• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian

Lahan penelitian selama ini tidak pernah di pupuk sehingga pertumbuhan rumput Tully kurang subur. Keadaan rumput tidak hijau dan kekuningan dengan rataan tinggi rumput 65.25 cm. Produksi bahan segar rumput Tully adalah 3 kg/m2, umur rumput Tully sekitar ± 4 tahun. Bentuk wilayah di padang penggembalaan datar dan vegetasinya padat.

Komposisi botani padang penggembalaan sebelum penggembalaan domba terdiri dari rumput Tully (80%), siratro (Macroptilium atropurpureum)(10%), Mimosa (Mimosa pudica)(5%), Jonga-Jonga (Chromolaena odorata)(2%), dan alang-alang (Imperata cylindrica)(3%).

Curah hujan rataan pertahun (2000-2003) adalah 2.602 mm/tahun dengan 131 hari hujan. Musim hujan dimulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei sedangkan musim kemarau dimulai bulan Juni sampai dengan bulan September. Tipe iklim termasuk tipe C menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson.

Keadaan musim di UP3J pada saat penelitian bulan Juni dan Juli 2004 memasuki akhir musin hujan, dengan rataan curah hujan 60.125 mm, kelembaman 75.435 %, suhu maksimum 31.91 oC, dan suhu minimum 21.27 oC . Pada bulan September dan Oktober 2004 memasuki musim kemarau dengan rataan curah hujan 10.25 mm, kelembaman 70.705 %, suhu maksimum 35.37 oC dan suhu minimum 24.28 oC. Pada bulan Desember dan Januari 2005 memasuki awal musim hujan dengan rataan curah hujan 370.5 mm, kelembaman 82.71 %, suhu maksimum 32.105 oC dan suhu minimum 23.49 oC.

Tekstur tanah adalah liat berdebu. Menurut Hanafiah (2005), tekstur tanah liat berdebu yaitu pasir kurang dari 20%, debu 40% dan liat 60%. Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa kesuburan tanah termasuk rendah dengan pH 5.25, tergolong asam menurut USDA (1985).

Nisbah C/N yang merupakan indikator tingkat dekomposisi bahan organik tanah sebesar 13.85 tergolong sedang (Hardjowigeno 2003), selanjutnya hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) atau banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah adalah 7.54 me/100 g (7.54 cmol/kg tanah).

Kapasitas tukar kation 5-16 me/100g atau 5-16 cmol/kg tanah tergolong rendah (Hardjowigeno 2003). Adapun kejenuhan basa 60.6 % tergolong tinggi, umumnya semakin tinggi kejenuhan basa maka semakin tinggi pH dan tanahnya semakin bersifat alkalis.

Kondisi Umum Padang Penggembalaan Setelah Penelitian Keadaan sifat fisik dan kimia tanah setelah penelitian tidak berbeda dengan sebelum penelitian (Lampiran 2). Tekstur tanah liat berdebu, pH 5.45 tergolong keasaman kuat, nisbah C/N 13.78 tergolong sedang, kapasitas tukar kation (KTK) 6.64 me/100g atau 6.64 cmol/kg tanah tergolong rendah. kejenuhan basa 79.95 % tergolong sangat tinggi.

Tekanan penggembalaan yang berbeda menyebabkan kondisi rumput berbeda pada setiap perlakuan terutama kesuburan tanah maupun pertumbuhan rumput.

Kondisi leguminosa, pada awal penelitian legum sangat sedikit tapi kemudian setelah penelitian kondisi leguminosa terutama siratro dan Mimosa bertambah banyak. Sebelum penelitian legum jenis siratrodan Mimosa telah ada dan tidak nampak karena sering terenggut oleh ternak.

Komponen yang paling tinggi dan dominan adalah rumput Tully. Komponen gulma sangat kecil karena tidak mampu hidup bersaing dengan rumput Tullydan leguminosa.

Produksi Rumput Tully (Brachiaria humidicola)

Hasil pengukuran dan analisis ragam rataan produksi rumput Tully tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukan bahwa rataan produksi rumput Tully pada awal musim hujan (404.58 g/m2/panen) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput pada musim hujan mendapatkan air yang cukup untuk proses metabolisme dan untuk pertumbuhan. Air sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman dan sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama pada protoplasma. Tanaman memerlukan air dari tanah dan karbondioksida dari

udara untuk membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis (Hardjowigeno 2003).

Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), tanaman yang kekurangan air akan menyebabkan pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat, dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.

Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding

tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan

rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy

1972).

Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi EM 4 karena EM 4 mampu meningkatkan kholorofil daun di padang penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut O et. al. (2002) pemberian EM 4 pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu : auksin (IAA), Giberelin (GA), dan asam absisik (ABA) (Ho dan Kim 2000).

18 Tabel 1 Rataan Produksi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan Bulan Jun-Jul Bulan Sept-Okt Bulan Des-Jan Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP Akhir Musim Hujan Musim Kemarau Awal Musim Hujan Rataan M0 M1 M2 M3 Total Rataan ... g/m2/panen ... ... g/m2/panen ... TP 2 ekor 389.75ab 476.25a 493.75a c 453.25A 401.67 466.67 447.5 497.17 1813.01 453.25A TP 4 ekor 386.875b 343.75b 381.25bc 362.29B 312.92 365.8 387.5 382.92 1449.14 362.29B TP 6 ekor 370.625b 288.125b 338.75bc 332.50B 303.33 326.67 348.33 351.67 1330 332.50B Total 1147.25 1108.125 1213.75 1148.04 1017.92 1159.14 1183.33 1231.76 121.83 1148.04 Rataan 382.42a 369.38b 404.58a 382.68 339.31b 386.38a 394.44a 410.58a 1530.72 382.68 Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air

0 100 200 300 400 500 600 0 10 20 30 Konsentrasi EM 4/l air

Produksi Rumput Tully (g BK)

Gambar 2 Grafik Hubungan Rataan Produksi Rumput Tully dengan

Penambahan Konsentrasi EM 4 pada Tekanan Penggembalaan yang Berbeda. 0 100 200 300 400 500 600 1 3 Tekanan Penggembalaan

Produksi Rumput Tully

(g BK/m2/panen)

Gambar 3 Grafik Interaksi Tekanan Penggembalaan dengan Curah Hujan Berbeda Terhadap Produksi Rumput Tully.

X Y

TP 6 ekor : Y = 307 + 1.67 X, r2 = 92.4% TP 2 ekor : Y = 413 + 2.67 X, r2 = 74.4% TP 4 ekor : Y = 328 + 2.32 X, r2 = 76.5%

Akhir Musim Hujan Awal Musim Hujan Musim Kemarau TP 6 ekor TP 4 ekor TP 2 ekor Y X Akhir Musim Hujan Y = 402 – 4.78; r2 = 86.0%

Awal Musim Hujan Y = 560 – 38.7 x; r2 = 93.6% Musim Kemarau Y = 557 – 47.0 x; r2 = 94.7%

Konsumsi Bahan Kering Rumput

Tabel 2, menunjukkan bahwa musim, tekanan penggembalaan dan penambahan EM 4 tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan konsumsi rumput Tully yang sangat rendah (361.5 g/ekor/minggu) dibandingkan kebutuhan domba berumur kurang dari setahun dengan berat badan 10 – 18 kg adalah 0.5 kg atau 500 g bahan kering/ekor/hari (NRC, 1985). Hal ini disebabkan karena rumput yang semakin tua dan palatabilitasnya semakin menurun (Parakkasi 1999; Skerman dan Riveros 1990). Menurut Umberger (2001), konsumsi domba meningkat apabila hijauan yang diberikan palatabilitasnya tinggi. Faktor lain adalah kondisi cuaca terutama curah hujan tinggi sehingga kesehatan ternak terganggu dan akibatnya konsumsi rumput menurun. Yusoff, Tapsir dan Zubir (2000) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba betina di padang penggembalaan adalah 0.89 kg berat kering/ekor/hari atau 3.82%.

Pertambahan Bobot Hidup Domba

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot hidup domba pada akhir musim hujan (83.83 g/ekor/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding musim kemarau (-70.90 g/ekor/minggu) dan awal musim hujan (-178.06 g/ekor/minggu). Rataan penurunan bobot hidup domba berbeda karena domba pada dasarnya di dalam tubuhnya terjadi serangkaian proses fisiologis sebagai pengaruh lingkungan yang senantiasa berubah sesuai dengan waktu dan tempat yakni faktor iklim, makanan atau nutrisi serta manajemen. Dalam hal ini domba sebagai hewan homeostatis akan selalu mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang konstan melalui proses biokimia dan fisiologis sebagai reaksi dari perubahan kondisi lingkungan. Sukarsa (1978) menyatakan bahwa suhu lingkungan agar domba tetap bertahan hidup adalah 38-40oC dengan rataan 39oC. Batas temperatur yang dapat mematikan domba adalah 45oC dengan kelembaban 65 %. Pada temperatur udara 35oC akan mengakibatkan mekanisme heat regulation control tidak akan mampu mempertahankan keseimbangan panas (Melvin 1975). Sebagai usaha dalam pelepasan panas pada temperatur tinggi

dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput pada musim hujan mendapatkan air yang cukup untuk proses metabolisme dan untuk

pertumbuhan. Air sangat berguna bagi

pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman dan sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama pada protoplasma. Tanaman memerlukan air dari tanah dan karbondioksida dari udara untuk membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis (Hardjowigeno 2003).

Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), tana man yang kekurangan air akan menyebabkan pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat, dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.

Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding

tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan

rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy

1972).

Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi EM 4 karena EM 4 mampu meningkatkan kholorofil daun di padang

penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut Min et. al. (2002) pemberian EM 4 pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu : auksin (IAA), Giberelin (GA), dan asam absisik (ABA) (Ho dan Kim 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa EM juga dapat memperbesar luasan daun dan menambah jumlah klorofil. ABA meningkatkan aktivitas biosintesis khlorofil pada daun jagung rata-rata 8%. Fungsi hormon auksin adalah mendorong pembesaran sel batang, akar dan daun, mengendalikan pengguguran daun serta mendorong pembesaran sel-sel kambiun. Asam absisik berfungsi dalam pengaturan stomata, sedangkan geberilin berfungsi untuk perpanjangan batang, pembelahan sel dan memperbesar luas daun. (Wattimena 1988)

Musim dengan tekanan penggembalaan interaksinya nyata (P<0.05), artinya musim dan tekanan penggembalaan mempengaruhi produksi rumput Tully secara sinergis. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada musim kemarau dan tekanan penggembalaan 6 ekor. Semakin rendah tekanan penggembalaan, maka penurunan bobot badan domba semakin kecil. Interaksi musim dengan tekanan penggembalaan terhadap produksi rumput Tully terjadi pada awal musim hujan

dan akhir musim hujan dengan tekanan penggembalaan 4 ekor domba. Interaksi tekanan penggembalaan dengan penambahan EM 4 tidak nyata (P>0.05) terhadap rataan produksi rumput Tully. Artinya tekanan pengembalaan dan pena mbahan konsentrasi EM 4 dalam mempengaruhi produksi rumput Tully

tidak bersamaan atau perperan secara terpisah (Steel and Torrie, 1993). Uji polynomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan musim dengan rataan produksi rumput rumput Tully meningkat secara linier Y = 372 + 0.088 X; r2= 94.0 %. Hubungan tekanan penggembalaan dengan produksi menurun secara

23 Tabel 2 Rataan Konsumsi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan Bula Jun-Jul Bulan Sep-Okt Bulan Des-Jan Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP Akhir Musim Hujan Musim Kemarau Awal Musim Hujan Rataan M0 M1 M2 M3 Total Rataan ... g BK/ekor/minggu ... ... g BK/ekor/minggu ... TP 2 ekor 385.0 378.8 430.0 397.9a 533.3 366.7 305.0 386.7 1591.7 397.9a TP 4 ekor 217.5 402.5 331.9 317.3a 295.0 285. 357.5 331.7 1269.2 317.3a TP 6 ekor 414.8 363.3 330.0 369.3a 322.8 619.4 296.1 238.9 1477.2 369.3a Total 1017.3 1144.6 1091.9 1084.5 1151.1 1271.1 958.6 957.5 4338.1 1084.5 Rataan 339.03a 381.52a 363.96a 361.5 383.70a 423.70a 319.53a 319.08a 1446.03 361.5 Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air

24 Tabel 3 Rataan Pertambahan Bobot Hidup Domba pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

Ulangan Bulan Jun-Jul Bulan Sep-Okt Bulan Des-Jan Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP Akhir Musim Hujan Musim Kemarau Awal Musim Hujan Rataan M0 M1 M2 M3 Total Rataan ... g/ekor/minggu ... ... g/ekor/minggu ... TP 2 ekor 88.75 20 -146.25 -12.5a 23.34 11.67 -53.34 -31.67 -50 -12.5a TP 4 ekor 83.13 -126.88 -155 -66.25a -113.33 -90 -35.83 -25.83 -265 -66.25a TP 6 ekor 79.58 -105.83 -232.92 -86.39a -103.35 -67.78 -85 -89.45 -345.56 -86.39a Total 251.46 -212.71 -534.17 -165.14 -193.34 -146.11 -174.17 -146.95 -660.57 -165.14 Rataan 83.83A -70.90B -178.06C -55.047 -64.45a -48.70a -58.06a -48.98a -220.19 -55.047 Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air

25 Y = 17-0.491x ; r2 = 52,9% 17 11.98 -12.52 -164.92 -126.37 Y = 90 - 2.6x; r2 = 52,9% 90 14 -66 -152 -200 -150 -100 -50 0 50 1 2 3 4 Curah Hujan (mm)

26 65 59.98 35.48 116.92 -150 -100 -50 0 50 100 1 2 3 4 Curah Hujan (mm)

27 Y = 17-0.91x; r2 = 52,9% 17 11.98 -12.52 -164.92 Y = 17-1.91x; r2 = 52,9% 17 -12.67 -157.38 -1057.45 -200 -150 -100 -50 0 50 100 150 1 2 3 4

linier, artinya semakin tinggi tekanan penggembalaan maka pertambahan bobot kering rumput semakin menurun. Hubungan penambahan konsentrasi EM 4 dengan rataan produksi rumput Tully meningkat secara linear artinya semakin tinggi penambahan konsentrasi EM 4, maka semakin tinggi rataan produksi bobot kering.

adalah dengan pengaturan sirkulasi dibantu oleh penguapan air seperti berkeringan dan bernapas terengah-engah. (Soeharsono dan Sukarsa 1978).

Pada akhir musim hujan bobot badan domba tidak menurun (83.83g/ekor/minggu) dibandingkan dengan musim kemarau dan awal musim hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan seimbangnya kondisi iklim di lapangan terutama curah hujan, suhu dan kelembaban. Penyebab lain adalah domba yang digunakan kondisi badannya sehat. Bobot badan semakin menurun pada ulangan selanjutnya karena kualitas rumput Tully rendah (protein 4.59%), dan konsumsi rendah (361.5 g BK/ekor/minggu).

Jumlah Infestasi Cacing Nematoda

Pada ternak ruminansia terdapat 4 kelompok jenis parasit (Hansen dan Perry 1994) yaitu: Pertama Nematoda (Haemoncus contotrtus, Ostertagia, Trichostrongylus, Strongyloides, Oesophagostonum, Cooperia curticei, Nematodirus, Trichuris), Kedua, Cestodes (Monecia, Stilesia, Thysanlezia, Cysticerus, Coenurus, dan avitelliza). Ketiga, Trematoda (Fasciola, Dicrocoelium, Paraphystomum, Schistosoma). Keempat, Protozoa (Coccidia),

Jenis parasit yang ditemukan pada ternak domba selama penelitian dan yang dominan adalah jenis yang pertama yaitu nematoda yang diketahui berdasarkan bentuk telur. Tabel 4, menunjukkan bahwa rataan jumlah telur nematoda pada akhir musim hujan (126.58 ttgt/minggu) dan musim kemarau (122.83 ttgt/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan awal musim hujan (303.58 ttgt/minggu). Hal ini disebabkan karena pada akhir musim hujan, hari panas dan intensitas penyinaran matahari beranggsur tinggi, artinya terjadi peralihan ke musim kemarau. Meningkatnya intensitas penyinaran

26 Tabel 4 Rataan Telur Nematoda Ternak Domba Total Telur tiap Gram Tinja pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan

Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan Bulan Jun-Jul Bulan Sep-Okt Bulan Des-Jan Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP Akhir Musim Hujan Musim Kemarau Awal Musim Hujan Rataan M0 M1 M2 M3 Total Rataan .... .... ttgt/minggu ... ... .... ttgt/minggu ... TP 2 ekor 116.75 118.5 283.75 173a 240.33 151.67 138.67 161.33 692 173a TP 4 ekor 123.75 129.75 319.5 191a 224.67 197.33 178.33 163.67 764 191a TP 6 ekor 139.25 120.25 307.5 189a 229.33 175.33 169.67 181.67 756 189a Total 379.75 368.5 910.75 553 694.33 524.33 486.67 506.67 2212 553 Rataan 126.58B 122.83B 303.58A 184.33 231.44A 174.77B 162.22B 168.89B 737.33 184.33 Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air

matahari maka infestasi nematoda menurun karena populasi larva cacing di padang rumput tergantung pada iklim lingkungan terutama suhu dan curah hujan serta kelembaban. Jumlah infestasi telur nematoda menurun pada musim kemarau karena suhu yang tinggi, dimana larva cacing yang baru menetas tidak dapat bertahan hidup pada suhu tinggi. Pelet tinja domba cepat kering dan sulit hancur pada musim kemarau sehingga bila ada telur cacing menetas maka larva sulit keluar dari pelet tinja. Kemungkinan lain karena pada musim kemarau air embun pada rumput cepat menguap, sehingga larva tidak leluasa naik ke pucuk rumput (Kusumamihardja 1982).

Jumlah telur nematoda akan meningkat pada awal musim hujan karena larva cacing mampu hidup dan berkembang pada suhu rendah, rumput basah karena air hujan dapat memudahkan larva cacing parasit naik ke pucuk-pucuk rumput (Donald et al., 1978). Selanjutnya dinyatakan bahwa suhu optimum penetasan telur dan pertumbuhan larva di lapangan penggembalaan terutama untuk cacing pita adalah 20 – 27 oC. Menurut Ogunsusi (1980) pada musim hujan dengan rataan curah hujan 192.6 mm tiap bulan justru banyak domba yang mati karena infestasi nematoda tinggi.

Rataan jumlah infestasi telur nematoda pada perlakuan penambahan EM 4 sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (M0 231.44). Hal ini kemungkinan EM 4 secara tidak langsung mampu menghambat laju larva cacing tidak dimakan oleh domba ketika merumput. Rotasi penggembalaan dengan masa istirahat selama 21 hari merupakan salah satu penyebab rendahnya jumlah telur cacing. Larva cacing terutama cacing pita dan strongyloides yang telah menetas, infektif masa hidupnya di lapangan maksimal 14 hari, setelah itu mati (Whittier, Zajas dan Umberger 2003).

122.83 126.58 303.58 0 100 200 300 400

Jumlah Infestasi Telur Cacing (ttgt)

Gambar 4 Histogram Rataan Jumlah Infestasi Telur Cacing Parasit pada Curah Hujan Berbeda.

Uji polynomial orthogonal menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan (x) dengan jumlah infestasi telur nematoda (y) meningkat secara linear dengan persamaan Y = 107 + 0.524 x, r2 = 97.9 %. Hubungan antara penambahan EM 4 (x) dengan jumlah telur nematoda (y) pada tekanan penggembalaan yang berbeda menurun secara linear dengan persamaan TP 2 ekor domba Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6% ; TP 4 ekor domba Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% ; TP 6 ekor domba Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3%.

X 10.26 mm

Curah Hujan

0 50 100 150 200 250 0 10 20 30 Konsentrasi EM 4 (ml/l air)

Jumlah Infestasi Telur Nematoda (ttgt)

Gambar 5 Grafik Hubungan Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda pada Feses Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4 yang Berbeda.

Kandungan Protein dan Serat Kasar Rumput Tully

Kandungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully dianalisa hanya pada periode ulangan ter akhir masa penelitian. Kandungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully tercantum pada Tabel 5 dan Tabel 6. Data kandungan protein dan serat kasar tidak dibahas secara detail karena tidak dianalisa statistika, data ini sebagai bahan informasi mengenai kand ungan gizi rumput Tully pada penelitian ini.

Pada Tabel 5 Rataan kandungan protein kasar rumput Tully memiliki kecenderungan lebih baik pada penambahan konsentrasi EM 4 dibandingkan kontrol, masing- masing yaitu M1 4.69%, M2 4.92%, M3 5.21%, dan kontrol 3.93%. Sedangkan tekanan penggembalaan 2 ekor , 4 ekor dan 6 ekor domba, kandungan protein kasar masing- masing adalah 4.74%, 4.59% dan 4.72%. Kandungan protein rumput Tully setelah dianalisis sangat rendah yaitu 4.59%.

Y X TP 2 ekor : Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6% TP 4 ekor : Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% TP 6 Ekor : Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3% TP 6 Ekor TP 4 ekor TP 2 ekor

Tabel 5 Rataan Kandungan Protein Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

Konsentrasi EM 4/l air TP M0 M1 M2 M3 Total Rataan ... % ... TP 2 ekor 4.02 4.38 5.17 5.37 18.94 4.74 TP 4 ekor 3.79 4.98 4.71 4.93 18.37 4.59 TP 6 ekor 3.98 4.70 4.89 5.32 18.89 4.72 Total 11.79 14.06 14.77 15.62 56.20 13.78 Rataan 3.93 4.69 4.92 5.21 18.75 4.59

Tabel 6 Rataan Kandungan Serat Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda. Konsentrasi EM 4/l air TP M0 M1 M2 M3 Total Rataan ... % ... TP 2 ekor 44.78 41.88 35 36.74 158.40 39.60 TP 4 ekor 35.66 35.76 40.34 39.05 150.81 37.70 TP 6 ekor 40.69 38.19 36.61 34.87 150.36 37.59 Total 121.13 115.83 111.95 110.66 459.57 114.89 Rataan 40.38 38.61 37.32 36.89 153.20 38.29

Rataan kandungan serat kasar rumput Tully dapat dilihat pada Tabel 6. Kandungan serat kasar rumput Tully, yaitu masing- masing M1 38.61, M2 37.31, M3 36.89 dan M0 40.38%. Tekanan penggembalaan 2 ekor, 4 ekor, dan 6 ekor tidak berbeda, yaitu 39.60, 37.70, dan 37.59%.

Rataan protein rumput Tully pada penelitian ini sangat rendah bila dibandingkan dengan pendapat Skerman dan Riveros (1990) bahwa rumput Tully mengandung protein 8-9 % dan serat kasar 32-35%, sedangkan kandungan serat kasar rumput Tully pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 38.29%.

Dokumen terkait