• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah Kota Binjai yang secara langsung menangani kasus kekerasan yang terjadi di Kota Binjai dan sekitarnya. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe B yang beralamat di Jl. Sultan Hasanuddin No. 9, Kartini, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini merupakan hasil penelitan yang dikumpulkan dari data sekunder berupa data Visum et Repertum (VeR) pasien korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sejak 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019. Sampel penelitian diambil secara keseluruhan dari data (total sampling) pasien selama periode tahun 2019. Terdapat sebanyak 141 data VeR pasien korban kekerasan yang memenuhi kriteria penelitian, yakni korban hidup dan mengalami trauma mekanik, dari semua jenis VeR korban hidup yang dimintakan di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai, yaitu sebanyak 162 VeR. Data tersebut kemudian dianalisis dalam bentuk univariat untuk melihat distribusi frekuensi pasien korban kekerasan orang hidup berdasarkan variabel independen penelitian. Variabel independen ini merupakan variabel yang menggambarkan karakteristik dari pasien korban hidup akibat kekerasan yang mencakup trauma mekanik, yang terdiri dari trauma benda tumpul, trauma benda tajam, dan trauma tembak.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Mekanik

Trauma Benda Tumpul 134 95,0

Trauma Benda Tajam 1 0,7

Trauma Tembak 0 0 kelompok trauma yang paling banyak jumlahnya, yaitu trauma benda tumpul sebanyak 134 kasus (95%), dibandingkan dengan trauma benda tajam sebanyak 1 kasus (0,7%) dan trauma tembak sebanyak 0 kasus (0%) alias tidak ditemukan kasus sama sekali. Dalam sampel penelitian ini juga dijumpai adanya kombinasi trauma mekanik, yakni ditemukannya lebih dari satu jenis trauma mekanik dalam satu kasus kekerasan, berupa gabungan antara trauma benda tumpul dan trauma benda tajam, sebanyak 6 kasus (4,3%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jefryanto dkk. (2015) yang memperlihatkan bahwa jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh korban hidup kasus perlukaan adalah jenis kekerasan tumpul yaitu sebanyak 150 VeR (94,9%) dari 158 VeR. Sama halnya dengan penelitian Intan Rosaline Simangungsong dkk. (2015) menunjukkan bahwa kasus tertinggi berdasarkan jenis kekerasan yang terdapat pada seluruh data VeR yaitu jenis kekerasan tumpul sebanyak 72 korban (92,3%) dari 78 orang. Sedangkan dari hasil penelitian Wilda Septi Pratiwi dkk. (2015) menunjukkan hasil yang sama dimana jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh korban hidup kasus perlukaan adalah jenis kekerasan tumpul yaitu sebanyak 137 VeR (88,9%) dari 154 VeR.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jessica E. Kelwulan dkk.

(2020) yang mendapatkan sebanyak 39 kasus kekerasan mekanik yang dimintakan VeR di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode Januari – Juli 2019, dari keseluruhan kasus yang paling banyak terjadi ialah kekerasan tajam dengan jumlah 24 kasus (61,5%), kekerasan tumpul 15 kasus (38,5%), dan tidak ada kasus kekerasan senjata api (0%). Hasil ini dikuti dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadlan Tri Ramadhan dkk. (2015) di RSUD Dr. R. M. Pratomo Bagansiapiapi yang

mendapatkan paling banyak kekerasan tajam dengan jumlah kasus sebanyak 28 kasus (58,3%).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kombinasi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Mekanik

Sebelumnya pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 141 sampel penelitian terdapat adanya kombinasi trauma mekanik, berupa gabungan antara trauma benda tumpul dan trauma benda tajam, yaitu sebanyak 6 kasus (4,3%) dari 141 kasus trauma mekanik. Kemudian pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 6 sampel penelitian dalam variabel kombinasi trauma mekanik, terdapat kelompok gabungan luka yang masing-masing memiliki sebanyak 1 kasus (16,7%) yaitu gabungan luka lecet-luka tusuk, lalu gabungan luka memar-luka tusuk, kemudian gabungan luka memar-luka iris, lalu gabungan luka memar-luka robek-luka iris, kemudian gabungan luka memar-luka lecet-luka tusuk, dan terakhir terdapat gabungan luka memar-luka lecet-luka robek-luka iris-luka bacok.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi trauma benda tumpul korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Benda Tumpul

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 134 sampel penelitian dalam variabel trauma benda tumpul terdapat kelompok kombinasi trauma benda tumpul yang paling banyak jumlahnya dari semua jenis trauma benda tumpul, yaitu sebanyak 66 kasus (49,3%), dibandingkan dengan luka memar (contusion wound) sebanyak 42 kasus (31,3%), kemudian luka lecet (abrasion wound) sebanyak 21 kasus (15,7%) dan luka robek (laceration wound) sebanyak 5 kasus (3,7%). Hasil ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emmanuela R. Molenaar dkk. (2015) yang memperlihatkan bahwa luka memar menjadi yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang ditangani oleh RS Bhayangkara Manado dengan angka kejadian sebesar 69,86%. Sama halnya dengan penelitian Raja Al Fath Widya Iswara dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa luka memar menjadi luka yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan terhadap anak (KtA) yaitu sebanyak 14 kasus (39%) dibandingkan dengan luka lecet sebanyak 12 kasus (34%), lalu luka robek sebanyak 6 kasus (17%) dan lain-lain sebanyak 4 kasus (10%). Sebaliknya dalam penelitian yang sama, luka lecet menjadi luka yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) yaitu sebanyak 72 kasus (44%), diikuti dengan luka memar sebanyak 69 kasus (43%), kemudian luka robek sebanyak 13 kasus (7%), dan lain-lain 8 kasus (6%).

Kombinasi trauma benda tumpul merupakan gabungan antara lebih dari satu jenis trauma benda tumpul dalam satu kasus kekerasan. Tabel distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tumpul tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tumpul korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Benda Tumpul

Luka Memar-Luka Lecet-Luka Robek 8 12,1

Luka Memar-Luka Lecet 49 74,2

Luka Memar-Luka Robek 6 9,1

Luka Lecet-Luka Robek 3 4,5

Jumlah 66 100,0

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 66 sampel penelitian dalam variabel kombinasi trauma benda tumpul terdapat kelompok gabungan luka memar-luka lecet yang paling banyak jumlahnya dari semua kombinasi trauma benda tumpul lainnya, yaitu sebanyak 49 kasus (74,2%), disusul dengan kelompok gabungan luka memar-luka luka lecet-luka robek yaitu sebanyak 8 kasus (12,1%), lalu diikuti dengan kelompok gabungan luka memar-luka robek yaitu sebanyak 6 kasus (9,1%), dan terakhir dengan kelompok gabungan luka lecet-luka robek yaitu sebanyak 3 kasus (4,5%).

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi trauma benda tajam korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Benda Tajam

Luka Iris (Incised) 0 0

Luka Tusuk (Stab) 0 0

Luka Bacok (Chop) 0 0

Kombinasi Trauma 1 100,0

Jumlah 1 100,0

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tajam korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Benda Tajam

Luka Iris-Luka Bacok 1 100,0

Jumlah 1 100,0

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dalam variabel trauma benda tajam hanya terdapat 1 kasus trauma benda tajam, yakni kombinasi trauma benda tajam, yaitu ditemukannya lebih dari satu jenis trauma benda tajam dalam satu kasus kekerasan.

Kemudian pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kombinasi trauma benda tajam yang ditemukan berupa gabungan luka iris (incised wound) dan luka bacok (chop wound).

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kombinasi trauma tembak korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Tembak

Luka Masuk (Enterance) 0 0

Luka Keluar (Exit) 0 0

Jumlah 0 0

Dari keseluruhan data yang diperoleh selama periode Januari hingga Desember 2019, pada tabel 4.7, tidak terdapat kasus yang masuk dengan luka tembak akibat senjata api, baik luka tembak masuk (enterance wound) maupun luka tembak keluar (exit wound). Hal ini mungkin disebabkan karena perdagangan senjata api di Indonesia tidak seluas dan semudah masyarakat di negara lain. Oleh karena itu, hanya orang-orang tertentu memiliki izin dari pihak kepolisian untuk menggunakan senjata api (Kelwulan et al., 2020).

BAB V

Dokumen terkait