• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Bentuk Pengolahan Dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Di Kota Medan (Studi Kasus UD. Gundaling Medan Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Bentuk Pengolahan Dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Di Kota Medan (Studi Kasus UD. Gundaling Medan Sumatera Utara)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI BENTUK PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI HASIL KERAJINAN ROTAN PADA INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS UD. GUNDALING MEDAN SUMATERA UTARA)

SKRIPSI

Oleh : YOVIE TETUKO

011203060/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI BENTUK PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI HASIL KERAJINAN ROTAN PADA INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS UD. GUNDALING MEDAN SUMATERA UTARA)

SKRIPSI

Oleh : YOVIE TETUKO

011203060/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Bentuk Pengolahan Dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Di Kota Medan

(Studi Kasus UD. Gundaling Medan Sumatera Utara)

Nama : Yovie Tetuko

NIM : 011203060

Jurusan : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut NIP. 132 259 571 NIP. 132 303 842

Mengetahui :

Ketua Jurusan Departemen Kehutanan

(4)

ABSTRACT

The objective of this research is to study the processing on rattan handicraft practiced by UKM and to identify distributional pattern of rattan products in UD. Gundaling Medan. In this research was done since May until June 2007, by using case study approach and taking cencus data analyzed either quantitatively or qualitatively.

As a result, it was known that the main raw material all of rattan in UD. Gundaling Medan was of various types ; manau (Calamus manau Miquel). These raw materials were usually from North Sumatera. The originations of raw materials were ; District of Madina and Middle Tapanuli.

The types of processing practiced in UD. Gundaling, can be classified into use classification as ; Furniture, utensils of household, souvenir and for sports.

The processing of rattan handicraft conducted in UD. Gundaling, is still simple, traditional, smallphase of work in processing of rattan product ; 1). Framing, 2). Weaving, 3). Smooting and 4). Finishing. The phase of processing activity is also followed by division of labor.

There are four patterns of rattan products in UD. Gundaling, i.e., ;1). The craftment is directly to consumers, 2). The craftment to store/retailers. The marketing of product includes local market (Medan city, Binjai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, and other city in North Sumatera.

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bentuk pengolahan dan distribusi hasil kerajinan rotan pada usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2007 dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada UD. GUNDALING sebagai salah satu usaha kerajinan yang bergerak di bidang kerajinan rotan di Kota Medan dengan menggunakan pendekatan study kasus (cases study) dan pengambilan data sensus yang dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif.

Sebagai hasil diketahui bahwa bahan baku utama kerajinan rotan pada UD. Gundaling Medan meliputi jenis rotan manau (Calamus manau Miquel) saja. Bahan baku rotan ini biasanya diperoleh pengrajin dari penyuplai bahan baku rotan (pengumpul rotan) yang terdapat di luar kota Medan yang berasal dari Provinsi Tapanuli Selatan dan juga Tapanuli Tengah.

Bentuk-bentuk pengolahan rotan yang dilakukan oleh UD. Gundaling Medan tergolong kepada industri berskala besar dan merupakan usaha keluarga (perorangan). Proses pengolahan kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengerjaan yang meliputi : 1). Pembuatan rangka, 2). Penganyaman, 3). Penghalusan dan 4). Pengecatan (Finishing). Pentahapan kegiatan pengolahan tersebut juga merupakan pembagian berdasarkan kelompok karyawan.

Terdapat 2 (dua) pola distribusi hasil kerajinan rotan di UD. Gundaling Medan, yaitu ; 1). Pengrajin langsung ke konsumen, 2). Pengrajin ke toko/pengecer ke konsumen. Pemasaran kerajinan mencakup pasar lokal (Kota Medan, Binjai, P. Siantar, Tebing tinggi) dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Kota Medan pada tanggal 25 Agustus 1983,

merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Ir.

Bambang Sugiyoko dan Ibu Tutiek Sumarni Nasution.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD IKAL Medan, lulus tahun

1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri I Medan, lulus tahun

1998, dan sekolah menengah umum di SMU Negeri I Medan pada tahun 2001.

Pada tahun 2001 penulis diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas

Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan melalui jalur UMPTN (Ujian

Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan dengan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS),

mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan di Taman Hutan Raya (TAHURA)

SIbolangit, Desa Bandar Khalipah Deli Serdang, dan di Desa Lau Kawar

Kabupaten Karo. Kegiatan magang Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan penulis

pada tahun 2005 di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sektor Tarutung Tapanuli Utara.

Selain kegiatan perkuliahan penulis juga aktif di berbagai kegiatan antara

lain menjadi wiraswasta dengan membuka usaha makanan dan jasa, menjadi

insurrance agent pada asuransi AXA-Life Indonesia dan kegiatan Sosial

masyarakat lainnya.

Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian

dengan judul : Studi Bentuk Pengolahan dan Distribusi Hasil Kerajinan

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulilllah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, dengan judul Studi Bentuk Pengolahan dan Distribusi Hasil

Kerajinan Rotan Pada Industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan

(Studi Kasus UD. Gundaling Medan).

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Ir. Bambang Sugiyoko dan Ibu Tutiek

Sumarni, Nasution dan adik tercinta Yosie Nidya Putri atas segala

pengorbanan, kasih sayang, doa, dorongan dan semangat yang telah

diberikan.

2. Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut selaku dosen

pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak memberikan bimbingan,

saran dan juga mengarahkan penulis hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji dari Program Studi

Manajemen Hutan dan Ibu Dwi Endah Widyastuti, S.Hut, M.Si selaku dosen

penguji dari Program Studi Budi Daya Hutan.

4. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen

(8)

Kehutanan, Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP selaku Ketua Program Studi

Teknologi Hasil Hutan serta seluruh staf dan pegawai Jurusan Kehutanan

atas segala bantuan, saran dan kesempatannya.

5. Bang Iwan Ginting selaku pemilik industri kerajinan rotan UD. Gundaling

Medan yang telah memberikan perizinan dan informasi mengenai industri

rotan yang dikembangkan serta Royton Adi Hutabarat yang telah banyak

membantu dalam melaksanakan penelitian ini.

6. Sahabat-sahabatku Yuli Antoni, S.Hut, Dharma Loekita, Amd, dan Erwin

Alimansyah, S.Hut, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi

kepada penulis serta sahabat-sahabat kost Cinta Karya Bang Fajar ”Akang”

Suryono, S.Hut, Hendrik, S.Hut, Rangga Bayu Basuki, S.Hut, Masrizal

Saraan S.Hut, M. Yusuf, S.Hut, Syaiful Bahri Saraan, dan Andi Sasongko

atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

7. Adinda Rika Meilia Tarigan, SE atas segala dukungan, motivasi dan

kesabarannya menemani penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

8. Teman-teman Mahasiswa Departemen Kehutanan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Semoga ingatan tidak akan pernah luntur untuk

mengingat dan mengenali kalian.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua. Amin.

Medan, Desember 2007

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Rotan ... 3

Potensi Rotan di Indonesia ... 4

Asal dan Penyebaran Rotan ... 6

Upaya Pelestarian ... 6

Industri Rotan ... 6

Rotan Sumatera Utara... 8

Kerajinan Rotan ... 9

Perolehan Bahan Baku Rotan ... 10

Peluang Pasar………..………… 11

Dampak Negatif Terhadap Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Alat dan Bahan Penelitian ... 14

Populasi dan Sampel ... 14

Metode Pengumpulan Data ... 15

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Produksi Kerajinan Rotan... 16 Teknik Produksi Kerajinan Rotan ... 17 Pola Distribusi dan Pemasaran Hasil ... 18 Bentuk Pengolahan Kerajinan Rotan pada UKM UD. Gundaling

Medan ... 20 Kapasitas Produksi UKM UD. Gundaling Medan ... 25 Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Produsen didalam

Produksi Hasil Kerajinan Rotan ... 30 Solusi yang Ditawarkan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran... 36

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Hal

1. Potensi Produksi Rotan Indonesia ... 5 2. Volume dan Nilai Ekspor Barang Jadi dari Rotan Indonesia ... 12 3. Bahan dan Alat yang Digunakan Dalam Teknik Produksi

Kerajinan Rotan ... 17 4. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Produksi Kerajinan Rotan ... 28 5. Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pengalaman

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal

1. Struktur Pemasaran dan Skema Arus Tataniaga Rotan dari

Daerah Sentra Produksi Rotan, Sumatera Utara ... 9

2. Pembuatan Rangka ... 21

3. Proses Penganyaman ... 22

4. Proses Penghalusan dan Pembersihan Rotan ... 23

5. Proses Pengecatan ... 23

6. Skema Pengolahan Kerajinan Rotan ... 25

7. Bahan Baku Rotan ... 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Hal

1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Produksi Kerajinan Rotan ... 37

2. Kapasitas Produksi Rotan ... 38

3. Gambar-gambar Hasil Kerajinan Rotan ... 39

4. Gambar UD. Gundaling Medan ... 42

5. Kuisioner... 43

(14)

ABSTRACT

The objective of this research is to study the processing on rattan handicraft practiced by UKM and to identify distributional pattern of rattan products in UD. Gundaling Medan. In this research was done since May until June 2007, by using case study approach and taking cencus data analyzed either quantitatively or qualitatively.

As a result, it was known that the main raw material all of rattan in UD. Gundaling Medan was of various types ; manau (Calamus manau Miquel). These raw materials were usually from North Sumatera. The originations of raw materials were ; District of Madina and Middle Tapanuli.

The types of processing practiced in UD. Gundaling, can be classified into use classification as ; Furniture, utensils of household, souvenir and for sports.

The processing of rattan handicraft conducted in UD. Gundaling, is still simple, traditional, smallphase of work in processing of rattan product ; 1). Framing, 2). Weaving, 3). Smooting and 4). Finishing. The phase of processing activity is also followed by division of labor.

There are four patterns of rattan products in UD. Gundaling, i.e., ;1). The craftment is directly to consumers, 2). The craftment to store/retailers. The marketing of product includes local market (Medan city, Binjai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, and other city in North Sumatera.

(15)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bentuk pengolahan dan distribusi hasil kerajinan rotan pada usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2007 dengan menggunakan pendekatan studi kasus pada UD. GUNDALING sebagai salah satu usaha kerajinan yang bergerak di bidang kerajinan rotan di Kota Medan dengan menggunakan pendekatan study kasus (cases study) dan pengambilan data sensus yang dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif.

Sebagai hasil diketahui bahwa bahan baku utama kerajinan rotan pada UD. Gundaling Medan meliputi jenis rotan manau (Calamus manau Miquel) saja. Bahan baku rotan ini biasanya diperoleh pengrajin dari penyuplai bahan baku rotan (pengumpul rotan) yang terdapat di luar kota Medan yang berasal dari Provinsi Tapanuli Selatan dan juga Tapanuli Tengah.

Bentuk-bentuk pengolahan rotan yang dilakukan oleh UD. Gundaling Medan tergolong kepada industri berskala besar dan merupakan usaha keluarga (perorangan). Proses pengolahan kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengerjaan yang meliputi : 1). Pembuatan rangka, 2). Penganyaman, 3). Penghalusan dan 4). Pengecatan (Finishing). Pentahapan kegiatan pengolahan tersebut juga merupakan pembagian berdasarkan kelompok karyawan.

Terdapat 2 (dua) pola distribusi hasil kerajinan rotan di UD. Gundaling Medan, yaitu ; 1). Pengrajin langsung ke konsumen, 2). Pengrajin ke toko/pengecer ke konsumen. Pemasaran kerajinan mencakup pasar lokal (Kota Medan, Binjai, P. Siantar, Tebing tinggi) dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya hutan Indonesia sangat kaya dengan berbagai macam produk

yang dihasilkannya. Hasil hutan tersebut dapat berupa hasil hutan kayu dan

turunannya (timber product) dan hasil hutan bukan kayu (non-timber product)

yang meliputi berbagai macam produk seperti rotan, gondorukem, damar,

terpentin dan sebagainya. Hasil hutan berupa kayu akhir-akhir ini tidak dapat

diandalkan lagi sebagai sumber pendapatan negara terbesar, sejalan dengan

berbagai permasalahan dan krisis multidimensi pada sektor kehutanan. Kondisi

tersebut menyadarkan pemerintah untuk dapat meningkatkan pemanfaatan hasil

hutan non kayu. Salah satunya yang mempunyai potensi cukup besar adalah hasil

hutan non kayu berupa rotan. Rotan merupakan hasil hutan non kayu yang

memiliki peranan cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dan juga

sebagai sumber devisa bagi negara. Hasil hutan non kayu jenis ini telah lama

diketahui sebagai hasil hutan non kayu yang potensial untuk berbagai penggunaan

dan sumber penghasilan. Hal ini terlihat dari permintaan akan rotan yang terus

meningkat baik untuk penggunaan dalam negeri maupun di luar negeri. Berbagai

macam produk dapat dibuat dari bahan baku rotan dan telah diekspor dan

memberikan kontribusi secara nyata kepada negara (Darusman, 2001).

Dewasa ini dalam perdagangan rotan Internasional, Indonesia menduduki

posisi yang dominan dari sisi volume, dimana diperkirakan 80% dari rotan yang

diperdagangkan berasal dari Indonesia. Namun demikian ekspornya sebagian

besar masih dalam bentuk barang mentah dan setengah jadi sehingga nilai devisa

yang diterima sangat rendah. Hasil hutan rotan juga telah lama menjadi bagian

penting dalam kehidupan masyarakat disekitar hutan di Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, dan berbagai tempat yang potensi rotannya besar. Medan sebagai

ibukota propinsi merupakan pusat perdagangan dan pemasaran utama hasil

produksi dan sentra produksi rotan Propinsi Sumatera Utara. Hasil produksi rotan

dari petani atau dalam hal ini pengumpul (produsen) dari 6 kabupaten pemasok

(17)

Tengah dan Mandailing Natal terkumpul ke konsumen perajin dan eksportir rotan

di Kota Medan (Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).

Akan tetapi sampai saat ini, studi (pembelajaran) mengenai pola industri

yang meliputi pengolahan bahan baku, distribusi sampai pada pemasaran hasil

kerajinan rotan, pada industri usaha kecil dan menengah di Kota Medan masih

sangat minim. Oleh karena itu, sangatlah perlu diadakan penelitian yang dapat

memberikan gambaran mengenai hal tersebut. Hasil studi ilmiah berupa studi

mengenai bentuk pengolahan sampai pada distribusi hasil kerajinan rotan dan juga

mencakup solusi dari permasalahan-permasalahan teknis yang sering dihadapi

oleh produsen kerajinan rotan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi potensi produksi, teknik produksi dan pola

distribusi kerajinan rotan yang dilakukan oleh Usaha Kecil dan Menengah

(UKM) di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui bentuk pengolahan kerajinan rotan di UKM UD.

Gundaling di kelurahan Sei Sikambing D Medan.

3. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan teknis yang dihadapi

produsen dalam produksi kerajinan rotan.

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui informasi

mengenai potensi dan produksi serta pengolahan rotan khususnya bagi kelompok

usaha kecil dan menengah dalam hal ini UD. Gundaling Medan sehingga dapat

memberikan masukan/ informasi yang berguna dalam peningkatan produktifitas

mereka, dan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Medan dalam

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Rotan

Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen rotan terbesar dan

memiliki jenis rotan terbanyak di dunia. Dalam sub sektor kehutanan rotan

menyumbangkan devisa terbesar setelah komoditi kayu dan dapat merupakan

sumber perluasan kesempatan kerja serta sumber pemerataan pembangunan.

Rotan adalah palem pemanjat berduri yang terdapat didaerah tropis dan subtropis.

Tumbuhan ini merupakan sumber rotan batang untuk industri mebel rotan,

sementara itu juga digunakan untuk berbagai maksud kurang penting secara lokal

(Dransfield, 1996).

Hasil dari rotan batang merupakan sumber untuk industri mabel. Rotan

batang kadang dikelirukan dengan bambu, rotan bentuknya sangat padat dan

biasanya dapat dibengkokkan dengan mudah tanpa deformasi yang nyata.

Kebanyakan rotan batang yang memasuki perdagangan dunia dikumpulkan dari

tanaman yang tumbuh liar, dan diberbagai bagian Asia Tenggara rotan merupakan

hasil hutan yang paling penting setelah kayu. Pada tingkat lokal, rotan sangat

penting secara sosial karena memberikan sumber nafkah kepada masyarakat

sekitar yang berdiam didekat hutan. Hasil yang paling penting dari rotan adalah

rotan batangan yaitu batang rotan yang pelepah daunnya telah dihilangkan. Salah

satu jenis rotan yang banyak digunakan untuk kerajinan rotan adalah rotan manau.

Rotan manau merupakan rotan yang berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat,

awet, mudah diolah dan buku tipis atau tidak menonjol. Kualitas manau asalan

sangat dipengaruhi oleh cacat alami karena hama atau cacat lain yang tejadi pada

saat pemanenan, pemupukan di hutan dan pengangkutan ke tempat pengolahan

(Puspitojati dan Martono, 2000).

Rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk,

ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang

menarik. Dengan sifat-sifatnya tersebut rotan dapat digunakan sebagai bahan

dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga seperti berbagai jenis mebel,

(19)

itu juga mengakibatkan banyak konsumen yang menyukai barang-barang

kerajinan hasil dari rotan. Pemanfaatan rotan untuk kerajinan, sebagian besar

berasal dari batang. Dalam industri rotan biasanya batang rotan diklasifikasikan

berdasarkan kualitas penampilan, kelenturan, ketahanan, dan ukuran batang

(Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992).

Potensi Rotan di Indonesia

Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi

oleh kayu karena rotan termasuk tumbuhan memanjat pada pohon. Adapun jumlah

total rotan di Indonesia yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keprluan

lokal mencapai kurang lebih 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum

diusahakan/ diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru

mencapai 28 jenis saja. Jenis rotan lainnya belum begitu tersentuh karena kecilnya

potensi dan belum dikenal sifat-sifatnya. Sejarah industri rotan di Indonesia

menunjukkan betapa tidak menentunya dan tidak stabilnya kondisi pasar bagi

beberapa produk hasil hutan. Kalimantan yang merupakan salah satu kawasan

penghasil utama bahan baku rotan menggunakan tanaman ini untuk digunakan

sebagai bahan pengikat/penyangga pada konstruksi bangunan tradisional selama

periode penjajahan dan sampai dekade 1960-an, akan tetapi di tahun 1988,

pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor rotan mentah dan produk

rotan setengah jadi dalam upaya untuk mengatur penjualan, meningkatkan

pengolahan rotan dalam negeri dan memperoleh porsi lebih atas keuntungan yang

berasal dari rotan. Sayangnya, kebijakan ini malah kontra-produktif dan nilai

ekspor serta harga yang diterima petani atas kegunaan rotan menurun. Penurunan

ini mempengaruhi banyak orang, khususnya para pemanen yang sudah terbiasa

dengan fluktuasi harga tetapi kurang memahami alasan di balik menurunnya harga

rotan yang tiba-tiba. Selama larangan ekpor ini berlaku dipihak lain pabrik

pengolahan rotan bertambah pada tahun 1989, dari 3 unit menjadi 42 unit.

Pabrik-pabrik ini mulai menghasilkan nerbagai barang jadi rotan dan mebel. Sebelumnya

(20)

jadi. Meskipun volume keseluruhan produk rotan yang dihasilkan menurun, ada

indikasi bahwa nilai yang diperoleh untuk setiap unit volumenya dapat meningkat.

(de Beer. 2005).

Tabel 1. Potensi produksi rotan Indonesia

Provinsi Potensi Produksi (ton/tahun)

Aceh 45.000

Riau 2.800

Sumatera Utara 6.000

Sumatera Barat 34.000

Jambi 6.900

Bengkulu 23.100

Sumatera Selatan 5.000

Lampung 24.000

Kalimantan Barat 92.500

Kalimantan Tengah 24.000

Kalimantan Selatan 7.000

Kalimantan Timur 11.650

Sulawesi Utara 87.000

Sulawesi Tengah 18.000

Sulawesi Selatan 150.000

Nusa Tenggara Barat 36.000

Jumlah 573.890

Sumber : Departemen Kehutanan & Perkebunan, 1999

Meskipun taksiran potensi rotan yang dimiliki begitu besar, namun kemampuan

produksinya perlu diwaspadai. Sebab, luas kawasan hutan setiap waktu selalu

berubah-ubah karena kegiatan pembangunan, misalnya pembukaan lahan hutan

untuk perkebunan besar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya, sekaligus

mengakibatkan bekurangnya bahkan musnahnya potensi tumbuhan rotan yang

tersedia dan tumbuhan di hutan alam .

(21)

Asal dan Penyebaran Rotan

Rotan menyebar di kawasan ekuator Afrika, India, Sri Lanka, kaki

pengunungan Himalaya, Cina bagian selatan melalui kepulauan Malaysia ke

Australia dan Pasifik sebelah Barat sampai Fiji (Sutarno, 1994).

Upaya Pelestarian

Pelestarian rotan dilakukan berdasarkan jenis-jenis yang bersifat endemik.

Tetapi yang mendapat prioritas utama dalam pelestariannya adalah :

1. Jenis yang potensial dan terancam kepunahannya, antara lain seperti :

a. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari)

b. Rotan Sega ( Calamus caesius )

a. Rotan Lilin ( Calamus javensis Blume )

2. Jenis-jenis komersil yang pengusahaannya dapat dikembangkan dan

berkelanjutan, antara lain seperti :

a. Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro)

b. Rotan Manau (Calamus manau)

c. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari)

d. Rotan Getah ( Daermonorps angustifolia Mart )

e. Rotan Sega ( Calamus caesius ). Januminro, 2003.

Industri Rotan

Perkembangan peradaban manusia pada saat ini dicirikan dengan

kemajuan di bidang teknologi termasuk industri. Walaupun demikian,

pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri

saja sehingga industri pengolahan seperti barang jadi dari rotan masih terbatas

pada industri rakyat seperti furniture, kerajinan dan lain-lainnya. Sebagai industri

yang mengolah salah satu hasil hutan, industri barang jadi rotan termasuk dalam

kategori agroindustri. Industri yang bersifat mekanis masih sangat terbatas dan

(22)

antara lain terdapat di Padang, Jambi, Banjarmasin, Ujung Pandang dan Surabaya.

Sedangkan di kota lainnya, misalnya Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, dan

Bandung terbatas pada industri non mekanis seperti peralatan rumah tangga.

Dalam kaitannya dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ekspor

non-migas, maka industri rotan ini sangat potensial dalam menghasilkan devisa dari

hasil ekspor. Industri pengolahan rotan berkembang pesat sejak tahun 1989, yaitu

sejak adanya larangan ekspor rotan mentah (dalam bentuk asalan dan belahan

bulat) pada tahun 1986 dan rotan setengah jadi (dalam bentuk rotan poles, hati

rotan) pada tahun 1988 dari seluruh wilayah Indonesia.

(Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992).

Industri rotan pada saat ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok

berdasarkan hasil produksinya, yaitu:

1. Industri yang menghasilkan rotan bahan baku, yaitu kelompok yang

menghasilkan rotan bahan baku berupa rotan bulat w dan s (washed and

sufurized), rotan belahan (split), dan rotan poles kasar.

2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang

setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat-sifat keluarannya.

3. Industri yang menghasilkan barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau bahan setengah jadi

menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan.

Pengolahan rotan merupakan industri yang padat karya dan tidak memerlukan

tenaga pendidikan serta investasinya relatif murah. Berdasarkan proses

produksinya, mebel dan rotan (rattan furniture) di Indonesia secara umum dibagi

menjadi dua jenis, yaitu :

1. Mebel rotan yang merupakan hasil industri, dengan ciri-ciri :

a. Proses produksi mempergunakan peralatan mekanis yang relatif

modern.

b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan yang sama, sehingga

produksinya seragam.

c. Skala produksinya relatif massal dan padat modal.

(23)

a. Proses produksinya menggunakan alat manual atau semi mekanis.

b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan kadang-kadang tidak

sama, sehingga produksinya tidak seragam.

Aspek lain dari mebel rotan yang nampak adalah desain (design). Umumnya

mebel rotan dapat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu :

1. Antique design, yaitu desain-desain yang nampak secara fisik sudah lama

walaupun sebenarnya adalah hasil reproduksi.

2. Modern design, yaitu desain-desain yang sifatnya praktis dan biasanya ada

tambahan komponen, sehingga praktis penggunaannya.

3. Country style, yaitu desain-desain yang sudah dikenal sejak jaman dahulu.

4. Contemporary style, yaitu desain-desain yang berhubungan erat dengan

kreasi seni perancangnya.

5. Another design, desain ini adalah yang tidak termasuk pada poin 1 sampai

4 atau merupakan campuran dari keempat desain tersebut diatas sehingga

dihasilkan suatu desain baru (Supiardi, 2000).

Rotan Sumatera Utara

Dinas Kehutanan menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Propinsi

Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp) sebagai salah satu

komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian

masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran

potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton

per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Rotan yang dimanfaatkan

secara komersil hanya 6 jenis yaitu :

1) Rotan manau (Calamus manan)

2) Rotan semambo (C. sciopionum)

3) Rotan sega (C. caesus)

4) Rotan getah (C. scipionum)

5) Rotan batu (C. dipenhorstii)

(24)

Hasil studi Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara juga menyebutkan bahwa di

Propinsi Sumatera Utara terdapat 3 saluran pemasaran rotan dari petani/produsen

sampai ke konsumen (perajin dan eksportir). Struktur dan skema arus tata niaga

rotan dari sentra produksi ke konsumen pengolah disajikan pada gambar berikut :

Pedagang pengumpul I

Petani Konsumen

produsen Pedagang pengumpul III Pengrajin

Eksportir

Pedagang pengumpul II

Gambar 1. Struktur pemasaran dan skema arus tataniaga rotan dari daerah sentra produksi rotan Sumatera Utara

dari gambar di atas dapat di simpulkan bahwa pada umumnya saluran tata niaga

komoditas rotan terbagi atas empat saluran pemasaran, yaitu :

1. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Konsumen/Pengolah/Eksportir

2. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->

Eksportir/ Pengolah

3. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->

Pedagang Pengumpul III ----> Eksportir/Pengolah

4. Petani ----> Eksportir/Pengolah

(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).

Kerajinan Rotan

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha

yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun-temurun dari generasi

sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai

sifat yang lentur, kuat serta relatif seragam bentuknya. Barang-barang kerajinan

rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang,

(25)

Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan mebel dalam

berbagai bentuk/model. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat

antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar

negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya

beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu,

industri berbahan baku rotan ini memiliki kandungan lokal (local content) yang

sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku.

Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa :

1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi.

2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.

3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai

multiplier effect yang positif terhadap pengembangan industri pariwisata

dan pemanfaatan limbah rotan.

4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan.

5. Peningkatan pembangunan daerah.

Kerajinan rotan memerlukan polesan halus dengan tangan-tangan trampil mulai

dari membelah rotan, menghaluskan/meraut sesuai ukuran/ keperluan hingga

menganyam sesuai dengan barang yang akan dibuat.

(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).

Perolehan Bahan Baku Rotan

Bahan baku rotan banyak terdapat di Pulau Sumatera, Pulau kalimantan,

dan pulau-pulau lain. Rotan diperoleh dari hutan alam dan sebagian besar berasal

dari tanaman budidaya. Untuk Pulau Sumatera rotan dapat ditemukan di Desa

Asahan, kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dan di Pulau

Kalimantan ada disekitar sungai Barito, Sungai Kapuas dan Sungai kahayan.

Pemanenan rotan dihutan alam dilakukan oleh 3-5 orang petani rotan yang

menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan.

Pengumpulan rotan sangat berbahaya karena sering jatuhnya dahan yang mati

dalam proses penarikan rotan. Batang rotan yang telah diambil kemudian

(26)

diameter kecil. Kemudian potongan batang tadi diangkut keluar dari hutan untuk

dibawa ke pedangang pengumpul pertama. Bahan baku mentah ini diterima

pedagang pengumpul pertama dari petani rotan dan kemudian mengolah bahan

baku tersebut menjadi bahan setengah jadi yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku

yang sudah diolah juga dapat diterima langsung oleh pengrajin (produsen) besar

tergantung dari pola distribusi yang dijalankan dilapangan, bahan baku rotan

setengah jadi yang sudah diterima kemudian diolah menjadi barang jadi dan

dibentuk sesuai fungsi serta kebutuhannya dan dapat langsung dipasarkan kepada

konsumen. (Zakaria, 1994).

Peluang pasar

Rotan menempati nilai perdagangan Internasional yang masih berkembang

dalam perabot, lampit dan barang-barang manufaktur lainnya. Perdagangan luar

negeri ini ditaksir sekitar US$ 4 setiap tahunnya. Suatu perkiraan yang sangat

konservatif mengenai perdagangan dalam negeri ini mencakup nilai

barang-barang dalam pasar perkotaan dan perdagangan pedesaan dari bahan dan hasil

produk rotan. Dengan satu atau lain cara 0,7 milyar dari 5 milyar manusia di dunia

menggunakan atau terlibat dalam perdagangan rotan dan produk rotannya.

Berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan menyusutnya sumber daya dalam

beberapa negara penghasil. Basis sumberdaya dalam beberapa negeri penghasil

utama sebagian dilindungi oleh pelanggaran ekpor barang mentah, ini juga

mendorong perluasan industri manufaktur domestik. Meningkatnya populasi

dunia, yang diharapkan mencapai 8,2 milyar menjelang tahun 2025 diharapkan

mendorong kebutuhan yang meningkat akan sumberdaya ini dan barang jadinya.

Kegiatan penelitian dan pengembangan teristimewa dalam budidaya telah

meningkat secara mencolok selama 1 (satu) dasawarsa terakhir dan kemungkinan

besar akan terus meningkat lebih lanjut. Niaga rotan tampaknya siap berkelanjutan

untuk berkembang baik secara domestik di dalam negeri penghasil maupun

global. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan

penghasil rotan yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan

(27)

diekspor ke mancanegara, serta merupakan penghasil devisa yang penting dari

sektor non migas. Disamping itu rotan juga telah dibudidayakan di Kalimantan

Timur, Sumatera, Jawa dan daerah lain (Dransfield, 1996).

Perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari rotan seperti

terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Volume dan nilai ekspor barang jadi dari rotan Indonesia

Tahun Nilai (US $ 000) Volume (000 Ton)

1994 354.364 115

1995 374.5303 110

1996 323.937 92

1997 204.447 53

1998 11.391 3

1999 (s/d Juni) 7.174 5

Sumber : Bank Indonesia, 2000

Dampak Negatif Terhadap Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya

Industri kerajinan rotan umumnya memanfaatkan behan baku rotan dari

segala jenis dan ukuran, disamping itu sisa bahan baku masih bisa dimanfaatkan

sehingga secara teoritis limbahnya tidak mencemari lingkungan. Dampak negatif

akan timbul apabila pasokan bahan baku dari berbagai jenis dan ukuran tersebut

didapat dari menebangi segala macam jenis rotan yang ada dengan merusak hutan,

dengan demikian maka kelestarian lingkungan akan terganggu dan terkena

ancaman pengenaan “green label” dari dunia internasional. Antisipasi terhadap

dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan ”green label”

dapat dihindari apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi

terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku rotan betul-betul

tidak merusak hutan dan sedapat mungkin diperoleh dari perkebunan rotan.

Sampai saat ini belum ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model

pengelolaan hutan. Hal ini mengakibatkan sulitnya pengumpulan sistem hukum

(28)

menyebabkan tidak terakomodasinya kepentingan pada hukum negara. Kebebasan

dalam mengelolah kawasan walaupun dibatasi dengan aturan-aturan adat dalam

mengelolah dan memungut hasil, tetapi dalam aturan negara hal ini tidak tercakup

sehingga mereka yang memanfaatkan kawasan tersebut akan memperoleh

kewajiban yang sama dengan institusi yang bebeda. Sistem hukum ini terkait juga

dengan lemahnya sistem birokrasi pemerintah dalam perdagangan hasil hutan,

tidak ada aturan baku mengenai resolusi konflik kawasan menambah rumitnya

persoalan hak atas kawasan industri rotan. Sesuai dengan penjelasan di atas maka

ada beberapa solusi yang ditawarkan mengenai hal ini, yaitu :

1. Ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model pengelolaan kawasan

rotan baik yang budi daya maupun alam. Hal ini berimplikasi kepada harus

adanya peninjauan ulang prinsip dan kriteria yang ada saat ini.

2. Adanya penyederhanaan skema yang akan memberikan keringanan beban

proses sertifikasi sehingga tidak akan memberatkan perkumpulan yang

pada akhirnya mampu meningkatkan insentif harga.

3. Lembaga-lembaga akreditas sertifikasi dan kelompok pendukung harus

melakukan kampanye dan promosi kepada konsumen akhir (masyarakat).

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di industri mebel rotan UD. Gundaling Medan

Sumatera Utara dan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2007.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan terdiri dari dua buah data, yaitu :

1. Data Primer, terdiri atas :

a. Data responden

b. Teknis pengolahan bahan kerajinan

c. Data pendukung industri kerajinan

d. Distribusi dan pola pemasaran hasil kerajinan

2. Data Skunder, terdiri atas :

a. Data statistik industri rotan di Kota Medan dan Propinsi Sumatera

Utara

b. Penelitian yang terkait dalam pengolahan rotan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah interview guide, tally

sheet, kuisioner, alat tulis, dan kamera.

Populasi dan Sampel

Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode studi

kasus (case study) yang dimana melalui metode ini dapat diberikan gambaran

lebih rinci mengenai situasi keseluruhan dan menekankan proses atau

urutan-urutan dalam setiap urutan-urutan kejadiannya (Daniel, 2002).

Pengambilan data dalam mendeskripsikan kegiatan dan pengolahan rotan

pada UKM. UD. Gundaling sebagai pengrajin, sampai pada proses pemasaran dan

(30)

Metode Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data dilapangan, dilakukan melalui 2 (dua)

metode data, yaitu menggunakan metode data primer dan metode data skunder.

Metode data primer dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung

dilapangan (observasi), penyebaran kuisioner dan melakukan wawancara yang

sifatnya mendalam kepada pengusaha barang jadi rotan. Sedangkan data skunder

diperoleh dari laporan-laporan tahunan yang berasal dari Koperasi Industri

Kerajinan Rotan Kota Medan, dan juga data tambahan studi kepustakaan seperti

literatur, jurnal kehutanan, jurnal ekonomi, internet yang dimana semuanya akan

mendukung dalam hasil.

Analisa Data

Data mengenai studi bentuk dan pengolahan rotan yang dimulai dari sentra

industri oleh pengrajin (pengusaha) sampai proses pemasaran dan faktor-faktor

lain yang dikelompokkan dan disusun berdasarkan karakteristiknya. Analisa data

tersebut mendeskripsikan alur kejadian kegiatan yang dimulai dari proses

pembelian bahan baku, pengolahan kerajinan sampai proses pemasaran yang

dilengkapi keterangan pelaku, pembeli, faktor modal dan biaya serta urutan waktu

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Produksi Kerajinan Rotan

Dalam ilmu ekonomi yang dimaksud dengan produksi itu adalah suatu

bentuk perubahan dari barang/jasa yang mempunyai kegunaan yang lebih besar

dari bentuk semula. Didalam produksi terdapat juga faktor-faktor produksi antara

lain tanah, modal, tenaga kerja dan kemampuan (organizational and managerial

skill). Tetapi dalam kehidupan sehari-hari faktor-faktor produksi ini sering

dinyatakan dengan dana (money), mesin (machine), bahan (material), dan

manusia (man) yang dikombinasikan dan diatur sebegitu rupa sehingga dapat

diproduksi barang-barang produk secara efektif dan efisien, dalam arti efisien

dalam kualitas, variasi dan waktu. Adapun sasaran dari suatu perusahaan adalah

agar dapat memproduksi suatu barang/jasa dengan sukses, ekonomis dan

memperoleh keuntungan serta dapat menyerahkan hasil/produk pada pembeli atau

langganan tepat pada waktunya, sehingga perusahaan dapat menjamin

kelangsungan hidup dan berkembang.

Usaha kerajinan rotan UD. Gundaling yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot

Subroto Km. 3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu

sentra produksi hasil-hasil kerajinan rotan di Kota Medan. Sudah tiga puluh (30)

tahun usaha ini bergelut dibidang industri rotan. Terdapat sedikitnya 24 (dua

puluh empat) unit usaha kerajinan rotan yang berproduksi sampai saat ini

termasuk salah satunya UKM UD. Gundaling, dengan menghasilkan berbagai

bentuk kerajinan dari yang kecil seperti jenis keranjang sampai yang besar seperti

rak atau kursi. Hasil penelitian menjelaskan bahwasannya UD. Gundaling dapat

menghasilkan beraneka ragam jenis kerajinan tangan (hand made), setidaknya ada

10-15 jenis kerajinan yang dapat dihasilkan. Mulai dari meja, kursi tamu, kursi

teras, rak pajangan, rak pakaian, penyekat ruangan, keranjang. Industri ini sudah

dapat dikatakan sebagai industri besar mengingat UD. Gundaling merupakan

usaha kerajinan rumah tangga (home industri) yang sifatnya menjual langsung

kepada konsumen dan tidak terfokus kepada usaha ekspor-impor barang. Para

(32)

produksi tertentu saja, misalnya kursi dan meja saja sedangkan jenis produksi

lainnya kebanyakan merupakan produksi pesanan atau pelengkap saja. Untuk

menyesuaikan produksi kerajinan dengan permintaan pasar maka industri ini

melakukan pemilihan barang yang akan diproduksi atau hanya memproduksi

beberapa jenis kerajinan saja dan tidak memproduksi seluruh (semua) jenis

kerajinan. Setiap usaha kerajinan yang bersifat pemasaran produksi, khususnya

kerajinan mempunyai kapasitas produksi yang berbeda-beda. Kapasitas produksi

kerajianan adalah jumlah unit kerajinan yang dapat dihasilkan oleh pengrajin

untuk setiap jenis kerajinan. Meskipun demikian kapasitas produksi suatu industri

sangat bergantung sekali kepada modal, bahan baku yang tersedia dan

keterampilan para pengrajinnya.

Teknik Produksi Kerajinan Rotan

Walaupun teknik produksi kelihatan sederhana, namun para pengrajin

rotan di industri ini membutuhkan keterampilan/keahlian dalam mengerjakannya,

disamping itu setiap jenis kerajinan juga mempunyai masa waktu produksi yang

berbeda-beda tergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya. Hal

ini terlihat dengan adanya tahapan-tahapan dan pembagian kerja dalam proses

produksi. Berikut ini akan diuraikan selah satu teknik pembuatan meja tamu yang

(33)
[image:33.595.113.512.104.342.2]

Tabel 3. Bahan dan alat yang digunakan dalam teknik produksi kerajinan rotan

No Bahan Satuan

1 Rotan manu (Calamus manan) 40 batang

2 Anyaman Bambu 4-5 meter

3 Cat/pernis 2 liter

4 Thiner 1 liter

5 Air Kaca (H202)

No Alat Satuan

1 Paku 2 kg

2 Paku Ikat ¼ (ons)

3 Kaca Sesuai bentuk dan Ukuran Pesanan

Tahapan pembuatan :

1. Rotan manau dipilih dan dipotong sesuai ukuran.

2. Rotan dicelupkan atau dioles dengan air kaca agar tampak lebih putih,

bersih dan kuat.

3. Rotan dibentuk dengan cara membengkokkan sesuai model.

4. Pembuatan rangka, dengan menyatukan rotan manau dengan paku

kemudian diikat.

5. Setelah pembutan rangka diteruskan lagi melalui tahapan penganyaman

dengan cara membalut bekas-bekas paku menggunakan anyaman bambu.

6. Anyaman bambu tersebut dibentuk lagi dengan motif-motif tertentu agar

terlihat indah, kuat dan nyaman.

7. Setelah tahapan penganyaman selesai, dilanjutkan lagi dengan

menghaluskan permukaan rotan dan bekas anyaman agar tampak rata dan

lurus.

8. Tahapan akhir produksi ini adalah pengecatan. Proses pengecatan yang

biasanya dilakukan dengan menggunakan pernis agar tampak lebih indah

(34)

Pola Distribusi dan Pemasaran Hasil

Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui daerah (tujuan) pemasaran

hasil produksi usaha kerajinan rotan adalah untuk lokal dan juga sebagian

diekspor ke luar negeri oleh pengusaha eksportir. Untuk kawasan domestik

adapun kota tujuan pemasaran adalah kota Binjai, Pematang Siantar, Tebing

Tinggi dan kota-kota lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Pada usaha kecil dan

menengah ini (UD. Gundaling) dalam memasarkan hasil kerajinan hingga sampai

ketangan konsumen pengrajin yang bersangkutan menggunakan 2 (dua) pola

distribusi pemsaran saja, yaitu :

1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin

besar) kemudian ke konsumen.

2. Petani ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar) ke pedagang

pengumpul III kemudian ke konsumen.

Perincian mengenai pola pembagian pola distribusi dan pemasaran diatas akan

dibahas pada sub-sub bab berikut :

1. Petani ke pedagang pengumpul I ke pedagang pengumpul II (pengrajin besar)

kemudian ke konsumen.

Pada pola distribusi ini para petani rotan menjual bahan baku rotan kepada

pedagang pengumpul rotan I, dimana pada tahapan ini pedagang pengumpul rotan

I mengolah bahan baku rotan dari mentah mejadi barang setengah jadi.

Pengolahan bahan baku tersebut dimulai dari proses pengulitan, penggorengan,

pengeringan dan pelurusan. Setelah proses pengolahan tersebut selesai pedagang

pengumpul I menjual kepada pedangan pengumpul II dan disinilah proses lanjutan

pengolahan bahan setengah jadi menjadi barang jadi terbentuk. Rotan setengah

jadi (rotan batang) dibentuk menjadi berbagai macam bentuk dan model sehingga

menjadi barang jadi mulai dari funiture, alat-alat olah raga, suvenir, pajangan, dan

lain-lain. Untuk masalah harga konsumen membeli dengan harga yang lebih

mahal karena kerajinan ini telah mengalami dua kali proses penyaluran sehingga

(35)

2. Petani ke pedagang pengumpul II ke pedagang pengumpul III kemudian ke

konsumen.

Hampir sama seperti pola distribusi yang pertama, tapi disini petani rotan

langsung menjual rotan mentah tersebut kepada pedagang pengumpul II dan

setelah memproduksi hasil kerajinan maka pedagang pengumpul II memasarkan

lagi hasil produknya kepada pedagang pengumpul III yang bertindak sebagai

penyalur (distribusi) di berbagai tempat penjualan. Sistem pemasaran yang

dilakukan umumnya bersifat borongan (skala besar) dengan maksud tidak terjadi

pemborosan biaya (waste dissipation cost).

Didalam jalur produksi dan transportasi, selain untuk menghindari

pemborosan biaya sistem borongan juga untuk mengikat jalur ekspor sehingga

dapat bergantung. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan target

atau pesanan dari luar. Sistem seperti ini memiliki kelemahan dalam proses

pemasaran. Disebabkan karena pengrajin tidak mempunyai akses (jalur) informasi

maupun penjualan barang-barang yang laku dipasaran maupun data kuantitas

(jumlah) situasi pasar. Hal tersebutlah yang memaksa para pedagang besar

memesan kepada para pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan

penyediaan bahan baku oleh pengusaha eksportir tersebut.

Bentuk Pengolahan Kerajinan Rotan Pada UKM UD. Gundaling Medan

Usaha kerajinan rotan yang berlokasi di Jalan Jendral Gatot Subroto Km.

3.5 No. 79 A-B Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu sentra produksi

pemasar hasil-hasil produksi kerajinan rotan di kota Medan. Hasil survey yang

telah dilakukan dilapangan menyebutkan terdapat sekitar 20 (dua puluh) unit

usaha kerajinan rotan yang masih berproduksi termasuk salah satunya UKM UD.

Gundaling, unit usaha yang sudah berjalan hampir ini berawal dari usaha

keluarga. Pengetahuan dalam pembuatan kerajinan rotan mereka dapatkan dari

pengrajin sekitar yang kemudian mereka pekerjakan sesuai dengan

kemampuannya. Pengembangan dalam setiap produksi hasil disesuaikan dengan

permintaan pasar dan mengikuti perkembangan zaman (sesuai trend pasar). Selain

(36)

bagi para calon pengrajin. Para calon pengrajin juga dibekali dengan pengetahuan

akan pentingnya disiplin dalam bekerja dan pengetahuan teknologi informasi

mengenai pasar. Adapun bentuk-bentuk pengolahan kerajinan yang diproduksi

oleh UD. Gundaling Medan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Alat-alat perabotan dalam rumah tangga :

Perabotan dalam rumah tangga yang diproduksi memiliki 2 fungsi utama,

yaitu sebagai fungsi guna dan fungsi hias, seperti : bingkai cermin, lampu

hias, rak TV, rak buku, keranjang dan penyekat ruangan.

2. Alat-alat fungsional rumah tangga :

Hasil kerajinan rotan yang diproduksi secara fungsional antara lain : kursi

tamu, kursi teras, kursi goyang dan meja.

3. Suvenir (kerajinan tangan) dan kerajinan lainnya :

Selain barang-barang rumah tangga diatas usaha ini juga memproduksi

berbagai suvenir, seperti : ayunan, hula hop, keranjang parsel, dan

(37)

Secara umum kerajinan rotan dilakukan melalui 4 tahapan pengolahan,

yaitu : pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan. Dari

tiap-tiap tahapan tersebut untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal maka

setiap pengrajinnya hanya mengerjakan satu tahapan yang sesuai dengan

keterampilan yang dimilikinya saja. Secara rinci proses pengolahan kerajinan

rotan tersebut akan dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini :

1. Pembuatan Rangka

Proses awal dalam pembuatan kerajinan rotan adalah pembuatan rangka.

Rotan yang telah diterima dari pengumpul dipilih, diukur, dipotong sesuai

dengan jenis kerajinan yang akan dibuat, sebelum dibentuk rotan-rotan

tersebut terlebih dahulu dicelup atau diolesi dengan air kaca (H202) dengan

maksud agar rotan menjadi lebih bersih dan warna rotan menjadi lebih

terang. Proses pengerjaan pembuatan rangka merupakan proses awal dan

fungsi dari hasil kerajinan. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga ahli pengrajin

yang cukup trampil dan mahir dalam proses ini.

(38)

2. Penganyaman

Setelah proses pembuatan rangka selesai, selanjutnya diteruskan lagi dengan

proses penganyaman. Pekerjaan ini adalah kegiatan menjalin rotan dengan

menggunakan berbagai pola/motif tertentu sesuai bentuk yang diinginkan

dan dibentuk pada rangka yang tersedia. Motif-motif yang diberikan tersebut

bentuknya bermacam-macam, seperti : bunga, kotak-kotak, bulat, dll. Proses

penganyaman ini juga bertujuan untuk membentuk rangka yang lebih kuat.

Kegiatan penganyaman ini membutuhkan keterampilan/keahlian yang tinggi

karena ketelitian, kerapian, kehalusan bentuk dan nilai seni turut menentukan

kualitas hasil produksi.

[image:38.595.163.469.311.541.2]

(39)

3. Penghalusan

Untuk memproleh hasil yang lebih berkwalitas, hasil-hasil kerajinan yang

telah selesai dianyam selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan kertas

pasir (diampelas), agar permukaan kulit rotan menjadi lebih rata sehingga

cat/pernis dapat menyerap dengan baik. Proses penghalusan tersebut dapat

juga dilakukan dengan menggunakan tenaga air bertekanan tinggi sebagai

pembersih rotan dengan tujuan untuk menghindarkan debu atau kotoran lain

yang melekat pada rotan sebelum di cat/pernis.

[image:39.595.168.472.268.498.2]

(40)

4. Pengecatan

Pekerjaan ini merupakan tahapan akhir dari proses produksi (finishing).

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih indah

dan tahan lama. Pekerjaan ini juga membutuhkan ketelitian dan kerajinan

untuk memperoleh hasil pengecatan yang baik.

[image:40.595.138.493.228.455.2]

(41)

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan kerajinan

rotan (pembuatan rangka, penganyaman, penghalusan dan pengecatan) tergolong

masih sederhana, alat-alat tersebut antara lain :

1. Gunting, digunakan sebagai alat untuk memotong rotan dan bahan

anyaman dari serat bambu.

2. Pisau, digunakan sebagai bahan untuk menguliti rotan batang yang masih

memiliki sisa kulit.

3. Martil, digunakan untuk menyambungkan paku pada rotan.

4. Paku, digunakan untuk menyambungkan bagian rotan satu kebagian rotan

yang lain.

5. Obeng, digunakan untuk memasang mur pada rotan.

6. Kuas, digunakan untuk mengoleskan air kaca (H202), pernis, dan cat pada

rotan.

7. Mur, digunakan untuk menyambungkan rotan.

8. Gergaji Tangan, digunakan untuk memotong rotan.

9. Mesin Jahit, digunakan untuk menjahit alas duduk (busa) yang akan

ditempelkan pada kursi rotan.

10.Bor Listrik, untuk menyambungkan (memasukkan) mur.

11.Kakak Tua, digunakan untuk mencabut mur.

(42)
[image:42.595.114.504.79.513.2]

Gambar 7. Skema pengolahan kerajinan rotan

Kapasitas Produksi UKM UD. Gundaling Medan

Dalam kegiatan produksinya industri ini menghasilkan cukup banyak jenis

kerajinan. Kapasitas produksi yang diterapkan pun disesuaikan pada jumlah

karyawan (pengrajin) yang dimiliki dan hasil produskinya terfokus pada jenis

kerajinan tertentu saja, misalnya pembuatan kursi, sedangkan jenis produksi

lainnya kebanyakan merupakan produksi pelengkap ataupun pesanan. Hal ini

dilakukan untuk menyesuaikan produksi kerajianan dengan permintaan pasar.

Bahan Baku Produk

Bahan Tambahan

Keahlian Pengrajin

Pengrajin

Penentuan Model Berdasarkan

Permintaan Pasar dan

Pembuatan Rangka

Penganyaman Rangka

Penghalusan Produk

Pengecatan Produk

(43)

Kapasitas produksi adalah jumlah unit usaha (hasil kerajinan) yang dapat

dihasilkan oleh pengrajin untuk setiap jenis kerajinan yang telah dibuat

(diproduksi). Kapasitas produksi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor

utama, antara lain :

1. Modal.

2. Bahan Baku.

3. Tenaga Kerja.

1. Modal

Modal merupakan syarat penting untuk membangun suatu usaha. Demikian

halnya dengan usaha kerajinan rotan. UD. Gundaling merupakan salah satu

unit usaha yang permodalannya berasal dari dana keluarga sehingga

menjadikan industri ini dapat bertahan dari ketidakstabilan permintaan pasar,

tetapi sejalan dengan berkembangnya iklim persaingan usaha dan ketidak-

stabilan penjualan di pasaran maka sering terjadi masalah keuangan yang

memaksa pengelola meminjam dana usaha kepada pihak pemerintah maupun

Perbankan. Sama halnya dengan industri-industri lain (disekitar) kawasan ini,

mereka pada umumnya membuka usaha dengan modal sendiri atau meminjam

dengan badan usaha milik Pemerintah seperti KOPERASI maupun Bank yang

bersedia meminjamkan dana melalui sistem kredit (Bank Perkreditan Rakyat).

2. Bahan Baku

Rotan batang merupakan bahan baku utama dalam produksi kerajinan, di

dalam kegiatan industri ini hanya rotan manau ( Calamus manan ) saja yang

digunakan. dengan maksud bahwasannya rotan yang digunakan kualitasnya

tidak jauh berbeda dengan jenis rotan lain baik dalam bentuk, mutu, keawetan

(44)
[image:44.595.164.469.102.334.2]

Gambar 6. Bahan Baku Rotan

Selain bahan-bahan baku diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih baik hasil

produksi juga didukung bahan-bahan tambahan lainnya, antara lain :

a. Paku

b. Air Kaca (H202)

c. Paku

d. Pernis

Untuk mendapatkan hasil kerajinan rotan yang bermutu, penting memilih jenis

rotan yang berkwalitas, disamping diolah dengan tangan-tangan terampil dan

kreasi bernilai jual tinggi tanpa mengabaikan fungsi hasil kerajinan tersebut maka

setiap hasil kerajinan membutuhkan jumlah bahan-bahan yang berbeda sesuai

dengan ukuran kerajinan yang akan dibuat. Keterangan mengenai bahan baku dan

(45)
[image:45.595.112.512.105.384.2]

Tabel 4. Bahan baku dan bahan tambahan produksi kerajinan rotan

No Bahan Asal Pembelian Rotan Harga Beli (Rp)

1. Bahan Baku Rotan

a. Rotan Manau Pabrik/Koperasi Rotan 11.300/kg

b. Rotan Semambu Pabrik/Koperasi Rotan 1.000/kg

c. Rotan Irit Petani Rotan 7.500/kg

d. Rotan Sega Petani Rotan 13.000/kg

e. Anyaman Petani Rotan 25.000/mtr

2. Bahan Tambahan

a. Paku Lokal 4.000/kg

b. Air Kaca (H202) Lokal 10000/ltr

c. Paku Ikat Lokal 300/kg

d. Cat Lokal 20000/kg

e. Pernis Lokal 20000/ltr

Sumber : Data Primer 2007

3. Tenaga Kerja

Usaha UD. Gundaling ini telah meyerap setidaknya 20 orang tenaga kerja,

setiap usaha memiliki jumlah tenaga kerja yang bervariasi dan disesuaikan dengan

bidang yang mereka kerjakan, namun demikian diantaranya terdapat karyawan

yang statusnya tidak tetap (kontrak) karena mereka mereka dipekerjakan pada

saat-saat tertentu saja. Tenaga kerja yang dugunakan pada umumnya laki-laki,

sedangkan tenaga kerja wanita dipekerjakan hanya menangani proses produski

pembentukan (design) dan proses penjahitan.

Sistem pembayaran upah (gaji) yang diterima oleh para pekerja besarnya

sama. Jumlah upah yang dibayarkan dihitung atas produksi per set barang jadi

untuk setiap bidang kerja karyawan. Meskipun demikian ada pembayaran upah

tambahan yang diberikan oleh perusahaan kepada pengrajin tertentu saja,

misalnya dalam kegiatan pengayaman, karena proses ini membutuhkan tenaga

kerja trampil yang tidak semua pekerja bisa mengerjakannya. Untuk mengetahui

lebih jelas profil karyawan beserta upah disajikan pada tabel berikut :

(46)
[image:46.595.115.510.106.195.2]

Tabel 5. Responden menurut umur, pendidikan dan pengalaman kerja

No Umur Jumlah Pendidikan Pengalaman Kerja (thn)

1. ≥ 20 5 SMA 2

2. 20-30 5 SMA 2

3. ≥ 30 10 SMA/Diploma > 5

Sumber : Data Primer, 2007

Tabel 6. Upah pengrajin berdasarkan hasil produksi

No Jenis Upah

Kerajinan Perangka Penganyam Penghalus Pengecat

1. Bingkai Cermin Rp.5000 Rp.10.000 Rp. 5.000 Rp. 5.000

2. Meja Hias Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp. 10.000 Rp.10.000

3. Lampu Hias Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000

4. Rak TV/ Buku Rp.15.000 Rp. 10.000 Rp.10.000 Rp.10.000

5. Keranjang Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000 Rp. 8000

6. Penyekat Ruangan Rp.10.000 Rp.15.000 Rp.10.000 Rp.10.000

7. Kursi Rp.30.000 Rp.30.000 Rp.10.000 Rp.10.000

8. Ayunan Rp.20.000 Rp.25.000 Rp.20.000 Rp.10.000

9. Hula Hop Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000 Rp.5000

10. Ayunan Tali Rp.20.000 Rp.20.000 Rp.10.000 Rp.10.000

Sumber : Data Primer 2007

Hasil data yang diperoleh diatas menunjukkan, terdapat perbedaan upah

yang diterima antar pengrajin baik itu pembuatan rangka, penganyam, penghalus

dan pengecatan. Perbedaan upah tersebut disebabkan adanya perbedaan

keterampilan dan bidang kerja (spesialisasi) masing-masing pengrajin. Dengan

demikian upah yang diberikan sangat tergantung dari produktivitas, keterampilan,

[image:46.595.114.515.235.496.2]
(47)

Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi Produsen didalam Produksi Hasil Kerajinan Rotan

Dampak dari krisis ekonomi ditahun 1997 secara langsung masih terasa

disektor industri kerajinan rumah tangga, seperti industri kerajinan rotan pada saat

ini. Ketidakstabilan permintaan dan penawaran (supply and demand) hasil

produksi memaksa para pengrajin harus gulung tikar, sebagian dari mereka

menekan angka produksi dengan cara membatasi jumlah pembelian bahan baku

dan pembatasan jumlah tenaga kerja. Kurangnya daya beli dari masyarakat selaku

konsumen ikut mempengaruhi keberlangsungan setiap usaha kecil dan menengah

di kota-kota besar seperti Medan, Binjai, Siantar dan kota-kota lainnya di

Sumatera Utara.

Dari penelitian dilapangan, diperoleh berbagai bentuk masukan seputar

permasalahan-permasalahan utama UKM, khususnya industri kerajinan rotan,

yakni meliputi :

1. Permodalan (28%)

2. Bahan Baku (25%)

3. Pemasaran (20%)

4. Manajemen dan SDM (10%)

5. Perizinan (10%)

6. Instabilitas Mikro (3%)

7. Administrasi (3%)

(48)

2 2 3 10 10 20 25 28 Permodalan Bahan baku Pemasaran

Manajemen dan SDM Perizinan

Instabilitas Mikro Administrasi Teknologi

[image:48.595.116.509.85.285.2]

Sumber : Data Primer, 2007

Gambar 7. Permasalahan utama UKM kerajinan di Kota Medan

Penjelasan mengenai permasalahan diatas dapat dijelaskan melalui rincian sebagai

berikut :

1. Permodalan. Masalah masih berkutat pada terbatasnya biaya investasi.

Sementara, pada saat yang sama, informasi dan akses para pelaku UKM

terhadap sumber permodalan, termasuk cara membuat proposal dan

administrasi keuangan, masih sangat terbatas. Selain itu, juga karena

terbatasnya lembaga pendamping dan tak seimbang dengan jumlah unit

UKM, sistem penjaminan tak sesuai kesepakatan, masih senjangnya

informasi antara perbankan dan UKM, dan masih rendahnya perhatian

lembaga perbankan terhadap UKM.

2. Bahan baku. Selain karena suplai (kuantitas) dari daerah Sumatera yang

masih kurang, juga karena kualitas bahan baku tidak seragam dan belum

adanya pengembangan budi daya tanaman bahan baku. Misalnya bahan

baku rotan.

3. Pemasaran. Masalah mendasar yang dihadapi para pelaku UKM aneka

kerajinan/anyaman di Kota Medan adalah ekspor tidak langsung. Ini

terkait dengan jarak lokasi antara sentra UKM dan pasar/buyer yang

(49)

Sumatera Utara yang diekspor mencapai rata-rata 300 kontainer per tahun

dengan nilai ekspor 7,5 juta dolar AS. Ekspor dilakukan oleh para trader

sehingga keuntungan yang didapat para pelaku UKM relatif "tidak

seberapa" jika dibandingkan para trader. Kondisi seperti ini jelas

menciptakan ketidakadilan bagi para pelaku UKM, padahal merekalah

pelaku utamanya.

4. Manajemen dan SDM. Masalah muncul pada masih lemahnya pemahaman

manajemen produksi, belum adanya kejelasan standardisasi produk UKM

yang sesuai dengan keinginan buyer, rendahnya penguasaan teknologi,

produksi yang tidak tepat waktu, minimnya kualitas kontrol dan lemahnya

inovasi. Selain itu, persoalan juga muncul terkait dengan rendahnya

kepedulian pelaku UKM terhadap kualitas produk, desain yang kurang

kreatif, standar mutu yang inkonsisten, dan masih terbatasnya pemahaman

pelaku UKM terhadap permintaan pasar.

5. ADM dan Perizinan. Masalahnya bersumber pada proses perizinan yang

masih sulit (harus pakai IMB,dan penanganan limbah harus dengan

amdal), pengurusan yang dipusatkan di provinsi mengakibatkan biaya

tinggi. Sementara itu, disyaratkan harus ada stempel kedutaan negara

tujuan. Belum lagi ada beberapa perizinan yang memerlukan biaya

rekomendasi konsulat, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

6. Tekonologi. Masalah yang dihadapi UKM khususnya industri kerajinan

antara lainnya kurangnya peralatan-peralatan yang mendukung dalam

kegiatan industri tersebut, seperti halnya pengadaan alat untuk kegiatan

oprasional baik di lapangan atau pun di daerah pemasaran, alat-alat

perawatan (maintenance), kurangnya pusat riset dan studi (workshop) bagi

para pekerja dan kendala-kendala lain yang menghambat terkendalanya

(50)

Solusi Yang Ditawarkan

Dari kegiatan workshop yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku

UKM, instansi pemerintahan, lembaga terkait, BUMN, LSM, termasuk pakar dari

Uni Eropa, juga ditawarkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah-masalah

pokok yang dihadapi UKM di Kota Medan, khususnya industri kerajinan hutan

non-kayu termasuk rotan. Terkait dengan aspek bahan baku, solusi yang

ditawarkan adalah perlunya servis provider atau pihak penyedia bahan baku,

mencari bahan baku dari daerah lain, dan mulai mendorong para pelaku UKM

membudidayakan sendiri. Untuk bisa dipercaya pasar global, kontinuitas produk

memang harus dijaga. Sekali saja permintaan tak dipenuhi, alamat hilangnya

kepercayaan. Menyangkut aspek produksi dan tenaga kerja, perlunya penambahan

ilmu dan wawasan, serta keterampilan memproduksi dengan kualitas tinggi dan

desain menarik. Caranya, dengan melibatkan sejumlah institusi.

Untuk mengatasi masalah permodalan, solusinya dengan cara membuat

forum atau media reguler yang dapat mengoleksi seluruh informasi dan

menyebarluaskan melalui media yang tersedia dan mudah diakses UKM. Selain

itu, memperbanyak jumlah BDC (Business Development Centre) sebagai lembaga

pendamping yang terakreditasi oleh BI/P3UKM dan mengoptimalkan fungsinya

agar proses lebih transparan, capacity building untuk BDC yang tersedia,

khususnya yang memiliki kompetensi sektoral, dan perlu ada sosialisasi dan

evaluasi peran lembaga perbankan.

Berkaitan dengan masalah pemasaran, perlu ada suatu lembaga yang

menjadi penghubung antara UKM dan buyer, misalnya BDC. Selain itu, perlu

diperbanyak keikutsertaan pameran produk-produk ekspor (minimal 3 kali

setahun), lebih aktif dalam promosi dan marketing, termasuk melalui jalur

internet. Sedangkan untuk mengatasi masalah otoritas dan regulasi, perlu ada

penyederhanaan Surat Izin Tempat Usaha (SITU tanpa IMB), meminimalkan

pengurusan, perizinan dengan mekanisme satu atap, larangan ekspor bahan baku,

(51)

Solusi itu pun dipandang masih belum cukup. Bagaimana pun, para pelaku

UKM perlu dibina dan diberdayakan secara kelembagaan. Untuk keperluan itu,

perlu ada wadah yang bersifat independen dan berfungsi sebagai pusat

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengolahan hasil kerajinan rotan pada UKM UD.Gundaling Medan

merupakan bentuk usaha keluarga dan tergolong kepada jenis industri

berskala besar mengingat bahwasannya UKM UD. Gundaling ini memiliki

modal usaha yang cukup besar untuk mengelolah produksi rotan mereka

dan juga usaha ini memiliki jumlah tenaga kerja yang lebih dari 10 orang

di tambah lagi dengan adanya penyalur-penyalur yang tersebar di Kota

Medan sampai di luar Kota Medan, seperti Binjai, T. tinggi dan sampai

Kota Langkat. Proses pengolahan hasil kerajinan rotan yang dilakukan

terdiri dari 4 tahapan pengerjaan utama, yaitu : 1. Pembuatan rangka, 2.

Penganyaman, 3. Penghalusan, dan 4. Pengecatan. Dalam setiap

tahapan-tahapan pengerjaan tersebut upah dan kemampuan para pekerjanya

dibedakan berdasarkan jenis pengerjaan yang dilakukan.

2. Bentuk-bentuk potensi produksi dan teknik produksi umumnya

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasar. Sistem pemasaran yang

diterapkan pun lebih diutamakan kepada pengolahan bahan baku yang

digunakan agar lebih efisien dan tidak terjadi pemborosan biaya.

3. Bentuk pengolahan kerajinan rotan pada UD. Gundaling dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : Bentuk pengolahan perabotan rumah

tangga, bentuk alat-alat fungsional (multiguna), suvenir, dan bentuk

pengolahan lainnya.

4. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para produsen

kerajinan rotan antara lain: 1.Permodalan, 2. Bahan baku, 3. Pemasaran, 4.

Manajemen dan SDM, 5. Adiministrasi juga perizinan dari PEMDA

setempat. Permasalahan yang paling utama yang sering dihadapi para

produsen kerajinan rotan adalah kurangnya permodalan sehingga banyak

industri jenis ini yang rugi dan gulung tikar.

5. Masyarakat selaku konsumen kerajinan rotan pada umumnya masih

menaruh minat pada kerajinan rotan ini, terbukti dari bertambahnya daya

(53)

Saran

1. Sejalan dengan berjalannya iklim persaingan usaha, diperlukan pembinaan

dan pendamping terhadap usaha kecil dan menengah di kota Medan

khususnya untuk industri kerajinan rotan. Mengingat rotan sebagai salah

satu hasil hutan non-kayu yang sangat besar pernanannya dalam

meningkatkan devisa negara maupun pendapatan pemerintah setempat,

dan pembinaan juga diperlukan guna meningkatkan profesionalisme SDM

dalam bidang manajemen usaha dan sistem pengolahan kerajinan.

2. Perlunya peranan pemerintah dalam membantu UKM-UKM pengrajin

dikota Medan agar dapat lebih maju dan bertahan di dunia usaha.

Pemberiaan bantuan modal dan kemudahan pemberian izin merupakan

salah satu upaya yang cukup efektif dalam pengembangan usaha tersebut.

Gambar

Tabel 1. Potensi produksi rotan Indonesia
Gambar 1.  Struktur pemasaran dan skema arus tataniaga rotan dari daerah sentra produksi rotan Sumatera Utara
Tabel 2. Volume dan nilai ekspor barang jadi dari rotan Indonesia
Tabel 3. Bahan dan alat yang digunakan dalam teknik produksi kerajinan rotan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kreativitas dan keterampilan terhadap keberhasilan usaha pada anggota Koperasi Industri dan Kerajinan Rotan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri pengolahan rotan di Kota Medan, jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan

Nur Hasan : Analisis Pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat ..., 2002... Nur Hasan : Analisis Pengembangan UKM (Usaha Kecil Menengah)

Peneliti ingin melakukan penelitian tentang kegiatan pemasaran oleh UKM di Kota Pariaman, penelitian ini berjudul : “ Aktivitas Pemasaran Usaha Kecil dan Menengah,

PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN PELAYANAN JASA TERHADAP KEBERHASILAN USAHA UKM (USAHA.. KECIL MENENGAH) DI

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri pengolahan rotan di Kota Medan, jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan

Misalnya apabila volume kegiatan dan volume penjualan diperbesar dua kali lipat maka biaya terhadap bahan baku rotan yang dibutuhkan akan menjadi dua kali lipat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Keterampilan, Pengetahuan, dan Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Usaha Kecil Menengah (UKM) Terhadap Kinerja Usaha Kecil