STUDI BENTUK PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI HASIL KERAJINAN ROTAN PADA INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
DI KOTA MEDAN
(STUDI KASUS UD. GUNDALING MEDAN SUMATERA UTARA)
SKRIPSI
Oleh : YOVIE TETUKO
011203060/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI BENTUK PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI HASIL KERAJINAN ROTAN PADA INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
DI KOTA MEDAN
(STUDI KASUS UD. GUNDALING MEDAN SUMATERA UTARA)
SKRIPSI
Oleh : YOVIE TETUKO
011203060/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Studi Bentuk Pengolahan Dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Di Kota Medan
(Studi Kasus UD. Gundaling Medan Sumatera Utara)
Nama : Yovie Tetuko
NIM : 011203060
Jurusan : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut NIP. 132 259 571 NIP. 132 303 842
Mengetahui :
Ketua Jurusan Departemen Kehutanan
ABSTRACT
The objective of this research is to study the processing on rattan handicraft practiced by UKM and to identify distributional pattern of rattan products in UD. Gundaling Medan. In this research was done since May until June 2007, by using case study approach and taking cencus data analyzed either quantitatively or qualitatively.
As a result, it was known that the main raw material all of rattan in UD. Gundaling Medan was of various types ; manau (Calamus manau Miquel). These raw materials were usually from North Sumatera. The originations of raw materials were ; District of Madina and Middle Tapanuli.
The types of processing practiced in UD. Gundaling, can be classified into use classification as ; Furniture, utensils of household, souvenir and for sports.
The processing of rattan handicraft conducted in UD. Gundaling, is still simple, traditional, smallphase of work in processing of rattan product ; 1). Framing, 2). Weaving, 3). Smooting and 4). Finishing. The phase of processing activity is also followed by division of labor.
There are four patterns of rattan products in UD. Gundaling, i.e., ;1). The craftment is directly to consumers, 2). The craftment to store/retailers. The marketing of product includes local market (Medan city, Binjai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, and other city in North Sumatera.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bentuk pengolahan dan distribusi hasil kerajinan rotan pada usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2007 dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada UD. GUNDALING sebagai salah satu usaha kerajinan yang bergerak di bidang kerajinan rotan di Kota Medan dengan menggunakan pendekatan study kasus (cases study) dan pengambilan data sensus yang dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif.
Sebagai hasil diketahui bahwa bahan baku utama kerajinan rotan pada UD. Gundaling Medan meliputi jenis rotan manau (Calamus manau Miquel) saja. Bahan baku rotan ini biasanya diperoleh pengrajin dari penyuplai bahan baku rotan (pengumpul rotan) yang terdapat di luar kota Medan yang berasal dari Provinsi Tapanuli Selatan dan juga Tapanuli Tengah.
Bentuk-bentuk pengolahan rotan yang dilakukan oleh UD. Gundaling Medan tergolong kepada industri berskala besar dan merupakan usaha keluarga (perorangan). Proses pengolahan kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengerjaan yang meliputi : 1). Pembuatan rangka, 2). Penganyaman, 3). Penghalusan dan 4). Pengecatan (Finishing). Pentahapan kegiatan pengolahan tersebut juga merupakan pembagian berdasarkan kelompok karyawan.
Terdapat 2 (dua) pola distribusi hasil kerajinan rotan di UD. Gundaling Medan, yaitu ; 1). Pengrajin langsung ke konsumen, 2). Pengrajin ke toko/pengecer ke konsumen. Pemasaran kerajinan mencakup pasar lokal (Kota Medan, Binjai, P. Siantar, Tebing tinggi) dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara.
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Kota Medan pada tanggal 25 Agustus 1983,
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Ir.
Bambang Sugiyoko dan Ibu Tutiek Sumarni Nasution.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD IKAL Medan, lulus tahun
1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri I Medan, lulus tahun
1998, dan sekolah menengah umum di SMU Negeri I Medan pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas
Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan melalui jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan dengan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS),
mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan di Taman Hutan Raya (TAHURA)
SIbolangit, Desa Bandar Khalipah Deli Serdang, dan di Desa Lau Kawar
Kabupaten Karo. Kegiatan magang Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan penulis
pada tahun 2005 di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sektor Tarutung Tapanuli Utara.
Selain kegiatan perkuliahan penulis juga aktif di berbagai kegiatan antara
lain menjadi wiraswasta dengan membuka usaha makanan dan jasa, menjadi
insurrance agent pada asuransi AXA-Life Indonesia dan kegiatan Sosial
masyarakat lainnya.
Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian
dengan judul : Studi Bentuk Pengolahan dan Distribusi Hasil Kerajinan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulilllah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, dengan judul Studi Bentuk Pengolahan dan Distribusi Hasil
Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan
(Studi Kasus UD. Gundaling Medan).
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Ir. Bambang Sugiyoko dan Ibu Tutiek
Sumarni, Nasution dan adik tercinta Yosie Nidya Putri atas segala
pengorbanan, kasih sayang, doa, dorongan dan semangat yang telah
diberikan.
2. Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut selaku dosen
pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak memberikan bimbingan,
saran dan juga mengarahkan penulis hingga selesainya skripsi ini.
3. Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji dari Program Studi
Manajemen Hutan dan Ibu Dwi Endah Widyastuti, S.Hut, M.Si selaku dosen
penguji dari Program Studi Budi Daya Hutan.
4. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen
Kehutanan, Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP selaku Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Hutan serta seluruh staf dan pegawai Jurusan Kehutanan
atas segala bantuan, saran dan kesempatannya.
5. Bang Iwan Ginting selaku pemilik industri kerajinan rotan UD. Gundaling
Medan yang telah memberikan perizinan dan informasi mengenai industri
rotan yang dikembangkan serta Royton Adi Hutabarat yang telah banyak
membantu dalam melaksanakan penelitian ini.
6. Sahabat-sahabatku Yuli Antoni, S.Hut, Dharma Loekita, Amd, dan Erwin
Alimansyah, S.Hut, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi
kepada penulis serta sahabat-sahabat kost Cinta Karya Bang Fajar ”Akang”
Suryono, S.Hut, Hendrik, S.Hut, Rangga Bayu Basuki, S.Hut, Masrizal
Saraan S.Hut, M. Yusuf, S.Hut, Syaiful Bahri Saraan, dan Andi Sasongko
atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
7. Adinda Rika Meilia Tarigan, SE atas segala dukungan, motivasi dan
kesabarannya menemani penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
8. Teman-teman Mahasiswa Departemen Kehutanan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Semoga ingatan tidak akan pernah luntur untuk
mengingat dan mengenali kalian.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Amin.
Medan, Desember 2007
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Rotan ... 3
Potensi Rotan di Indonesia ... 4
Asal dan Penyebaran Rotan ... 6
Upaya Pelestarian ... 6
Industri Rotan ... 6
Rotan Sumatera Utara... 8
Kerajinan Rotan ... 9
Perolehan Bahan Baku Rotan ... 10
Peluang Pasar………..………… 11
Dampak Negatif Terhadap Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya ... 12
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
Alat dan Bahan Penelitian ... 14
Populasi dan Sampel ... 14
Metode Pengumpulan Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi dan Produksi Kerajinan Rotan... 16 Teknik Produksi Kerajinan Rotan ... 17 Pola Distribusi dan Pemasaran Hasil ... 18 Bentuk Pengolahan Kerajinan Rotan pada UKM UD. Gundaling
Medan ... 20 Kapasitas Produksi UKM UD. Gundaling Medan ... 25 Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Produsen didalam
Produksi Hasil Kerajinan Rotan ... 30 Solusi yang Ditawarkan ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 35 Saran... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Hal
1. Potensi Produksi Rotan Indonesia ... 5 2. Volume dan Nilai Ekspor Barang Jadi dari Rotan Indonesia ... 12 3. Bahan dan Alat yang Digunakan Dalam Teknik Produksi
Kerajinan Rotan ... 17 4. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Produksi Kerajinan Rotan ... 28 5. Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pengalaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Hal
1. Struktur Pemasaran dan Skema Arus Tataniaga Rotan dari
Daerah Sentra Produksi Rotan, Sumatera Utara ... 9
2. Pembuatan Rangka ... 21
3. Proses Penganyaman ... 22
4. Proses Penghalusan dan Pembersihan Rotan ... 23
5. Proses Pengecatan ... 23
6. Skema Pengolahan Kerajinan Rotan ... 25
7. Bahan Baku Rotan ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Hal
1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Produksi Kerajinan Rotan ... 37
2. Kapasitas Produksi Rotan ... 38
3. Gambar-gambar Hasil Kerajinan Rotan ... 39
4. Gambar UD. Gundaling Medan ... 42
5. Kuisioner... 43
ABSTRACT
The objective of this research is to study the processing on rattan handicraft practiced by UKM and to identify distributional pattern of rattan products in UD. Gundaling Medan. In this research was done since May until June 2007, by using case study approach and taking cencus data analyzed either quantitatively or qualitatively.
As a result, it was known that the main raw material all of rattan in UD. Gundaling Medan was of various types ; manau (Calamus manau Miquel). These raw materials were usually from North Sumatera. The originations of raw materials were ; District of Madina and Middle Tapanuli.
The types of processing practiced in UD. Gundaling, can be classified into use classification as ; Furniture, utensils of household, souvenir and for sports.
The processing of rattan handicraft conducted in UD. Gundaling, is still simple, traditional, smallphase of work in processing of rattan product ; 1). Framing, 2). Weaving, 3). Smooting and 4). Finishing. The phase of processing activity is also followed by division of labor.
There are four patterns of rattan products in UD. Gundaling, i.e., ;1). The craftment is directly to consumers, 2). The craftment to store/retailers. The marketing of product includes local market (Medan city, Binjai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, and other city in North Sumatera.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bentuk pengolahan dan distribusi hasil kerajinan rotan pada usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2007 dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada UD. GUNDALING sebagai salah satu usaha kerajinan yang bergerak di bidang kerajinan rotan di Kota Medan dengan menggunakan pendekatan study kasus (cases study) dan pengambilan data sensus yang dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif.
Sebagai hasil diketahui bahwa bahan baku utama kerajinan rotan pada UD. Gundaling Medan meliputi jenis rotan manau (Calamus manau Miquel) saja. Bahan baku rotan ini biasanya diperoleh pengrajin dari penyuplai bahan baku rotan (pengumpul rotan) yang terdapat di luar kota Medan yang berasal dari Provinsi Tapanuli Selatan dan juga Tapanuli Tengah.
Bentuk-bentuk pengolahan rotan yang dilakukan oleh UD. Gundaling Medan tergolong kepada industri berskala besar dan merupakan usaha keluarga (perorangan). Proses pengolahan kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengerjaan yang meliputi : 1). Pembuatan rangka, 2). Penganyaman, 3). Penghalusan dan 4). Pengecatan (Finishing). Pentahapan kegiatan pengolahan tersebut juga merupakan pembagian berdasarkan kelompok karyawan.
Terdapat 2 (dua) pola distribusi hasil kerajinan rotan di UD. Gundaling Medan, yaitu ; 1). Pengrajin langsung ke konsumen, 2). Pengrajin ke toko/pengecer ke konsumen. Pemasaran kerajinan mencakup pasar lokal (Kota Medan, Binjai, P. Siantar, Tebing tinggi) dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya hutan Indonesia sangat kaya dengan berbagai macam produk
yang dihasilkannya. Hasil hutan tersebut dapat berupa hasil hutan kayu dan
turunannya (timber product) dan hasil hutan bukan kayu (non-timber product)
yang meliputi berbagai macam produk seperti rotan, gondorukem, damar,
terpentin dan sebagainya. Hasil hutan berupa kayu akhir-akhir ini tidak dapat
diandalkan lagi sebagai sumber pendapatan negara terbesar, sejalan dengan
berbagai permasalahan dan krisis multidimensi pada sektor kehutanan. Kondisi
tersebut menyadarkan pemerintah untuk dapat meningkatkan pemanfaatan hasil
hutan non kayu. Salah satunya yang mempunyai potensi cukup besar adalah hasil
hutan non kayu berupa rotan. Rotan merupakan hasil hutan non kayu yang
memiliki peranan cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dan juga
sebagai sumber devisa bagi negara. Hasil hutan non kayu jenis ini telah lama
diketahui sebagai hasil hutan non kayu yang potensial untuk berbagai penggunaan
dan sumber penghasilan. Hal ini terlihat dari permintaan akan rotan yang terus
meningkat baik untuk penggunaan dalam negeri maupun di luar negeri. Berbagai
macam produk dapat dibuat dari bahan baku rotan dan telah diekspor dan
memberikan kontribusi secara nyata kepada negara (Darusman, 2001).
Dewasa ini dalam perdagangan rotan Internasional, Indonesia menduduki
posisi yang dominan dari sisi volume, dimana diperkirakan 80% dari rotan yang
diperdagangkan berasal dari Indonesia. Namun demikian ekspornya sebagian
besar masih dalam bentuk barang mentah dan setengah jadi sehingga nilai devisa
yang diterima sangat rendah. Hasil hutan rotan juga telah lama menjadi bagian
penting dalam kehidupan masyarakat disekitar hutan di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan berbagai tempat yang potensi rotannya besar. Medan sebagai
ibukota propinsi merupakan pusat perdagangan dan pemasaran utama hasil
produksi dan sentra produksi rotan Propinsi Sumatera Utara. Hasil produksi rotan
dari petani atau dalam hal ini pengumpul (produsen) dari 6 kabupaten pemasok
Tengah dan Mandailing Natal terkumpul ke konsumen perajin dan eksportir rotan
di Kota Medan (Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).
Akan tetapi sampai saat ini, studi (pembelajaran) mengenai pola industri
yang meliputi pengolahan bahan baku, distribusi sampai pada pemasaran hasil
kerajinan rotan, pada industri usaha kecil dan menengah di Kota Medan masih
sangat minim. Oleh karena itu, sangatlah perlu diadakan penelitian yang dapat
memberikan gambaran mengenai hal tersebut. Hasil studi ilmiah berupa studi
mengenai bentuk pengolahan sampai pada distribusi hasil kerajinan rotan dan juga
mencakup solusi dari permasalahan-permasalahan teknis yang sering dihadapi
oleh produsen kerajinan rotan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi potensi produksi, teknik produksi dan pola
distribusi kerajinan rotan yang dilakukan oleh Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui bentuk pengolahan kerajinan rotan di UKM UD.
Gundaling di kelurahan Sei Sikambing D Medan.
3. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan teknis yang dihadapi
produsen dalam produksi kerajinan rotan.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui informasi
mengenai potensi dan produksi serta pengolahan rotan khususnya bagi kelompok
usaha kecil dan menengah dalam hal ini UD. Gundaling Medan sehingga dapat
memberikan masukan/ informasi yang berguna dalam peningkatan produktifitas
mereka, dan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Medan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Rotan
Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen rotan terbesar dan
memiliki jenis rotan terbanyak di dunia. Dalam sub sektor kehutanan rotan
menyumbangkan devisa terbesar setelah komoditi kayu dan dapat merupakan
sumber perluasan kesempatan kerja serta sumber pemerataan pembangunan.
Rotan adalah palem pemanjat berduri yang terdapat didaerah tropis dan subtropis.
Tumbuhan ini merupakan sumber rotan batang untuk industri mebel rotan,
sementara itu juga digunakan untuk berbagai maksud kurang penting secara lokal
(Dransfield, 1996).
Hasil dari rotan batang merupakan sumber untuk industri mabel. Rotan
batang kadang dikelirukan dengan bambu, rotan bentuknya sangat padat dan
biasanya dapat dibengkokkan dengan mudah tanpa deformasi yang nyata.
Kebanyakan rotan batang yang memasuki perdagangan dunia dikumpulkan dari
tanaman yang tumbuh liar, dan diberbagai bagian Asia Tenggara rotan merupakan
hasil hutan yang paling penting setelah kayu. Pada tingkat lokal, rotan sangat
penting secara sosial karena memberikan sumber nafkah kepada masyarakat
sekitar yang berdiam didekat hutan. Hasil yang paling penting dari rotan adalah
rotan batangan yaitu batang rotan yang pelepah daunnya telah dihilangkan. Salah
satu jenis rotan yang banyak digunakan untuk kerajinan rotan adalah rotan manau.
Rotan manau merupakan rotan yang berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat,
awet, mudah diolah dan buku tipis atau tidak menonjol. Kualitas manau asalan
sangat dipengaruhi oleh cacat alami karena hama atau cacat lain yang tejadi pada
saat pemanenan, pemupukan di hutan dan pengangkutan ke tempat pengolahan
(Puspitojati dan Martono, 2000).
Rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk,
ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang
menarik. Dengan sifat-sifatnya tersebut rotan dapat digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga seperti berbagai jenis mebel,
itu juga mengakibatkan banyak konsumen yang menyukai barang-barang
kerajinan hasil dari rotan. Pemanfaatan rotan untuk kerajinan, sebagian besar
berasal dari batang. Dalam industri rotan biasanya batang rotan diklasifikasikan
berdasarkan kualitas penampilan, kelenturan, ketahanan, dan ukuran batang
(Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992).
Potensi Rotan di Indonesia
Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi
oleh kayu karena rotan termasuk tumbuhan memanjat pada pohon. Adapun jumlah
total rotan di Indonesia yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keprluan
lokal mencapai kurang lebih 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum
diusahakan/ diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru
mencapai 28 jenis saja. Jenis rotan lainnya belum begitu tersentuh karena kecilnya
potensi dan belum dikenal sifat-sifatnya. Sejarah industri rotan di Indonesia
menunjukkan betapa tidak menentunya dan tidak stabilnya kondisi pasar bagi
beberapa produk hasil hutan. Kalimantan yang merupakan salah satu kawasan
penghasil utama bahan baku rotan menggunakan tanaman ini untuk digunakan
sebagai bahan pengikat/penyangga pada konstruksi bangunan tradisional selama
periode penjajahan dan sampai dekade 1960-an, akan tetapi di tahun 1988,
pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor rotan mentah dan produk
rotan setengah jadi dalam upaya untuk mengatur penjualan, meningkatkan
pengolahan rotan dalam negeri dan memperoleh porsi lebih atas keuntungan yang
berasal dari rotan. Sayangnya, kebijakan ini malah kontra-produktif dan nilai
ekspor serta harga yang diterima petani atas kegunaan rotan menurun. Penurunan
ini mempengaruhi banyak orang, khususnya para pemanen yang sudah terbiasa
dengan fluktuasi harga tetapi kurang memahami alasan di balik menurunnya harga
rotan yang tiba-tiba. Selama larangan ekpor ini berlaku dipihak lain pabrik
pengolahan rotan bertambah pada tahun 1989, dari 3 unit menjadi 42 unit.
Pabrik-pabrik ini mulai menghasilkan nerbagai barang jadi rotan dan mebel. Sebelumnya
jadi. Meskipun volume keseluruhan produk rotan yang dihasilkan menurun, ada
indikasi bahwa nilai yang diperoleh untuk setiap unit volumenya dapat meningkat.
(de Beer. 2005).
Tabel 1. Potensi produksi rotan Indonesia
Provinsi Potensi Produksi (ton/tahun)
Aceh 45.000
Riau 2.800
Sumatera Utara 6.000
Sumatera Barat 34.000
Jambi 6.900
Bengkulu 23.100
Sumatera Selatan 5.000
Lampung 24.000
Kalimantan Barat 92.500
Kalimantan Tengah 24.000
Kalimantan Selatan 7.000
Kalimantan Timur 11.650
Sulawesi Utara 87.000
Sulawesi Tengah 18.000
Sulawesi Selatan 150.000
Nusa Tenggara Barat 36.000
Jumlah 573.890
Sumber : Departemen Kehutanan & Perkebunan, 1999
Meskipun taksiran potensi rotan yang dimiliki begitu besar, namun kemampuan
produksinya perlu diwaspadai. Sebab, luas kawasan hutan setiap waktu selalu
berubah-ubah karena kegiatan pembangunan, misalnya pembukaan lahan hutan
untuk perkebunan besar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya, sekaligus
mengakibatkan bekurangnya bahkan musnahnya potensi tumbuhan rotan yang
tersedia dan tumbuhan di hutan alam .
Asal dan Penyebaran Rotan
Rotan menyebar di kawasan ekuator Afrika, India, Sri Lanka, kaki
pengunungan Himalaya, Cina bagian selatan melalui kepulauan Malaysia ke
Australia dan Pasifik sebelah Barat sampai Fiji (Sutarno, 1994).
Upaya Pelestarian
Pelestarian rotan dilakukan berdasarkan jenis-jenis yang bersifat endemik.
Tetapi yang mendapat prioritas utama dalam pelestariannya adalah :
1. Jenis yang potensial dan terancam kepunahannya, antara lain seperti :
a. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari)
b. Rotan Sega ( Calamus caesius )
a. Rotan Lilin ( Calamus javensis Blume )
2. Jenis-jenis komersil yang pengusahaannya dapat dikembangkan dan
berkelanjutan, antara lain seperti :
a. Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro)
b. Rotan Manau (Calamus manau)
c. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari)
d. Rotan Getah ( Daermonorps angustifolia Mart )
e. Rotan Sega ( Calamus caesius ). Januminro, 2003.
Industri Rotan
Perkembangan peradaban manusia pada saat ini dicirikan dengan
kemajuan di bidang teknologi termasuk industri. Walaupun demikian,
pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri
saja sehingga industri pengolahan seperti barang jadi dari rotan masih terbatas
pada industri rakyat seperti furniture, kerajinan dan lain-lainnya. Sebagai industri
yang mengolah salah satu hasil hutan, industri barang jadi rotan termasuk dalam
kategori agroindustri. Industri yang bersifat mekanis masih sangat terbatas dan
antara lain terdapat di Padang, Jambi, Banjarmasin, Ujung Pandang dan Surabaya.
Sedangkan di kota lainnya, misalnya Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, dan
Bandung terbatas pada industri non mekanis seperti peralatan rumah tangga.
Dalam kaitannya dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ekspor
non-migas, maka industri rotan ini sangat potensial dalam menghasilkan devisa dari
hasil ekspor. Industri pengolahan rotan berkembang pesat sejak tahun 1989, yaitu
sejak adanya larangan ekspor rotan mentah (dalam bentuk asalan dan belahan
bulat) pada tahun 1986 dan rotan setengah jadi (dalam bentuk rotan poles, hati
rotan) pada tahun 1988 dari seluruh wilayah Indonesia.
(Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992).
Industri rotan pada saat ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan hasil produksinya, yaitu:
1. Industri yang menghasilkan rotan bahan baku, yaitu kelompok yang
menghasilkan rotan bahan baku berupa rotan bulat w dan s (washed and
sufurized), rotan belahan (split), dan rotan poles kasar.
2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang
setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat-sifat keluarannya.
3. Industri yang menghasilkan barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau bahan setengah jadi
menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan.
Pengolahan rotan merupakan industri yang padat karya dan tidak memerlukan
tenaga pendidikan serta investasinya relatif murah. Berdasarkan proses
produksinya, mebel dan rotan (rattan furniture) di Indonesia secara umum dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mebel rotan yang merupakan hasil industri, dengan ciri-ciri :
a. Proses produksi mempergunakan peralatan mekanis yang relatif
modern.
b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan yang sama, sehingga
produksinya seragam.
c. Skala produksinya relatif massal dan padat modal.
a. Proses produksinya menggunakan alat manual atau semi mekanis.
b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan kadang-kadang tidak
sama, sehingga produksinya tidak seragam.
Aspek lain dari mebel rotan yang nampak adalah desain (design). Umumnya
mebel rotan dapat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu :
1. Antique design, yaitu desain-desain yang nampak secara fisik sudah lama
walaupun sebenarnya adalah hasil reproduksi.
2. Modern design, yaitu desain-desain yang sifatnya praktis dan biasanya ada
tambahan komponen, sehingga praktis penggunaannya.
3. Country style, yaitu desain-desain yang sudah dikenal sejak jaman dahulu.
4. Contemporary style, yaitu desain-desain yang berhubungan erat dengan
kreasi seni perancangnya.
5. Another design, desain ini adalah yang tidak termasuk pada poin 1 sampai
4 atau merupakan campuran dari keempat desain tersebut diatas sehingga
dihasilkan suatu desain baru (Supiardi, 2000).
Rotan Sumatera Utara
Dinas Kehutanan menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Propinsi
Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp) sebagai salah satu
komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian
masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran
potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton
per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Rotan yang dimanfaatkan
secara komersil hanya 6 jenis yaitu :
1) Rotan manau (Calamus manan)
2) Rotan semambo (C. sciopionum)
3) Rotan sega (C. caesus)
4) Rotan getah (C. scipionum)
5) Rotan batu (C. dipenhorstii)
Hasil studi Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara juga menyebutkan bahwa di
Propinsi Sumatera Utara terdapat 3 saluran pemasaran rotan dari petani/produsen
sampai ke konsumen (perajin dan eksportir). Struktur dan skema arus tata niaga
rotan dari sentra produksi ke konsumen pengolah disajikan pada gambar berikut :
Pedagang pengumpul I
Petani Konsumen
produsen Pedagang pengumpul III Pengrajin
Eksportir
Pedagang pengumpul II
Gambar 1. Struktur pemasaran dan skema arus tataniaga rotan dari daerah sentra produksi rotan Sumatera Utara
dari gambar di atas dapat di simpulkan bahwa pada umumnya saluran tata niaga
komoditas rotan terbagi atas empat saluran pemasaran, yaitu :
1. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Konsumen/Pengolah/Eksportir
2. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->
Eksportir/ Pengolah
3. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->
Pedagang Pengumpul III ----> Eksportir/Pengolah
4. Petani ----> Eksportir/Pengolah
(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).
Kerajinan Rotan
Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha
yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun-temurun dari generasi
sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai
sifat yang lentur, kuat serta relatif seragam bentuknya. Barang-barang kerajinan
rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang,
Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan mebel dalam
berbagai bentuk/model. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat
antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar
negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya
beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu,
industri berbahan baku rotan ini memiliki kandungan lokal (local content) yang
sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku.
Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa :
1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi.
2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.
3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai
multiplier effect yang positif terhadap pengembangan industri pariwisata
dan pemanfaatan limbah rotan.
4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan.
5. Peningkatan pembangunan daerah.
Kerajinan rotan memerlukan polesan halus dengan tangan-tangan trampil mulai
dari membelah rotan, menghaluskan/meraut sesuai ukuran/ keperluan hingga
menganyam sesuai dengan barang yang akan dibuat.
(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).
Perolehan Bahan Baku Rotan
Bahan baku rotan banyak terdapat di Pulau Sumatera, Pulau kalimantan,
dan pulau-pulau lain. Rotan diperoleh dari hutan alam dan sebagian besar berasal
dari tanaman budidaya. Untuk Pulau Sumatera rotan dapat ditemukan di Desa
Asahan, kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dan di Pulau
Kalimantan ada disekitar sungai Barito, Sungai Kapuas dan Sungai kahayan.
Pemanenan rotan dihutan alam dilakukan oleh 3-5 orang petani rotan yang
menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan.
Pengumpulan rotan sangat berbahaya karena sering jatuhnya dahan yang mati
dalam proses penarikan rotan. Batang rotan yang telah diambil kemudian
diameter kecil. Kemudian potongan batang tadi diangkut keluar dari hutan untuk
dibawa ke pedangang pengumpul pertama. Bahan baku mentah ini diterima
pedagang pengumpul pertama dari petani rotan dan kemudian mengolah bahan
baku tersebut menjadi bahan setengah jadi yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku
yang sudah diolah juga dapat diterima langsung oleh pengrajin (produsen) besar
tergantung dari pola distribusi yang dijalankan dilapangan, bahan baku rotan
setengah jadi yang sudah diterima kemudian diolah menjadi barang jadi dan
dibentuk sesuai fungsi serta kebutuhannya dan dapat langsung dipasarkan kepada
konsumen. (Zakaria, 1994).
Peluang pasar
Rotan menempati nilai perdagangan Internasional yang masih berkembang
dalam perabot, lampit dan barang-barang manufaktur lainnya. Perdagangan luar
negeri ini ditaksir sekitar US$ 4 setiap tahunnya. Suatu perkiraan yang sangat
konservatif mengenai perdagangan dalam negeri ini mencakup nilai
barang-barang dalam pasar perkotaan dan perdagangan pedesaan dari bahan dan hasil
produk rotan. Dengan satu atau lain cara 0,7 milyar dari 5 milyar manusia di dunia
menggunakan atau terlibat dalam perdagangan rotan dan produk rotannya.
Berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan menyusutnya sumber daya dalam
beberapa negara penghasil. Basis sumberdaya dalam beberapa negeri penghasil
utama sebagian dilindungi oleh pelanggaran ekpor barang mentah, ini juga
mendorong perluasan industri manufaktur domestik. Meningkatnya populasi
dunia, yang diharapkan mencapai 8,2 milyar menjelang tahun 2025 diharapkan
mendorong kebutuhan yang meningkat akan sumberdaya ini dan barang jadinya.
Kegiatan penelitian dan pengembangan teristimewa dalam budidaya telah
meningkat secara mencolok selama 1 (satu) dasawarsa terakhir dan kemungkinan
besar akan terus meningkat lebih lanjut. Niaga rotan tampaknya siap berkelanjutan
untuk berkembang baik secara domestik di dalam negeri penghasil maupun
global. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan
penghasil rotan yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan
diekspor ke mancanegara, serta merupakan penghasil devisa yang penting dari
sektor non migas. Disamping itu rotan juga telah dibudidayakan di Kalimantan
Timur, Sumatera, Jawa dan daerah lain (Dransfield, 1996).
Perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari rotan seperti
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Volume dan nilai ekspor barang jadi dari rotan Indonesia
Tahun Nilai (US $ 000) Volume (000 Ton)
1994 354.364 115
1995 374.5303 110
1996 323.937 92
1997 204.447 53
1998 11.391 3
1999 (s/d Juni) 7.174 5
Sumber : Bank Indonesia, 2000
Dampak Negatif Terhadap Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya
Industri kerajinan rotan umumnya memanfaatkan behan baku rotan dari
segala jenis dan ukuran, disamping itu sisa bahan baku masih bisa dimanfaatkan
sehingga secara teoritis limbahnya tidak mencemari lingkungan. Dampak negatif
akan timbul apabila pasokan bahan baku dari berbagai jenis dan ukuran tersebut
didapat dari menebangi segala macam jenis rotan yang ada dengan merusak hutan,
dengan demikian maka kelestarian lingkungan akan terganggu dan terkena
ancaman pengenaan “green label” dari dunia internasional. Antisipasi terhadap
dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan ”green label”
dapat dihindari apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi
terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku rotan betul-betul
tidak merusak hutan dan sedapat mungkin diperoleh dari perkebunan rotan.
Sampai saat ini belum ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model
pengelolaan hutan. Hal ini mengakibatkan sulitnya pengumpulan sistem hukum
menyebabkan tidak terakomodasinya kepentingan pada hukum negara. Kebebasan
dalam mengelolah kawasan walaupun dibatasi dengan aturan-aturan adat dalam
mengelolah dan memungut hasil, tetapi dalam aturan negara hal ini tidak tercakup
sehingga mereka yang memanfaatkan kawasan tersebut akan memperoleh
kewajiban yang sama dengan institusi yang bebeda. Sistem hukum ini terkait juga
dengan lemahnya sistem birokrasi pemerintah dalam perdagangan hasil hutan,
tidak ada aturan baku mengenai resolusi konflik kawasan menambah rumitnya
persoalan hak atas kawasan industri rotan. Sesuai dengan penjelasan di atas maka
ada beberapa solusi yang ditawarkan mengenai hal ini, yaitu :
1. Ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model pengelolaan kawasan
rotan baik yang budi daya maupun alam. Hal ini berimplikasi kepada harus
adanya peninjauan ulang prinsip dan kriteria yang ada saat ini.
2. Adanya penyederhanaan skema yang akan memberikan keringanan beban
proses sertifikasi sehingga tidak akan memberatkan perkumpulan yang
pada akhirnya mampu meningkatkan insentif harga.
3. Lembaga-lembaga akreditas sertifikasi dan kelompok pendukung harus
melakukan kampanye dan promosi kepada konsumen akhir (masyarakat).
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di industri mebel rotan UD. Gundaling Medan
Sumatera Utara dan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2007.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan terdiri dari dua buah data, yaitu :
1. Data Primer, terdiri atas :
a. Data responden
b. Teknis pengolahan bahan kerajinan
c. Data pendukung industri kerajinan
d. Distribusi dan pola pemasaran hasil kerajinan
2. Data Skunder, terdiri atas :
a. Data statistik industri rotan di Kota Medan dan Propinsi Sumatera
Utara
b. Penelitian yang terkait dalam pengolahan rotan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah interview guide, tally
sheet, kuisioner, alat tulis, dan kamera.
Populasi dan Sampel
Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode studi
kasus (case study) yang dimana melalui metode ini dapat diberikan gambaran
lebih rinci mengenai situasi keseluruhan dan menekankan proses atau
urutan-urutan dalam setiap urutan-urutan kejadiannya (Daniel, 2002).
Pengambilan data dalam mendeskripsikan kegiatan dan pengolahan rotan
pada UKM. UD. Gundaling sebagai pengrajin, sampai pada proses pemasaran dan
Metode Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data dilapangan, dilakukan melalui 2 (dua)
metode data, yaitu menggunakan metode data primer dan metode data skunder.
Metode data primer dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung
dilapangan (observasi), penyebaran kuisioner dan melakukan wawancara yang
sifatnya mendalam kepada pengusaha barang jadi rotan. Sedangkan data skunder
diperoleh dari laporan-laporan tahunan yang berasal dari Koperasi Industri
Kerajinan Rotan Kota Medan, dan juga data tambahan studi kepustakaan seperti
literatur, jurnal kehutanan, jurnal ekonomi, internet yang dimana semuanya akan
mendukung dalam hasil.
Analisa Data
Data mengenai studi bentuk dan pengolahan rotan yang dimulai dari sentra
industri oleh pengrajin (pengusaha) sampai proses pemasaran dan faktor-faktor
lain yang dikelompokkan dan disusun berdasarkan karakteristiknya. Analisa data
tersebut mendeskripsikan alur kejadian kegiatan yang dimulai dari proses
pembelian bahan baku, pengolahan kerajinan sampai proses pemasaran yang
dilengkapi keterangan pelaku, pembeli, faktor modal dan biaya serta urutan waktu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi dan Produksi Kerajinan Rotan
Dalam ilmu ekonomi yang dimaksud dengan produksi itu adalah suatu
bentuk perubahan dari barang/jasa yang mempunyai kegunaan yang lebih besar
dari bentuk semula. Didalam produksi terdapat juga faktor-faktor produksi antara
lain tanah, modal, tenaga kerja dan kemampuan (organizational and managerial
skill). Tetapi dalam kehidupan sehari-hari faktor-faktor produksi ini sering
dinyatakan dengan dana (money), mesin (machine), bahan (material), dan
manusia (man) yang dikombinasikan dan diatur sebegitu rupa sehingga dapat
diproduksi barang-barang produk secara efektif dan efisien, dalam arti efisien
dalam kualitas, variasi dan waktu. Adapun sasaran dari suatu perusahaan adalah
agar dapat memproduksi suatu barang/jasa dengan sukses, ekonomis dan
memperoleh keuntungan serta dapat menyerahkan hasil/produk pada pembeli atau
langganan tepat pada waktunya, sehingga perusahaan dapat menjamin
kelangsungan hidup dan berkembang.
Usaha kerajinan rotan UD. Gundaling yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot
Subroto Km. 3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu
sentra produksi hasil-hasil kerajinan rotan di Kota Medan. Sudah tiga puluh (30)
tahun usaha ini bergelut dibidang industri rotan. Terdapat sedikitnya 24 (dua
puluh empat) unit usaha kerajinan rotan yang berproduksi sampai saat ini
termasuk salah satunya UKM UD. Gundaling, dengan menghasilkan berbagai
bentuk kerajinan dari yang kecil seperti jenis keranjang sampai yang besar seperti
rak atau kursi. Hasil penelitian menjelaskan bahwasannya UD. Gundaling dapat
menghasilkan beraneka ragam jenis kerajinan tangan (hand made), setidaknya ada
10-15 jenis kerajinan yang dapat dihasilkan. Mulai dari meja, kursi tamu, kursi
teras, rak pajangan, rak pakaian, penyekat ruangan, keranjang. Industri ini sudah
dapat dikatakan sebagai industri besar mengingat UD. Gundaling merupakan
usaha kerajinan rumah tangga (home industri) yang sifatnya menjual langsung
kepada konsumen dan tidak terfokus kepada usaha ekspor-impor barang. Para
produksi tertentu saja, misalnya kursi dan meja saja sedangkan jenis produksi
lainnya kebanyakan merupakan produksi pesanan atau pelengkap saja. Untuk
menyesuaikan produksi kerajinan dengan permintaan pasar maka industri ini
melakukan pemilihan barang yang akan diproduksi atau hanya memproduksi
beberapa jenis kerajinan saja dan tidak memproduksi seluruh (semua) jenis
kerajinan. Setiap usaha kerajinan yang bersifat pemasaran produksi, khususnya
kerajinan mempunyai kapasitas produksi yang berbeda-beda. Kapasitas produksi
kerajianan adalah jumlah unit kerajinan yang dapat dihasilkan oleh pengrajin
untuk setiap jenis kerajinan. Meskipun demikian kapasitas produksi suatu industri
sangat bergantung sekali kepada modal, bahan baku yang tersedia dan
keterampilan para pengrajinnya.
Teknik Produksi Kerajinan Rotan
Walaupun teknik produksi kelihatan sederhana, namun para pengrajin
rotan di industri ini membutuhkan keterampilan/keahlian dalam mengerjakannya,
disamping itu setiap jenis kerajinan juga mempunyai masa waktu produksi yang
berbeda-beda tergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya. Hal
ini terlihat dengan adanya tahapan-tahapan dan pembagian kerja dalam proses
produksi. Berikut ini akan diuraikan selah satu teknik pembuatan meja tamu yang
Tabel 3. Bahan dan alat yang digunakan dalam teknik produksi kerajinan rotan
No Bahan Satuan
1 Rotan manu (Calamus manan) 40 batang
2 Anyaman Bambu 4-5 meter
3 Cat/pernis 2 liter
4 Thiner 1 liter
5 Air Kaca (H202)
No Alat Satuan
1 Paku 2 kg
2 Paku Ikat ¼ (ons)
3 Kaca Sesuai bentuk dan Ukuran Pesanan
Tahapan pembuatan :
1. Rotan manau dipilih dan dipotong sesuai ukuran.
2. Rotan dicelupkan atau dioles dengan air kaca agar tampak lebih putih,
bersih dan kuat.
3. Rotan dibentuk dengan cara membengkokkan sesuai model.
4. Pembuatan rangka, dengan menyatukan rotan manau dengan paku
kemudian diikat.
5. Setelah pembutan rangka diteruskan lagi melalui tahapan penganyaman
dengan cara membalut bekas-bekas paku menggunakan anyaman bambu.
6. Anyaman bambu tersebut dibentuk lagi dengan motif-motif tertentu agar
terlihat indah, kuat dan nyaman.
7. Setelah tahapan penganyaman selesai, dilanjutkan lagi dengan
menghaluskan permukaan rotan dan bekas anyaman agar tampak rata dan
lurus.
8. Tahapan akhir produksi ini adalah pengecatan. Proses pengecatan yang
biasanya dilakukan dengan menggunakan pernis agar tampak lebih indah
Pola Distribusi dan Pemasaran Hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui daerah (tujuan) pemasaran
hasil produksi usaha kerajinan rotan adalah untuk lokal dan juga sebagian
diekspor ke luar negeri oleh pengusaha eksportir. Untuk kawasan domestik
adapun kota tujuan pemasaran adalah kota Binjai, Pematang Siantar, Tebing
Tinggi dan kota-kota lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Pada usaha kecil dan
menengah ini (UD. Gundaling) dalam memasarkan hasil kerajinan hingga sampai
ketangan konsumen pengrajin yang bersangkutan menggunakan 2 (dua) pola
distribusi pemsaran saja, yaitu :
1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin
besar) kemudian ke konsumen.
2. Petani ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar) ke pedagang
pengumpul III kemudian ke konsumen.
Perincian mengenai pola pembagian pola distribusi dan pemasaran diatas akan
dibahas pada sub-sub bab berikut :
1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar)
kemudian ke konsumen.
Pada pola distribusi ini para petani rotan menjual bahan baku rotan kepada
pedagang pengumpul rotan I, dimana pada tahapan ini pedagang pengumpul rotan
I mengolah bahan baku rotan dari mentah mejadi barang setengah jadi.
Pengolahan bahan baku tersebut dimulai dari proses pengulitan, penggorengan,
pengeringan dan pelurusan. Setelah proses pengolahan tersebut selesai pedagang
pengumpul I menjual kepada pedangan pengumpul II dan disinilah proses lanjutan
pengolahan bahan setengah jadi menjadi barang jadi terbentuk. Rotan setengah
jadi (rotan batang) dibentuk menjadi berbagai macam bentuk dan model sehingga
menjadi barang jadi mulai dari funiture, alat-alat olah raga, suvenir, pajangan, dan
lain-lain. Untuk masalah harga konsumen membeli dengan harga yang lebih
mahal karena kerajinan ini telah mengalami dua kali proses penyaluran sehingga
2. Petani ke pedagang pengumpul II ke pedagang pengumpul III kemudian ke
konsumen.
Hampir sama seperti pola distribusi yang pertama, tapi disini petani rotan
langsung menjual rotan mentah tersebut kepada pedagang pengumpul II dan
setelah memproduksi hasil kerajinan maka pedagang pengumpul II memasarkan
lagi hasil produknya kepada pedagang pengumpul III yang bertindak sebagai
penyalur (distribusi) di berbagai tempat penjualan. Sistem pemasaran yang
dilakukan umumnya bersifat borongan (skala besar) dengan maksud tidak terjadi
pemborosan biaya (waste dissipation cost).
Didalam jalur produksi dan transportasi, selain untuk menghindari
pemborosan biaya sistem borongan juga untuk mengikat jalur ekspor sehingga
dapat bergantung. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan target
atau pesanan dari luar. Sistem seperti ini memiliki kelemahan dalam proses
pemasaran. Disebabkan karena pengrajin tidak mempunyai akses (jalur) informasi
maupun penjualan barang-barang yang laku dipasaran maupun data kuantitas
(jumlah) situasi pasar. Hal tersebutlah yang memaksa para pedagang besar
memesan kepada para pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan
penyediaan bahan baku oleh pengusaha eksportir tersebut.
Bentuk Pengolahan Kerajinan Rotan Pada UKM UD. Gundaling Medan
Usaha kerajinan rotan yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot Subroto Km.
3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu sentra produksi
pemasar hasil-hasil produksi kerajinan rotan di kota Medan. Hasil survey yang
telah dilakukan dilapangan menyebutkan terdapat sekitar 20 (dua puluh) unit
usaha kerajinan rotan yang masih berproduksi termasuk salah satunya UKM UD.
Gundaling, unit usaha yang sudah berjalan hampir ini berawal dari usaha
keluarga. Pengetahuan dalam pembuatan kerajinan rotan mereka dapatkan dari
pengrajin sekitar yang kemudian mereka pekerjakan sesuai dengan
kemampuannya. Pengembangan dalam setiap produksi hasil disesuaikan dengan
permintaan pasar dan mengikuti perkembangan zaman (sesuai trend pasar). Selain
bagi para calon pengrajin. Para calon pengrajin juga dibekali dengan pengetahuan
akan pentingnya disiplin dalam bekerja dan pengetahuan teknologi informasi
mengenai pasar. Adapun bentuk-bentuk pengolahan kerajinan yang diproduksi
oleh UD. Gundaling Medan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat-alat perabotan dalam rumah tangga :
Perabotan dalam rumah tangga yang diproduksi memiliki 2 fungsi utama,
yaitu sebagai fungsi guna dan fungsi hias, seperti : bingkai cermin, lampu
hias, rak TV, rak buku, keranjang dan penyekat ruangan.
2. Alat-alat fungsional rumah tangga :
Hasil kerajinan rotan yang diproduksi secara fungsional antara lain : kursi
tamu, kursi teras, kursi goyang dan meja.
3. Suvenir (kerajinan tangan) dan kerajinan lainnya :
Selain barang-barang rumah tangga diatas usaha ini juga memproduksi
berbagai suvenir, seperti : ayunan, hula hop, keranjang parsel, dan
Secara umum kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengolahan,
yaitu : pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan. Dari
tiap-tiap tahapan tersebut untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal maka
setiap pengrajinnya hanya mengerjakan satu tahapan yang sesuai dengan
keterampilan yang dimilikinya saja. Secara rinci proses pengolahan kerajinan
rotan tersebut akan dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini :
1. Pembuatan Rangka
Proses awal dalam pembuatan kerajinan rotan adalah pembuatan rangka.
Rotan yang telah diterima dari pengumpul dipilih, diukur, dipotong sesuai
dengan jenis kerajinan yang akan dibuat, sebelum dibentuk rotan-rotan
tersebut terlebih dahulu dicelup atau diolesi dengan air kaca (H202) dengan
maksud agar rotan menjadi lebih bersih dan warna rotan menjadi lebih
terang. Proses pengerjaan pembuatan rangka merupakan proses awal dan
fungsi dari hasil kerajinan. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga ahli pengrajin
yang cukup trampil dan mahir dalam proses ini.
2. Penganyaman
Setelah proses pembuatan rangka selesai, selanjutnya diteruskan lagi dengan
proses penganyaman. Pekerjaan ini adalah kegiatan menjalin rotan dengan
menggunakan berbagai pola/motif tertentu sesuai bentuk yang diinginkan
dan dibentuk pada rangka yang tersedia. Motif-motif yang diberikan tersebut
bentuknya bermacam-macam, seperti : bunga, kotak-kotak, bulat, dll. Proses
penganyaman ini juga bertujuan untuk membentuk rangka yang lebih kuat.
Kegiatan penganyaman ini membutuhkan keterampilan/keahlian yang tinggi
karena ketelitian, kerapian, kehalusan bentuk dan nilai seni turut menentukan
kualitas hasil produksi.
[image:38.595.163.469.311.541.2]
3. Penghalusan
Untuk memproleh hasil yang lebih berkwalitas, hasil-hasil kerajinan yang
telah selesai dianyam selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan kertas
pasir (diampelas), agar permukaan kulit rotan menjadi lebih rata sehingga
cat/pernis dapat menyerap dengan baik. Proses penghalusan tersebut dapat
juga dilakukan dengan menggunakan tenaga air bertekanan tinggi sebagai
pembersih rotan dengan tujuan untuk menghindarkan debu atau kotoran lain
yang melekat pada rotan sebelum di cat/pernis.
[image:39.595.168.472.268.498.2]
4. Pengecatan
Pekerjaan ini merupakan tahapan akhir dari proses produksi (finishing).
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih indah
dan tahan lama. Pekerjaan ini juga membutuhkan ketelitian dan kerajinan
untuk memperoleh hasil pengecatan yang baik.
[image:40.595.138.493.228.455.2]
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan kerajinan
rotan (pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan) tergolong
masih sederhana, alat-alat tersebut antara lain :
1. Gunting, digunakan sebagai alat untuk memotong rotan dan bahan
anyaman dari serat bambu.
2. Pisau, digunakan sebagai bahan untuk menguliti rotan batang yang masih
memiliki sisa kulit.
3. Martil, digunakan untuk menyambungkan paku pada rotan.
4. Paku, digunakan untuk menyambungkan bagian rotan satu kebagian rotan
yang lain.
5. Obeng, digunakan untuk memasang mur pada rotan.
6. Kuas, digunakan untuk mengoleskan air kaca (H202), pernis, dan cat pada
rotan.
7. Mur, digunakan untuk menyambungkan rotan.
8. Gergaji Tangan, digunakan untuk memotong rotan.
9. Mesin Jahit, digunakan untuk menjahit alas duduk (busa) yang akan
ditempelkan pada kursi rotan.
10.Bor Listrik, untuk menyambungkan (memasukkan) mur.
11.Kakak Tua, digunakan untuk mencabut mur.
Gambar 7. Skema pengolahan kerajinan rotan
Kapasitas Produksi UKM UD. Gundaling Medan
Dalam kegiatan produksinya industri ini menghasilkan cukup banyak jenis
kerajinan. Kapasitas produksi yang diterapkan pun disesuaikan pada jumlah
karyawan (pengrajin) yang dimiliki dan hasil produskinya terfokus pada jenis
kerajinan tertentu saja, misalnya pembuatan kursi, sedangkan jenis produksi
lainnya kebanyakan merupakan produksi pelengkap ataupun pesanan. Hal ini
dilakukan untuk menyesuaikan produksi kerajianan dengan permintaan pasar.
Bahan Baku Produk
Bahan Tambahan
Keahlian Pengrajin
Pengrajin
Penentuan Model Berdasarkan
Permintaan Pasar dan
Pembuatan Rangka
Penganyaman Rangka
Penghalusan Produk
Pengecatan Produk
Kapasitas produksi adalah jumlah unit usaha (hasil kerajinan) yang dapat
dihasilkan oleh pengrajin untuk setiap jenis kerajinan yang telah dibuat
(diproduksi). Kapasitas produksi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
utama, antara lain :
1. Modal.
2. Bahan Baku.
3. Tenaga Kerja.
1. Modal
Modal merupakan syarat penting untuk membangun suatu usaha. Demikian
halnya dengan usaha kerajinan rotan. UD. Gundaling merupakan salah satu
unit usaha yang permodalannya berasal dari dana keluarga sehingga
menjadikan industri ini dapat bertahan dari ketidakstabilan permintaan pasar,
tetapi sejalan dengan berkembangnya iklim persaingan usaha dan ketidak-
stabilan penjualan di pasaran maka sering terjadi masalah keuangan yang
memaksa pengelola meminjam dana usaha kepada pihak pemerintah maupun
Perbankan. Sama halnya dengan industri-industri lain (disekitar) kawasan ini,
mereka pada umumnya membuka usaha dengan modal sendiri atau meminjam
dengan badan usaha milik Pemerintah seperti KOPERASI maupun Bank yang
bersedia meminjamkan dana melalui sistem kredit (Bank Perkreditan Rakyat).
2. Bahan Baku
Rotan batang merupakan bahan baku utama dalam produksi kerajinan, di
dalam kegiatan industri ini hanya rotan manau ( Calamus manan ) saja yang
digunakan. dengan maksud bahwasannya rotan yang digunakan kualitasnya
tidak jauh berbeda dengan jenis rotan lain baik dalam bentuk, mutu, keawetan
Gambar 6. Bahan Baku Rotan
Selain bahan-bahan baku diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih baik hasil
produksi juga didukung bahan-bahan tambahan lainnya, antara lain :
a. Paku
b. Air Kaca (H202)
c. Paku
d. Pernis
Untuk mendapatkan hasil kerajinan rotan yang bermutu, penting memilih jenis
rotan yang berkwalitas, disamping diolah dengan tangan-tangan terampil dan
kreasi bernilai jual tinggi tanpa mengabaikan fungsi hasil kerajinan tersebut maka
setiap hasil kerajinan membutuhkan jumlah bahan-bahan yang berbeda sesuai
dengan ukuran kerajinan yang akan dibuat. Keterangan mengenai bahan baku dan
Tabel 4. Bahan baku dan bahan tambahan produksi kerajinan rotan
No Bahan Asal Pembelian Rotan Harga Beli (Rp)
1. Bahan Baku Rotan
a. Rotan Manau Pabrik/Koperasi Rotan 11.300/kg
b. Rotan Semambu Pabrik/Koperasi Rotan 1.000/kg
c. Rotan Irit Petani Rotan 7.500/kg
d. Rotan Sega Petani Rotan 13.000/kg
e. Anyaman Petani Rotan 25.000/mtr
2. Bahan Tambahan
a. Paku Lokal 4.000/kg
b. Air Kaca (H202) Lokal 10000/ltr
c. Paku Ikat Lokal 300/kg
d. Cat Lokal 20000/kg
e. Pernis Lokal 20000/ltr
Sumber : Data Primer 2007
3. Tenaga Kerja
Usaha UD. Gundaling ini telah meyerap setidaknya 20 orang tenaga kerja,
setiap usaha memiliki jumlah tenaga kerja yang bervariasi dan disesuaikan dengan
bidang yang mereka kerjakan, namun demikian diantaranya terdapat karyawan
yang statusnya tidak tetap (kontrak) karena mereka mereka dipekerjakan pada
saat-saat tertentu saja. Tenaga kerja yang dugunakan pada umumnya laki-laki,
sedangkan tenaga kerja wanita dipekerjakan hanya menangani proses produski
pembentukan (design) dan proses penjahitan.
Sistem pembayaran upah (gaji) yang diterima oleh para pekerja besarnya
sama. Jumlah upah yang dibayarkan dihitung atas produksi per set barang jadi
untuk setiap bidang kerja karyawan. Meskipun demikian ada pembayaran upah
tambahan yang diberikan oleh perusahaan kepada pengrajin tertentu saja,
misalnya dalam kegiatan pengayaman, karena proses ini membutuhkan tenaga
kerja trampil yang tidak semua pekerja bisa mengerjakannya. Untuk mengetahui
lebih jelas profil karyawan beserta upah disajikan pada tabel berikut :
Tabel 5. Responden menurut umur, pendidikan dan pengalaman kerja
No Umur Jumlah Pendidikan Pengalaman Kerja (thn)
1. ≥ 20 5 SMA 2
2. 20-30 5 SMA 2
3. ≥ 30 10 SMA/Diploma > 5
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel 6. Upah pengrajin berdasarkan hasil produksi
No Jenis Upah
Kerajinan Perangka Penganyam Penghalus Pengecat
1. Bingkai Cermin Rp.5000 Rp.10.000 Rp. 5.000 Rp. 5.000
2. Meja Hias Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp.10.000
3. Lampu Hias Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000
4. Rak TV/ Buku Rp.15.000 Rp. 10.000 Rp.10.000 Rp.10.000
5. Keranjang Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000
6. Penyekat Ruangan Rp.10.000 Rp.15.000 Rp.10.000 Rp.10.000
7. Kursi Rp.30.000 Rp.30.000 Rp.10.000 Rp.10.000
8. Ayunan Rp.20.000 Rp.25.000 Rp.20.000 Rp.10.000
9. Hula Hop Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000
10. Ayunan Tali Rp.20.000 Rp.20.000 Rp.10.000 Rp.10.000
Sumber : Data Primer 2007
Hasil data yang diperoleh diatas menunjukkan, terdapat perbedaan upah
yang diterima antar pengrajin baik itu pembuatan rangka, penganyam, penghalus
dan pengecatan. Perbedaan upah tersebut disebabkan adanya perbedaan
keterampilan dan bidang kerja (spesialisasi) masing-masing pengrajin. Dengan
demikian upah yang diberikan sangat tergantung dari produktivitas, keterampilan,
[image:46.595.114.515.235.496.2]Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi Produsen didalam Produksi Hasil Kerajinan Rotan
Dampak dari krisis ekonomi ditahun 1997 secara langsung masih terasa
disektor industri kerajinan rumah tangga, seperti industri kerajinan rotan pada saat
ini. Ketidakstabilan permintaan dan penawaran (supply and demand) hasil
produksi memaksa para pengrajin harus gulung tikar, sebagian dari mereka
menekan angka produksi dengan cara membatasi jumlah pembelian bahan baku
dan pembatasan jumlah tenaga kerja. Kurangnya daya beli dari masyarakat selaku
konsumen ikut mempengaruhi keberlangsungan setiap usaha kecil dan menengah
di kota-kota besar seperti Medan, Binjai, Siantar dan kota-kota lainnya di
Sumatera Utara.
Dari penelitian dilapangan, diperoleh berbagai bentuk masukan seputar
permasalahan-permasalahan utama UKM, khususnya industri kerajinan rotan,
yakni meliputi :
1. Permodalan (28%)
2. Bahan Baku (25%)
3. Pemasaran (20%)
4. Manajemen dan SDM (10%)
5. Perizinan (10%)
6. Instabilitas Mikro (3%)
7. Administrasi (3%)
2 2 3 10 10 20 25 28 Permodalan Bahan baku Pemasaran
Manajemen dan SDM Perizinan
Instabilitas Mikro Administrasi Teknologi
[image:48.595.116.509.85.285.2]Sumber : Data Primer, 2007
Gambar 7. Permasalahan utama UKM kerajinan di Kota Medan
Penjelasan mengenai permasalahan diatas dapat dijelaskan melalui rincian sebagai
berikut :
1. Permodalan. Masalah masih berkutat pada terbatasnya biaya investasi.
Sementara, pada saat yang sama, informasi dan akses para pelaku UKM
terhadap sumber permodalan, termasuk cara membuat proposal dan
administrasi keuangan, masih sangat terbatas. Selain itu, juga karena
terbatasnya lembaga pendamping dan tak seimbang dengan jumlah unit
UKM, sistem penjaminan tak sesuai kesepakatan, masih senjangnya
informasi antara perbankan dan UKM, dan masih rendahnya perhatian
lembaga perbankan terhadap UKM.
2. Bahan baku. Selain karena suplai (kuantitas) dari daerah Sumatera yang
masih kurang, juga karena kualitas bahan baku tidak seragam dan belum
adanya pengembangan budi daya tanaman bahan baku. Misalnya bahan
baku rotan.
3. Pemasaran. Masalah mendasar yang dihadapi para pelaku UKM aneka
kerajinan/anyaman di Kota Medan adalah ekspor tidak langsung. Ini
terkait dengan jarak lokasi antara sentra UKM dan pasar/buyer yang
Sumatera Utara yang diekspor mencapai rata-rata 300 kontainer per tahun
dengan nilai ekspor 7,5 juta dolar AS. Ekspor dilakukan oleh para trader
sehingga keuntungan yang didapat para pelaku UKM relatif "tidak
seberapa" jika dibandingkan para trader. Kondisi seperti ini jelas
menciptakan ketidakadilan bagi para pelaku UKM, padahal merekalah
pelaku utamanya.
4. Manajemen dan SDM. Masalah muncul pada masih lemahnya pemahaman
manajemen produksi, belum adanya kejelasan standardisasi produk UKM
yang sesuai dengan keinginan buyer, rendahnya penguasaan teknologi,
produksi yang tidak tepat waktu, minimnya kualitas kontrol dan lemahnya
inovasi. Selain itu, persoalan juga muncul terkait dengan rendahnya
kepedulian pelaku UKM terhadap kualitas produk, desain yang kurang
kreatif, standar mutu yang inkonsisten, dan masih terbatasnya pemahaman
pelaku UKM terhadap permintaan pasar.
5. ADM dan Perizinan. Masalahnya bersumber pada proses perizinan yang
masih sulit (harus pakai IMB,dan penanganan limbah harus dengan
amdal), pengurusan yang dipusatkan di provinsi mengakibatkan biaya
tinggi. Sementara itu, disyaratkan harus ada stempel kedutaan negara
tujuan. Belum lagi ada beberapa perizinan yang memerlukan biaya
rekomendasi konsulat, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
6. Tekonologi. Masalah yang dihadapi UKM khususnya industri kerajinan
antara lainnya kurangnya peralatan-peralatan yang mendukung dalam
kegiatan industri tersebut, seperti halnya pengadaan alat untuk kegiatan
oprasional baik di lapangan atau pun di daerah pemasaran, alat-alat
perawatan (maintenance), kurangnya pusat riset dan studi (workshop) bagi
para pekerja dan kendala-kendala lain yang menghambat terkendalanya
Solusi Yang Ditawarkan
Dari kegiatan workshop yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku
UKM, instansi pemerintahan, lembaga terkait, BUMN, LSM, termasuk pakar dari
Uni Eropa, juga ditawarkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah-masalah
pokok yang dihadapi UKM di Kota Medan, khususnya industri kerajinan hutan
non-kayu termasuk rotan. Terkait dengan aspek bahan baku, solusi yang
ditawarkan adalah perlunya servis provider atau pihak penyedia bahan baku,
mencari bahan baku dari daerah lain, dan mulai mendorong para pelaku UKM
membudidayakan sendiri. Untuk bisa dipercaya pasar global, kontinuitas produk
memang harus dijaga. Sekali saja permintaan tak dipenuhi, alamat hilangnya
kepercayaan. Menyangkut aspek produksi dan tenaga kerja, perlunya penambahan
ilmu dan wawasan, serta keterampilan memproduksi dengan kualitas tinggi dan
desain menarik. Caranya, dengan melibatkan sejumlah institusi.
Untuk mengatasi masalah permodalan, solusinya dengan cara membuat
forum atau media reguler yang dapat mengoleksi seluruh informasi dan
menyebarluaskan melalui media yang tersedia dan mudah diakses UKM. Selain
itu, memperbanyak jumlah BDC (Business Development Centre) sebagai lembaga
pendamping yang terakreditasi oleh BI/P3UKM dan mengoptimalkan fungsinya
agar proses lebih transparan, capacity building untuk BDC yang tersedia,
khususnya yang memiliki kompetensi sektoral, dan perlu ada sosialisasi dan
evaluasi peran lembaga perbankan.
Berkaitan dengan masalah pemasaran, perlu ada suatu lembaga yang
menjadi penghubung antara UKM dan buyer, misalnya BDC. Selain itu, perlu
diperbanyak keikutsertaan pameran produk-produk ekspor (minimal 3 kali
setahun), lebih aktif dalam promosi dan marketing, termasuk melalui jalur
internet. Sedangkan untuk mengatasi masalah otoritas dan regulasi, perlu ada
penyederhanaan Surat Izin Tempat Usaha (SITU tanpa IMB), meminimalkan
pengurusan, perizinan dengan mekanisme satu atap, larangan ekspor bahan baku,
Solusi itu pun dipandang masih belum cukup. Bagaimana pun, para pelaku
UKM perlu dibina dan diberdayakan secara kelembagaan. Untuk keperluan itu,
perlu ada wadah yang bersifat independen dan berfungsi sebagai pusat
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pengolahan hasil kerajinan rotan pada UKM UD.Gundaling Medan
merupakan bentuk usaha keluarga dan tergolong kepada jenis industri
berskala besar mengingat bahwasannya UKM UD. Gundaling ini memiliki
modal usaha yang cukup besar untuk mengelolah produksi rotan mereka
dan juga usaha ini memiliki jumlah tenaga kerja yang lebih dari 10 orang
di tambah lagi dengan adanya penyalur-penyalur yang tersebar di Kota
Medan sampai di luar Kota Medan, seperti Binjai, T. tinggi dan sampai
Kota Langkat. Proses pengolahan hasil kerajinan rotan yang dilakukan
terdiri dari 4 tahapan pengerjaan utama, yaitu : 1. Pembuatan rangka, 2.
Penganyaman, 3. Penghalusan, dan 4. Pengecatan. Dalam setiap
tahapan-tahapan pengerjaan tersebut upah dan kemampuan para pekerjanya
dibedakan berdasarkan jenis pengerjaan yang dilakukan.
2. Bentuk-bentuk potensi produksi dan teknik produksi umumnya
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasar. Sistem pemasaran yang
diterapkan pun lebih diutamakan kepada pengolahan bahan baku yang
digunakan agar lebih efisien dan tidak terjadi pemborosan biaya.
3. Bentuk pengolahan kerajinan rotan pada UD. Gundaling dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : Bentuk pengolahan perabotan rumah
tangga, bentuk alat-alat fungsional (multiguna), suvenir, dan bentuk
pengolahan lainnya.
4. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para produsen
kerajinan rotan antara lain: 1.Permodalan, 2. Bahan baku, 3. Pemasaran, 4.
Manajemen dan SDM, 5. Adiministrasi juga perizinan dari PEMDA
setempat. Permasalahan yang paling utama yang sering dihadapi para
produsen kerajinan rotan adalah kurangnya permodalan sehingga banyak
industri jenis ini yang rugi dan gulung tikar.
5. Masyarakat selaku konsumen kerajinan rotan pada umumnya masih
menaruh minat pada kerajinan rotan ini, terbukti dari bertambahnya daya
Saran
1. Sejalan dengan berjalannya iklim persaingan usaha, diperlukan pembinaan
dan pendamping terhadap usaha kecil dan menengah di kota Medan
khususnya untuk industri kerajinan rotan. Mengingat rotan sebagai salah
satu hasil hutan non-kayu yang sangat besar pernanannya dalam
meningkatkan devisa negara maupun pendapatan pemerintah setempat,
dan pembinaan juga diperlukan guna meningkatkan profesionalisme SDM
dalam bidang manajemen usaha dan sistem pengolahan kerajinan.
2. Perlunya peranan pemerintah dalam membantu UKM-UKM pengrajin
dikota Medan agar dapat lebih maju dan bertahan di dunia usaha.
Pemberiaan bantuan modal dan kemudahan pemberian izin merupakan
salah satu upaya yang cukup efektif dalam pengembangan usaha tersebut.