• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam ilmu ekonomi yang dimaksud dengan produksi itu adalah suatu bentuk perubahan dari barang/jasa yang mempunyai kegunaan yang lebih besar dari bentuk semula. Didalam produksi terdapat juga faktor-faktor produksi antara lain tanah, modal, tenaga kerja dan kemampuan (organizational and managerial

skill). Tetapi dalam kehidupan sehari-hari faktor-faktor produksi ini sering

dinyatakan dengan dana (money), mesin (machine), bahan (material), dan manusia (man) yang dikombinasikan dan diatur sebegitu rupa sehingga dapat diproduksi barang-barang produk secara efektif dan efisien, dalam arti efisien dalam kualitas, variasi dan waktu. Adapun sasaran dari suatu perusahaan adalah agar dapat memproduksi suatu barang/jasa dengan sukses, ekonomis dan memperoleh keuntungan serta dapat menyerahkan hasil/produk pada pembeli atau langganan tepat pada waktunya, sehingga perusahaan dapat menjamin kelangsungan hidup dan berkembang.

Usaha kerajinan rotan UD. Gundaling yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot Subroto Km. 3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu sentra produksi hasil-hasil kerajinan rotan di Kota Medan. Sudah tiga puluh (30) tahun usaha ini bergelut dibidang industri rotan. Terdapat sedikitnya 24 (dua puluh empat) unit usaha kerajinan rotan yang berproduksi sampai saat ini termasuk salah satunya UKM UD. Gundaling, dengan menghasilkan berbagai bentuk kerajinan dari yang kecil seperti jenis keranjang sampai yang besar seperti rak atau kursi. Hasil penelitian menjelaskan bahwasannya UD. Gundaling dapat menghasilkan beraneka ragam jenis kerajinan tangan (hand made), setidaknya ada 10-15 jenis kerajinan yang dapat dihasilkan. Mulai dari meja, kursi tamu, kursi teras, rak pajangan, rak pakaian, penyekat ruangan, keranjang. Industri ini sudah dapat dikatakan sebagai industri besar mengingat UD. Gundaling merupakan usaha kerajinan rumah tangga (home industri) yang sifatnya menjual langsung kepada konsumen dan tidak terfokus kepada usaha ekspor-impor barang. Para pengrajin rotan di industri UKM ini umumnya mengutamakan pada jenis-jenis

produksi tertentu saja, misalnya kursi dan meja saja sedangkan jenis produksi lainnya kebanyakan merupakan produksi pesanan atau pelengkap saja. Untuk menyesuaikan produksi kerajinan dengan permintaan pasar maka industri ini melakukan pemilihan barang yang akan diproduksi atau hanya memproduksi beberapa jenis kerajinan saja dan tidak memproduksi seluruh (semua) jenis kerajinan. Setiap usaha kerajinan yang bersifat pemasaran produksi, khususnya kerajinan mempunyai kapasitas produksi yang berbeda-beda. Kapasitas produksi kerajianan adalah jumlah unit kerajinan yang dapat dihasilkan oleh pengrajin untuk setiap jenis kerajinan. Meskipun demikian kapasitas produksi suatu industri sangat bergantung sekali kepada modal, bahan baku yang tersedia dan keterampilan para pengrajinnya.

Teknik Produksi Kerajinan Rotan

Walaupun teknik produksi kelihatan sederhana, namun para pengrajin rotan di industri ini membutuhkan keterampilan/keahlian dalam mengerjakannya, disamping itu setiap jenis kerajinan juga mempunyai masa waktu produksi yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya. Hal ini terlihat dengan adanya tahapan-tahapan dan pembagian kerja dalam proses produksi. Berikut ini akan diuraikan selah satu teknik pembuatan meja tamu yang merupakan salah satu jenis kerajinan rotan yang paling umum diproduksi.

Tabel 3. Bahan dan alat yang digunakan dalam teknik produksi kerajinan rotan

No Bahan Satuan

1 Rotan manu (Calamus manan) 40 batang

2 Anyaman Bambu 4-5 meter

3 Cat/pernis 2 liter

4 Thiner 1 liter

5 Air Kaca (H202)

No Alat Satuan

1 Paku 2 kg

2 Paku Ikat ¼ (ons)

3 Kaca Sesuai bentuk dan Ukuran Pesanan

Tahapan pembuatan :

1. Rotan manau dipilih dan dipotong sesuai ukuran.

2. Rotan dicelupkan atau dioles dengan air kaca agar tampak lebih putih, bersih dan kuat.

3. Rotan dibentuk dengan cara membengkokkan sesuai model.

4. Pembuatan rangka, dengan menyatukan rotan manau dengan paku kemudian diikat.

5. Setelah pembutan rangka diteruskan lagi melalui tahapan penganyaman dengan cara membalut bekas-bekas paku menggunakan anyaman bambu. 6. Anyaman bambu tersebut dibentuk lagi dengan motif-motif tertentu agar

terlihat indah, kuat dan nyaman.

7. Setelah tahapan penganyaman selesai, dilanjutkan lagi dengan menghaluskan permukaan rotan dan bekas anyaman agar tampak rata dan lurus.

8. Tahapan akhir produksi ini adalah pengecatan. Proses pengecatan yang biasanya dilakukan dengan menggunakan pernis agar tampak lebih indah dan tahan lama.

Pola Distribusi dan Pemasaran Hasil

Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui daerah (tujuan) pemasaran hasil produksi usaha kerajinan rotan adalah untuk lokal dan juga sebagian diekspor ke luar negeri oleh pengusaha eksportir. Untuk kawasan domestik adapun kota tujuan pemasaran adalah kota Binjai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi dan kota-kota lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Pada usaha kecil dan menengah ini (UD. Gundaling) dalam memasarkan hasil kerajinan hingga sampai ketangan konsumen pengrajin yang bersangkutan menggunakan 2 (dua) pola distribusi pemsaran saja, yaitu :

1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar) kemudian ke konsumen.

2. Petani ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar) ke pedagang pengumpul III kemudian ke konsumen.

Perincian mengenai pola pembagian pola distribusi dan pemasaran diatas akan dibahas pada sub-sub bab berikut :

1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar) kemudian ke konsumen.

Pada pola distribusi ini para petani rotan menjual bahan baku rotan kepada pedagang pengumpul rotan I, dimana pada tahapan ini pedagang pengumpul rotan I mengolah bahan baku rotan dari mentah mejadi barang setengah jadi. Pengolahan bahan baku tersebut dimulai dari proses pengulitan, penggorengan, pengeringan dan pelurusan. Setelah proses pengolahan tersebut selesai pedagang pengumpul I menjual kepada pedangan pengumpul II dan disinilah proses lanjutan pengolahan bahan setengah jadi menjadi barang jadi terbentuk. Rotan setengah jadi (rotan batang) dibentuk menjadi berbagai macam bentuk dan model sehingga menjadi barang jadi mulai dari funiture, alat-alat olah raga, suvenir, pajangan, dan lain-lain. Untuk masalah harga konsumen membeli dengan harga yang lebih mahal karena kerajinan ini telah mengalami dua kali proses penyaluran sehingga harga yang ditawarkanpun relatif lebih mahal.

2. Petani ke pedagang pengumpul II ke pedagang pengumpul III kemudian ke konsumen.

Hampir sama seperti pola distribusi yang pertama, tapi disini petani rotan langsung menjual rotan mentah tersebut kepada pedagang pengumpul II dan setelah memproduksi hasil kerajinan maka pedagang pengumpul II memasarkan lagi hasil produknya kepada pedagang pengumpul III yang bertindak sebagai penyalur (distribusi) di berbagai tempat penjualan. Sistem pemasaran yang dilakukan umumnya bersifat borongan (skala besar) dengan maksud tidak terjadi pemborosan biaya (waste dissipation cost).

Didalam jalur produksi dan transportasi, selain untuk menghindari pemborosan biaya sistem borongan juga untuk mengikat jalur ekspor sehingga dapat bergantung. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan target atau pesanan dari luar. Sistem seperti ini memiliki kelemahan dalam proses pemasaran. Disebabkan karena pengrajin tidak mempunyai akses (jalur) informasi maupun penjualan barang-barang yang laku dipasaran maupun data kuantitas (jumlah) situasi pasar. Hal tersebutlah yang memaksa para pedagang besar memesan kepada para pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan penyediaan bahan baku oleh pengusaha eksportir tersebut.

Bentuk Pengolahan Kerajinan Rotan Pada UKM UD. Gundaling Medan

Usaha kerajinan rotan yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot Subroto Km. 3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu sentra produksi pemasar hasil-hasil produksi kerajinan rotan di kota Medan. Hasil survey yang telah dilakukan dilapangan menyebutkan terdapat sekitar 20 (dua puluh) unit usaha kerajinan rotan yang masih berproduksi termasuk salah satunya UKM UD. Gundaling, unit usaha yang sudah berjalan hampir ini berawal dari usaha keluarga. Pengetahuan dalam pembuatan kerajinan rotan mereka dapatkan dari pengrajin sekitar yang kemudian mereka pekerjakan sesuai dengan kemampuannya. Pengembangan dalam setiap produksi hasil disesuaikan dengan permintaan pasar dan mengikuti perkembangan zaman (sesuai trend pasar). Selain mengambil tenaga ahli dari luar perusahaan juga melakukan pelatihan (training)

bagi para calon pengrajin. Para calon pengrajin juga dibekali dengan pengetahuan akan pentingnya disiplin dalam bekerja dan pengetahuan teknologi informasi mengenai pasar. Adapun bentuk-bentuk pengolahan kerajinan yang diproduksi oleh UD. Gundaling Medan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Alat-alat perabotan dalam rumah tangga :

Perabotan dalam rumah tangga yang diproduksi memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai fungsi guna dan fungsi hias, seperti : bingkai cermin, lampu hias, rak TV, rak buku, keranjang dan penyekat ruangan.

2. Alat-alat fungsional rumah tangga :

Hasil kerajinan rotan yang diproduksi secara fungsional antara lain : kursi tamu, kursi teras, kursi goyang dan meja.

3. Suvenir (kerajinan tangan) dan kerajinan lainnya :

Selain barang-barang rumah tangga diatas usaha ini juga memproduksi berbagai suvenir, seperti : ayunan, hula hop, keranjang parsel, dan lain-lain.

Secara umum kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengolahan, yaitu : pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan. Dari tiap-tiap tahapan tersebut untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal maka setiap pengrajinnya hanya mengerjakan satu tahapan yang sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya saja. Secara rinci proses pengolahan kerajinan rotan tersebut akan dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini :

1. Pembuatan Rangka

Proses awal dalam pembuatan kerajinan rotan adalah pembuatan rangka. Rotan yang telah diterima dari pengumpul dipilih, diukur, dipotong sesuai dengan jenis kerajinan yang akan dibuat, sebelum dibentuk rotan-rotan tersebut terlebih dahulu dicelup atau diolesi dengan air kaca (H202) dengan maksud agar rotan menjadi lebih bersih dan warna rotan menjadi lebih terang. Proses pengerjaan pembuatan rangka merupakan proses awal dan fungsi dari hasil kerajinan. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga ahli pengrajin yang cukup trampil dan mahir dalam proses ini.

2. Penganyaman

Setelah proses pembuatan rangka selesai, selanjutnya diteruskan lagi dengan proses penganyaman. Pekerjaan ini adalah kegiatan menjalin rotan dengan menggunakan berbagai pola/motif tertentu sesuai bentuk yang diinginkan dan dibentuk pada rangka yang tersedia. Motif-motif yang diberikan tersebut bentuknya bermacam-macam, seperti : bunga, kotak-kotak, bulat, dll. Proses penganyaman ini juga bertujuan untuk membentuk rangka yang lebih kuat. Kegiatan penganyaman ini membutuhkan keterampilan/keahlian yang tinggi karena ketelitian, kerapian, kehalusan bentuk dan nilai seni turut menentukan kualitas hasil produksi.

3. Penghalusan

Untuk memproleh hasil yang lebih berkwalitas, hasil-hasil kerajinan yang telah selesai dianyam selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir (diampelas), agar permukaan kulit rotan menjadi lebih rata sehingga cat/pernis dapat menyerap dengan baik. Proses penghalusan tersebut dapat juga dilakukan dengan menggunakan tenaga air bertekanan tinggi sebagai pembersih rotan dengan tujuan untuk menghindarkan debu atau kotoran lain yang melekat pada rotan sebelum di cat/pernis.

4. Pengecatan

Pekerjaan ini merupakan tahapan akhir dari proses produksi (finishing). Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih indah dan tahan lama. Pekerjaan ini juga membutuhkan ketelitian dan kerajinan untuk memperoleh hasil pengecatan yang baik.

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan kerajinan rotan (pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan) tergolong masih sederhana, alat-alat tersebut antara lain :

1. Gunting, digunakan sebagai alat untuk memotong rotan dan bahan anyaman dari serat bambu.

2. Pisau, digunakan sebagai bahan untuk menguliti rotan batang yang masih memiliki sisa kulit.

3. Martil, digunakan untuk menyambungkan paku pada rotan.

4. Paku, digunakan untuk menyambungkan bagian rotan satu kebagian rotan yang lain.

5. Obeng, digunakan untuk memasang mur pada rotan.

6. Kuas, digunakan untuk mengoleskan air kaca (H202), pernis, dan cat pada rotan.

7. Mur, digunakan untuk menyambungkan rotan. 8. Gergaji Tangan, digunakan untuk memotong rotan.

9. Mesin Jahit, digunakan untuk menjahit alas duduk (busa) yang akan ditempelkan pada kursi rotan.

10.Bor Listrik, untuk menyambungkan (memasukkan) mur. 11.Kakak Tua, digunakan untuk mencabut mur.

Gambar 7. Skema pengolahan kerajinan rotan

Kapasitas Produksi UKM UD. Gundaling Medan

Dalam kegiatan produksinya industri ini menghasilkan cukup banyak jenis kerajinan. Kapasitas produksi yang diterapkan pun disesuaikan pada jumlah karyawan (pengrajin) yang dimiliki dan hasil produskinya terfokus pada jenis kerajinan tertentu saja, misalnya pembuatan kursi, sedangkan jenis produksi lainnya kebanyakan merupakan produksi pelengkap ataupun pesanan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan produksi kerajianan dengan permintaan pasar.

Bahan Baku Produk Bahan Tambahan Keahlian Pengrajin Pengrajin Penentuan Model Berdasarkan Permintaan Pasar dan Pembuatan Rangka Penganyaman Rangka Penghalusan Produk Pengecatan Produk Hasil Kerajinan Produk Rotan

Kapasitas produksi adalah jumlah unit usaha (hasil kerajinan) yang dapat dihasilkan oleh pengrajin untuk setiap jenis kerajinan yang telah dibuat (diproduksi). Kapasitas produksi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor utama, antara lain :

1. Modal. 2. Bahan Baku. 3. Tenaga Kerja.

1. Modal

Modal merupakan syarat penting untuk membangun suatu usaha. Demikian halnya dengan usaha kerajinan rotan. UD. Gundaling merupakan salah satu unit usaha yang permodalannya berasal dari dana keluarga sehingga menjadikan industri ini dapat bertahan dari ketidakstabilan permintaan pasar, tetapi sejalan dengan berkembangnya iklim persaingan usaha dan ketidak- stabilan penjualan di pasaran maka sering terjadi masalah keuangan yang memaksa pengelola meminjam dana usaha kepada pihak pemerintah maupun Perbankan. Sama halnya dengan industri-industri lain (disekitar) kawasan ini, mereka pada umumnya membuka usaha dengan modal sendiri atau meminjam dengan badan usaha milik Pemerintah seperti KOPERASI maupun Bank yang bersedia meminjamkan dana melalui sistem kredit (Bank Perkreditan Rakyat).

2. Bahan Baku

Rotan batang merupakan bahan baku utama dalam produksi kerajinan, di dalam kegiatan industri ini hanya rotan manau ( Calamus manan ) saja yang digunakan. dengan maksud bahwasannya rotan yang digunakan kualitasnya tidak jauh berbeda dengan jenis rotan lain baik dalam bentuk, mutu, keawetan maupun harga.

Gambar 6. Bahan Baku Rotan

Selain bahan-bahan baku diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih baik hasil produksi juga didukung bahan-bahan tambahan lainnya, antara lain :

a. Paku

b. Air Kaca (H202) c. Paku

d. Pernis

Untuk mendapatkan hasil kerajinan rotan yang bermutu, penting memilih jenis rotan yang berkwalitas, disamping diolah dengan tangan-tangan terampil dan kreasi bernilai jual tinggi tanpa mengabaikan fungsi hasil kerajinan tersebut maka setiap hasil kerajinan membutuhkan jumlah bahan-bahan yang berbeda sesuai dengan ukuran kerajinan yang akan dibuat. Keterangan mengenai bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Bahan baku dan bahan tambahan produksi kerajinan rotan

No Bahan Asal Pembelian Rotan Harga Beli (Rp)

1. Bahan Baku Rotan

a. Rotan Manau Pabrik/Koperasi Rotan 11.300/kg b. Rotan Semambu Pabrik/Koperasi Rotan 1.000/kg

c. Rotan Irit Petani Rotan 7.500/kg

d. Rotan Sega Petani Rotan 13.000/kg

e. Anyaman Petani Rotan 25.000/mtr

2. Bahan Tambahan

a. Paku Lokal 4.000/kg

b. Air Kaca (H202) Lokal 10000/ltr

c. Paku Ikat Lokal 300/kg

d. Cat Lokal 20000/kg

e. Pernis Lokal 20000/ltr

Sumber : Data Primer 2007

3. Tenaga Kerja

Usaha UD. Gundaling ini telah meyerap setidaknya 20 orang tenaga kerja, setiap usaha memiliki jumlah tenaga kerja yang bervariasi dan disesuaikan dengan bidang yang mereka kerjakan, namun demikian diantaranya terdapat karyawan yang statusnya tidak tetap (kontrak) karena mereka mereka dipekerjakan pada saat-saat tertentu saja. Tenaga kerja yang dugunakan pada umumnya laki-laki, sedangkan tenaga kerja wanita dipekerjakan hanya menangani proses produski pembentukan (design) dan proses penjahitan.

Sistem pembayaran upah (gaji) yang diterima oleh para pekerja besarnya sama. Jumlah upah yang dibayarkan dihitung atas produksi per set barang jadi untuk setiap bidang kerja karyawan. Meskipun demikian ada pembayaran upah tambahan yang diberikan oleh perusahaan kepada pengrajin tertentu saja, misalnya dalam kegiatan pengayaman, karena proses ini membutuhkan tenaga kerja trampil yang tidak semua pekerja bisa mengerjakannya. Untuk mengetahui lebih jelas profil karyawan beserta upah disajikan pada tabel berikut :

Tabel 5. Responden menurut umur, pendidikan dan pengalaman kerja

No Umur Jumlah Pendidikan Pengalaman Kerja (thn)

1. ≥ 20 5 SMA 2

2. 20-30 5 SMA 2

3. ≥ 30 10 SMA/Diploma > 5

Sumber : Data Primer, 2007

Tabel 6. Upah pengrajin berdasarkan hasil produksi

No Jenis Upah

Kerajinan Perangka Penganyam Penghalus Pengecat

1. Bingkai Cermin Rp.5000 Rp.10.000 Rp. 5.000 Rp. 5.000 2. Meja Hias Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp.10.000 3. Lampu Hias Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 4. Rak TV/ Buku Rp.15.000 Rp. 10.000 Rp.10.000 Rp.10.000 5. Keranjang Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000 6. Penyekat Ruangan Rp.10.000 Rp.15.000 Rp.10.000 Rp.10.000 7. Kursi Rp.30.000 Rp.30.000 Rp.10.000 Rp.10.000 8. Ayunan Rp.20.000 Rp.25.000 Rp.20.000 Rp.10.000 9. Hula Hop Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 10. Ayunan Tali Rp.20.000 Rp.20.000 Rp.10.000 Rp.10.000

Sumber : Data Primer 2007

Hasil data yang diperoleh diatas menunjukkan, terdapat perbedaan upah yang diterima antar pengrajin baik itu pembuatan rangka, penganyam, penghalus dan pengecatan. Perbedaan upah tersebut disebabkan adanya perbedaan keterampilan dan bidang kerja (spesialisasi) masing-masing pengrajin. Dengan demikian upah yang diberikan sangat tergantung dari produktivitas, keterampilan, ketekunan dan kerajinan tenaga kerja.

Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi Produsen didalam Produksi Hasil Kerajinan Rotan

Dampak dari krisis ekonomi ditahun 1997 secara langsung masih terasa disektor industri kerajinan rumah tangga, seperti industri kerajinan rotan pada saat ini. Ketidakstabilan permintaan dan penawaran (supply and demand) hasil produksi memaksa para pengrajin harus gulung tikar, sebagian dari mereka menekan angka produksi dengan cara membatasi jumlah pembelian bahan baku dan pembatasan jumlah tenaga kerja. Kurangnya daya beli dari masyarakat selaku konsumen ikut mempengaruhi keberlangsungan setiap usaha kecil dan menengah di kota-kota besar seperti Medan, Binjai, Siantar dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara.

Dari penelitian dilapangan, diperoleh berbagai bentuk masukan seputar permasalahan-permasalahan utama UKM, khususnya industri kerajinan rotan, yakni meliputi : 1. Permodalan (28%) 2. Bahan Baku (25%) 3. Pemasaran (20%) 4. Manajemen dan SDM (10%) 5. Perizinan (10%) 6. Instabilitas Mikro (3%) 7. Administrasi (3%) 8. Teknologi (2%)

2 2 3 10 10 20 25 28 Permodalan Bahan baku Pemasaran Manajemen dan SDM Perizinan Instabilitas Mikro Administrasi Teknologi

Sumber : Data Primer, 2007

Gambar 7. Permasalahan utama UKM kerajinan di Kota Medan

Penjelasan mengenai permasalahan diatas dapat dijelaskan melalui rincian sebagai berikut :

1. Permodalan. Masalah masih berkutat pada terbatasnya biaya investasi. Sementara, pada saat yang sama, informasi dan akses para pelaku UKM terhadap sumber permodalan, termasuk cara membuat proposal dan administrasi keuangan, masih sangat terbatas. Selain itu, juga karena terbatasnya lembaga pendamping dan tak seimbang dengan jumlah unit UKM, sistem penjaminan tak sesuai kesepakatan, masih senjangnya informasi antara perbankan dan UKM, dan masih rendahnya perhatian lembaga perbankan terhadap UKM.

2. Bahan baku. Selain karena suplai (kuantitas) dari daerah Sumatera yang masih kurang, juga karena kualitas bahan baku tidak seragam dan belum adanya pengembangan budi daya tanaman bahan baku. Misalnya bahan baku rotan.

3. Pemasaran. Masalah mendasar yang dihadapi para pelaku UKM aneka kerajinan/anyaman di Kota Medan adalah ekspor tidak langsung. Ini terkait dengan jarak lokasi antara sentra UKM dan pasar/buyer yang sangat jauh. Berdasarkan hasil perhitungan, produk kerajinan tangan asal

Sumatera Utara yang diekspor mencapai rata-rata 300 kontainer per tahun dengan nilai ekspor 7,5 juta dolar AS. Ekspor dilakukan oleh para trader sehingga keuntungan yang didapat para pelaku UKM relatif "tidak seberapa" jika dibandingkan para trader. Kondisi seperti ini jelas menciptakan ketidakadilan bagi para pelaku UKM, padahal merekalah pelaku utamanya.

4. Manajemen dan SDM. Masalah muncul pada masih lemahnya pemahaman manajemen produksi, belum adanya kejelasan standardisasi produk UKM yang sesuai dengan keinginan buyer, rendahnya penguasaan teknologi, produksi yang tidak tepat waktu, minimnya kualitas kontrol dan lemahnya inovasi. Selain itu, persoalan juga muncul terkait dengan rendahnya kepedulian pelaku UKM terhadap kualitas produk, desain yang kurang kreatif, standar mutu yang inkonsisten, dan masih terbatasnya pemahaman pelaku UKM terhadap permintaan pasar.

5. ADM dan Perizinan. Masalahnya bersumber pada proses perizinan yang masih sulit (harus pakai IMB,dan penanganan limbah harus dengan amdal), pengurusan yang dipusatkan di provinsi mengakibatkan biaya tinggi. Sementara itu, disyaratkan harus ada stempel kedutaan negara tujuan. Belum lagi ada beberapa perizinan yang memerlukan biaya rekomendasi konsulat, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

6. Tekonologi. Masalah yang dihadapi UKM khususnya industri kerajinan antara lainnya kurangnya peralatan-peralatan yang mendukung dalam kegiatan industri tersebut, seperti halnya pengadaan alat untuk kegiatan oprasional baik di lapangan atau pun di daerah pemasaran, alat-alat perawatan (maintenance), kurangnya pusat riset dan studi (workshop) bagi para pekerja dan kendala-kendala lain yang menghambat terkendalanya permasalahan teknologi industri kerajinan ini.

Solusi Yang Ditawarkan

Dari kegiatan workshop yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku UKM, instansi pemerintahan, lembaga terkait, BUMN, LSM, termasuk pakar dari Uni Eropa, juga ditawarkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah-masalah pokok yang dihadapi UKM di Kota Medan, khususnya industri kerajinan hutan non-kayu termasuk rotan. Terkait dengan aspek bahan baku, solusi yang ditawarkan adalah perlunya servis provider atau pihak penyedia bahan baku, mencari bahan baku dari daerah lain, dan mulai mendorong para pelaku UKM membudidayakan sendiri. Untuk bisa dipercaya pasar global, kontinuitas produk memang harus dijaga. Sekali saja permintaan tak dipenuhi, alamat hilangnya kepercayaan. Menyangkut aspek produksi dan tenaga kerja, perlunya penambahan ilmu dan wawasan, serta keterampilan memproduksi dengan kualitas tinggi dan

Dokumen terkait