• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini terdiri beberapa bagian yang disusun untuk memberikan pemahaman mengenai kedudukan pertanian di Kabupaten Bogor sebagai periurban dalam payung mega-city Jabodetabek. Bagian pertama membahas kondisi umum untuk mengetahui secara singkat profil fisik dan ekonomi wilayah. Bagian kedua membahas karakteristik lahan pertanian dan kondisi pertanian di Kabupaten Bogor untuk melihat secara lebih jauh keadaan pertanian di Kabupaten Bogor. Bagian ketiga membahas tipologi wilayah untuk memberikan penjelasan yang lebih baik mengenai pembagian wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan peri-urban dan rural. Bagian keempat mengemukakan dinamika perubahan penggunaan lahan dan kesesuainnya dengan RTRW. Bagian kelima membahas hasil analisis dan kendala pengembangan pertanian di Kabupaten Bogor. Bagian terakhir mengemukakan rekomendasi pengembangan pertanian perkotaan dengan penerapan pertanian multifungsi

Kondisi Umum

Kondisi umum wilayah Kabupaten Bogor dijabarkan sesuai dengan dokumen Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2013 (BPS, 2014). Secara geografis, Kabupaten Bogor terletak di antara 6,190 LU—6,470 LS dan 1060 1’— 1070 103’ Bujur Timur. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah metropolitan mega-city dengan luas 2.301,95 km2, terdiri dari 40 kecamatan dengan Kecamatan Cibinong sebagai ibukota kabupaten. Jarak terjauh dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 89 km, dengan Kecamatan Parungpanjang merupakan kecamatan terjauh. Batas-batas strategis Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan; 2. Kabupaten Lebak di sebelah barat;

3. Kabupaten Tangerang di sebelah barat daya; 4. Kota Depok di sebelah utara;

5. Kabupaten Purwakarta di sebelah timur; 6. Kabupaten Bekasi di sebelah timur laut; 7. Kabupaten Cianjur di sebelah tenggara; 8. Kota Bogor di sebelah tengah.

Pada tahun 2012, suhu udara di Kabupaten Bogor rata-rata berkisar 25,10C sampai 26,30C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober, yaitu 35.40C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan Agustus, yaitu 19,60C (Tabel 3). Kabupaten Bogor diguyur hujan setiap bulan, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November 2012 yang mencapai 548,9 mm dengan jumlah hari hujan 27 dan terendah pada buan Agustus, yaitu 79,3 mm dengan jumlah hari hujan 31.

21 Tabel 3 Keadaan cuaca di Kabupaten Bogor tahun 2012

Bulan Temperatur (

0 C)

Rata-rata Maximum Minimum

Januari 25,1 32,6 21,6 Februari 25,6 33,4 21 Maret 26 34 21 April 26 34 21,8 Mei 26,1 34 21 Juni 26,2 33,8 20,6 Juli 25,8 34 19,4 Agustus 25,8 34,6 19,6 September 26 34,8 19 Oktober 26,3 35,4 21 Nopember 25,8 33,5 21,8 Desember 26 33 21,4

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2013

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 5.077.210 jiwa, persebaran penduduk pada masing-masing kecamatan terlihat pada Tabel 4. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 19 jiwa/ha, dengan kepadatan penduduk tertinggi sebesar 98 jiwa/ha berada di Kecamatan Ciomas dan kepadatan terendah sebesar 4 jiwa/ha berada di Kecamatan Tanjungsari. Jumlah pencari kerja terbanyak di Kabupaten Bogor adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA/setaranya diikuti dengan tingkat pendidikan Sarjana.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012

No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Proporsi(%)

1 Nanggung 85.996 1,69 2 Leuwiliang 117.240 2,31 3 Leuwisadeng 72.830 1,43 4 Pamijahan 137.831 2,71 5 Cibungbulang 129.187 2,54 6 Ciampea 152.692 3,01 7 Tenjolaya 56.747 1,12 8 Dramaga 104.825 2,06 9 Ciomas 159.432 3,14 10 Tamansari 96.658 1,90 11 Cijeruk 82.192 1,62 12 Cigombong 93.550 1,84 13 Caringin 118.841 2,34 14 Ciawi 108.216 2,13 15 Cisarua 117.372 2,31 16 Megamendung 101.076 1,99 17 Sukaraja 184.074 3,63 18 Babakan Madang 110.093 2,17 19 Sukamakmur 76.915 1,51 20 Cariu 46.707 0,92 21 Tanjungsari 51.171 1,01 22 Jonggol 130.034 2,56

22

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012 (Lanjutan)

No Kecamatan Jumlah Penduduk Proporsi

23 Cileungsi 274.671 5,41 24 Kelapa Nunggal 103.021 2,03 25 Gunung Putri 349.137 6.88 26 Citeureup 209.789 4.13 27 Cibinong 356.454 7.02 28 Bojong Gede 264.331 5.21 29 Tajur Halang 105.250 2.07 30 Kemang 98.648 1.94 31 Ranca Bungur 51.855 1.02 32 Parung 121.910 2.40 33 Ciseeng 103.772 2.04 34 Gunung Sindur 111.771 2.20 35 Rumpin 133.925 2.64 36 Cigudeg 121.194 2.39 37 Sukajaya 56.992 1.12 38 Jasinga 95.268 1.88 39 Tenjo 68.475 1.35 40 Parung Panjang 117.068 2.31 Total 5,077,210 100.00

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2013

Peningkatan sumber daya manusia dan kesejahteraan penduduk Kabupaten Bogor dapat diciptakan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Fasilitas yang terkait dengan pendidikan, kesehatan, ibadah, dan sosial budaya merupakan sarana utama yang harus selalu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain fasilitas, program-program terkait dengan pendidikan dan kesehatan yang disusun dan dicanangkan oleh pemerintah sangat membantu dalam menciptakan kesejateraan yang lebih baik.

Kabupaten Bogor termasuk daerah potensi pertanian. Pengembangan industrinya perlu diarahkan ke arah agroindustri agar keseimbangan pembangunan industri dan pertanian dapat berjalan secara mantap. Data yang disajikan untuk sektor industri ini adalah industri dengan kategori industri menengah besar dan industri menengah kecil. Pada tahun 2012 jumlah industri menengah besar di Kabupaten Bogor sebanyak 1.003 perusahaan dengan 89.778 orang tenaga yang terserap dan industri menengah kecil sebanyak 1.742 perusahaan dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 21.172 orang.

Sarana perdagangan yang terdapat di Kabupaten Bogor cukup memadai dan lengkap. Sebanyak 490 mini market hampir tersebar di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Nanggung, Sukamakmur dan Sukajaya. Sedangkan pasar modern (11 buah), pasar tradisional (24 buah), pasar desa (41 buah), dan pertokoan (901 buah) hanya terdapat di beberapa kecamatan saja.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar 10.994.066,14 juta rupiah, dan tanpa migas sebesar 95.905.597,38 juta rupiah. Atas dasar harga konstan PDRB sebesar 36.530.743,49 juta rupiah.

23 Struktur perekonomian Kabupaten Bogor yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 2012 dicapai oleh sektor industri pengolahan, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor bangunan; masing-masing sebesar 59,59 persen, 19,34 persen, dan 4,26 persen. Sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan hanya sebesar 3,74 persen dan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1,42 persen.

Karakteristik Penutupan Lahan dan Pertanian

Karakteristik penutupan lahan tahun 1999

Pada tahun 1999, penutupan lahan di Kabupaten Bogor masih didominasi oleh lahan tidak terbangun, berupa hutan, sawah, tegalan, kebun campuran, dan lahan kosong/semak. Lahan terbangun yang tampak secara masif hanya memusat di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan depok, yaitu Kecamatan Cibinong, Gunung Putri dan Cileungsi. Penutupan lahan terluas saat itu adalah hutan. Lebih jelas, persebaran penutupan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1999 terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1999

Karakteristik penutupan lahan tahun 2006

Pada tahun 2006, penutupan lahan di Kabupaten Bogor yang mengalami peningkatan luas secara signifikan terlihat pada penutupan lahan jenis lahan terbangun. Peningkatan tersebut terjadi terutama pada kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Tangerang.

24

Sebaliknya, hutan menjadi penutupan lahan yang mengalami penurunan luas. Terlihat jelas bahwa dalam rentang waktu tahun 1999 hingga 2006 banyak terjadi pembukaan lahan hutan menjadi lahan yang dapat diproduksi, seperti kebun campuran, tegalan dan sawah. Penutupan lahan tersebut terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2006

Karakteristik penutupan lahan tahun 2014

Berdasarkan Gambar 9, terlihat penutupan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 2014 memiliki lahan terbuka yang cukup luas, yaitu sekitar 80 persen dari total luas Kabupaten Bogor (Tabel 5). Lahan terbuka ini terdiri dari hutan, kebun campuran, sawah, tegalan, semak, rumput/tanah kosong, dan tubuh air. Lahan terbuka tersebut didominasi oleh kebun campuran dan hutan. Beberapa lahan terbuka yang ada di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 10.

25

Gambar 9 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014

Gambar 10 Lahan terbuka berupa sawah, kebun, dan lahan kosong yang ada di Kabupaten Bogor

26

Dengan luasnya lahan terbuka yang ada, khususnya kebun, hutan, dan sawah, potensi untuk pengembangan pertanian di wilayah Kabupaten Bogor ini masih sangat tinggi. Namun, tekanan pembangunan yang sangat besar yang berasal dari wilayah-wilayah sekitarnya, khususnya DKI Jakarta, dan penambahan penduduk yang sangat cepat dikhawatirkan dapat mengancam lahan terbuka yang ada saat ini.

Tabel 5 Luas area penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014 Tutupan Lahan Luas (km2) Proporsi (%)

Badan Air 40,28 1,75 Bangunan 218,69 9,50 Hutan 655,37 28,47 Kebun Campuran 772,99 33,58 Rumput/Tanah Kosong 143,41 6,23 Sawah 78,04 3,39 Sawah Kering 105,43 4,58 Semak 129,14 5,61 Tegalan/Ladang 158,60 6,89 Jumlah 2.301,95 100 Pertanian

Pembahasan sebelumnya memberikan gambaran potensi pertanian secara luasan lahan. Meskipun tidak signifikan secara ekonomi, sektor pertanian bukanlah sektor yang dapat diabaikan begitu saja. Pelaksanaan pembangunan pertanian pada tahun 2012 diarahkan untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM) dan teknologi tepat guna secara optimal dan sekaligus mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan petani yang pada akhrinya memeratakan pembangunan pedesaan dalam rangka memakmurkan masyarakat secara menyeluruh. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan usaha-usaha penyuluhan untuk melaksanakan intensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi. Berdasarkan data Kabupaten dalam Angka Tahun 2013, luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 ha atau 18 persen dari total luas wilayah Kabupaten Bogor. Sebesar 85 persen dari sawah tersebut ditanami padi. Tiga kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki area sawah terluas berturut-turut adalah Jonggol, Pamijahan, dan Sukamakmur.

Penurunan luas lahan panen dari tahun 2011 hingga 2012 sebesar 0,14 persen, tidak membuat produksi padi sawah dan padi ladang turun. Peningkatan produksi padi sawah dan padi ladang terjadi di Kabupaten Bogor, yaitu sekitar 4,25 persen. Selain tanaman padi, tersebar juga berbagai jenis tanaman palawija, yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan talas. Untuk tanaman palawija, produksi terbanyak adalah tanaman ubi kayu dan ubi jalar dengan masing-masing produksi sebanyak 159.670 ton dan 56.255 ton. Beberapa kecamatan menghasilkan tanaman ubi kayu tertinggi adalah Cibungbulang, Sukaraja, Babakan Madang, dan Sukamakmur. Sedangkan kecamatan tertinggi yang menghasilkan tanaman ubi jalar adalah Cibungbulang.

Produksi tanaman sayuran di wilayah Kabupaten Bogor bagian barat lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian timur. Produksi tertinggi komoditas tanaman hortikultur adalah jamur sayuran diikuti dengan kangkung, bayam, dan

27 kacang panjang. Komoditas jamur sayuran, kangkungan dan bayam paling banyak dihasilkan di Kecamatan Kemang. Tanaman buah-buahan yang tersebar merata di semua kecamatan adalah tanaman buah pisang, yaitu di Kecamatan Sukajaya. Produksi tertinggi buah-buahan di Kabupaten Bogor adalah buah Rambutan yang tersebar di 35 kecamatan, produksi tertingginya di Kecamatan Cileungsi dan Gunung Sindur.

Luas tanaman perkebunan rakyat untuk beberapa jenis tanaman umumnya tidak mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun. Produksi perkebunan yang paling dominan di Kabupaten Bogor adalah kelapa (16.208,40 ton) dan kopi (9.694,43 ton). Produksi kelapa tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Ciampea dan Leuwiliang, sedangkan produksi kopi hanya terdapat di 35 kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Jonggol.

Produksi komoditi peternakan di Kabupaten Bogor tertinggi adalah ayam ras pedaging sekitar 81 persen dari keseluruhan produksi peternakan yang ada. Komoditi ayam ras pedaing ini tersebar di 35 kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Pamijahan dan Gunung Sindur. Komoditi sapi lokal sebesar 5 persen juga tersebar di semua kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Cibinong.

Kabupaten Bogor tidak memiliki perikanan laut, hanya ada perikanan darat. Produksi perikanan daratnya didominasi oleh tempat usaha kolam air tenang dengan produksi 68.366,81 ton, sedangkan dari jenis komoditi didominasi oleh ikan lele, mas dan nila dengan produksi masing-masing sebesar 47.733,14 ton dan 5.762,43 ton yang berada di Kecamatan Ciseeng. Produksi terendahnya adalah komoditi ikan tambakan dengan jumlah produksi 26,57 ton.

Meskipun secara struktur ekonomi didominasi oleh industri pengolahan dan tersier (perdagangan, hotal, dan restoran), luas lahan pertanian di Kabupaten Bogor relatif masih luas. Dapat dikatakan bahwa terdapat potensi pertanian dan pengembangan industri juga perlu diarahkan pada agroindustri sehingga keseimbangan pembangunan industri dan pertanian dapat berjalan secara lebih baik.

Tipologi Wilayah yang Mengalami Urbanisasi

Secara keseluruhan, Kabupaten Bogor dapat dikatakan sebagai wilayah periurban dalam konstelasi mega-city Jabodetabek. Untuk memberikan pendalaman yang lebih baik terhadap tipologi periurban (maupun rural/ perdesaan) diperlukan analisis tipologi wilayah. Setiap tipologi dapat secara langsung dan tidak langsung terkait dengan jenis dan upaya pengembangan pertanian yang berbeda.

Zasada et al. (2013) mengklasifikasikan tipe wilayah menjadi enam, yaitu Urban_1 (U_1), Urban_2 (U_2), Peri-Urban_1 (PU_1), Peri-Urban_2 (PU_2), Rural_1 (R_1), dan Rural_2 (R-2). Pengklasifikasian tersebut berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan masing-masing wilayah. Dengan pengklasifikasian ini, diharapkan dapat diketahui tipologi masing-masing wilayah di Kabupaten Bogor dengan unit kecamatan.

28

Gambar 11 Peta tipologi rural-urban di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Gambar 11, Kabupaten Bogor terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu PU_1, PU_2, dan R_1. Dari 40 kecamatan, sebanyak 1 kecamatan termasuk ke dalam klasifikasi R_1, yaitu berupa area perdesaan dengan kepadatan penduduk tinggi. Sebanyak 5 kecamatan termasuk ke dalam klasifikasi PU_2, yaitu area periurban dengan kepadatan penduduk rendah. Tiga puluh empat kecamatan termasuk ke dalam klasifikasi PU_1, yaitu area periurban dengan kepadatan penduduk tinggi. Hal ini memberikan arti bahwa secara umum, tingkat perkotaan di wilayah periurban Kabupaten Bagor relatif tinggi, ancaman terhadap konversi lahan pertanian juga lebih besar. Secara rinci, pengkasifikasian masing-masing kecamatan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Tipologi per Kecamatan menurut Zasada et al. (2013) Tipologi

Wilayah

Kecamatan

PU_1 Babakan Madang, Bojong Gede, Caringin, Ciampea, Ciawi, Cibinong, Cibungbulang, Cigombong, Cigudeg, Cijeruk, Cileungsi, Ciomas, Cisarua, Ciseeng, Citeureup, Dramaga, Gunung Putri, Gunungsindur, Jonggol, Kelapa Nunggal, Kemang, Leuwiliang, Leuwisadeng, Mega Mendung, Pamijahan, Parung, Parungpanjang, Ranca Bungur, Rumpin, Sukaraja, Tajur Halang, Tamansari, Tenjo, dan Tenjolaya

PU_2 Cariu, Jasinga, Nanggung, Sukajaya, dan Sukamakmur R_1 Tanjung Sari

29 Data yang diolah dalam mengkarakterisasikan tipologi wilayah hanya menggunakan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2012 (BPS, 2013), sedangkan data penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2014 digunakan sebagai acuan dalam pembahasan karakterisasi masing-masing klasifikasi.

Berdasarkan klasifikasi Zasada et al. (2013), dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor didominasi oleh tipe klasifikasi PU_1, dengan penutupan lahan dominan berupa lahan terbangun dan kebun campuran. Proporsi lahan terbangun terbesar terdapat di Kecamatan Gunung Putri, yaitu 71,99 persen dari luas wilayah kecamatan. Beberapa kecamatan memiliki proporsi lahan terbangun di atas 40 persen dari luas wilayah kecamatan terdapat pada kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi. Pada kecamatan-kecamatan tersebut lahan pertanian yang masih ada menempati sekitar 20 persen dari luas wilayah kecamatan.

Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada tahun 1989 hingga 2013 pun membuktikan bahwa lahan terbangun mengalami peningkatan yang sangat besar. Lahan yang paling banyak berubah dari tahun 1989 hingga 2013 di Kabupaten Bogor adalah lahan pertanian, baik lahan pertanian basah (sawah) maupun lahan pertanian kering (kebun dan tegalan) dengan total perubahan menjadi lahan terbangun sebesar 47.953 ha atau 16,04 persen dari total luas wilayah (Fajarini, 2014).

Fenomena yang terjadi di Kabupaten Bogor merupakan fenomena umum yang terjadi, khususnya di wilayah perkotaan besar dan metropolitan. Periurbanisasi adalah suatu fenomena yang semakin berkembang dalam beberapa dekade dan terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang dan ekonomi transisi Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Peri-urbanisasi merupakan suatu proses semakin meng-kota-nya wilayah pinggiran (periurban). Periurbanisasi ditandai dengan hilangnya aspek ‘perdesaan’ (seperti hilangnya lahan yang subur dan berkurangnya lahan pertanian dan lanskap alami) serta masih rendahnya atribut ‘perkotaan’ (seperti rendahnya kepadatan, kurangnya aksesibilitas, dan kurangnya infrastruktur dan jasa layanan). Hal tersebut merepresentasikan munculnya era kehidupan baru di pinggiran kota dan menciptakan karakter wilayah tertentu yang unik. Bahkan, McGee (1991) memberikan definsi ‘desakota’ untuk menggambarkan wilayah periurban di Asia yang unik. Pada wilayah desakota, karakter dan sistem perdesaan dan perkotaan saling bercampur-baur. Dalam beberapa kasus, urbanisasi dipertimbangkan sebagai hasil perubahan yang disebabkan oleh urban drivers (Lardon et al. 2010).

Lardon et al. (2010) mengkonsepkan bahwa dari perpektif agronomi, periurbanisasi merupakan suatu proses sprawl, yakni terjadi re-organisasi spasial dan model pengembangan/pembangunan area pertanian, baik di dalam dan sekitar kota, yang menciptakan konfigurasi spasial baru yang disertai pembentukan pemerintahan, stakeholder, dan semacamnya. Lardon et al. (2010) juga mempertimbangkan area periurban sebagai daerah hinge dan pertanian sebagai sumber daya teritorial. Daerah hinge merupakan zona interface antara beberapa teritori yang belum banyak dijamah untuk diteliti. Daerah hinge memiliki beberapa manfaat sebagai daerah penanda, titik konvergensi dalam mendukung pertukaran, sebagai daerah yang memiliki sumber daya spesifik, sebagai

30

perbatasan maju dengan dinamika yang kuat dan batasan wilayah untuk preservasi area terlindung.

Sebenarnya, keadaan penutupan lahan masing-masing kecamatan di Kabupaten Bogor tidak dapat dikatakan serupa satu sama lain. Keadaan jenis penutupan lahan pada masing-masing kecamatan sangat bervariasi, salah satu contohnya adalah lahan terbangun Terdapat kecamatan yang memiliki lahan terbangun di bawah 10 persen dari total luas wilayah kecamatan dan ada kecamatan yang memiliki lahan terbangun sebesar 70 persen dari total luas wilayah kecamatan. Begitupun untuk jenis penutupan lahan lainnya sehingga untuk beberapa kecamatan tertentu, sangat memungkinkan jika ada tipologi wilayahnya yang dapat disebut sebagai rural maupun urban.

Hidup manusia perlu memahami hukum-hukum dari alam. Pemahaman mengenai ekosistem seperti ini mempunyai implikasi terhadap perencanaan lanskap, termasuk kaitannya dengan lanskap pertanian perkotaan dan periurban. Odum (1969) membagi karakter ekosistem menjadi dua, yaitu muda (young) dan matang (mature). Ekosistem matang merupakan karakter yang diharapkan terjadi, khususnya dari perspektif environmentalist. Lanskap berkarakter muda dipersepsikan sebagai kondisi dimana manusia melihat suatu lanskap sebagai ruang produksi (ekonomi) dengan sedikit perhatian terhadap keseluruhan ekosistem. Sebagai ilustrasinya adalah bagaimana pertanian perlu dilihat sebagai satu kesatuan ekologi, bukan hanya sebagai lahan yang menghasilkan pangan semata.

Dalam konteks lingkungan perkotaan dan industri yang lebih kompleks, diperlukan penyesuaian-penyesuaian dalam fungsi ekosistem yang tetap mempertimbangkan unsur keseimbangan, khususnya antara pertukaran energi dan material lainnya. Untuk dapat mempertahankan keseimbangan fungsi ekosistem dan lanskap, diperlokan zonasi yang ketat, meskipun polusi dan tekanan penduduk menjadi ancaman yang serius. Zonasi ini tidak dimaksudkan untuk menghambat pembangunan, tetapi merupakan investasi jangka panjang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Berdasarkan hal ini, model pembagian ekosistem berdasarkan fungsi secara kewilayahan dibagi menjadi 4, yaitu: lingkungan protektif (protective environment), lingkungan produktif (productive environment), lingkungan perkotaan-industri (urban-industrial environment), dan lingkungan kompromi (compromise environment) (Gambar 12)

Sumber: Odum, 1969

Gambar 12 Model pembagian ruang terkait kebutuhan minimum lingkungan hidup

31 Pembagian ruang ini pada dasarnya juga memiliki keterkaitan dengan pengembangan pertaniaan perkotaan dan periurban yang multi-fungsi. Pertanian tidak hanya dianggap sebagai aktivitas sosial ekonomi penyedia makanan, tetapi juga mempunyai fungsi lingkungan yang perlu dijaga dalam unit ekologis tertentu.

Melihat fenomena yang terjadi di Kabupaten Bogor, khususnya jika dilihat dari perubahan penutupan lahan dan kepadatan penduduk saat ini, dapat dikatakan bahwa aspek ‘perdesaan’ Kabupaten Bogor sedang mengalami proses untuk mulai menghilang. Namun, atribut perkotaan masih belum muncul, karena masih dicirikan oleh rendahnya kepadatan penduduk, kurangnya aksesibilitas pada beberapa wilayah, dan masih rendahnya perkembangan infrastruktur dan jasa layanan lainnya jika dibandingkan dengan kota dan kabupaten sekitarnya. Fenomena tersebut sesuai dengan beberapa prinsip utama konsep periurban dari Lardon et al. (2010). Tanpa mengesampingkan keberagam lanskap fisik dan sosial-ekonomi yang ada, secara umum tipologi Kabupaten Bogor saat ini dapat disimpulkan sebagai wilayah periurban.

Analisis Dinamika Perubahan Lahan Pertanian dan Kesesuaiannya terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena yang merefleksikan proses pembangunan secara ekstensif, terlebih di wilayah perkotaan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah perkotaan ini secara umum dalam bentuk perubahan dari lahan tidak terbangun (hutan, sawah, ladang, padang rumput hingga badan air) menjadi terbangun. Fenomena ini merupakan kejadian umum yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang menjadi lebih penting adalah mengetahui pola-pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi.

Tutupan lahan di Kabupaten Bogor dari tahun 1999, 2006, dan 2014 mengalami perubahan yang cukup dinamis. Peningkatan lahan terbangun secara signifikan terjadi antara tahun 1999 dan 2006. Peningkatan lahan terbangun pada periode ini merupakan sumbangsih dari berkurangnya lahan hutan dan badan air. Perubahan penutupan lahan tiga tahun pengamatan di Kabupaten Bogor secara spasial disajikan pada Gambar 13, sedangkan dinamika perubahan penutupan lahan di Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 14.

32

Gambar 13 Klasifikasi Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1999, 2006, dan 2014

.

Gambar 14 Dinamika perubahan penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1999—2014

Berkurangnya luas lahan hutan pada tahun 1999—2006 tampak sangat signifikan dan tidak hanya akibat dari meningkatnya lahan terbangun, tetapi juga karena adanya peningkatan luas kebun campuran, sawah, dan tegalan. Rentang tahun ini merupakan rentang yang paling banyak mengalami perubahan, khususnya dalam peningkatan lahan terbangun. Hal tersebut diduga terkait implikasi dari krisis finansial 1997—1998 yang terjadi setahun sebelumnya. Krisis ini menyebabkan suatu kondisi semakin sulitnya ekonomi sebagian besar

0! 200! 400! 600! 800! 1000! 1200! 1400! Badan!Air! Lahan! Terbangun! Hutan! Kebun! Campuran! Lahan! Kosong/! Semak! Sawah! Tegalan/! Ladang! Luas%(km 2)% Penutupan%Lahan% 1999! 2006! 2014!

33 masyarakat, baik disebabkan oleh PHK, semakin mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, maupun menurunnya daya beli. Sebagai konsekuensinya, beberapa pihak melakukan penjualan properti secara besar-besaran baik dalam bentuk bangunan maupun lahan terbuka berupa sawah, kebun, tegalan, hutan, bahkan lahan kosong. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ilham et al. (2005) yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada saat krisis menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Krisis ekonomi ini juga membuat sebagian orang kembali ke pekerjaan ‘perdesaan’

Dokumen terkait