• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI TRAUMA MEKANIK PADA KORBAN HIDUP DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREVALENSI TRAUMA MEKANIK PADA KORBAN HIDUP DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI TRAUMA MEKANIK PADA KORBAN HIDUP DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh:

Timothy Gershon Situmorang 170100112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

PREVALENSI TRAUMA MEKANIK PADA KORBAN HIDUP DI RSUD DR. R.M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Timothy Gershon Situmorang 170100112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan selesainya penulisan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Prevalensi Trauma Mekanik Pada Korban Hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai Tahun 2019” yang merupakan salah satu syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran pada Program Studi Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam proses penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaannya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya.

2. dr. Agustinus Sitepu, M.Ked(For), Sp.F selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membantu penulis, meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing penulis mulai dari awal penyusunan penelitian hingga terselesaikannya laporan penelitian ini.

3. dr. Asan Petrus, M.Ked(For), Sp.F dan Dr. dr. T. Ibnu Alferally, M.Ked(PA), Sp.PA, D.Bioeth selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat membangun dan membantu penulis untuk mendapatkan hasil terbaik pada penelitian ini.

4. Dr. dr. Letta Sari Lintang, M.Ked(OG), Sp.OG(K) selaku dosen penasihat akademik penulis dan seluruh staf pengajar FK USU yang telah banyak memberikan bimbingannya dan pembelajaran kepada penulis selama perkuliahan hingga terselesainya masa studi penulis.

5. Instalansi Forensik RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data penelitian ini.

6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Geovani Situmorang dan Ibunda Emmy Aritonang atas cinta, kasih sayang, doa dan dukungannya sehingga bisa

(5)

mengantarkan penulis sampai pada titik ini. Terimakasih juga kepada abang dan adik yang penulis sayangi, Friedrich Rabin Situmorang dan Hillary Christine Situmorang atas perhatian dan dukungannya selama ini kepada penulis sehingga penulis dapat tetap semangat untuk menjalankan perkuliahan dan menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan tepat waktu.

7. Sahabat-sahabat penulis khususnya Habib Atala, Maryori Eklesia, Dio Andara, Sandra Gabriel, M. Reza, Sanian Inama, dan Lionel Sirait yang dengan tulus memberi dukungan, motivasi serta semangat kepada penulis selama proses penyusunan penelitian.

8. Adik-adik terkasih, Michael Christian, Debora Luana, Joshua Siregar, Nidya Age, Bastian Sibagariang, Regina Christye, Steven Chainiago, dan Putri Sharon yang dengan tulus memberi semangat dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh sahabat dan sejawat FK USU, terkhususnya angkatan 2017 yang senantiasa menemani dan menyemangati penulis selama proses penelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah skripsi ini penulis selesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik lagi kedepannya. Dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis maupun orang lain khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran.

Medan, 15 Desember 2020 Penulis,

Timothy Gershon Situmorang

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel... vi

Daftar Gambar... vii

Daftar Singkatan ... viii

Daftar Lampiran... ix

Abstrak... x

Abstract... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum... 3

1.3.2 Tujuan Khusus... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Definisi Trauma... 5

2.2. Definisi Trauma Mekanik... 6

2.2.1. Trauma Benda Tumpul ... 6

2.2.1.1. Luka Memar (Contusion Wound) ... 7

2.2.1.2.Luka Lecet (Abrasion Wound) ... 10

2.2.1.3. Luka Robek (Laceration Wound) ... 15

2.2.2. Trauma Benda Tajam ... 16

2.2.2.1. Luka Iris (Incised Wound)... 17

2.2.2.2. Luka Tusuk (Stab Wound)... 18

2.2.2.3. Luka Bacok (Chop Wound)... 20

2.2.3. Trauma Tembak... 21

(7)

2.2.3.1. Luka Tembak Masuk (Enterance Wound)... 21

2.2.3.2. Luka Tembak Keluar (Exit Wound)... 24

2.4. Kerangka Teori... 26

2.5. Kerangka Konsep...,.... 27

BAB III. METODE PENELITIAN... 28

3.1. Rancangan Penelitian... 28

3.2. Lokasi Penelitian... 28

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data... 29

3.5. Definisi Operasional... 29

3.6. Metode Analisis Data... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38

5.1. Kesimpulan... 38

5.2. Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN... 43

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Perubahan warna pada luka memar... 8 2.2. Perbedaan memar antemortem dan postmortem... 10 2.3. Perbedaan antara Antemortem dan Postmortem Abrasion.. 10 2.4. Waktu terjadinya luka lecet... 14 3.1. Definisi Operasional... 30 4.1. Distribusi frekuensi trauma mekanik korban kekerasan

orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada

tahun 2019... 32 4.2. Distribusi frekuensi kombinasi trauma mekanik korban

hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun

2019... 34 4.3. Distribusi frekuensi trauma benda tumpul korban hidup

di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun

2019... 35 4.4. Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tumpul

korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

pada tahun 2019... 36 4.5. Distribusi frekuensi trauma benda tajam korban hidup

di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun

2019... 36 4.6. Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tajam

korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

pada tahun 2019... 37 4.6. Distribusi frekuensi kombinasi trauma tembak korban

hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun

2019... 37

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Trauma... 5

2.2. Klasifikasi Trauma Mekanik... 6

2.3. Luka memar (contusion)... 8

2.4. Goresan (scratch abrasion)... 11

2.5. Graze abrasion... 12

2.6 Luka bakar tali... 12

2.7. Jenis lecet: Lecet tekanan... 13

2.8. Jenis abrasi: abrasi tapak jejak / benturan tanda... 14

2.9. Karateristik luka robek (laceration)... 16

2.10. Laserasi pada kulit kepala... 16

2.11. Luka iris (incised wound)... 18

2.12. Klasifikasi luka tusuk... 19

2.13. Luka tusuk (stab wound)... 20

2.14. Luka bacok (chop wound)... 21

2.15. Luka tembak masuk... 22

2.16. Luka tembak masuk yang tidak biasa (atipikal)... 22

2.17. Luka masuk berbentuk stellate... 23

2.18. Luka tembak keluar berbentuk celah... 24

2.19. Luka keluar berbentuk tidak beraturan... 25

2.20. Luka keluar berkecepatan tinggi... 25

2.21. Kerangka Teori... 26

2.22. Kerangka Konsep... 27

(10)

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KtA : Kekerasan Terhadap Anak

KtP : Kekerasan Terhadap Perempuan

Kemenkes : Kementrian Kesehatan

Polda : Kepolisian Daerah

Polres : Kepolisian Resor

RI : Republik Indonesia

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SPSS : Statistical Product and Service Solution

VeR : Visum et Repertum

VPA : Violence Prevention Alliance

WHO : World Health Organization

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A. Daftar Riwayat Hidup... 43

B. Lembar Pernyataan Orisinalitas... 44

C. Surat Persetujuan Komite Etik... 45

D. Surat Izin Penelitian... 46

E. Output SPSS... 47

(12)

ABSTRAK

Latar belakang: Kekerasan merupakan penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang atau komunitas yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan cedera/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Jumlah kejadian kejahatan terhadap fisik/badan di Indonesia cukup tinggi meskipun fluktuatif dengan kecenderungan menurun. Daerah yang memiliki jumlah kejadian kejahatan terhadap fisik/badan terbesar di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Dalam lingkup kabupaten/kota, jumlah kejadian kekerasan di Kota Binjai juga cukup tinggi meskipun fluktuatif. Jenis cedera di Indonesia didominasi oleh trauma mekanik, seperti luka akibat benda tumpul seperti luka lecet, luka memar, luka robek, dan luka akibat benda tajam. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi trauma mekanik pada korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019. Metode: Penelitian ini merupakan studi penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional retrospective, menggunakan data sekunder yang berasal dari data Visum et Repertum di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai tahun 2019. Sampel penelitian dipilih dengan metode total sampling dari seluruh data rekam Visum et Repertum yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil: Prevalensi kasus kekerasan dengan kriteria korban hidup dan mengalami trauma mekanik selama periode tersebut yaitu sebesar 87,0% dari semua jenis VeR korban hidup yang dimintakan. Trauma mekanik terbanyak adalah trauma benda tumpul (95,0%). Terdapat kombinasi trauma mekanik (4,3%).

Dalam kelompok trauma benda tumpul, luka yang paling banyak ditemukan ialah kombinasi trauma benda tumpul (46,8%) dan kombinasi yang paling banyak ditemukan berupa gabungan luka memar dan luka lecet (34,75%). Dalam kelompok trauma tajam, hanya terdapat 1 kasus trauma (0,007%), yakni kombinasi trauma benda tajam, berupa gabungan luka iris dan luka bacok. Dalam kelompok trauma tembak, tidak terdapat satu pun kasus (0%) dari semua jenis trauma tembak. Kesimpulan:

Penelitian deskriptif ini menggambarkan prevalensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019. Karateristik prevalensi yang terdapat pada pasien diantaranya, trauma mekanik, trauma benda tumpul, trauma benda tajam, trauma tembak, dan kombinasi dari beberapa trauma.

Kata kunci : Trauma mekanik, korban hidup.

(13)

ABSTRACT

Background: Violence is the intentional use of physical force or power, threatened or actual, against oneself, another person, or against a group or community, that either results in or has a high likelihood of resulting in injury, death, psychological harm, maldevelopment or deprivation.

The number of incidents of crimes on physical/bodily in Indonesia is quite high, although fluctuating with a downward trend. The region with the largest number of incidents of crimes on physical/bodily in Indonesia is North Sumatra Province. In the scope of the city/regency, the number of violent incidents in Binjai City is also quite high, although fluctuating. Types of injury in Indonesia are dominated by mechanical trauma, such as wounds caused by blunt objects such as abrasion wound, contusion wound, laceration wound, and wounds caused by sharp objects. Objective: This study aims to determine the prevalence of mechanical trauma of alive victims of violence in Dr. R.M.

Djoelham Regional Public Hospital Binjai in 2019. Method: This research is a descriptive research study with a cross sectional retrospective research design, using secondary data derived from Visum et Repertum data in Dr. R.M. Djoelham Regional Public Hospital Binjai in 2019. The research sample was selected using the total sampling method from all Visum et Repertum record data that met the research criteria. Results: Prevalence of cases of violence with some criterias such as alive victims who had mechanical trauma during that period was 87,0% of all of VeR of alive victims.

Most mechanical trauma were blunt force trauma (95,0%). There were the combination of mechanical trauma (4,3%). In the blunt force trauma group, the most common wounds were the combination of blunt force trauma (46,8%), and the most common of that combination were combination of contusion wounds and abrasion wounds (34,75%). In the sharp trauma group, there was only 1 trauma case (0,007%), that was the combination of sharp object trauma, which is a combination of incised wound and chop wound. In the gunshot trauma group, there was no trauma case (0%) of all types of gunshot trauma. Conclusion: This descriptive study illustrates the prevalence of mechanical trauma of alive victims in the Dr. R.M. Djoelham Regional Public Hospital Binjai 2019. Prevalence characteristics of patients include mechanical trauma, blunt force injury, sharp force injury, gunshot wound, and combination of several trauma.

Keywords: Mechanical trauma, alive victims.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan definisi kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang atau komunitas yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan cedera/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. WHO melalui Aliansi Pencegahan Kekerasan atau Violence Prevention Alliance (VPA) lebih lanjut membagi definisi umum kekerasan menjadi tiga sub-tipe berdasarkan hubungan korban-pelaku (WHO, 2014):

1. Kekerasan yang diarahkan oleh diri sendiri, dimana pelaku dan korban adalah individu yang sama dan dibagi lagi menjadi penganiayaan diri (self abuse) dan bunuh diri (suicide).

2. Kekerasan antar individu, dan dibagi menjadi kekerasan terhadap keluarga dan kekerasan terhadap masyarakat. Kategori yang pertama mencakup penganiayaan anak; kekerasan terhadap pasangan intim; dan pelecehan pada yang lebih tua (elder abuse), sementara yang terakhir dibagi menjadi kekerasan terhadap orang asing dan termasuk kekerasan remaja; kekerasan yang terkait dengan kejahatan harta benda; dan kekerasan di tempat kerja atau institusi lainnya.

3. Kekerasan kolektif, yang mengacu pada kekerasan yang dilakukan oleh kelompok individu yang lebih besar dan dapat dibagi lagi menjadi kekerasan sosial, politik dan ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode empat tahun terakhir, dalam rentang waktu tahun 2015-2018 jumlah kejadian kejahatan terhadap fisik/badan di Indonesia fluktuatif dengan kecenderungan menurun. Pada tahun 2015 tercatat ada 47.128 kejadian (tertinggi pada kurun waktu empat tahun

(15)

terakhir). Angka ini menurun pada tahun 2016 menjadi 46.702 kejadian, tahun 2017 menjadi 42.683 kejadian, dan turun kembali menjadi 39.567 kejadian pada tahun 2018. Kepolsian daerah (polda) yang memiliki jumlah kejadian kejahatan terhadap fisik/badan terbesar sepanjang tahun 2018 adalah Polda Sumatera Utara (5.240 kejadian), Polda Sulawesi Selatan (4.700 kejadian), dan Polda Sulawesi Utara sebanyak 2.375 kejadian. Polda dengan jumlah kejadian paling sedikit terdapat di Kalimantan Utara dan Kepulauan Bangka Belitung dengan jumlah kejadian masing-masing sebanyak 39 dan 96 kejadian (BPS, 2019).

Pada tingkat kota/kepolisian resor (polres), selama periode tahun 2015–2018, jumlah kejadian kekerasan di Kota Binjai juga fluktuatif. Pada tahun 2015 tercatat ada 137 kejadian, kemudian meningkat menjadi 155 kejadian pada tahun 2016, lalu menurun pada tahun 2017 dengan 126 kejadian, dan turun kembali menjadi 122 kejadian pada tahun 2018 (BPS Kota Binjai, 2019).

Dari hasil data Riskesdas di Indonesia tahun 2013, prevelensi jenis cedera di Indonesia didominasi oleh luka lecet/memar sebesar 70,9%. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah terkilir/teregang, ratarata di Indonesia sebesar 27,5%. Luka robek menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak dengan 23,2%. Kemudian diikuti dengan cedera patah tulang sebesar 5,8% dan cedera lainnya dengan 1,8%.

Prevelensi penyebab cedera karena jatuh sebesar 43%, karena benda tajam/tumpul dengan 7,9%, dan terbakar 0,4% (Kemenkes RI, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian Rieskariesha Kiswara dkk. (2015), yang menyatakan bahwa jenis kekerasan tumpul merupakan peristiwa terbanyak yang dimintakan VeR di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru yaitu sebanyak 125 kasus (83,3%).

Uraian latar belakang dan penelitian tentang prevalensi trauma mekanik pada korban kekerasan orang hidup membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi trauma mekanik pada korban kekerasan di Kota Binjai dan sekitarnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka peneliti membuat penelitian tentang prevalensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai tahun 2019.

(16)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah penentuan prevalensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai tahun 2019.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019.

1.3.2.Tujuan khusus

1. Mengetahui angka kejadian kekerasan dengan kriteria orang hidup yang ditangani oleh Rumah Sakit Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019

2. Mengetahui jenis-jenis trauma mekanik pada korban hidup akibat kekerasan yang ditangani oleh RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019

3. Menilai angka kejadian trauma mekanik pada korban hidup akibat kekerasan yang ditangani oleh RSUDDr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah, diantaranya 1. Kepolisian

Sebagai masukan kepada Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengenai angka kejadian kekerasan atau kejahatan terhadap fisik/badan yang ditangani oleh RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019.

2. Dunia Pendidikan

Sebagai bahan referensi maupun sumber tambahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian khususnya yang berhubungan dengan trauma mekanik pada korban kekerasan orang hidup.

(17)

3. Penulis

a. Sebagai sarana melatih cara berpikir dalam membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang benar dalam proses pendidikan

b. Publikasian penelitian untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Studi Pendidikan Dokter.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI TRAUMA

Secara medis, luka atau cedera adalah putusnya/rusaknya kontinuitas alami jaringan mana pun dari tubuh yang hidup (Reddy & Murty, 2014). Apakah cedera terjadi setelah penerapan energi, dalam bentuk apa pun, itu bergantung padanya faktor fisika (derajat, luas, durasi dan arah gaya diterapkan) dan faktor biologis (mobilitas tubuh bagian, antisipasi dan koordinasi serta sifat jaringan) (Paul &

Verma, 2015).

Terdapat beberapa jenis trauma, yaitu: trauma mekanik, trauma termis, trauma kimiawi, dan cedera lain-lain. Trauma mekanik dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: trauma tajam, trauma tumpul, dan trauma tembak. Kemudian trauma termal dibagi menjadi dua jenis, yaitu trauma panas dan trauma dingin. Trauma kimiawi juga dibagi menjadi 2 jenis, yaitu trauma iritatif dan trauma korosif.

Sedangkan trauma lain-lain biasanya berupa trauma akibat listrik, dan trauma akibat substansi radioaktif, dan trauma akibat ledakan (Paul & Verma, 2015).

Gambar 2.1. Klasifikasi Trauma (Paul & Verma, 2015).

Trauma Mekanik

Tembak

Trauma Termal

Trauma Kimiawi

Trauma Lainnya Trauma

Tumpul Tajam

Panas

Dingin Iritatif

Korosif

Trauma karena listrik, substansi radioaktif,

ledakan.

(19)

2.2 DEFINISI TRAUMA MEKANIK

Semua luka yang diderita akibat kekerasan fisik pada tubuh merupakan trauma mekanik atau cedera mekanis. Biasanya ada dua mekanisme yang dihadapi, yaitu benturan terhadap benda yang bergerak dan benda yang hampir tidak bergerak berbenturan terhadap korban yang bergerak secara aktif (Rao, 2010).

Terdapat beberapa jenis trauma mekanik, yaitu: trauma tumpul, trauma tajam, dan trauma tembak. Trauma tumpul dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

luka lecet (abrasion wound), luka memar (contusion wound), dan luka robek (lacerated wound). Kemudian trauma tajam juga dibagi menjadi tiga jenis, yaitu luka iris (incised/cut wound), luka tusuk (stab/penetrating wound), dan luka bacok (chop wound). Sedangkan trauma tembak dibagi menjadi 2 jenis, yaitu trauma tembak masuk (entery/entrance wound) dan trauma tembak keluar (exit wound) (Paul & Verma, 2015).

Gambar 2.2. Klasifikasi Trauma Mekanik (Paul & Verma, 2015).

2.2.1. Trauma Tumpul

Trauma benda tumpul biasanya disebabkan oleh benda, tanpa ujung yang tajam, berdampak pada tubuh atau tubuh menabrak objek. Tingkat keparahan, luas, dan penampilan cedera trauma tumpul bergantung pada (Biswas, 2012):

Lecet Robek

Memar

Iris Tusuk Tembak

Keluar Tembak

Masuk Trauma

Mekanik

Trauma Tumpul

Trauma Tajam

Trauma Tembak

Bacok

(20)

a. Jumlah gaya yang dikirim ke tubuh b. Waktu pengiriman gaya

c. Wilayah melanda

d. Luas permukaan tempat gaya dialirkan e. Sifat senjata

f. Untuk jumlah gaya tertentu, semakin besar areanya lebih dari mana itu disampaikan, semakin ringan lukanya

2.2.1.1. Luka Memar (Contusion Wound)

Luka memar (contusion wound) adalah ekstravasasi atau penggumpalan darah karena pecahnya pembuluh darah akibat penerapan gaya mekanis yang bersifat tumpul tanpa kehilangan kontinuitas jaringan. Memar disebabkan oleh benturan gaya tumpul yang menyebabkan penghancuran atau robeknya jaringan subkutan atau dermis tanpa rusaknya kulit di atasnya. Karena pecahnya pembuluh darah, terjadi ekstravasasi darah keluar dari pembuluh dan terkumpul di bawah jaringan. Penggumpalan darah disertai dengan pembengkakan dan nyeri. Luka murni terletak di bawah epidermis utuh disertai dengan pembengkakan dan nyeri (Bardale, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi luka memar, yaitu (Paul & Verma, 2015) : 1. Jenis jaringan/situs yang terlibat

a. Jaringan lunak, lemah dan yang berpembuluh darah, seperti wajah, skrotum dan kelopak mata bahkan akan mengalami memar yang besar dengan sedikit kekuatan

b. Dalam jaringan yang sangat mendukung, yang mengandung jaringan serat (fibrous tissue) yang kokoh dan ditutupi oleh dermis yang tebal, mis. perut, punggung, kulit kepala, telapak tangan dan sol, bahkan kekerasan tingkat sedang dapat menghasilkan hanya memar kecil c. Memar pada kulit kepala lebih terasa daripada terlihat

d. Memar lebih ditandai pada jaringan di bagian atas tulang

e. Pada petinju dan atlet, memar jauh lebih sedikit, karena memiliki otot yang bagus

(21)

2. Usia

Anak-anak dan orang tua lebih mudah memar karena jaringan lebih lembut dan kulitnya lebih tipis.

3. Jenis kelamin

Wanita cenderung lebih mudah memar daripada pria karena jaringan lebih halus dan subkutan lemak lebih banyak.

4. Warna kulit

Memar lebih jelas terlihat dan diakui pada orang berkulit putih dibandingkan dengan mereka yang kulit gelap.

Gambar 2.3. Luka memar (contusion wound) (Shetty et al., 2014).

Usia cedera dapat ditentukan oleh perubahan warna. Memar yang masih baru (fresh) akan berwarna kemerahan, selanjutnya akan membiru dalam beberapa jam, hingga kemudian akan hilang atau kembali normal dalam waktu 2 minggu.

Perubahan-perubahan warna tersebut pada luka memar, yaitu (Paul & Verma, 2015):

Tabel 2.1. Perubahan warna pada luka memar (Paul & Verma, 2015).

Durasi Ciri

Baru (Fresh) Merah

Beberapa jam hingga 3 hari Biru

4-5 hari Hitam kebiruan sampai coklat

5-6 hari Hijau

(22)

Luka antemortem biasanya tidak terdapat elevasi pada kulit dan tidak memiliki perbedaan warna. Namun pada luka postmortem memiliki gambaran berupa pembengkakan karena resapan darah. Memar postmortem lama memiliki warna yang bervariasi, tetapi memar yang baru biasanya memiliki warna yang lebih tegas daripada warna memar mayat disekitarnya. Beberapa perbedaan luka antemortem dan postmortem dirangkum dalam tabel berikut (Paul & Verma, 2015):

Tabel 2.2. Perbedaan memar antemortem dan postmortem (Paul & Verma, 2015).

7-12 hari Kuning

2 minggu Normal

No. Ciri Antemortem Contusion Postmortem Contusion

1 Penyebab Pelebaran pembuluh darah

yang tampak sampai ke permukaan kulit.

Ruptur pembuluh darah yang letaknya bisa superfisial atau lebih dalam.

2 Kutikula Tidak rusak Rusak

3 Lokasi Terdapat pada daerah yang

luas, terutama luka pada bagian tubuh yang letaknya rendah.

Terdapat disekitar, bisa dimana saja pada bagian tubuh dan tidak meluas.

4 Gambaran Tidak ada elevasi

(peninggian) kulit

Biasanya membengkak karena resapan darah.

5 Pinggiran Jelas Tidak jelas

6 Warna Sama semua Memar yang lama warnanya

bervariasi. Memar yang baru warnanya lebih tegas dari pada warna lebam mayat disekitarnya.

7 Pada pemotongan Darah tampak dalam

pembuluh darah dan mudah

Menunjukkan resapan darah ke jaringan sekitar, susah

dibersihkan jika hanya dengan

(23)

2.2.1.2. Luka Lecet (Abrasion Wound)

Abrasi (luka lecet) adalah cedera superfisial pada kulit yang ditandai dengan traumatic removal, pelepasan atau pengerusakan epidermis, dan sebagian besar disebabkan oleh gesekan dan/atau tekanan (Madea, 2014). Abrasi murni hanya melibatkan epidermis, dan biasanya tidak berdarah karena adanya pembuluh darah terletak di dermis. Namun karena sifatnya bergelombang papila kulit, cukup sering, dermis juga terlibat dan dengan demikian abrasi menunjukkan perdarahan. Abrasi tidak meninggalkan bekas luka saat penyembuhan (Bardale, 2011)

Luka antemortem (luka pada korban hidup) biasanya berwarna merah terang dan sembuh tanpa jaringan parut. Abrasi yang dihasilkan setelah kematian (abrasi postmortem) berwarna kuning dan tembus dengan tampilan seperti perkamen (Paul

& Verma, 2015).

Tabel 2.3. Perbedaan antara Antemortem dan Postmortem Abrasion (Paul & Verma, 2015).

dibersihkan, jaringan subkutan tampak pucat

air mengalir. Jaringan subkutan berwarna merah kehitaman.

8 Dampak dari penekanan Yang masih baru akan hilang walaupun hanya diberi penekanan yang ringan.

Warnanya berubah sedikit saja, jika diberi penekanan.

No. Ciri Antemortem Abrasion Postmortem Abrasion 1 Lokasi Di mana saja di tubuh Biasanya terdapat di

bagian atas penonjolan tulang

2 Warna Merah terang Kekuningan, tembus

cahaya dan seperti kertas kulit

3 Eksudasi Banyak, keropeng

sedikit terangkat

Sedikit, tidak ada keropeng

4 Reaksi vital Ada Tidak Ada

(24)

Ada beberapa tipe abrasi, yaitu (Rao, 2010):

1. Scratch Abrasion (Goresan)

Ini adalah cedera yang berbentuk linier.

Gambar 2.4. Goresan (scratch abrasion) (Rao, 2010).

2. Grazes (Abrasi geser, gesekan, atau gerinda)

Ini adalah luka karena gaya gesek gesekan oleh benda tumpul yang bergerak dengan kekuatan besar, mis. tendangan sepatu, menyeret di jalan yang kasar dengan kendaraan, dll.

5 Proses

penyembuhan

Mungkin ada Tidak Ada

(25)

Gambar 2.5. Graze abrasion (Rao, 2010).

3. Rope Burns

Luka bakar tali disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh gaya gesek dari tali di kulit. Ini menyebabkan lecet karena ekspresi cairan jaringan ke lapisan atas kulit.

Gambar 2.6. Luka bakar tali (Tanda pengikat gantung — Panah) (Rao, 2010).

4. Pressure Abrasion (Friction Abrasion, Crushing Abrasion)

Ini akan disebabkan oleh benturan langsung atau tekanan linier yang kasar benda di atas kulit disertai dengan sedikit gerakan terarah ke dalam mengakibatkan penghancuran lapisan superfisial kutikula dengan beberapa memar di bawahnya. Jenis abrasi akan menjadi ditemukan dalam tanda pengikat

(26)

di gantung dan pencekikan, jika terkena cambuk atau cambukan, hal ini juga diperhatikan anak kecil berkulit lembut di sepanjang area gesekan di bawah tekanan garmen, dll. Gesekan gesekan ini saat mendapatkan kering tampak coklat dan dikeringkan.

Gambar 2.7. Jenis lecet: Lecet tekanan (tali pengikat gantung tandai dengan bahan pengikat utuh) (Rao, 2010).

5. Impact Abrasion (Imprint Abrasion, Contact Abrasion, Patterned Abrasion) Ini disebabkan oleh benturan langsung atau tekanan dari beberapa orang objek, yang saat menghancurkan kutikula menghasilkan bentuk dan tanda permukaannya pada kulit, misalnya tanda kerikil, tanda tapak ban, tanda kuku dan ibu jari saat mencekik, tanda gigi saat menggigit, cambuk tanda pemukulan dengan cambuk, bekas moncong luka tembak, dll. Abrasi jejak menjadi lebih jelas, bila kutikula terluka mengering dan menjadi kecoklatan dan perkamen, sebaliknya dengan permukaan kulit yang tidak terluka di sekitarnya.

(27)

Gambar 2.8. Jenis abrasi: abrasi tapak jejak / benturan tanda (Rao, 2010).

Perjalanan luka lecet dalam waktu dapat diperkirakan dengan melihat perkembangan luka termasuk warna pada luka. Pada luka yang masih segar, luka berwarna merah terang dan ditemukan sedikit darah dan serum, kudis atau keropeng belum ada. Selanjutnya eksudasi akan mengering untuk membentuk keropeng kemerahan. Kemudian dalam 2-3 hari, keropeng akan berwarna cokelat kemerahan, lalu akan berwarna coklat tua dalam 4-5 hari. Keropeng akan berwarna coklat kehitaman dalam 5-7 hari dan mulai terkelupas dari margin luka yang menandakan dimulainya regenerasi epitel. Saat 7-12 hari, keropeng akan mengering dan mengelupas, dan setelah 12 hari akan muncul serat kolagen baru yang menggantikan keropeng (Paul & Verma, 2015).

Tabel 2.4. Waktu terjadinya luka lecet (Paul & Verma, 2015).

Durasi Ciri

2-24 jam Merah terang, mengalir dari serum dan beberapa darah. Eksudasi mengering untuk membentuk keropeng kemerahan, terdiri sel darah, getah bening dan epitel. Polymorphonuclear sel menginfiltrasi (pembentukan keropeng).

2-3 hari Keropeng coklat kemerahan, kurang empuk.

(28)

2.2.1.3. Luka Robek (Laceration Wound)

Laserasi adalah sobek atau terbelahnya kulit, selaput lendir (mucous membrane), otot atau organ dalam disebabkan oleh gaya geser atau penghancur, dan diproduksi oleh aplikasi gaya tumpul ke luas area tubuh (Paul & Verma, 2015).

Laserasi bisa linier, bergerigi, berbentuk tidak teratur, atau kadang-kadang berpola.

Laserasi linier terkadang menjadi tidak bisa dibedakan dengan cedera kekuatan yang tajam. Ciri yang membedakan antara laserasi dengan cedera kekuatan yang tajam adalah adanya “jaringan penghubung” (tissue bridging), yang menggambarkan keberadaan saraf yang utuh, pembuluh darah, dan untaian jaringan lain yang “menjembatani celah” (bridge the gap). Penghubung jaringan cenderung tidak terjadi dengan cedera kekuatan yang tajam, karena struktur ini kemungkinan akan terputus bersama dengan kulit dan jaringan lunak yang mendasarinya (Prahlow, 2010).

Luka robek memiliki beberapa ciri umum, yaitu (Paul & Verma, 2015):

1. Terjadi paling sering pada tonjolan tulang

2. Ditandai dengan untaian “jaringan penghubung” di dalam laserasi; ciri ini digunakan untuk membedakan laserasi (robekan) dari luka iris (incised wound) yang tidak memiliki “jaringan penghubung” (Gambar 2.7).

4-5 hari Keropeng berwarna coklat tua.

5-7 hari Keropeng berwarna hitam kecoklatan dan mulai jatuh dari atas margin. Epitel tumbuh dan menutupi cacat di bawah keropeng (regenerasi epitel).

7-12 hari Keropeng mengering, menyusut dan jatuh, meninggalkan depigmentasi area di bawahnya. Secara bertahap menjadi berpigmen pada waktunya perjalanan waktu (granulasi subepidermal).

>12 hari Epitel menjadi lebih tipis dan atrofi. Serat kolagen baru akan menonjol. Membran dasar hadir dan vaskularisasi dermis berkurang (regresi).

(29)

3. Sebagai aturan umum dalam pukulan ke kepala, benda panjang dan tipis (seperti pipa) cenderung menghasilkan laserasi linier atau memanjang, sedangkan benda datar cenderung menyebabkan ireguler, atau laserasi berbentuk Y

4. Pukulan tangensial atau miring dapat menghasilkan laserasi yang menunjukkan kerusakan jaringan pada satu sisi atau tepi, dengan ujung lainnya terkikis atau miring.

Gambar 2.9. Karateristik luka robek (Paul & Verma, 2015).

Gambar 2.10. Laserasi pada kulit kepala (Prahlow, 2010).

2.2.2. Trauma Tajam

Trauma tajam didefinisikan sebagai cedera yang diakibatkan oleh instrumen dengan ujung atau ujung tipis, seperti pisau, botol kaca pecah, pecah jendela kaca,

(30)

gunting, mata gergaji, kapak, parang dan sebagainya (Catanese, 2016). Trauma tajam ditandai dengan pemisahan traumatis yang relatif baik pada jaringan, terjadi ketika benda tajam atau runcing bersentuhan dengan kulit dan jaringan di bawahnya. Tiga subtipe spesifik dari trauma tajam, yaitu: luka tusuk (stab wound), luka gores/iris (incised wound), dan luka potong (chop wound) (Prahlow, 2016).

2.2.2.1. Luka Iris (Incised wound)

Luka iris, merupakan luka yang dhasilkan ketika suatu benda dengan ujung yang tajam membuat kontak dengan kulit (dengan atau tanpa jaringan di bawahnya), dengan arah gaya dalam kaitannya dengan kulit yang terjadi pada arah tangensial lebih atau kurang. Meskipun pisau merupakan senjata utama yang sering digunakan dalam menghasilkan sebagian besar luka irisan yang dijumpai pada sebagian besar praktik forensik, benda apa pun dengan ujung yang tajam dapat mengakibatkan luka irisan. Contohnya termasuk pisau cukur, pecahan kaca, gunting, kawat berduri, dan pemotong kotak. Banyak dari luka-luka yang dihasilkan oleh alat-alat ini sangat mirip dengan luka yang dihasilkan oleh pisau (Prahlow, 2010).

Karateristik dari luka iris, yaitu (Biswas, 2012):

1. Margin

Tepi terpotong bersih dan tegas. Tepinya bebas dari kontusio dan lecet.

Luka keriput diproduksi di tempat kulit keriput (yaitu lipatan) dan lebih dari satu sayatan luka terlihat.

2. Lebar

Lebar lebih besar dari tepi senjata yang disebabkan oleh karena retraksi jaringan.

3. Panjang

Panjang lebih besar dari lebar dan kedalamannya dan tidak ada hubungannya dengan ujung tombak senjata.

4. Bentuk

Biasanya berbentuk spindel karena retraksi yang hebat di tepi bagian tengah tepi di tengah.

(31)

5. Kedalaman dan arah

Biasanya lebih dalam diawal, kecuali dalam kasus bunuh diri dengan cedera penggorokan tenggorokan, dengan potongan ragu-ragu di awal. Ini dikenal sebagai kepala luka. Menjelang selesai, potongan menjadi semakin dangkal, yang dikenal sebagai ekor luka. Akibatnya, kedalaman dari luka yang diiris dengan ekor luka akan menunjukkan arah dari mana gaya diterapkan.

6. Perdarahan

Saat pembuluh darah terpotong bersih, maka akan terjadi perdarahan yang lebih.

7. Potongan miring

Jika mata/ujung senjata masuk dengan miring, jaringan akan terlihat pada satu margin dan margin lainnya akan rusak.

Gambar 2.11. Luka iris (incised wound) yang dihasilkan oleh sebuah pisau (Catanese, 2016).

2.2.2.2. Luka Tusuk (Stab wound)

Luka tusuk merupakan luka yang disebabkan oleh benda runcing, biasanya memiliki ujung yang tajam, ketika benda tersebut dipaksa masuk ke kulit (dan

(32)

jaringan di bawahnya) dengan arah gaya dalam sudut tegak lurus yang kurang lebih dengan kulit. Luka tusuk biasanya lebih dalam (melalui kulit dan ke dalam tubuh) daripada luka iris. (pada permukaan kulit) (Prahlow, 2016).

Secara klinis, luka tusuk dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Paul & Verma, 2015):

1. Luka tembus (penetrating) : senjata masuk ke tubuh menghasilkan hanya satu luka, yaitu luka masuk.

2. Luka perforasi (perforating): senjata smasuk ke salah satu sisi tubuh akan keluar melalui sisi tubuh yang lain, menghasilkan dua luka:

a. Luka masuk: masuk ke dalam tubuh dengan luka yang lebih besar.

b. Luka keluar: keluar dari dalam tubuh dengan luka yang lebih kecil.

Gambar 2.12. Klasifikasi luka tusuk (Paul & Verma, 2015).

Luka tusuk memliki tepi luka yang terlihat bersih, biasanya tidak ada abrasi atau memar pada tepi luka. Tetapi bila penetrasi penuh, abrasi yang terpola atau memar akan bisa dihasilkan oleh pangkal senjata yang menyerang kulit. Tepi luka tusuk terlihat teratur, tajam dan jelas. Luka tusuk memiliki panjangnya sedikit kurang dari lebar senjata karena peregangan kulit. Kemudian kedalaman luka tusuk adalah dimensi terbesar dari tikaman luka. Kedalaman sesuai dengan panjang badan pisau dari senjata yang memasuki tubuh, ketika keseluruhan panjang senjata memasuki tubuh, tetapi belum menghasilkan luka keluar (Paul & Verma, 2015).

(33)

Gambar 2.13. Luka tusuk (stab wound) (Shetty et al., 2014).

2.2.2.3. Luka Bacok (Chop wound)

Luka bacok paling baik dianggap sebagai kombinasi dari cedera tumpul dan cedera tajam yang dihasilkan oleh benda yang relatif tajam yang dipegang dengan kekuatan yang luar biasa. Senjata yang digunakan sering kali memiliki berat yang cukup besar dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Karena jumlah kekuatan yang lebih besar, luka bacok memiliki ciri-ciri baik ciri cedera tajam maupun cedera tumpul. Dengan demikian, luka bacok sering memiliki lecet dan memar marginal, dan kadang-kadang laserasi (Prahlow, 2016).

Senjata yang biasanya digunakan adalah kapak, pedang atau parang daging.

Dimensi luka sesuai dengan penampang dari pisau penembus. Tepi lukanya tajam, dan mungkin menunjukkan abrasi, memar dan beberapa laserasi dengan kemungkinan cedera parah pada organ yang mendasarinya (Paul & Verma, 2015).

(34)

Gambar 2.14. Luka bacok (chop wound) (Shetty et al., 2014).

2.2.3. Trauma Tembak

Ciri-ciri luka senjata api bergantung pada (Biswas, 2012):

1. Sifat senjata api, baik shotgun atau rifle 2. Bentuk dan komposisi rudal

3. Rentang (jarak) tembakan 4. Bagian tubuh dipukul 5. Arah tembakan

2.2.3.1. Luka Tembak Masuk (Entery/Entrance Wound)

Luka tembak masuk yang khas memiliki cacat kulit berbentuk bulat atau oval, dan dikelilingi oleh tepi abrasi. Pinggiran atau tepi ini secara bervariasi disebut sebagai ''kerah abrasi (abrasion collar)'' atau ''abrasi marjinal lingkaran (circumferential marginal abrasion)''. Lebar abrasi marjinal dapat memberikan suatu indikasi tentang sudut relatif peluru saat memasuki kulit. Jika abrasi marjinal memiliki lebar yang konsisten, berarti peluru memasuki kulit dengan cara yang relatif tegak lurus. Jika peluru mengalami sesuatu yang lain sebelum menyerang kulit, itu berarti peluru telah melewati sebuah ''perantara'' atau ''sela''. Berdasarkan pada karakteristik perantara atau sela tersebut, peluru tersebut dapat menghasilkan

(35)

luka yang berbentuk tidak beraturan dengan marjinal abrasi yang lebar. Ini dikenal sebagai ''luka masuk atipikal'' (Prahlow & Byard, 2012)

Gambar 2.15. Luka tembak masuk. Perhatikan bahwa abrasi marginal lebih lebar di sebelah kiri samping, menunjukkan bahwa peluru lebih banyak datang dari kiri, bukan lurus

(Prahlow & Byard, 2012)

Gambar 2.16. Luka tembak masuk yang tidak biasa (atipikal), ditandai dengan ukuran besar dan lecet pinggir yang relatif luas. Biasanya luka seperti itu terjadi ketika peluru telah melewati

perantara sebelum mengenai korban (Prahlow & Byard, 2012)

(36)

Luka masuk bisa bervariasi secara keseluruhan dalam bentuk dan penampilan berdasarkan seberapa jauh moncong senjatanya dari korban, yang disebut ring of fire. Salah satunya adalah luka masuk yang terjadi di atas tengkorak, kemudian gas dan asap peledak yang keluar dari senjata dapat membelah antara kulit dan tulang di daerah sekitar area masuk luka, menyebabkan munculnya ''stellate'' atau ''starburst”.

Gambar 2.17.Kontak luka masuk pada kulit kepala (dahi), menunjukkan karakteristik bentuk seperti bintang (stellate) karena kulit pecah karena gas telah membelah antara kulit dan tulang

tengkorak yang mendasari (Prahlow & Byard, 2012).

(37)

2.2.3.2. Luka Tembak Keluar (Exit Wound)

Luka keluar dari senjata api dengan kecepatan rendah cenderung menjadi relatif kecil, dan dapat memiliki berbagai bentuk, berkisar dari seperti celah, berbentuk koma, berbentuk X hingga berbentuk tidak beraturan. Luka keluar mungkin tidak memiliki pusat, bulat ke cacat oval, tetapi luka keluar khas tidak memiliki marginal lecet. Dengan amunisi kecepatan rendah, hal ini tidak jarang terjadi untuk peluru yang kekurangan energi untuk benar-benar keluar dari tubuh, terutama bila amunisi kaliber kecil digunakan. Luka keluar dari senjata api dengan kecepatan tinggi cenderung sangat besar dan merusak.

Gambar 2.18. Luka tembak keluar yang berbentuk seperti celah (Prahlow & Byard, 2012).

(38)

Gambar 2.19.Luka keluar berbentuk tidak beraturan. Perhatikan tidak adanya lecet marjinal (Prahlow & Byard, 2012).

Gambar 2.20. Luka keluar berkecepatan tinggi, dengan kerusakan jaringan yang luas (Prahlow & Byard, 2012).

(39)

2.4. KERANGKA TEORI

Gambar 2.21. Kerangka Teori.

Trauma Mekanik

-Luka Lecet -Luka Memar -Luka Robek -Luka Iris

-Luka Tusuk -Luka Bacok

-Luka Masuk -Luka Keluar Trauma

Tumpul

Trauma Tajam

Trauma Tembak Korban Hidup

Akibat Kekerasan

(40)

2.5. KERANGKA KONSEP

Gambar 2.22. Kerangka Konsep.

Korban Hidup Akibat Kekerasan

Trauma Mekanik : 1. Trauma Benda Tumpul 2. Trauma Benda Tajam 3. Trauma Tembak

Prevalensi

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan studi penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional retrospective, dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari Visum et Repertum instalansi forensik di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di instalansi forensik RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah Kota Binjai yang secara langsung menangani kasus kekerasan yang terjadi di Kota Binjai dan sekitarnya.

3.2.2. Waktu

Waktu pengambilan dan pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - November 2020.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data Visum et Repertum pasien korban kekerasan orang hidup yang ditangani oleh instalansi forensik di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai sejak 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019.

3.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah sebagian dari populasi yang didapat dari data sekunder (total sampling) yaitu VeR pasien korban hidup akibat kekerasan

(42)

sejak 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Pasien korban kekerasan dengan kriteria korban hidup b. Mengalami trauma mekanik

2. Kriteria eksklusi

a. Pasien korban kekerasan dengan kriteria korban meninggal b. Mengalami trauma non-mekanik

3.4. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu seluruh berkas VeR pasien korban hidup yang diperoleh dari pencatatan pada Visum et Repertum di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sejak 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019. Pada VeR tersebut tercantum variabel-variabel yang akan diteliti sesuai dengan tujuan khusus pada penelitian ini. VeR dikumpulkan dan dilakukan pencatatan serta tabulasi dengan jenis variabel yang akan diteliti.

3.5. DEFINISI OPERASIONAL

Adapun definisi operasional dari variabel yang diteliti meliputi variabel independen dan variabel dependen, sebagai berikut:

1. Korban hidup akibat kekerasan adalah pasien yang datang ke rumah sakit dan memintakan VeR karena mengalami kejadian kekerasan yang mengakibatkan cedera/luka pada tubuhnya.

2. Trauma mekanik adalah cedera yang disebabkan oleh serangan benda- benda mekanik, yang dapat diklasifikasikan sebagai, yaitu: trauma benda tumpul, trauma benda tajam, dan trauma tembak.

3. Trauma benda tumpul adalah cedera yang disebabkan oleh benda tumpul yang menyerang tubuh atau benturan tubuh terhadap benda tumpul atau permukaan yang keras, yang dapat diklasifikasikan sebagai, yaitu: luka memar (contusion wound), luka lecet (abrasion wound) dan luka robek (lacerated wound).

(43)

4. Trauma benda tajam adalah cedera yang disebabkan oleh benda, senjata, atau alat apapun dengan ujung yang runcing atau tajam, yang dapat diklasifikasikan sebagai, yaitu: luka iris (incised wound), luka tusuk (stab wound), dan luka bacok (chop wound).

5. Trauma tembak adalah cedera yang dihasilkan akibat penembakan oleh senjata api, yang dapat diklasifikasikan sebagai, yaitu: luka tembak masuk (entrance wound), dan luka tembak keluar (exit wound)

6. Kombinasi trauma adalah gabungan dari beberapa trauma yang ditemukan pada satu korban kasus kekerasan, yang dapat diklasifikasikan sebagai, yaitu: kombinasi trauma mekanik, kombinasi trauma tumpul, dan kombinasi trauma tajam.

Tabel 3.1. Definisi Operasional.

No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Kategori (Hasil Ukur)

1 Trauma

Mekanik

Observasi Visum et Repertum

Nominal 1. Trauma Tumpul 2. Trauma Tajam 3. Trauma Tembak 4. Kombinasi

Trauma Mekanik

2 Trauma

Benda Tumpul

Observasi Visum et Repertum

Nominal 1. Luka Memar 2. Luka Lecet 3. Luka Robek 4. Kombinasi

Trauma Tumpul

3 Trauma

Benda Tajam

Observasi Visum et Repertum

Nominal 1. Luka Iris 2. Luka Tusuk 3. Luka Bacok 4. Kombinasi

Trauma Tumpul

4 Trauma

Tembak

Observasi Visum et Repertum

Nominal 1. Luka Masuk 2. Luka Keluar

(44)

3.6. METODE ANALISIS DATA

Data yang telah diperoleh dideskripsikan menggunakan program komputer dengan bantuan aplikasi statistik, yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution) yang kemudian data tersebut didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan tabel distribusi rata-rata, lalu dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada. Adapun data yang telah diperoleh sudah dianalisis secara univariat. Analisis univariat adalah analisis data tiap variabel penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel-variabel yang diamati dan dapat disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik.

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit milik pemerintah daerah Kota Binjai yang secara langsung menangani kasus kekerasan yang terjadi di Kota Binjai dan sekitarnya. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe B yang beralamat di Jl. Sultan Hasanuddin No. 9, Kartini, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini merupakan hasil penelitan yang dikumpulkan dari data sekunder berupa data Visum et Repertum (VeR) pasien korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sejak 1 Januari 2019 - 31 Desember 2019. Sampel penelitian diambil secara keseluruhan dari data (total sampling) pasien selama periode tahun 2019. Terdapat sebanyak 141 data VeR pasien korban kekerasan yang memenuhi kriteria penelitian, yakni korban hidup dan mengalami trauma mekanik, dari semua jenis VeR korban hidup yang dimintakan di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai, yaitu sebanyak 162 VeR. Data tersebut kemudian dianalisis dalam bentuk univariat untuk melihat distribusi frekuensi pasien korban kekerasan orang hidup berdasarkan variabel independen penelitian. Variabel independen ini merupakan variabel yang menggambarkan karakteristik dari pasien korban hidup akibat kekerasan yang mencakup trauma mekanik, yang terdiri dari trauma benda tumpul, trauma benda tajam, dan trauma tembak.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Mekanik

Trauma Benda Tumpul 134 95,0

Trauma Benda Tajam 1 0,7

(46)

Trauma Tembak 0 0 Kombinasi Trauma

Mekanik

6 4,3

Jumlah 141 100,0

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 141 sampel penelitian terdapat kelompok trauma yang paling banyak jumlahnya, yaitu trauma benda tumpul sebanyak 134 kasus (95%), dibandingkan dengan trauma benda tajam sebanyak 1 kasus (0,7%) dan trauma tembak sebanyak 0 kasus (0%) alias tidak ditemukan kasus sama sekali. Dalam sampel penelitian ini juga dijumpai adanya kombinasi trauma mekanik, yakni ditemukannya lebih dari satu jenis trauma mekanik dalam satu kasus kekerasan, berupa gabungan antara trauma benda tumpul dan trauma benda tajam, sebanyak 6 kasus (4,3%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jefryanto dkk. (2015) yang memperlihatkan bahwa jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh korban hidup kasus perlukaan adalah jenis kekerasan tumpul yaitu sebanyak 150 VeR (94,9%) dari 158 VeR. Sama halnya dengan penelitian Intan Rosaline Simangungsong dkk. (2015) menunjukkan bahwa kasus tertinggi berdasarkan jenis kekerasan yang terdapat pada seluruh data VeR yaitu jenis kekerasan tumpul sebanyak 72 korban (92,3%) dari 78 orang. Sedangkan dari hasil penelitian Wilda Septi Pratiwi dkk. (2015) menunjukkan hasil yang sama dimana jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh korban hidup kasus perlukaan adalah jenis kekerasan tumpul yaitu sebanyak 137 VeR (88,9%) dari 154 VeR.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jessica E. Kelwulan dkk.

(2020) yang mendapatkan sebanyak 39 kasus kekerasan mekanik yang dimintakan VeR di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode Januari – Juli 2019, dari keseluruhan kasus yang paling banyak terjadi ialah kekerasan tajam dengan jumlah 24 kasus (61,5%), kekerasan tumpul 15 kasus (38,5%), dan tidak ada kasus kekerasan senjata api (0%). Hasil ini dikuti dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadlan Tri Ramadhan dkk. (2015) di RSUD Dr. R. M. Pratomo Bagansiapiapi yang

(47)

mendapatkan paling banyak kekerasan tajam dengan jumlah kasus sebanyak 28 kasus (58,3%).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kombinasi trauma mekanik pada korban hidup di RSUD Dr. R.M.

Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Mekanik

Luka Lecet-Luka Tusuk 1 16,7

Luka Memar-Luka Tusuk 1 16,7

Luka Memar-Luka Iris 1 16,7

Luka Memar-Luka Robek-Luka Iris

1 16,7

Luka Memar-Luka Lecet-Luka Tusuk

1 16,7

Luka Memar-Luka Lecet-Luka Robek-Luka Iris-Luka Bacok

1 16,7

Jumlah 6 100,0

Sebelumnya pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 141 sampel penelitian terdapat adanya kombinasi trauma mekanik, berupa gabungan antara trauma benda tumpul dan trauma benda tajam, yaitu sebanyak 6 kasus (4,3%) dari 141 kasus trauma mekanik. Kemudian pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 6 sampel penelitian dalam variabel kombinasi trauma mekanik, terdapat kelompok gabungan luka yang masing-masing memiliki sebanyak 1 kasus (16,7%) yaitu gabungan luka lecet-luka tusuk, lalu gabungan luka memar-luka tusuk, kemudian gabungan luka memar-luka iris, lalu gabungan luka memar-luka robek-luka iris, kemudian gabungan luka memar-luka lecet-luka tusuk, dan terakhir terdapat gabungan luka memar-luka lecet-luka robek-luka iris-luka bacok.

(48)

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi trauma benda tumpul korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Benda Tumpul

Luka Memar (Contusion) 42 31,3

Luka Lecet (Abrasion) 21 15,7

Luka Robek (Laceration) 5 3,7

Kombinasi Trauma Benda Tumpul

66 49,3

Jumlah 134 100,0

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 134 sampel penelitian dalam variabel trauma benda tumpul terdapat kelompok kombinasi trauma benda tumpul yang paling banyak jumlahnya dari semua jenis trauma benda tumpul, yaitu sebanyak 66 kasus (49,3%), dibandingkan dengan luka memar (contusion wound) sebanyak 42 kasus (31,3%), kemudian luka lecet (abrasion wound) sebanyak 21 kasus (15,7%) dan luka robek (laceration wound) sebanyak 5 kasus (3,7%). Hasil ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emmanuela R. Molenaar dkk. (2015) yang memperlihatkan bahwa luka memar menjadi yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang ditangani oleh RS Bhayangkara Manado dengan angka kejadian sebesar 69,86%. Sama halnya dengan penelitian Raja Al Fath Widya Iswara dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa luka memar menjadi luka yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan terhadap anak (KtA) yaitu sebanyak 14 kasus (39%) dibandingkan dengan luka lecet sebanyak 12 kasus (34%), lalu luka robek sebanyak 6 kasus (17%) dan lain-lain sebanyak 4 kasus (10%). Sebaliknya dalam penelitian yang sama, luka lecet menjadi luka yang paling banyak dialami dalam kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) yaitu sebanyak 72 kasus (44%), diikuti dengan luka memar sebanyak 69 kasus (43%), kemudian luka robek sebanyak 13 kasus (7%), dan lain- lain 8 kasus (6%).

(49)

Kombinasi trauma benda tumpul merupakan gabungan antara lebih dari satu jenis trauma benda tumpul dalam satu kasus kekerasan. Tabel distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tumpul tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tumpul korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Benda Tumpul

Luka Memar-Luka Lecet-Luka Robek 8 12,1

Luka Memar-Luka Lecet 49 74,2

Luka Memar-Luka Robek 6 9,1

Luka Lecet-Luka Robek 3 4,5

Jumlah 66 100,0

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 66 sampel penelitian dalam variabel kombinasi trauma benda tumpul terdapat kelompok gabungan luka memar-luka lecet yang paling banyak jumlahnya dari semua kombinasi trauma benda tumpul lainnya, yaitu sebanyak 49 kasus (74,2%), disusul dengan kelompok gabungan luka memar-luka luka lecet-luka robek yaitu sebanyak 8 kasus (12,1%), lalu diikuti dengan kelompok gabungan luka memar-luka robek yaitu sebanyak 6 kasus (9,1%), dan terakhir dengan kelompok gabungan luka lecet-luka robek yaitu sebanyak 3 kasus (4,5%).

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi trauma benda tajam korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Benda Tajam

Luka Iris (Incised) 0 0

Luka Tusuk (Stab) 0 0

Luka Bacok (Chop) 0 0

Kombinasi Trauma 1 100,0

(50)

Jumlah 1 100,0

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kombinasi trauma benda tajam korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Kombinasi Trauma Benda Tajam

Luka Iris-Luka Bacok 1 100,0

Jumlah 1 100,0

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dalam variabel trauma benda tajam hanya terdapat 1 kasus trauma benda tajam, yakni kombinasi trauma benda tajam, yaitu ditemukannya lebih dari satu jenis trauma benda tajam dalam satu kasus kekerasan.

Kemudian pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kombinasi trauma benda tajam yang ditemukan berupa gabungan luka iris (incised wound) dan luka bacok (chop wound).

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kombinasi trauma tembak korban kekerasan orang hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2019.

Variabel Frekuensi Persentase %

Trauma Tembak

Luka Masuk (Enterance) 0 0

Luka Keluar (Exit) 0 0

Jumlah 0 0

Dari keseluruhan data yang diperoleh selama periode Januari hingga Desember 2019, pada tabel 4.7, tidak terdapat kasus yang masuk dengan luka tembak akibat senjata api, baik luka tembak masuk (enterance wound) maupun luka tembak keluar (exit wound). Hal ini mungkin disebabkan karena perdagangan senjata api di Indonesia tidak seluas dan semudah masyarakat di negara lain. Oleh karena itu, hanya orang-orang tertentu memiliki izin dari pihak kepolisian untuk menggunakan senjata api (Kelwulan et al., 2020).

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada periode 1 Januari 2019 – 31 Desember 2019, prevalensi kasus kekerasan yang memenuhi kriteria penelitian, yakni korban hidup dan mengalami trauma mekanik, yaitu sebesar 87,0% dari semua jenis VeR korban hidup yang dimintakan di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai.

2. Pada distribusi frekuensi korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019 berdasarkan kelompok trauma mekanik, trauma yang paling banyak ditemukan ialah trauma benda tumpul, yaitu sebesar 95,0%.

3. Pada distribusi frekuensi korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019 berdasarkan kelompok trauma mekanik, juga ditemukan adanya kombinasi trauma mekanik, yakni ditemukannya lebih dari satu jenis trauma dalam satu kasus kekerasan, berupa gabungan trauma benda tumpul dan trauma benda tajam, yaitu sebesar 4,3%.

4. Pada distribusi frekuensi korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019 berdasarkan kelompok trauma benda tumpul, trauma yang paling banyak ditemukan ialah kombinasi trauma benda tumpul, yaitu sebesar 46,8%. Kombinasi trauma benda tumpul yang paling banyak ditemukan ialah gabungan luka memar (contusion wound) dan luka lecet (abrasion wound), yaitu sebesar 34,75%.

5. Pada distribusi frekuensi korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019 berdasarkan kelompok trauma benda tajam, hanya terdapat 1 kasus trauma (0,007%), yakni kombinasi trauma benda tajam. Kombinasi trauma benda tajam yang ditemukan berupa gabungan luka iris (incised wound) dan luka bacok (chop wound).

6. Pada distribusi frekuensi korban hidup di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2019 berdasarkan kelompok trauma tembak, tidak terdapat satu pun

(52)

kasus (0%) dari semua jenis trauma tembak, baik itu luka tembak masuk (enterance wound) maupun luka tembak keluar (exit wound).

5.2 SARAN

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh peneliti, maka dapat diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai angka kejadian trauma mekanik pada korban hidup, sehingga masyarakat dapat menyadari maraknya kasus kekerasan yang terjadi di Kota Binjai dan sekitarnya.

2. Untuk masyarakat, sebaiknya lebih menghargai dan menghormati sesama, serta menjaga kedamaian dan keamanan lingkungan sekitar agar terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan tertib yang akan berdampak pada penekanan angka kejadian kasus kekerasan.

3. Diharapkan bagi pihak pelayanan kesehatan agar melengkapi data Visum et Repertum serta merangkumnya dengan benar sehingga penelitian dalam bentuk data sekunder dapat menghasilkan data yang baik.

4. Untuk penelitian lebih lanjut mengenai trauma mekanik pada korban kekerasan orang hidup sebaiknya dilakukan tidak hanya terbatas di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai saja tetapi juga bisa dilakukan sampai ruang lingkup yang lebih luas, dan juga diharapkan data penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Indonesia 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Binjai 2019, Kota Binjai Dalam Angka 2019, Badan Pusat Statistik Kota Binjai, Binjai.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2019, Statistik Kriminal 2019, Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta.

Bardale, R. 2011, Principles of Forensic Medicine & Toxicology, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.

Biswas, G. 2012, Review of Forensic Medicine & Toxicology, 2nd edn, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.

Catanese, C. (ed) 2016, Color Atlas of Forensic Medicine and Pathology, 2nd edn, CRC Press, Boca Raton.

Iswara, R.A.F.W., Relawati, R., Rohmah, I.N. 2017, ‘Pola Perlukaan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan’, Medica Hospitalia, vol. 4, no. 3, pp. 191- 194.

Jefryanto, Afandi, D., Riswandi 2015, ‘Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di Rumah Sakit Umum Daerah Mandau Periode 1 Juni 2011 - 30 Juni 2013’, Jom FK, vol. 1, no. 2.

(54)

Kelwulan, J.E., Siwu, J.F. & Mallo, J.F. 2020, ‘Penentuan Derajat Luka Pada Kekerasan Mekanik di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januari - Juli 2019’, eClinic, vol. 8, no. 2, pp. 172-176.

Kiswara, R., Afandi, D., Mursali L.B. 2015, ‘Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2013’, Jom FK, vol. 2, no. 1.

Madea, B. (ed) 2014, Handbook of Forensic Medicine, 1st edn, John Wiley & Sons Ltd, UK

Molenaar, E.R., Mallo, N.T.S., Kristanto, E.G. 2015, ‘Pola Luka Pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan di RS Bhayangkara Manado Periode 2013’, Jurnal e-Clinic (eCl), vol. 3, no. 2.

Paul, G. & Verma, S. K. 2015, Review of Forensic Medicine and Toxicology, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi.

Prahlow, J. A. 2016, ‘Forensic Autopsy of Sharp Force Injuries’, Medscape, [online], Available at: https://emedicine.medscape.com/article/1680082- overview

Prahlow, J. 2010, Forensic Pathology for Police, Death Investigators, Attorneys, and Forensic Scientists, Humana Press, New York.

Prahlow, J., Byard, R. W. 2012, Atlas of Forensic Pathology, Humana Press, New York.

Pratiwi, W.S., Afandi, D., Masdar, H. 2015, ‘Gambaran Visum et Repertum Perlukaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kuantan Singingi Periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2013’, Jom FK, vol. 2, no. 1.

Referensi

Dokumen terkait

sebuah karya fiksi seperti pada novel. Dengan demikian, setiap karakter dapat menentukan hasil dari cerita secara keseluruhan. Charles Michael “Chuck” Palahniuk merupakan

- Cevi bez šava, koje mogu biti: valjane i vu č ene. Šavna cev s uzdužnim šavom nastaje su č eonim zavarivanjem hladno pripremljenih limova, traka, pomo ć u jednog od slede ć ih

Jenis pendidikan yang satu ini dilakukan atas kesadaran serta rasa tanggung jawab dari siswa itu sendiri. Jalur pendidikan yang satu ini dilakukan secara mandiri. Hal

Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian pada bidang yang ada kaitannya dengan strategi koping yang dilakukan

Prosedur tertulis dalam hal ini adalah seluruh kegiatan atau aktifitas dalam produksi yang disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan yang menjamin semua bahan,

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif yang dilakukan didasarkan pada bahan hukum sekunder,

Indeks LLA/U merupakan indikator yang baik untuk menilai KEP (Kekurangan Energi Protein). Faktor yang dapat mempengaruhi kekurangan gizi anak sekolah dasar antara lain:

Prof Erman Aminullah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) DEWAN PAKAR HIMPENINDO:8. Ketua : Thomas Djamaludin (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) Sekretaris