simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan data curah hujan sebagai salah satu unsur iklim dalam data iklim masukan. Curah hujan berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi terutama dalam evapotranspirasi. Keterbatasan air maupun kelebihan air bagi tanaman selama masa pertumbuhan dapat mempengaruhi hasil tanaman padi. Sehingga dalam simulasi data curah hujan harian diperlukan karena lahan diumpamakan sebagai lahan tadah hujan. Jadi sumber air bagi lahan pertanian satu-satunya berasal dari hujan.

Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa data curah hujan NASA/POWER dalam grafik berwarna merah memiliki pola yang mirip dengan data observasi dalam grafik berwarna biru. Namun seperti kemampuan satelit pada umumnya, data curah hujan NASA/POWER memiliki kelemahan dalam mengestimasi jumlah curah hujan yang terjadi pada suatu lokasi, terutama ketika terjadi curah hujan tinggi. Menurut NASA (2013), hal ini disebabkan hujan biasanya terjadi dalam jangka waktu yang singkat dan terjadi pada lokasi tertentu. Sedangkan satelit GPCP (Global Precipitation Climate Project) yang digunakan untuk mengestimasi curah hujan, bekerja pada 1ox1o bujur dan lintang dalam mengakumulasi curah hujan harian. Sehingga hasil plot menunjukkan adanya jarak antara grafik yang dibentuk oleh data curah hujan observasi dengan data curah hujan NASA/POWER.

(28)

14

Hari hujan menurut BMKG adalah ketika dalam suatu hari terdapat curah hujan 0.55 mm atau lebih. Informasi mengenai hari hujan bermanfaat untuk menentukan awal musim tanam dalam pertanian (Handoko 1994). Hasil plot data iklim pada Gambar 8a, menunjukkan pola yang dihasilkan oleh jumlah hari hujan bulanan selama 10 tahun (2004-2013) NASA/POWER pada grafik putus-putus dengan hari hujan mirip dengan data observasi pada grafik utuh. Namun jumlah hari hujan bulanan NASA/POWER yang dihasilkan selalu lebih tinggi dari jumlah hari hujan bulanan observasi. Hal ini terjadi karena data NASA/POWER tidak dapat menangkap curah hujan tinggi, namun data curah hujan NASA/POWER Gambar 8 Plot data hari hujan bulanan dari stasiun observasi () dan

NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013 (a) sebelum (b) sesudah hari hujan NASA/POWER dikoreksi

Gambar 9 Sebaran jumlah hari hujan bulanan observasi dan hari hujan

NASA/POWER (a) sebelum (b) sesudah hari hujan NASA/POWER dikoreksi

(a)

(b)

(29)

15 menangkap adanya hujan yang lebih sering dibandingkan data observasi. Meskipun terjadi overestimate namun dan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu dan 0.75.

Gambar 8b menunjukkan pola hari hujan selama tahun 2004-2013 dengan hari hujan untuk data NASA/POWER merupakan hari dengan curah hujan 4.5 mm atau lebih. Nilai 4.5 mm didapatkan dari rata-rata perbedaan yang terdapat pada grafik hari hujan dengan data curah hujan NASA/POWER dan observasi. Berdasarkan Gambar 9b, melalui adanya perubahan curah hujan minimum untuk menentukan hari hujan pada data curah hujan NASA/POWER, nilai koefisien determinasi (R2) meningkat menjadi 0.80. Koreksi ini diperlukan karena pola antara hari hujan NASA/POWER hampir mirip dengan pola hujan observasi, namun yang membedakan adalah adanya selisih diantara kedua grafik. Nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi meskipun terdapat selisih diantara kedua grafik terjadi karena menurut curah hujan NASA/POWER mengestimasikan adanya hujan meskipun menurut observasi tidak terjadi hujan. Sehingga prediksi terjadinya hujan menurut NASA/POWER akan selalu sama dengan hasil observasi yang menyatakan terjadi hujan.

Membandingkan Hasil Simulasi Data Iklim Observasi dan NASA/POWER

Simulasi dilakukan dengan waktu tanam 10 hari sekali selama tahun 2004-2012 pada sawah tadah hujan. Simulasi yang dilakukan untuk membandingkan potensi tanaman padi yang dihasilkan antara hasil simulasi yang menggunakan data iklim observasi dan data iklim NASA/POWER, yang terdiri dari suhu maksimum, suhu minimum, radiasi dan curah hujan. Grafik dan sebaran menunjukkan bahwa data radiasi NASA/POWER sudah cukup baik untuk mengestimasi data radiasi harian di wilayah kajian. Sedangkan NASA/POWER masih kurang mampu untuk mengestimasi suhu udara maksimum, minimum dan curah hujan di wilayah kajian. Sehingga perlu diketahui penggunaan data suhu udara maksimum, minimum, radiasi dan curah hujan NASA/POWER sebagai data iklim masukan dalam simulasi. Serta seberapa besar pengaruh masing-masing unsur dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(30)

16

Berdasarkan grafik dan sebaran data iklim NASA/POWER tahun 2004-2013 pada 6.25 LS dan 107.39 BT, data radiasi NASA/POWER telah cukup baik mengestimasi data radiasi harian di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Gambar 10 menunjukkan hasil simulasi produktivitas dengan data iklim observasi yang data radiasinya diganti dengan radiasi NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan simulasi menggunakan data observasi. Gambar 11 menunjukkan simulasi yang Gambar 11 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () serta

data iklim observasi dengan data suhu maksimum dan minimum NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

Gambar 12 Produktivitas padi menggunakan data iklim observasi () dan data iklim observasi dengan curah hujan NASA/POWER (- - - -) tahun 2004-2013

(31)

17 data suhu maksimum dan minimumnya diganti dengan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi menggunakan data observasi. Sedangkan Gambar 12, simulasi produktivitas dengan data iklim observasi yang curah hujannya diganti dengan curah hujan NASA/POWER lebih rendah dibandingkan hasil simulasi produktivitas dengan data iklim observasi. Gambar 13 menunjukkan simulasi dengan data iklim NASA/POWER lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi dengan data observasi. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan NASA/POWER menghasilkan simulasi yang paling berbeda diantara simulasi data iklim yang radiasi, suhu maksimum dan minimum bersumber dari NASA/POWER. Perbedaan hasil simulasi pada masing-masing gambar dijelaskan pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa simulasi yang memiliki nilai RMSE semakin besar menunjukkan ketepatan hasil simulasi yang semakin kurang dibandingkan dengan simulasi menggunakan data observasi. Hasil simulasi yang data curah hujannya diganti dengan curah hujan NASA/POWER menghasilkan RMSE yang paling kecil yaitu 583 kg/ha dengan nilai R2 antara curah hujan observasi dengan curah hujan NASA/POWER sebesar 0.09. Sedangkan RMSE simulasi yang data radiasinya berasal dari NASA/POWER adalah 808 kg/ha dengan R2 radiasi 0.57. Hal ini menunjukkan bahwa dalam simulasi curah hujan bukan faktor iklim yang paling mempengaruhi hasil simulasi. Unsur iklim yang paling mempengaruhi simulasi diantara suhu maksimum dan minimum, curah hujan, dan radiasi adalah suhu maksimum dan suhu minimum. Sehingga perbedaan hasil simulasi terbesar pada data masukan suhu maksimum dan minimum yang berasal dari NASA/POWER.

Adanya subtitusi data radiasi NASA/POWER sebagai pengganti data radiasi harian observasi dimungkinkan dalam simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena nilai R2 radiasi NASA/POWER sebesar 0.57 dan menghasilkan RMSE produktivitas paling rendah kedua setelah simulasi dengan data curah hujan NASA/POWER. Perbedaan hasil simulasi antara data observasi dengan radiasi NASA/POWER disebabkan karena data radiasi yang dihasilkan oleh NASA/POWER di wilayah kajian lebih tinggi dibandingkan dengan data observasi, meskipun perbedaan rata-rata data radiasi NASA/POWER dengan data radiasi observasi relatif kecil, yaitu 3.2 MJ/m2. Nilai RMSE simulasi produksi tanaman padi yang menggunakan data radiasi NASA/POWER dengan data radiasi observasi sebesar 808 kg/ha. Menurut Hoogenboom etal. (2011), radiasi matahari merupakan input yang penting dalam mengestimasi evaporasi dan akumulasi biomassa tanaman dalam model simulasi tanaman.

Tabel 6 Perbedaan nilai RMSE produktivitas tanaman dengan masukan data NASA/POWER dan data observasi

Parameter RMSE

Radiasi NASA/POWER 808 kg/ha

Curah hujan NASA/POWER 583 kg/ha

Suhu maksimum dan minimum NASA/POWER 1677 kg/ha

(32)

18

Fluktuasi produktivitas tanaman terjadi karena adanya simulasi perbedaan tanggal tanam. Waktu tanam yang dipilih yaitu per 10 harian dalam satu tahun selama tahun 2004-2013. Rata-rata bulanan produktivitas tanaman selama waktu simulasi antara kedua skenario menunjukkan fluktuasi produktivitas yang sama. Produktivitas minimum simulasi yang menggunakan data iklim observasi terjadi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 sebesar 2803 kg/ha. Sedangkan produktivitas maksimum simulasi yang menggunakan data iklim observasi terjadi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 sebesar 7040 kg/ha.

Perbedaan produktivitas yang cukup signifikan disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim selama fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 curah hujan sejak tanam hingga panen 810 mm, tanggal tanam 30 Desember 2007 adalah 1017 mm. Radiasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 adalah 17.6 MJ/m2 sedangkan pada 30 Desember 2007 adalah 13.9 MJ/m2. Suhu udara maksimum pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 sejak tanam hingga panen adalah 31.7oC dan untuk tanggal tanam 30 Desember adalah 30.4oC. Suhu minimum sejak tanam hingga panen adalah 24.4oC dan untuk tanggal tanam 30 Desember 2007 adalah 22.3oC. Curah hujan pada tanggal tanam 30 Desember 2007 lebih tinggi dibandingkan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012, karena pada 30 Desember 2007 sudah memasuki La Nina lemah. Jumlah curah hujan yang lebih tinggi, radiasi yang lebih rendah dan suhu udara maksimum dan minimum yang lebih rendah mulai fase tanam hingga panen pada 30 Desember 2007 menyebabkan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012. Hal ini disebabkan proses fotosintesis pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 lebih optimal karena radiasi matahari yang diterima selama tanam hingga panen lebih tinggi dibandingkan pada tanggal tanam 30 Desember 2007.

Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Selama Simulasi

Hasil simulasi dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim di wilayah kajian. Hal ini terjadi karena masing-masing unsur iklim berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kondisi aktual, unsur iklim tersebut saling menunjang dalam proses fotosintesis dan metabolisme tanaman. Hasil fotosintesis ditransportasikan ke organ-organ tanaman yang ditunjukkan dalam besarnya biomassa tanaman. Biomassa tanaman yang dihasilkan dalam simulasi ini adalah biomassa akar, batang, daun, malai dan butir padi. Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap umur tanaman dan lama masing-masing fase perkembangan tanaman. Selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, biomassa tanaman juga dipengaruhi oleh faktor internal, seperti Indeks luas daun (ILD). Indeks luas daun mempengaruhi besarnya radiasi dan curah hujan yang diintersepsi oleh tanaman yang berpengaruh pada proses fotosintesis.

Indeks Luas Daun

(33)

19 14 menggambarkan indeks luas daun (ILD) pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan garis putus-putus dan ILD pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan garis utuh. Garis berwarna merah menunjukkan hasil simulasi dengan data radiasi NASA/POWER, sedangkan garis hitam menunjukkan hasil simulasi dengan data iklim observasi. Tinggi rendahnya ILD dipengaruhi oleh banyaknya daun yang terdapat pada tanaman di suatu fase dalam suatu luasan. Perbedaan ILD pada kedua tanggal tanam dapat mempengaruhi fotosintesis tanaman, karena mempengaruhi besarnya radiasi yang diserap oleh tanaman. Semakin tinggi nilai ILD, maka semakin besar pula radiasi surya yang diintersepsi, sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis.

Simulasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan data observasi menghasilkan produktivitas 7040 kg/ha, sedangkan 30 Desember 2007 menghasilkan produktivitas 2803 kg/ha. Perbedaan kondisi lingkungan yaitu unsur cuaca dan iklim dapat mempengaruhi komponen hasil berupa biomassa pada masing-masing tanggal tanam. Indeks luas daun hasil simulasi dengan data

- - - LAI maksimum observasi - - - LAI maksimum NASA/POWER

 LAI minimum observasi  LAI minimum NASA/POWER

Gambar 14 Indeks luas daun hasil simulasi dengan iklim observasi dengan (a) data radiasi dari NASA/POWER (b) data suhu maksimum dan minimum dari NASA/POWER (c) data curah hujan dari

NASA/POWER (d) data iklim seluruhnya dari NASA/POWER

(a)

(c) (d)

(34)

20

iklim observasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 memiliki nilai terendah ketika belum ada daun yang muncul. Daun pertama muncul (emergence) pada 5 HSS memiliki ILD 0.01. Pada saat keluarnya bunga/malai (heading) terjadi pada 77 HSS dan memiliki ILD 5.44. Setelah mencapai nilai maksimum, ILD akan turun seiring tanaman padi yang matang secara fisiologis hingga panen pada 108 HSS yaitu 2.9. Sedangkan ILD pada tanggal tanam 30 Desember 2007, kemunculan daun pertama kali (emergence) terjadi pada 7 HSS. Indeks luas daun tertinggi yaitu pada saat keluarnya bunga/malai (heading) ketika 86 HSS sebesar 1.25. Kemudian ILD akan turun hingga tanaman padi matang secara fisiologis pada 117 HSS dengan ILD sebesar 0.84.

Indeks luas daun hasil simulasi dengan data radiasi, curah hujan dan data iklim NASA/POWER pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 lebih rendah dibandingkan dengan hasil simulasi dengan menggunakan data observasi. Sedangkan hasil simulasi dengan data suhu maksimum dan minimum memiliki nilai ILD yang lebih tinggi dibandingkan data observasi. Simulasi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan data observasi memiliki nilai ILD lebih rendah dibandingkan simulasi dengan menggunakan data data radiasi, curah hujan dan data iklim NASA/POWER. Sedangkan indeks luas daun hasil simulasi dengan data suhu maksimum dan minimum NASA/POWER hampir sama dengan hasil simulasi dengan data observasi. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kondisi unsur iklim pada saat simulasi yang terdiri dari suhu maksimum dan minimum, radiasi dan curah hujan. Terutama pada suhu minimum yang memiliki nilai R2 paling kecil sehingga mempengaruhi hasil simulasi yang berbeda dengan hasil simulasi dengan kombinasi unsur iklim lainnya.

Biomassa Organ-Organ Tanaman Padi

(35)

21

Biomassa Daun

Berdasarkan Tabel 7 uji t untuk biomassa daun pada simulasi dengan data iklim NASA/POWER, suhu maksimum dan minimum, radiasi, serta curah

hujan dapat diketahui adanya perbedaan biomassa yang signifikan terhadap simulasi biomassa dengan data observasi. Hasil uji t menunjukkan bahwa simulasi biomassa daun dengan menggunakan data radiasi, curah hujan dan data iklim NASA/POWER memiliki perbedaan yang signifikan pada tanggal tanam 30 Desember 2007. Sedangkan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012, perbedaan yang Tabel 7 Uji t untuk komponen hasil pertumbuhan tanaman pada tanggal tanam 30

Desember 2007 dan 10 Oktober 2012

Komponen hasil P-Value Perbedaan

30 Des 2007 Perbedaan 10 Okt 2012 1. Data radiasi NASA/POWER

Indeks luas daun 0.16 tidak nyata 0.742 tidak nyata

Biomassa akar 0.015 nyata 0.674 tidak nyata

Biomassa batang 0.066 tidak nyata 0.751 tidak nyata

Biomassa daun 0.006 nyata 0.712 tidak nyata

Biomassa malai 0.308 tidak nyata 0.846 tidak nyata Biomassa butir padi 0.34 tidak nyata 0.851 tidak nyata 2. Data suhu maksimum dan minimum NASA/POWER

Indeks luas daun 0.535 tidak nyata 0.172 tidak nyata

Biomassa akar 0.428 tidak nyata 0.006 nyata

Biomassa batang 0.458 tidak nyata 0.024 nyata

Biomassa daun 0.45 tidak nyata 0.044 nyata

Biomassa malai 0.887 tidak nyata 0.326 tidak nyata Biomassa butir padi 0.993 tidak nyata 0.338 tidak nyata 3. Data curah hujan NASA/POWER

Indeks luas daun 0.005 nyata 0.077 tidak nyata

Biomassa akar 0.058 tidak nyata 0.552 tidak nyata Biomassa batang 0.124 tidak nyata 0.582 tidak nyata

Biomassa daun 0.013 nyata 0.599 tidak nyata

Biomassa malai 0.422 tidak nyata 0.782 tidak nyata Biomassa butir padi 0.495 tidak nyata 0.805 tidak nyata 4. Data suhu maksimum dan minimum, curah hujan dan radiasi NASA/POWER

Indeks luas daun 0.002 nyata 0.01 nyata

Biomassa akar 0.024 nyata 0.642 tidak nyata

Biomassa batang 0.006 nyata 0.481 tidak nyata

Biomassa daun 0.002 nyata 0.226 tidak nyata

(36)

22

signifikan terdapat pada simulasi dengan menggunakan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER.

Hasil simulasi dengan data observasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012, umur tanaman adalah 108 hari. Biomassa daun mengalami peningkatan maksimum hingga fase keluarnya bunga/malai (heading) pada 77 HSS, kemudian turun hingga biomassa akhir sebesar 3010 kg/ha. Hasil simulasi biomassa daun yang berbeda nyata adalah pada data radiasi, curah hujan dan data iklim NASA/POWER dengan fase heading pada 85, 76 dan 96 HSS, kemudian biomassa daun akhir masing-masing adalah 1312, 1354 dan 1457 kg/ha.

Simulasi tanggal tanam 30 Desember 2007, Biomassa daun mulai meningkat hingga maksimum pada fase keluarnya bunga/malai (heading), yaitu pada 86 HSS, kemudian turun hingga biomassa saat panen adalah 1008 kg/ha pada 117 HSS. Hasil simulasi dengan data observasi memiliki perbedaan yang signifikan pada simulasi dengan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER, yaitu tanaman mulai memasuki fase keluarnya malai (heading) pada 92 HSS, dan memiliki biomassa akhir daun 4366 kg/ha.

Biomassa Batang

Berdasarkan Tabel 7, hasil simulasi biomassa batang dengan data iklim NASA/POWER pada tanggal tanam 30 Desember 2007 berbeda nyata dengan biomassa batang dengan data iklim observasi. Selain itu ditemukan pula perbedaan biomassa batang yang signifikan pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan simulasi menggunakan data suhu maksimum dan minimum. Perbedaan nyata ditunjukkan dengan nilai P-Value<0.05.

Biomassa batang pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan data iklim observasi mulai meningkat hingga maksimum pada fase keluarnya bunga dan malai, yaitu pada 85 HSS. Kemudian turun secara drastis pada fase awal pengisian biji pada 91 HSS, sehingga biomassa batang ketika panen adalah 1076 kg/ha. Biomassa batang pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan menggunakan data iklim NASA/POWER memiliki perbedaan yang signifikan dengan simulasi menggunakan observasi. Biomassa batang mengalami peningkatan saat fase keluarnya bunga/malai (heading) pada 96 HSS kemudian mengalami penurunan secara drastis pada fase awal pengisian biji pada 104 HSS, hingga saat panen biomassa menjadi 1073 kg/ha.

(37)

23 Biomassa Butir Padi

Berdasarkan Tabel 7, hasil simulasi biomassa butir padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dan 30 Desember 2007 tidak berbeda nyata dengan hasil simulasi dengan radiasi, curah hujan, suhu maksimum dan minimum, serta data iklim NASA/POWER. Hasil simulasi biomassa butir padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan data iklim observasi mulai meningkat pada fase pengisian biji pada 83 HSS hingga panen, biomassa butir padi menentukan produktivitas tanaman, yaitu 7040 kg/ha. Biomassa butir padi saat tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan menggunakan data iklim observasi mulai terisi pada 92 HSS ketika fase pengisian biji dimulai, kemudian meningkat hingga biomassa butir padi maksimum yaitu 2803 kg/ha pada saat panen. Seluruh hasil simulasi biomassa butir padi menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dengan simulasi biomassa butir padi yang dapat ditunjukkan dengan nilai P-Value > 0.05. Biomassa Akar

Berdasarkan Tabel 7, diketahui perbedaan yang signifikan hasil simulasi biomassa akar dengan data observasi terhadap simulasi biomassa akar dengan radiasi, suhu maksimum dan minimum, serta data iklim NASA/POWER. Simulasi biomassa akar pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 selalu meningkat sejak penanaman hingga panen. Hasil simulasi biomassa akar dengan data observasi memiliki perbedaan yang signifikan terhadap hasil simulasi dengan radiasi serta suhu maksimum dan minimum NASA/POWER. Simulasi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 dengan data iklim observasi menghasilkan biomassa akar 1607 kg/ha. Sedangkan dengan data radiasi NASA/POWER menghasilkan biomassa akar 1543 kg/ha dan simulasi dengan data iklim NASA/POWER menghasilkan biomassa akar 1392 kg/ha.

Simulasi biomassa akar pada tanggal tanam 30 Desember 2007 dengan data iklim observasi menghasilkan biomassa akar 619 kg/ha. Memiliki perbedaan yang signifikan dengan simulasi biomassa akar dengan data suhu maksimum dan minimum NASA/POWER dengan biomassa akar pada saat panen 601 kg/ha. Perbedaan yang signifikan hasil simulasi biomassa akar dengan data observasi ditunjukkan dengan nilai P-Value < 0.05.

Biomassa Malai

(38)

24

Gambar 15 menunjukkan simulasi produksi pada tanggal tanam 10 Januari 2011 sampai dengan 30 Desember 2012 yang ditunjukkan dengan garis utuh yang dibandingkan dengan data observasi menurut Estiningtyas (2012) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 dan 2012. Menurut observasi yang dilakukan Estiningtyas (2012), masa tanam di wilayah kajian dilakukan penanaman padi dua kali selama setahun. Penanaman padi dilakukan pada musim hujan yang dimulai pada bulan Oktober hingga awal bulan Januari dan musim kemarau yang umumnya dimulai pada bulan Maret hingga bulan Juni. Observasi dilakukan pada sawah yang mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan atau sawah tadah hujan. Produktivitas padi rata-rata pada musim hujan di wilayah tersebut adalah 4683 kg/ha, sedangkan pada musim kemarau produktivitas padi rata-rata adalah 3342 kg/ha. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2011 produktivitas rata-rata padi di wilayah Indramayu adalah 7526 kg/ha dan pada tahun 2012 adalah 7424 kg/ha. Perbedaan hasil simulasi dengan data observasi dan data BPS disebabkan karena simulasi menggunakan tanggal tanam 10 hari sekali. Sementara data BPS merupakan rata-rata produktivitas selama satu tahun yang umumnya diperoleh dari dua atau tiga kali panen dan data observasi berasal dari rata-rata produktivitas pada musim kemarau dan musim hujan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan sebaran data iklim NASA/POWER dan data iklim observasi menunjukkan bahwa data radiasi NASA/POWER dapat digunakan dalam simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena memiliki nilai R2 paling tinggi, yaitu 0.57 dengan nilai RMSE 3.2 MJ/m2. Hasil simulasi biomassa tanaman padi menunjukkan bahwa radiasi NASA/POWER berpotensi digunakan untuk simulasi produktivitas tanaman padi. Sementara itu, estimasi suhu maksimum dan Gambar 15 Produktivitas padi berdasarkan tanggal tanam pada 10 Januari 2011

(39)

25 minimum serta curah hujan harian NASA/POWER untuk wilayah kajian masih menunjukkan koefisien determinasi relatif rendah, yaitu 0.22, 0.00034 dan 0.09.

Saran

Data estimasi NASA/POWER yang digunakan untuk wilayah kajian perlu dilakukan koreksi. Hal ini karena estimasi NASA/POWER sudah mampu untuk mengestimasi pola data iklim di wilayah kajian, namun masih belum mampu untuk mengestimasi secara tepat data harian iklim. Sehingga data iklim NASA/POWER dapat dijadikan salah satu alternatif jika diperlukan data iklim harian observasi namun data tersebut tidak tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Indramayu (ID): Kabupaten Indramayu Dalam Angka 2012.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Indramayu (ID): Kabupaten Indramayu Dalam Angka 2010.

Boer R, Rahadiyan MK, Perdinan. 2007. The use of agriculture system modeling for crop management: case study in Pusaka Negara. J. Agromet Indonesia.

21(2):1-11.

Estiningtyas W. 2010. Pengembangan Model Asuransi Indeks Iklim Untuk Meningkatkan Ketahanan Petani Dalam Menghadapi Perubahan Iklim. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Hoogenboom G, Jones JW, Wilkens PW, Porter CH, Boote KJ, Hunt LA, Singh U, Lizaso JL, White JW, Uryasev O, Royce FS, Ogoshi R, Gijsman AJ, and Tsuji GY. 2010. Decision Support System for Agrotechnology Transfer

(DSSAT) Version 4.5. Hawaii (US): University of Hawaii.

Hoogenboom G,Kimball BA, White JW, Wall GW. 2011. Methodologies for simulating impacts of climate change on crop production. J. Field Crop Research. 124(2011):357-368.

Jones JW, Hoogenboom G, Porter CH, Boote KJ, Batchelor DW, Hunt LA, Wilkens PW, Singh U, Gijsman AJ, Rithie JT. 2003. The DSSAT Cropping System Model. Europ. J. Agronomy. 18(2003):235-265.

Tsuji GY, Uehara G, Balas S. 1994. Decision Support System for Agrotechnology Transfer (DSSAT) Version 3. Hawaii (US): University of Hawaii.

Wart JV, Cassman KG, Grassini P. 2013. Impact of derived global weather data on simulated crop yields. J. Glo. Cha. Bio. 12(3):02-12. doi:10.1111/gcb.12302.

(40)

26

daily temperature data over the continental US. J. Agric. For. Meteorol. 148:1574–1584.

White JW, Hoogenboom G, Wilkens PW, Stackhouse PW, Hoel JM. 2011. Evaluation of Satellite-Based, Modeled-Derived Daily Solar Radiation for the Continental United States. J. Agronomy. 103(4):1242-1251

William S, Hoell JM, Chandler, Westberg D, Whitlock CH, Zhang T, & Jr S. 1997. NASA’s Prediction of Worldwide nergy esource POW Web Services Digital Object Identifier. AMS 91st Annual Meeting [Internet]. [diunduh 2014 Jul 5]. Tersedia pada:http://ams.confex.com/ams/91Annual/ webprogram/Paper186486.html.

Savage MJ dan Abraha MG. 2008. Comparison of estimates of daily solar radiation from air temperature range for application in crop simulations. forthcoming.

Singh U, Ritchie JT. 1993. Simulating the impact of climate change on crop growth and nutrient dynamics using the CERES-rice model. J. Agr. Met.

48(5): 819-822.

(41)

27 Lampiran 1 Deskripsi Padi Varietas IR64

Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Nama varietas : IR 64

SK : 449/Kpts/TP.240/7/1986 tanggal 17 Juli tahun 1986 Kategori : Varietas unggul nasional

Tahun : 1986

Tetua : Persilangan IR 5657-33-2-1/IR 2061-465-1-5-5 Rataan hasil : Kurang lebih 5ton/ha

Golongan : Cere, kadang-kadang berbulu Umut tanaman : Kurang lebih 115 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : Kurang lebih 85 cm Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping, panjang Warna gabah : Kuning bersih Bobot 1000 butir : 27 gram Kadar amylosa : 24.1 gram

(42)

28

Lampiran 3 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 menggunakan data iklim observasi

Pemunculan-Akhir anakan 25 33.2 24.7

Akhir anakan-Inisiasi malai 16 32.7 24.9

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 22 20.3 82.9

Akhir anakan-Inisiasi malai 63 18.7 71.7

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 336 17.5 132.9

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 45 17.1 25

Fase pengisian butir 328 14 80.3

(43)

29 Lampiran 4 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember 2007

menggunakan data iklim observasi

Pemunculan-Akhir anakan 27 31.2 22.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 19 28.3 21.8

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 210 17.9 101.4

Akhir anakan-Inisiasi malai 398.5 9.2 45.9

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 218 14.4 122.8

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 33 14.7 23

Fase pengisian butir 50.5 13.9 82.4

(44)

30

Lampiran 5 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 menggunakan data radiasi NASA/POWER

Pemunculan-Akhir anakan 25 33.2 24.7

Akhir anakan-Inisiasi malai 16 32.7 24.9

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 22 19.5 88.6

Akhir anakan-Inisiasi malai 63 17.5 66.8

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 336 16.6 127.8

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 45 15.1 22.5

Fase pengisian butir 328 13.9 79.7

(45)

31 Lampiran 6 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember

2007 menggunakan data radiasi NASA/POWER Tanggal Umur

Pemunculan-Akhir anakan 27 31.2 22.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 18 28.3 21.8

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 210 21.4 100.7

Akhir anakan-Inisiasi malai 392.5 12.7 60.1

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 223.5 15.9 134.5

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 24.5 19.6 29

Fase pengisian butir 59 16.7 96.8

(46)

32

Lampiran 7 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 menggunakan suhu maksimum dan minimum, radiasi dan curah hujan NASA/POWER

Pemunculan-Akhir anakan 28 30 22.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 20 28.5 22.4

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 169.6 19.6 136.1

Akhir anakan-Inisiasi malai 188.3 17 85

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 588.6 15.8 138.4

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 114.9 12.9 21.2

Fase pengisian butir 316.5 17.7 116.1

(47)

33 Lampiran 8 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember 2007 menggunakan suhu maksimum dan minimum, radiasi dan curah hujan NASA/POWER

Pemunculan-Akhir anakan 30 27.9 21.5

Akhir anakan-Inisiasi malai 21 25.4 21.1

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 286.9 20.8 161.4

Akhir anakan-Inisiasi malai 321.3 11.2 60.8

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 512 17.7 156.8

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 95.8 18.8 34.4

Fase pengisian butir 251.5 16.1 99.6

(48)

34

Lampiran 9 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 menggunakan curah hujan NASA/POWER

Pemunculan-Akhir anakan 25 33.2 24.7

Akhir anakan-Inisiasi malai 15 32.7 24.9

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 163.1 20.3 132.9

Akhir anakan-Inisiasi malai 125.6 18.7 73.9

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 333.4 17.5 134.7

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 140.3 16.8 25.2

Fase pengisian butir 384.8 14.3 81.5

(49)

35 Lampiran 10 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember

2007 menggunakan curah hujan NASA/POWER Tanggal Umur

Pemunculan-Akhir anakan 27 31.2 22.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 19 28.3 21.8

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 257 18.5 138.4

Akhir anakan-Inisiasi malai 263 10.5 51.5

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 544.8 15.7 131.8

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 30 15.6 23.3

Fase pengisian butir 279.1 15.3 91.8

(50)

36

Lampiran 11 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 10 Oktober 2012 menggunakan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER

Tanggal Umur

Pemunculan-Akhir anakan 28 30 22.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 20 28.5 22.4

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 22 20.6 115.1

Akhir anakan-Inisiasi malai 88 17.2 85.3

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 468 17.2 148.2

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 90 13.1 22.8

Fase pengisian butir 218 17.4 115.9

(51)

37 Lampiran 12 Komponen hasil tanaman padi pada tanggal tanam 30 Desember

2007 menggunakan suhu maksimum dan minimum NASA/POWER Tanggal Umur

Pemunculan-Akhir anakan 31 27.9 21.5

Akhir anakan-Inisiasi malai 20 25.4 21.1

Inisiasi malai-Akhir

Fase perkembangan Hujan (mm) Radiasi matahari (MJ/m2)

Evapotranspirasi (mm)

Pemunculan-Akhir anakan 231.5 17.9 112.2

Akhir anakan-Inisiasi malai 489.5 9.2 48.8

Inisiasi malai-Akhir

pertumbuhan daun 154.5 16.6 150.1

Akhir pertumbuhan

daun-Awal pengisian butir 8 17.7 30.6

Fase pengisian butir 51 15.2 94.3

(52)

38

(53)

39 Lampiran 14 Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan curah hujan

(54)

40

(55)

41 Lampiran 16 Biomassa organ-organ tanaman dengan masukan radiasi, suhu

maksimum dan minimum, serta curah hujan NASA/POWER

(56)

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 3 Desember 1992, putri pertama dari dua bersaudara pasangan Suwardi dan Suyati. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2010 di SMA Negeri 33 Jakarta. Kemudian pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa IPB pada Program Studi Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selain Mayor Meteorologi Terapan, penulis juga mengambil mata kuliah pada Minor Ekonomi Sumberdaya dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Gambar

Gambar 1 Peta Wilayah Subang dan Indramayu (BPS 2010)
Tabel 1 Koefisien genetik untuk padi varietas IR64 dalam model CERES-Rice
Tabel 2 Data meteorologi harian yang tersedia global melalui NASA/POWER
Gambar 2 Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya perubahan iklim melalui pola kecenderungan, distribusi dan kesamaan data curah hujan pada rentang waktu yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya perubahan iklim melalui pola kecenderungan, distribusi dan kesamaan data curah hujan pada rentang waktu yang

Berdasarkan hasil analisis data iklim yaitu curah hujan dan suhu pada periode penelitian, kondisi iklim yang terjadi di kota Batu telah mengalami perubahan yang

Dalam studi ini akan melihat sensitivitas curah hujan di Jawa Barat terhadap perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL) disekitarnya, dengan menggunakan model iklim regional

Pada saat curah hujan maksimum, distribusi awan yang terlihat dari data XDR (Gambar 3) menunjukkan bahwa awan–awan tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan

Data iklim makro (temperatur udara, curah hujan, kelembapan relatif, penyinaran matahari, tekanan udara, kecepatan dan arah angin) dikumpulkan dari Stasiun

KESIMPULAN Unsur iklim tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap produktivitas ubi kayu di Kabupaten Malang, dengan nilai koefisien korelasi curah hujan r = 0,234, suhu r = - 0,431

Pola korelasi antara parameter paparan suhu maksimum, suhu minimum dan curah hujan dengan parameter data produksi udang vaname di Kabupaten Banyuwangi PEMBAHASAN Nilai indeks