• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penelitian

Tanah lokasi penelitian di Desa Tunggalroso, Kebumen, Jawa Tengah mempunyai tekstur tanah liat berdebu dan pH agak masam, kadar C organik, N total dan C/N ratio termasuk rendah. Kandungan P (P2O5 Bray I) (ppm) adalah sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, K, dan Na (me/100g) (N NH4Oac pH 7.0) masing-masing termasuk sangat tinggi, tinggi, sedang, dan sedang. Kapasitas tukar kation (KTK) termasuk tinggi. Secara umum, tanah percobaan mempunyai kadar N rendah, kadar P sangat rendah, dan kadar K rendah-sedang (Tabel 2). Tabel 2. Hasil Analisis Pendahuluan Tanah

Jenis Analisis Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Pasir (%) 7.15 liat 5.14 liat 5.75 liat

Debu (%) 32.74 berdebu 35.83 berdebu 30.23 berdebu

Liat (%) 60.11 59.03 64.02 pH H2O 5.7 AM 5.7 AM 5.6 AM pH KCl 4.8 4.8 4.7 N-Total (%) 0.16 R 0.13 R 0.17 R C-Organik (%) 1.52 R 1.12 R 1.44 R C/N 10 R 9 R 8 R P2O5 Bray I (ppm) 4 SR 3 SR 3.4 SR K (me/100g) 0.41 S 0.29 R 0.31 S Ca (me/100g) 24.3 ST 22.2 ST 22.5 ST Mg (me/100g) 9.5 ST 6.47 T 4.9 T Na (me/100g) 0.72 S 0.63 S 0.65 S KTK (me/100g) 33.43 T 34.89 T 33.61 T KB (%) 100 ST 84.81 ST 84.38 ST

Keterangan: KTK (kapasitas tukar kation), KB (kejenuhan basa), AM (agak masam), R (rendah), SR (sangat rendah), S (sedang), ST (sangat tinggi), T (tinggi),

Kondisi pertanaman pada teknik budidaya biasa baik tetapi jika dibandingkan dengan kondisi pertanaman petani di sekitar petakan, pertumbuhan tanaman terhambat. Hal ini diduga karena dosis pupuk N yang diaplikasikan lebih sedikit (115 kg N/ha) dibandingkan petani (120 kg N/ha) dan juga tanah percobaan memiliki kandungan N yang rendah (Tabel 2). Setelah 1 HST, pertanaman pada budidaya biasa sudah terlihat tegar tetapi pada SRI belum

terlihat karena bibit yang digunakan kecil dan ditanam satu bibit per lubang (Gambar 3). Kondisi pertanaman pada SRI setelah 20 HST terlihat stagnan (tidak menunjukkan adanya pertumbuhan) selama ± 2 minggu, diduga hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah anakan (jumlah anakan dengan budidaya SRI tidak terlalu meningkat dibandingkan dengan budidaya biasa).

(a) (b)

Gambar 3. Kondisi Pertanaman pada Umur 1 HST: (a) Budidaya Biasa (b) SRI Galur IPB102-F-92-1-1 pada budidaya SRI terserang hama tikus (Rattus

argentiventer) karena umur panennya paling lama sehingga pertanaman petani di

sekitar petak penelitian sudah dipanen. Tingkat serangan hama tikus pada galur tersebut cukup berat dan menyebabkan banyak rumpun tanaman yang patah. Pengendalian hama tikus dilakukan dengan pemasangan pagar plastik di sekeliling petak percobaan (Gambar 4).

Gambar 4. Pemasangan Plastik untuk Mengendalikan Hama Tikus Galur IPB102-F-46-2-1 pada budidaya biasa terserang penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada akhir pertumbuhan vegetatif (Gambar 5). Serangan HDB menyebabkan galur tersebut memiliki persentase gabah hampa yang paling tinggi tetapi pada budidaya SRI galur tersebut tidak terserang HDB. Hal ini diduga karena kondisi pertanaman pada SRI memiliki ruang yang cukup lebar dibandingkan budidaya biasa sehingga tidak lembab. Hawar daun bakteri mudah menyebar saat kondisi pertanaman cukup rapat dan lembab.

Gambar 5. Galur IPB102-F-46-2-1 yang Terserang Hawar Daun Bakteri Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman terlihat pada Gambar 6. Pertanaman pada budidaya SRI terserang walang sangit sehingga menyebabkan persentase gabah hampa menjadi cukup tinggi.

(a) (b) ( c ) (d)

Gambar 6. Hama Penyakit pada Padi: (a) Jamur (b) Kerdil Hampa (ragged stunt) (c) Busuk Pelepah (sheath rot) (d) Walang Sangit (rice bug)

Analisis Ragam

Berdasarkan Uji F tampak perbedaan antar genotipe pada karakter yang diamati tetapi tidak tampak perbedaan antar budidaya biasa dan SRI kecuali karakter panjang helai daun, jumlah gabah total/malai, dan jumlah gabah isi/malai (Tabel 3). Koefisien keragaman (KK) dari karakter-karakter yang diuji cukup rendah kecuali karakter persentase gabah hampa. Nilai koefisien keragaman menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang diperbandingkan. Semakin tinggi nilai KK, semakin rendah keandalan suatu percobaan. Nilai KK dari pertumbuhan dan komponen hasil dikatakan rendah apabila tidak lebih dari 20% pada percobaan lapangan (Gomez dan Gomez, 1995).

Tabel 3. Hasil Analisis Uji F dan Koefisien Keragaman Beberapa Karakter Agronomi Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding

Karakter Hasil Uji F Kk

(%) Genotipe Budidaya Interaksi

Tinggi tanaman ** tn tn 3.51

Panjang batang ** tn * 4.66

Panjang daun bendera ** tn tn 7.11

Lebar daun bendera ** tn tn 6.14

Panjang helai daun ** * tn 6.71

Lebar helai daun ** tn tn 12.25

Jumlah anakan total ** tn ** 6.83

Jumlah anakan produktif ** tn ** 9.08

Jumlah gabah total ** * tn 8.23

Jumlah gabah isi ** * tn 10.74

Persen gabah hampa ** tn * 22.68

Bobot seribu butir ** tn * 2.53

Panjang malai ** tn tn 4.23

Umur berbunga ** tn tn 2.41

Umur panen ** tn tn 1.66

Produksi ** tn ** 7.79

Produksi Gabah Kering Giling

Data daya hasil galur yang diuji dan varietas pembanding diperoleh dari hasil panen ubinan, yaitu memanen semua rumpun kecuali tanaman pinggir. Bobot gabah kering giling (GKG) diperoleh dari hasil panen ubinan yang telah dirontok dan dibersihkan dari pengotornya kemudian dijemur dua hari (6 jam per hari). Setelah itu ditimbang dan dikonversi ke ton/ha (Tabel 4).

Tabel 4. Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding

No Genotipe

Budidaya Biasa Rataan

Budidaya SRI Rataan U1 U2 U3 U1 U2 U3 --- ton/ha --- 1 IPB97-F-13-1-1 5.5 5.5 5.4 5.5 3.8 3.4 4.2 3.8 2 IPB97-F-20-2-1 5.9 5.5 5.2 5.5 3.8 3.5 4.3 3.9 3 IPB97-F-44-2-1 5.5 5.3 4.9 5.2 3.4 4.0 4.9 4.1 4 IPB102-F-46-2-1 4.3 3.8 4.2 4.1 a 3.7 3.5 5.2 4.1 a 5 IPB102-F-92-1-1 5.2 4.9 4.6 4.9 4.5 5.3 5.9 5.2 6 IR 64 6.1 5.5 5.2 5.6 4.6 3.4 4.1 4.0 Rataan 5.4 5.1 4.9 5.1 3.9 3.8 4.8 4.2

a = berbeda nyata dari varietas pembanding pada uji DMRT taraf 5%

Daya hasil varietas IR 64 yang biasa diperoleh petani di tempat penelitian adalah 4.9 ton/ha GKG. Rataan GKG varietas IR 64 pada budidaya biasa lebih tinggi 14% tetapi pada SRI lebih rendah 18% daripada daya hasil yang biasa diperoleh petani. Rataan daya hasil varietas IR 64 yang lebih tinggi pada budidaya biasa daripada pada budidaya SRI karena jumlah anakan pada budidaya biasa lebih tinggi tetapi persentase gabah hampanya lebih rendah. Varietas IR 64 pada budidaya biasa memiliki 18 anakan produktif dengan persentase gabah hampa 8.5% sedangkan pada SRI memiliki 16 anakan produktif dengan persentase gabah hampa mencapai 15%.

Perlakuan budidaya tidak berpengaruh nyata terhadap daya hasil galur yang diuji dan varietas pembanding. Hal ini berarti rataan daya hasil pada budidaya biasa hampir sama dengan rataan daya hasil pada SRI (Tabel 4).

Berdasarkan pengamatan di lapang, ada galur yang berpotensi memiliki rataan daya hasil yang lebih tinggi yaitu galur IPB102-F-92-1-1 pada budidaya SRI. Galur IPB102-F-92-1-1 memiliki selisih produksi 1200 kg GKG dari varietas pembandingnya.

Interaksi antara genotipe dan budidaya terlihat berpengaruh terhadap daya hasil GKG. Rataan daya hasil tertinggi diperoleh apabila galur IPB97-F-13-1-1 dan IPB20-F-2-1 ditanam dengan budidaya biasa.

Galur IPB102-F-46-2-1 memiliki rataan daya hasil yang lebih rendah daripada varietas pembanding. Rendahnya rataan daya hasil pada galur tersebut disebabkan galur tersebut rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri sehingga persentase gabah hampa galur tersebut mencapai 27-39%. Hawar daun bakteri (HDB) merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36% (Syam et al., 2007).

Galur IPB 97-F-13-1-1 memiliki produksi 6.6 ton/ha di Kabupaten Cilacap dengan jumlah gabah isi 112 butir/malai (Cempaka, 2007), di Kabupaten Bandung 8.9 ton/ha dengan jumlah gabah isi 171 butir/malai (Sumiyati, 2007), dan di Kabupaten Sukabumi 8.0 ton/ha dengan jumlah gabah isi 216 butir/malai (Nurhidayah, 2007). Galur IPB97-F-13-1-1 di Kabupaten Subang hasilnya hanya 4.5 ton/ha dengan jumlah gabah isi 200 butir/malai (Indriani, 2007) atau lebih rendah dari hasil galur tersebut di Desa Tunggalroso, Kebumen, Jawa Tengah.

Menurut Putra (2008) galur IPB97-F-20-2-1 memiliki produksi 8.7 ton/ha di Pinrang dengan jumlah gabah isi 165 butir/malai dan 8.7 ton/ha di Luwu Timur dengan jumlah gabah isi 166 butir/malai. Galur IPB102-F-46-2-1 memiliki produksi 8.8 ton/ha di Pinrang dengan jumlah gabah isi 178 butir/malai dan 8.1 ton/ha di Luwu Timur dengan jumlah gabah isi 155 butir/malai. Galur IPB102-F-92-1-1 memiliki produksi 8.6 ton/ha di Pinrang dengan jumlah gabah isi 177 butir/malai dan 9.9 ton/ha di Luwu Timur dengan jumlah gabah isi 132 butir/malai. Produksi galur-galur tersebut di Pinrang dan Luwu Timur jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi di Desa Tunggalroso, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah yang hanya berkisar antara 4.1-5.5 ton/ha (budidaya biasa) dan 3.8-5.2 ton/ha (budidaya SRI).

Karakter Vegetatif dan Generatif

Karakter tinggi tanaman, panjang batang, panjang dan lebar daun bendera, panjang dan lebar helai daun diamati sehari sebelum panen dengan mengambil rataan dari 3 rumpun tanaman contoh setiap genotipe per ulangan (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rataan Beberapa Karakter Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding No Genotipe TT PB PDB LDB PHD LHD BDB SRI Rataan --- cm --- 1 IPB97-F-13-1-1 108 a 83 74 79 a 38 a 1.9 a 44 a 1.2 a 2 IPB97-F-20-2-1 105 ab 78 74 76 ab 38 a 1.9 a 45 a 1.3 a 3 IPB97-F-44-2-1 100 b 72 69 71 cd 40 a 1.9 a 45 a 1.3 a 4 IPB102-F-46-2-1 103 b 75 72 74 bc 33 b 1.6 b 44 a 1.2 a 5 IPB102-F-92-1-1 109 a 80 78 79 a 33 b 1.6 b 43 a 1.3 a 6 IR 64 92 c 65 70 68 d 27 c 1.3 c 33 b 0.9 b Rataan 76 73 75

Keterangan: rataan dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. BDB: budidaya biasa, SRI: budidaya SRI. TT: tinggi tanaman, PB: panjang batang, PDB: panjang daun bendera, LBD: lebar daun bendera, PHD: panjang helai daun, LHD: lebar helai daun.

Karakter tinggi tanaman galur yang diuji nyata lebih tinggi daripada varietas pembanding (Gambar 7). Menurut Abdullah et al. (2006) PTB memiliki tinggi tanaman sedang/pendek (100-110 cm) sehinggga galur-galur yang diuji sesuai dengan ciri-ciri PTB. Panjang batang galur yang diuji hampir sama dengan varietas pembanding kecuali galur IPB97-F-13-1-1 dan galur IPB102-F-92-1-1.

Gambar 7. Perbandingan Tinggi Tanaman Galur yang Diuji (Kanan) dan Varietas Pembanding (Kiri)

Daun bendera dan helai daun galur-galur yang diuji nyata lebih panjang dan lebih lebar daripada varietas pembanding. Daun bendera yang panjang dan tegak dapat mengurangi serangan hama burung dan dapat menyerap cahaya matahari lebih tinggi (Makarim et al., 2004).

Beberapa karakter agronomi yang diamati pada fase generatif diantaranya umur berbunga, umur panen, dan bobot seribu butir (Tabel 6). Vergara dalam Sumiyati (2007) menyatakan bahwa padi siap dipanen pada saat 90% bulir padi menguning. Galur IPB102-F-46-2-1 dan galur IPB102-F-92-1-1 memiliki umur berbunga dan umur panen yang lebih lambat daripada varietas pembanding.

Galur yang memiliki bobot seribu butir paling rendah adalah galur IPB102-F-46-2-1. Menurut Khush dalam Sumiyati (2007), bobot seribu butir yang ideal adalah 25 gram. Gabah yang besar dan memiliki tingkat pengapuran yang tinggi memiliki harga jual yang lebih rendah.

Tabel 6. Nilai Rataan Umur Berbunga (UB), Umur Panen (UP), dan Bobot Seribu Butir (BSB) Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding

No Genotipe UB UP BSB BDB SRI Rataan --- HSS --- --- g --- 1 IPB97-F-13-1-1 76 c 112 c 29 28 29 a 2 IPB97-F-20-2-1 76 c 112 c 30 28 29 a 3 IPB97-F-44-2-1 77 c 113 c 28 27 28 b 4 IPB102-F-46-2-1 80 b 116 b 26 25 25 c 5 IPB102-F-92-1-1 86 a 122 a 27 28 28 b 6 IR 64 77 c 113 c 28 27 27 b Rataan 28 27 28

Keterangan: rataan dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. BDB: budidaya biasa, SRI: budidaya SRI, HSS: hari setelah semai. Teknik budidaya berpengaruh nyata terhadap karakter umur berbunga dan umur panen pada galur yang diuji (Gambar 8) maupun varietas pembanding (Gambar 9). Pertanaman pada budidaya biasa dipanen pada umur 115 HSS tetapi pada waktu yang sama, pertanaman pada SRI pengisian malai belum selesai. Hal

ini menyebabkan panen tidak bisa dilakukan serentak pada semua petak percobaan. Pertanaman SRI dipanen saat berumur 123 HSS sehingga mengalami serangan walang sangit yang cukup berat.

Gambar 8. Galur IPB102-F-46-2-1 pada Budidaya Biasa (Kiri) dan SRI (Kanan)

Gambar 9. Varietas IR 64 pada Budidaya Biasa (Kiri) dan SRI (Kanan)

Galur yang paling lambat berbunga dan paling lambat panen adalah galur IPB102-F-92-1-1. Galur tersebut mengalami serangan tikus yang cukup berat karena padi di sekitar lahan penelitian sudah dipanen semua sehingga banyak rumpun yang patah saat dipanen (Gambar 10).

Pengamatan komponen hasil yang dilakukan saat panen meliputi panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi, dan persentase gabah hampa. Hasil yang diperoleh merupakan rataan dari 15 malai yang diambil dari tiga malai yang dianggap mewakili dari lima rumpun tanaman contoh (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai Rataan Komponen Hasil Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding No Genotipe PM (cm) JGT (butir) JGI %GH BDB SRI Rataan 1 IPB97-F-13-1-1 30 a 162 a 124 a 19 25 22.1 b 2 IPB97-F-20-2-1 29 a 164 a 134 a 15 21 18.4 b 3 IPB97-F-44-2-1 30 a 160 a 129 a 15 24 19.5 b 4 IPB102-F-46-2-1 29 a 156 a 107 b 39 27 32.4 a 5 IPB102-F-92-1-1 30 a 168 a 126 a 21 27 24.4 b 6 IR 64 25 b 99 b 88 c 9 15 11.8 c Rataan 20 23 21.6

Keterangan: rataan dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. BDB: budidaya biasa, SRI: budidaya SRI. PM: Panjang Malai, JGT: Jumlah Gabah Total, JGI: Jumlah Gabah Isi, dan %GH: Persen Gabah Hampa. Galur yang diuji memiliki malai lebih panjang daripada varietas pembanding. Malai yang panjang akan disertai dengan jumlah gabah/malai yang banyak (Gambar 11).

Galur yang diuji dengan budidaya SRI memiliki malai yang panjang tetapi disertai jumlah gabah hampa yang lebih banyak Hal ini disebabkan adanya serangan walang sangit dan penyakit busuk pelepah walaupun sudah dilakukan pengendalian. Walang sangit menyerang pertanaman saat kondisi masak susu dengan cara menghisap bulirnya sehingga bulir hampa. Serangan penyakit busuk pelepah (leher malai patah) menyebabkan unsur hara tidak sampai ke bulir sehingga bulir menjadi hampa.

Komponen hasil berupa jumlah anakan dan jumlah anakan produktif diperoleh dari rata-rata 5 rumpun tanaman contoh. Galur yang diuji memiliki jumlah anakan yang lebih rendah daripada varietas pembanding (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan karakter PTB yaitu memiliki jumlah anakan sedang (9-12 anakan) (Abdullah, et al., 2006). Jumlah anakan yang banyak menyebabkan fotosintat kurang efektif untuk pengisian malai karena lebih banyak digunakan untuk pembentukan anakan (Matsushima dalam Sumiyati, 2007).

Jumlah anakan produktif pada budidaya biasa dan SRI hampir sama. Galur-galur yang diuji memiliki jumlah anakan produktif yang nyata lebih rendah daripada varietas pembanding (Tabel 8). Berdasarkan pengamatan di lapang, pada galur-galur tersebut ada anakan yang baru tumbuh saat menjelang panen sehingga malainya belum keluar.

Tabel 8. Nilai Rataan Jumlah Anakan Total (JAT) dan Jumlah Anakan Produktif (JAP) Galur-galur yang Diuji dan Varietas Pembanding

No Genotipe JAT JAP

BDB SRI rataan BDB SRI Rataan batang ---1 IPB97-F-13-1-1 9 12 10 d 9 11 10 b 2 IPB97-F-20-2-1 10 12 11 cd 9 11 10 b 3 IPB97-F-44-2-1 10 13 11 bcd 9 11 10 b 4 IPB102-F-46-2-1 10 14 12 bc 9 13 11 b 5 IPB102-F-92-1-1 13 11 12 b 12 11 11 b 6 IR 64 18 17 17 a 18 16 17 a Rataan 12 13 12 11 12 12

Keterangan: rataan dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. BDB: budidaya biasa, SRI: budidaya SRI.

Dokumen terkait