PRODUKSI RUMPUT
Brachiaria humidicola
DENGAN
PEMBERIAN EM 4 (
Effective Microorganisms
), DI
PADANG PENGGEMBALAAN TERNAK DOMBA
L A M A L E S I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Produksi Rumput Tully
(Brachiaria humidicola) dengan pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di
Padang Penggembalaan Ternak Domba adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
ABSTRAK
LA MALESI. Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms), Di Padang Penggembalaan Ternak Domba. Dibimbing oleh SOEDARMADI H, IGNATIUS KISMONO, dan SRI HARINI.
Padang penggembalaan memiliki berbagai permasalahan, terutama produktivitas dan kualitas rumput rendah serta banyaknya infestasi parasit cacing. Untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan dan mengurangi infestasi cacing perlu diupayakan berbagai cara, antara lain dengan penggunaan EM 4. EM 4 dapat meningkatkan kandungan khlorofil daun, tingkat fotosintesis tanaman lebih tinggi dan menjadikan tanaman tahan penyakit serta meningkatkan fiksasi nitrogen.
Padang penggembalaan ukuran 80 m x 60 m dibagi menjadi 3 petak besar sebagai petak utama, masing- masing seluas 80 m x 20 = 1600 m2 atau 0.16 ha. Selanjutnya masing- masing petak utama dibagi menjadi 4 petak sebagai anak petak, masing- masing seluas 20 m x 20 m = 400 m2 atau 0.004 ha. Tiap-tiap anak petak dibagi menjadi 4 petak rotasi pengembalaan dengan luas 10 m x 10 m = 100 m2 atau 0.01 ha, sehingga totalnya 3 x 4 x 4 = 48 petak rotasi penggembalaan. Setiap anak petak dipagari dengan kawat harmonika yang dapat dipasang atau dilepas. Penggembalaan diatur dengan sistem penggembalaan bergilir dengan masa tinggal (stay period) selama 7 hari dan domba tetap berada di lapangan selama 7 x 24 jam, dengan masa istirahat (rest period) 21 hari. Dengan demikian diperlukan 4 petak rotasi (21/7 + 1).
Rataan produksi rumput Tully (Brachiaria humidicola) pada awal musim hujan (404.58 g/m2/panen) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding tekanan penggembalaan 4 ekor domba (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba (332.50 g/m2/panen). Rataan produksi rumput nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian EM 4. Rataan pertambahan bobot hidup domba pada akhir musim hujan (83.83 g/ekor/hari) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding musim kemarau 70.90 g/ekor/hari) dan awal musim hujan (-178.06 g/ekor/minggu). Rataan jumlah telur nematoda pada akhir musim hujan (126.58 ttgt/minggu) dan musim kemarau (122.83 ttgt/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan awal musim hujan (303.58 ttgt/minggu). rataan jumlah infestasi telur nematoda pada perlakuan penambahan EM 4 sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (M0 231.44).
ABSTRACT
LA MALESI. Production of Brachiaria humidicola Suprayed EM 4 (Effective Microorganisms) in Grazing Sheep. Under the direction of SOEDARMADI H, IGNATIUS KISMONO and SRI HARINI.
The main problems of tropical pasture for grazing animals is low production and quality of herbage, and high infestation of nematode. One of various methods to improve herbage productivity and quality, and to minimize harmful effects due to parasites infestation was introduced the Effective Microorganism (EM 4) in to the pasture. This experiment has been conducted in June 2004 - February 2005 at Jonggol Animal Science Teaching and Research Unit (JASTRU) Bogor, West Java. Forty eight female sheep that herded rotationally on Brachiaria humidicola pasture. The purpose of the experiment was to study the effect of EM 4 to grass production and consumption, sheep body weight gain and nematode eggs number. This experiment arranged in split plot design replicated in time consisted of 2 factors. The stocking rates was the main plot consisted of three levels: 2 sheep, 4 sheep, and 6 sheep/paddock. The EM 4 concentrations as the sub plot consisted of four levels: 0 ml (without EM 4), 10 ml, 20 ml and 30 ml EM 4 / l water. The results were 1) The dry matter production of Brachiaria humidicola subjected to 2 sheep/paddock is significantly (P<0.05) higher than 4 and 6 sheep/paddock, as well as the use of 10; 20; 30 ml EM 4/l water compared to “without EM 4” treatment. 2) The higher stocking rate linearly decreased the body weight gain of sheep. 3) The highest number of nematode eggs significantly occurred in the beginning of rainy season and in the grazing area untreated with EM 4.
© Hak cipta milik La Malesi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
PRODUKSI RUMPUT
Brachiaria humidicola
DENGAN
PEMBERIAN EM 4 (
Effective Microorganisms
), DI
PADANG PENGGEMBALAAN TERNAK DOMBA
L A M A L E S I
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di Padang Penggembalaan Ternak Domba
Nama : La Malesi
NRP : D051020041
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc. Ketua
Ir. Ign. Kismono, M.S Ir. Sri Harini, M.S Anggota Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSc
PRAKATA
Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, ole h
karena atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniah-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Juni 2004 – Januari 2005 adalah Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan
Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di Padang Penggembalaan Ternak
Domba.
Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1) Bapak Prof. Dr. Ir. Soedarmadi
H, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Ir. Ign. Kismono, M.S dan
Ibu Ir. Sri Harini, M.S. sebagai pembimbing anggota, yang telah banyak
memberikan arahan dan saran dari awal penelitian hingga tersusunnya tesis ini. 2)
Bapak Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Rektor
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kendari, atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor. 3) Para pengurus
dan Karyawan UP3J yang telah banyak membantu dalam penelitian. 4) Ayah, Ibu
serta seluruh keluarga. Istri tersayang Ratni Kartini dan buah hati tercinta Jilan
Nisrina Firisi, atas dorongan moril dan bantuan materil yang diberikan selama
menjalani pendidikan .
Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin…
Bogor, Juni 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labaluba, Kabupaten Muna, Kendari pada tangga l 06
Agustus 1974 dari Ayah La Duka, A.Md dan Ibu Wa Maliande. Penulis
merupakan putra keenam dari delapan bersaudara.
Tahun 1994 lulus dari SMA Negeri Kabawo dan pada tahun yang sama
lulus PMDK (Tanpa Tes) masuk Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis
memilih Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan.
Tahun 2000 terdaftar sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
Kendari dan sebagai sekertaris Jurusan Produksi Ternak. Tahun 2001 sebagai
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR GAMBAR ...vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...1
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...2
Hipotesis ...2
TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan...3
Sistem Padang Pengge mbalaan...5
Manfaat Effective mikroorganisms 4 (EM-4)...8
Infestasi Nematoda dan Pengaruh Penggembalaan... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu penelitian ... 13
Alat dan Bahan... 13
Metode Penelitian... 13
Rancangan Percobaan ... 16
Parameter Yang Diukur ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian...21
Kondisi Padang Penggembalaan Setelah Penelitian ...23
Produksi Brachiaria humidicola...24
Konsumsi Rumput...30
Pertambahahan Bobot Hidup Domba...33
Jumlah Infestasi Telur Nematoda...36
Kandungan Protein dan Serat Kasar Brachiaria humidicola...40
KESIMPULAN DAN SARAN ...42
DAFTAR PUSTAKA ...43
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J sebelum Penelitian ... 22
2. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J setelah Penelitian ... ... 24
3. Rataan ProduksiBrachiaria humidicola pada Tingkat
Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 25
4. Rataan Konsumsi Rumput pada Tingkat
Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 31
5. Rataan Pertambahan Bobot Hidup Domba pada Tingkat
Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 34
6. Rataan Jumlah Telur Nematoda Ternak Domba Tiap Gram Tinja pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan
yang Berbeda... ... 37
7. Rataan Kandungan Protein Kasar Brachiaria humidicola pada Tingkat
Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 40
8. Rata-rata Kandungan Serat Kasar Brachiaria humidicola pada Tingkat
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Denah Penempatan Domba Penelitian di Lapangan ... 15
2. Grafik Hubungan Antara Rataan Produksi
Brachiaria humidicola dengan Musim yang Berbeda... ... 29
3. Grafik Hubungan Rataan Produksi Rumput Tully dengan Tekanan
Penggembalaan Berbeda... 29
4. Grafik Hubungan Antara Rataan Produksi
Brachiaria humidicola dengan Tekanan Penggembalan (TP)
dan Penambahan EM 4 yang Berbeda... ... 30
5. Grafik Hubungan Antara Rataan Pertambahan Bobot Hidup
Domba dengan Musim yang Berbeda... 35
6. Grafik Hubungan Antara Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda
Parasit pada Feses Domba dengan Musim yang Berbeda... 35
7. Grafik Hubungan Antara Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda Parasit pada Feses Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis Tanah Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian...44
2. Analisis Tanah Padang Penggembalaan Setelah Penelitian ...45
3. Rataan Curah Hujan dan Hari Hujan di Lokasi Penelitian...46
4. Curah Hujan Selama Penelitian...46
5. Pengamatan Visual Keadaan Rumput Sebelum Penelitian...47
6. Pengamatan Visual Keadaan Rumput Setelah Penelitian ...47
7. Anova Produksi Rumput Brachiaria humidicola...48
8. Anova Konsumsi Rumput ...49
9. Anova Pertambahan Bobot Badan Domba...50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padang penggembalaan merupakan suatu wilayah yang luas yang
ditumbuhi oleh rumput alami atau rumput unggul yang dibudidayakan dan
digembalai ternak. Secara alami pada umumnya merupakan vegetasi klimak di
wilayah dengan curah hujan tahunan rendah dan musim kemarau yang panjang.
Padang penggembalaan daerah tropis yang aktif digembalai khususnya di
Indonesia memiliki berbagai permasalahan. Masalah yang paling utama adalah
produksi rumput yang rendah dan banyaknya infestasi parasit cacing.
Produktivitas dan kualitas padang penggembalaan umumnya sangat
rendah dan fluktuatif tergantung pada musim. Pada musim kemarau kualitas dan
kuantitas rumput akan menurun sedangkan pada musim hujan kualitas dan
kuantitas rumput akan meningkat. Apabila pada musim kemarau penanganan
ternak dan padang penggembalaan dilakukan dengan baik, maka masalah
kekurangan rumput sepanjang musim kemarau dapat diperkecil.
Padang penggembalaan yang telah terinfestasi parasit cacing dapat
menimbulkan masalah, terutama yang berkaitan dengan produktivitas dan
reproduksi domba. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan kerugian dalam jangka
panjang.
Cacing yang biasa menganggu kesehatan domba adalah dari kelas
Nematoda, dan jenis yang paling berbahaya adalah cacing tambang (Haemonchus
contortus) yang tinggal dalam abomasum domba dan hidup sebagai penghisap
darah.
Untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan dan
mengurangi infestasi cacing perlu diupayakan berbagai cara, antara lain dengan
penggunaan EM 4 (Effective Microorganisms).
EM 4 merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang
bermanfaat, misalnya bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes
dan jamur fermentasi, yang dapat hidup secara bersama dalam kultur campuran
meningkatkan kandungan klorofil daun dan tingkat fotosintesis tanaman yang
lebih tinggi. Inokulasi EM 4 juga dapat menjadikan jenis tanaman tahan penyakit,
dan meningkatkan fiksasi nit rogen.
Pemanfaatan EM 4 dengan tujuan untuk mengatasi infestasi parasit cacing,
dan meningkatkan kesuburan tanah, serta meningkatkan produktivitas padang
penggembalaan di Indonesia belum banyak dipelajari. Untuk melihat manfaat EM
4 dalam pengelolaan padang penggembalaan perlu adanya suatu penelitian
terhadap penggunaan EM 4 pada padang penggembalaan yang aktif digembalai
ternak domba.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mempelajari pengaruh berbagai tingkat
tekanan penggembalaan dan berbagai tingkat konsentrasi EM 4 terhadap produksi
bobot bahan kering rumput dan konsumsi rumput Tully (Brachiaria humidicola),
pertambahan bobot badan ternak domba, dan tingkat infestasi cacing. 2)
Mengetahui berapa konsentrasi EM 4 optimum yang dapat digunakan untuk
padang penggembalaan.
Kegunaan penelitian adalah 1) Merekomendasikan tingkat konsentrasi EM
4 yang tepat dan dapat digunakan dalam peningkatan produksi rumput dan
pertambahan bobot hidup ternak domba, 2) sebagai bahan informasi dan bahan
acuan dalam pengembangan ternak domba di padang penggembalaan.
Hipotesis
Penambahan EM 4 akan meningkatkan produksi rumput Tully,
meningkatkan bobot badan ternak domba dan menurunkan tingkat infestasi cacing
TINJAUAN PUSTAKA
Padang Penggembalaan
Masalah utama pengelolaan dan pemanfaatan padang penggembalaan
adalah produktifitas yang rendah, berkembangnya gulma, kesuburan tanah rendah,
kandungan pospor, kalium, kalsium dan magnesium sangat rendah (Anonim
2005). Richard dan Barczewski (1998) menyatakan bahwa unsur fosfor dan
kalium diperlukan tanaman untuk merangsang perkembangan sistem perakaran
supaya kuat dan sehat.
Padang rumput merupakan lahan yang paling ekonomis dalam
menyediakan makanan ternak ruminansia. Sekitar 50% dapat mengurangi biaya
pakan dengan mengatur padang rumput pada musim penggembalaan. Rotasi
penggembalaan harus diperpanjang agar rumput dapat tumbuh kembali (Anonim
2005). Padang rumput yang produktif menghasilkan produksi ternak yang tinggi,
pencapaian produksi ternak yang tinggi tersebut diperoleh melalui suatu
perencanaan dan manajemen yang baik.
Setiana dan Abdullah (1993) menyatakan bahwa dilihat dari cara proses
introduksinya maka rumput dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu rumput
alami/liar/non budidaya dan rumput budidaya. Ketersediaan rumput alami
semakin berkurang dengan meningkatnya persaingan antara lahan untuk pangan,
perumahan, dan industri sehingga memerlukan upaya pengelolaan rumput alam,
ini agar tetap lestari dan bernilai ekonomis.
Tingkat produktivitas dan kualitas hijauan makanan ternak, baik yang
digunakan sebagai hijauan potongan maupun padang penggembalaan sangat
ditentukan oleh faktor tatalaksana. Aspek-aspek tatalaksana meliput i pengolahan
tanah, pemupukan, pengendalian pemotongan dan penggembalaan, pemeliharaan
dan tekanan penggembalaan (Susetyo 1980).
Pada musim hujan rumput mulai tumbuh dan menghasilkan makanan
ternak. Musim kemarau dengan temperatur tinggi dan kelembaman rendah dapat
mengurangi produksi rumput (Anonim 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa
permukaan tanah. Domba sangat sulit merenggut rumput dengan tinggi melebihi
120 cm sehingga konsumsi akan menurun dan kebutuhan akan nutirisi tidak
terpenuhi karena perenggutan tidak efisien sepanjang hari.
Manajemen padang penggembalaan yang baik akan meningkatkan
pertumbuhan dan produksi rumput lebih tinggi, kualitas rumput lebih baik, dan
produksi ternak lebih tinggi. Sedangkan pengaturan penggembalaan dapat
menjamin pelestarian kondisi padang rumput (Manske 2003). Selanjutnya
dinyatakan bahwa kunci untuk meningkatkan kesehatan ekosistem padang rumput
adalah menerapkan pengaturan penggembalaan dengan memenuhi kebutuhan
biologi dari tumbuhan dan mengatur periode sistem penggembalaan agar
pertumbuhan rumput terus terjaga sehingga tercapai proses yang menguntungkan
bagi tanaman rumput dan ekosistemnya.
Sistem Padang Penggembalaan
Sistem padang penggembalaan dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu,
penggembalaan kontinyu dan penggembalaan bergilir. Penggembalaan kontinyu
membiarkan domba merumput sendiri pada suatu padang rumput yang telah
ditetapkan sepanjang musim penggembalaan. Penggembalaan bergilir melibatkan
campur tangan manusia, lahan penggembalaan dibagi menjadi petak-petak rotasi
(Umberger 2001). Selanjutnya dinyatakan bahwa salah satu keuntungan
penggembalaan bergilir adalah ternak dapat diatur untuk mencegah ternak agar
tidak melakukan renggut pilih (selective grazing) supaya pertumbuhan kembali
rumput dapat terjamin.
Manske (2003) menyatakan bahwa pengaturan waktu penggembalaan
dengan baik dapat meningkatkan hubungan menguntungkan antara organisme
rhizospher tanah dengan akar dari tanaman rumput. Akar Rumput melepaskan
senyawa karbon, termasuk gula sederhana kepada organisma rhizospher, dan
organisma rhizosphere melepaskan mineral nitrogen kemudian diserap akar
tanaman. Tanah padang rumput mempunyai jumlah nitrogen yang melimpah
yang berasal dari bahan organik yang tidak tersedia secara langsung untuk
menjadi unsur-unsur tersedia melalui proses pelapukan dan mineralisasi sehingga
tanaman dapat menggunakannya.
Saat penggembalaan ternak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
pertama malam hari (night grazing), ternak akan merumput dengan baik selama
3-4 jam setelah dilepas kemudian dan ternak banyak menghabiskan waktunya untuk
tidur, kedua pada siang hari, ternak akan lebih cepat mencari tempat berteduh,
dan ketiga ternak digembalakan siang dan malam (Parakkasi 1999). Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa over grazing dapat merusak pertumbuhan hijauan, dan
lahan penggembalaan akan menjadi padat oleh feses sehingga hijauan tidak
palatabel.
Penggembalaan yang baik mulai dilakukan pada saat tanaman masih muda
karena rumputnya palatabel, dan bergizi. Produksi padang rumput terbaik
diperoleh pada penggembalaan bergilir dimana rumput diistrahatkan tiga minggu
untuk pertembuhan kembali setelah penggembalaan (Anonim 2005).
Penggembalaan kontinyu memerlukan sedikit campur tangan manusia,
sedangkan penggembalaan bergilir memerlukan manajemen lebih intensif dan
dilengkapi dengan sumber air dan pagar yang membatasi setiap pedok.
Penggembalaan bergilir harus memperhatikan keseimbangan antara produksi
rumput dengan tekanan penggembalaan agar produksi ternak meningkat lebih
tinggi. Pada penggembalaan kontinyu ternak domba merumput pada suatu lahan
penggembalan, sangat bebas sehingga pemanfaatan rumput tidak maksimal,
sedangkan penggembalaan bergilir dapat meningkatkan hasil produksi hijauan
makanan ternak (Umberger 2001).
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi domba betina atau anak
domba yang baru tumbuh diperlukan konsumsi rumput yang cukup dengan
kualitas yang sesuai kebutuhan ternak. Rata-Rata konsumsi bahan kering untuk
pertumbuhan 1,7 % dari berat badan, untuk masa menyusui 2,0% dari berat badan,
dan untuk masa bunting 4.0 % dari berat badan. (Umberger 2001)
Penggembalaan kurang (undergrazing) tanpa pengaturan (Susetyo 1980)
akan mengarah pada padang rumput yang botak-botak dengan pertumbuhan
rumput yang tidak merata, karena tempat yang pertama akan direnggut ternak
perengutan lebih disukai ternak daripada rumput yang tidak direnggut yang telah
tumbuh dan telah menjadi berbatang. Pengembalaan kurang akan menyebabkan
terbentuknya padang rumput yang tidak baik dan pertumbuhan belukar.
Manfaat Effective Mikroorganisms (EM 4)
Teknologi penggunaan EM 4 pertama kali dikembangkan oleh profesor
Terou Higa guru besar Universitas Ryukyus Jepang sejak tahun 1980. Anggraeni
dan Suharti (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi EM 4 di Indonesia di
mulai sejak tahun 1990, percobaan pada skala kecil membuktikan bahwa EM 4
dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk nipis, padi, sayur-sayuran, anggur
dan beberapa jenis bunga.
Higa dan Wididana (1994), menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur
campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan. EM 4
mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman serta telah diterapkan pada berbaga i jenis tanaman
dan kondisi tanah. EM 4 mampu meningkatkan dan memperbaiki kualitas
Produksi tanaman, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit,
meningkatkan klorofil dan fotosintesis serta meningkatkan efisiensi fiksasi N2. Higa (1993) menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur yang mengandung lima
jenis mikroorganisme utama yaitu : bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,
Actinomycetes, ragi dan jamur fermentasi yang bekerja secara sinergis.
Bakteri asam laktat merupakan golongan mikroorganisme yang
bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan
senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme patogen. Sesuai dengan
namanya bakteri asam laktat ini menghasilkan asam laktat sebagai hasil
metabolismenya yang sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain yang merugikan bagi tubuh. Bakteri asam laktat ini juga
memproduksi metabolic sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil,
ammonia, asam lemak, dan bakteriosin yang dapat menjadi penghambat bagi
perkembangan bakteri patogen (Wiryawan dan Anita 2001). Bakteriosin ini
merupakan senyawa protein yang bersifat bakteridal terhadap mikroorganisme
(bakteri) yang ditinjau dari segi genetiknya berdekatan dengan mikroorganisme
penghasil bakteriosin, sehingga bakteriosin ini akan terdegradasi dalam
pencernaan manusia maupun hewan (Wiryawan dan Anita 2001).
Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez
(2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu
memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam
organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk
menurunkan pH. Ada beberapa mekanisme kerja yang dilakukan oleh asam laktat
sebagain probiotik, yaitu : 1) berkopmetisi dengan mikroorganisme patogen untuk
mendapatkan nutrisi dan tempat tinggal, 2). Menjaga keseimbangan ekosistem
melalui penjagaan pH lingkungan agar tetap berada dalam kondisi asam, sehingga
perkembangan bakteri patogen terhambat, 3). Menyediakan kebutuhan
enzim-enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat, 4).
Mendektosifikasi zat beracun dalam tubuh, 5). Mampu menstimulasi kekebalan
tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi dari antibodi imunoglobulin (Lopez
2000).
Ho dan Kim (2000), menyatakan bahwa EM 4 mengandung tiga zat
penggerak pertumbuhan yaitu Indol Acetic Acid (IAA), Asam Absisat (ABA)
dan Giberelin (GA). Kandungan hormon pertumbuhan tanaman tersebut
berturut-turut 45 x 10-3 ppm, 70 x 10-3 ppm, dan 55 x 10-3 ppm.
Hormon secara umum dapat digolongkan dalam zatpemacu pertumb uhan
dan penghambat pertumbuhan, diantaranya auksin atau IAA disintesis dalam
bagian ujung-ujung vegetatif. GA disintesis dala m bagian daun-daun muda yang
sedang berkembang dan didistribusikan keseluruh tubuh tanaman. Penghambat
pertumbuhan yang paling terkenal adalah ABA (Wattimena 1988). Pertambahan
tinggi rumput dan ketebalan daun berkurang karena perubahan kualitas cahaya
dan pengurangan intensitas cahaya. Rangsangan diterima pada daun-daun dan
ruas-ruas yang terbentuk. Hormon terutama sitokinin dapat bertanggung jawab
Infestasi Nematoda dan Pengaruh Penggembalaan
Menurut Morley dan Donald (1977) faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya derajat infestasi nematoda pada domba adalah 1) kepadatan ternak,
2) waktu reproduksi terutama beranak dan menyapih, 3) lamanya merumput di
satu lapangan termasuk penggiliran, 4) pergantian jenis ternak yang merumput
atau dengan spesies sama tetapi telah kebal, 5) penggunaan rumput kering
sebagai makanan tambahan, 6) beberapa jenis ternak merumput bersama, 7)
perbandingan jumlah ternak muda dan tua, dan 8) jenis rumput utama di
lapangan.
Periode waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur menjadi larva
sangat kecil yaitu 5 hari dan tergantung pada kondisi cuaca. Larva sangat baik
berkembang pada kondisi-kondisi hangat, basah. Parasit merupakan suatu
masalah utama pada iklim lembab dibanding pada iklim kering. (Whittier, Zajac
dan Umberger 2003)
Siklus hidup cacing tambang (Haemonchus contortus) penting diketahui
sebagai program pengontrolan di lapangan. Pada domba dewasa, cacing tambang
tinggal di aboma sum dan bertelur di dalam jumlah yang sangat besar kemudian
dikeluarkan bersama feses. Telur pada feses menetas menjadi larva lalu
menempel pada rumput, dan berkembang menjadi larva infektif sebelum mereka
mampu untuk menginfeksi domba (Whittier, Zajac dan Umberger 2003).
Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap kali larva cacing tambang dimakan domba,
larva berkembang menjadi dewasa dan mampu bertelur, dan memerlukan waktu
sangat spesifik; yaitu sekitar 14 hari. Cacing betina bertelur 5-10 ribu tiap hari,
pada kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.
Cacing tambang menyebabkan menurunnya konsumsi pakan, absorbsi
protein, kalsium dan pospor pada domba. Akibatnya panjang dan besar tulang
berkurang, sehingga panjang otot juga berkurang, produksi dan kualitas daging
memiliki potensi biotik yang tinggi. Di Bogor, yang beriklim tipe A menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson, terdapat perbedaan derajat infeksi yang nyata,
dimana pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau
(Kusumamihardja 1982). Cacing tambang di Indonesia merupakan nematoda
kambing dan domba yang dominan, baik dari segi distribusi maupun dari segi
patogenitas dan kerugian ekonomi. Kusumamihardja (1992) selanjutnya
menguraikan bahwa telur keluar bersama feses domba akan menetas menjadi
larva setelah 19 jam. Larva berubah menjadi cacing dewasa yang infektif dalam
waktu 4-7 hari.
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 – Februari 2005, bertempat
di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Bogor, Jawa Barat.
Analisa proksimat rumput Tully (Brachiaria humidicola) dilakukan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa tanah dilakukan di
Laboratorium Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan padang penggembalaan bud idaya rumput
Tully seluas 1 hektar, EM 4 (Effective Microorganisms) produksi PT
Songgolangit Persada Jakarta, 48 ekor domba betina lokal berumur sekitar 8 - 10
bulan dengan bobot badan 12 - 17 kg (rataan 14.37 ± 2.5 kg).
Perlengkapan lain yang digunakan adalah penakar hujan type observation
untuk mengukur curah hujan harian, ember plastik sebagai tempat air minum yang
buah, timbangan untuk menimbang rumput kapasitas 5 kg (skala terkecil 50 g)
dan timbangan untuk menimbang ternak domba kapasitas 25 kg (skala terkecil
200 g), dan sabit untuk memotong rumput.
Metode Penelitian
Untuk mengetahui kandungan zat hara dan sifat kimia tanah, atau untuk
mengetahui apakah dengan adanya perlakuan penambahan EM 4 pada penelitian
ini terjadi perubahan kandungan unsur hara tanah atau sifat kimianya, maka
sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan, 2 sampel tanah diambil secara
acak pada lahan penggembalaan sebanyak 0.2 kg/sampel kemudian dianalisa.
Padang penggembalaan ukuran 80 m x 60 m dibagi menjadi 3 petak besar
sebagai petak utama, masing- masing seluas 80 m x 20 = 1600 m2 atau 0.16 ha. Selanjutnya masing- masing petak utama dibagi menjadi 4 petak sebagai anak
petak, masing- masing seluas 20 m x 20 m = 400 m2 atau 0.004 ha. Tiap-tiap anak petak dibagi menjadi 4 petak rotasi pengembalaan dengan luas 10 m x 10 m = 100
m2 atau 0.01 ha, sehingga totalnya 3 x 4 x 4 = 48 petak rotasi penggembalaan. Setiap anak petak dipagari dengan kawat harmonika yang dapat dipasang atau
dilepas.
Ternak domba betina sebanyak 48 ekor yang berumur sekitar 8 - 10 bulan
dengan bobot badan 12 - 17 kg (rataan 14.37 ± 2.5 kg) dimasukkan dalam setiap
petak rotasi penggembalaan setelah ditimbang untuk setiap perlakua n sesuai
dengan rancangan percobaan yang digunakan.
Air minum disediakan pada ember plastik yang ditempatkan di pinggir
pagar setiap petak yang akan digunakan. Untuk mengambil cuplikan hijauan
dipergunakan bingkai kawat berukuran 1 X 1 m, sedangkan untuk pengukuran
tinggi vertikal mempergunakan penggaris panjang berukuran 100 cm.
Penggembalaan diatur dengan sistem penggembalaan bergilir dengan masa
tinggal (stay period) selama 7 hari dan domba tetap berada di lapangan selama 7 x
24 jam, dengan masa istirahat (rest period) rumput (pertumbuhan kembali
rumput) 21 hari. Dengan demikian diperlukan 4 petak rotasi (21/7 + 1). Petak
rotasi pengembalaan akan digembalai kembali setelah masa istirahat 21 hari.
Selang waktu tersebut untuk memberikan kesempatan kepada rumput untuk
tumbuh kembali.
Penyemprotan EM 4 produksi PT Songgolangit Persada Jakarta, dilakukan
sebelum ternak dimasukkan ke padang penggembalaan dan ketika ternak akan
digilir pada petak rotasi penggembalaan kedua dan seterusnya sampai berakhir
ulangan pertama (masa penggembalaan bulan Juni dan Juli). Penyemprotan
konsentrasi EM 4/l air untuk setiap empat rotasi penggembalaan sebanyak 10 liter
dan dilakukan Penyemprotan EM 4 dilakukan sampai rata membasahi daun dan
dilakukan pada pukul 17.00 waktu setempat. Setelah ulangan pertama selesai,
rumput pada area penelitian dipotong rata setinggi 20 cm di atas permukaan tanah
kemudian rumput diistrahatkan selama 30 hari. Ulangan kedua dilakukan setelah
rumput istrahat 30 hari, domba ditimbang, dan pengacakan seperti pada ulangan
pertama.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design)
dengan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama dalam
penelitian ini adalah tekanan penggembalaan yang semakin meningkat terdiri dari
3 macam perlakuan yaitu : 1. Tekanan penggembalaan dengan jumlah ternak 2
ekor domba/petak rotasi penggembalaan, 2. Tekanan penggembalaan dengan
jumlah ternak 4 ekor domba/petak rotasi penggembalaan dan 3. Tekanan
penggembalaan dengan jumlah ternak 6 ekor domba/petak rotasi penggembalaan.
Sebagai anak petak adalah konsentrasi EM 4 yang terdiri dari 4 taraf yaitu :
dan 3) Awal musim hujan (bulan Desember dan Januari). Setiap petak rotasi
penggembalaan disemprot EM 4 sebanyak 2.5 liter. Ternak domba dipakai
selama 42 hari/ulangan, setelah itu ternak diistrahatkan selama 30 hari kemudian
dipakai kembali dan diacak untuk ulangan berikutnya. Kapasitas tampung padang
penggembalaan diukur kembali sebelum memasuki ulangan berikutnya.
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dan ulangan (musim), serta
interaksinya terhadap produksi rumput Tully, konsumsi rumput, pertambahan
bobot badan ternak domba dan jumlah infestasi cacing pada ternak domba
dilakukan analisa ragam (anova). Selanjutnya jika terdapat pengaruh nyata dari
perlakuan serta interaksinya akan dilakukan uji Polyno mial Orthogonal (Steell and
Torrie, 1993)
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Kk + TPi + TKik + Mj + (TM)ij + εijk, : i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3,
Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh petak utama (TP) Tekanan Penggembalaan taraf ke- i dan anak petak (M) EM 4 pada taraf ke-j serta ulangan ke-k
µ = Rataan umum
K = Ulangan
TPi = Pengaruh petak utama (T) Tekanan Penggembalaan ke- i TKik = Galat petak utama
Mj = Pengaruh anak petak (M) EM 4 ke-j
(TM)ij = Pengaruh interaksi petak utama (T) taraf ke- i dan anak petak (M) taraf ke-j
εijk = Pengaruh galat dari suatu perlakuan ke-ij dengan ulangan ke-k
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dan ulangan (musim), serta
interaksinya terhadap pertumbuhan, produksi rumput Tully, konsumsi rumput
Tully, pertambahan bobot badan ternak domba dan jumlah infestasi cacing pada
ternak domba dilakukan analisa menggunakan analisis ragam (anova).
Selanjutnya jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan serta interaksinya akan
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu : 1 ) Produksi bobot
kering rumput, 2) konsumsi bahan kering rumput, 3) pertambahan bobot badan
domba, 4) infestasi cacing Nematoda, dan 5) Kand ungan protein kasar dan serat
kasar rumput Tully.
1. Produksi Tully (Brachiaria humidicola)
Untuk mengetahui produksi rumput dilakukan pemotongan rumput
setinggi ± 2 cm di atas permukaan tanah untuk masing- masing perlakuan
seluas satu meter persegi/21 hari kemudian rumput dikeringkan dioven
pada suhu 105 oC sampai bobot keringnya konstan. 2. Konsumsi Rumput Tully
Pengukuran konsumsi rumput dilakukan dengan metoda kurungan
(cage method). Contoh hijauan dipotong seluas 1 m2 sebanyak dua buah cuplikan masing- masing di dalam dan di luar kurung) pada setiap petak
rotasi penggembalaan. Contoh pertama diambil pada cuplikan terkurung
dan contoh kedua diambil pada rumput yang digembalai. Konsumsi
rumput diperhitungkan sebagai selisih antara berat rumput pada cuplikan
terkurung dikurangi berat rumput tidak terkurung.
3. Pertambahan Bobot Badan Ternak
Pertambahan bobot hidup domba diukur dengan cara : Ternak
domba ditimbang sebelum digembalakan dan setelah akan digilir pada
setiap petak rotasi penggembalaan. Ternak domba dik eluarkan dari
padang penggembalaan dan ditempatkan di kandang untuk dipuasakan
selama 15 jam sebelum ditimbang. Penimbangan terakhir dilakukan
setelah selesai penelitian.
4. Infestasi Cacing Parasit;
Untuk menghitung infestasi cacing dalam feses domba digunakan
ternak untuk tiap perlakuan sebanyak 10% dari total feses setelah
dikompositkan. Telur cacing diambil pada akhir penggembalaan setiap
petak (pada hari ke 7 ketika domba akan digilir pada petak selanjutnya).
Telur cacing dihitung dengan alat penghitung telur cacing modifikasi dari
McMaster, yaitu metode simple McMaster technique, yang terdiri dari
empat kamar hitung, masing- masing mempunyai volume 0,15 ml. Cara
kerjanya yaitu sampel feses diambil 4 gram, ditaruh dalam mortar,
ditambah 56 ml larutan NaCl dan dilumatkan sampai membentuk suspensi
feses. Suspensi feses kemudian dipindahkan ke dalam Erlenmeyer
berskala melalui saringan teh. Mortar dicuci dengan larutan garam jenuh
dan ditungkan lagi melalui saringan yang sama kedalam Erlenmeyer yang
sama pula. Selanjutnya suspensi feses diencerkan dengan larutan NaCl
hingga menjadi 60 ml. Erlenmeyer dikocok sambil diaduk dengan
pengaduk gelas, suspensi feses dipipet ke dalam kamar hitung McMaster
pertama. Erlenmeyer dikocok lagi, dipipet kedalam kamar hitung kedua.
Setelah dibiarkan 3 menit, telur yang terapung dalam daerah 1.0 mm2 dari tiap kamar dihitung. Total banyaknya telur per gram tinja/feses (Ttgt) :
Ttgt =
5. Kandungan protein dan serat kasar Rumput Tully
Untuk mengetahui kandungan protein dan serat kasar, sampel rumput
Tully dipotong tiap perlakuan setinggi 2 cm di atas permukaan tanah pada ulangan
terakhir sebanyak 1 kg, rumput dipotong-potong dengan ukuran 2 cm kemudian
dikeringkan dan digiling untuk analisa kandungan protein dan serat kasar. Jumlah telur yang diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian
Lahan penelitian selama ini tidak pernah di pupuk sehingga pertumbuhan
rumput Tully kurang subur. Keadaan rumput tidak hijau dan kekuningan dengan
rataan tinggi rumput 65.25 cm. Produksi bahan segar rumput Tully adalah 3
kg/m2, umur rumput Tully sekitar ± 4 tahun. Bentuk wilayah di padang
penggembalaan datar dan vegetasinya padat.
Komposisi botani padang penggembalaan sebelum penggembalaan domba
terdiri dari rumput Tully (80%), siratro (Macroptilium atropurpureum)(10%),
Mimosa (Mimosa pudica)(5%), Jonga-Jonga (Chromolaena odorata)(2%), dan
alang-alang (Imperata cylindrica)(3%).
Curah hujan rataan pertahun (2000-2003) adalah 2.602 mm/tahun dengan
131 hari hujan. Musim hujan dimulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei
sedangkan musim kemarau dimulai bulan Juni sampai dengan bulan September.
Tipe iklim termasuk tipe C menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson.
Keadaan musim di UP3J pada saat penelitian bulan Juni dan Juli 2004
memasuki akhir musin hujan, dengan rataan curah hujan 60.125 mm, kelembaman
75.435 %, suhu maksimum 31.91 oC, dan suhu minimum 21.27 oC . Pada bulan September dan Oktober 2004 memasuki musim kemarau dengan rataan curah
hujan 10.25 mm, kelembaman 70.705 %, suhu maksimum 35.37 oC dan suhu minimum 24.28 oC. Pada bulan Desember dan Januari 2005 memasuki awal musim hujan dengan rataan curah hujan 370.5 mm, kelembaman 82.71 %, suhu
maksimum 32.105 oC dan suhu minimum 23.49 oC.
Tekstur tanah adalah liat berdebu. Menurut Hanafiah (2005), tekstur tanah
liat berdebu yaitu pasir kurang dari 20%, debu 40% dan liat 60%. Hasil analisis
tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa kesuburan tanah termasuk rendah
dengan pH 5.25, tergolong asam menurut USDA (1985).
Nisbah C/N yang merupakan indikator tingkat dekomposisi bahan organik
tanah sebesar 13.85 tergolong sedang (Hardjowigeno 2003), selanjutnya hasil
analisis kapasitas tukar kation (KTK) atau banyaknya kation yang dapat dijerap
Kapasitas tukar kation 5-16 me/100g atau 5-16 cmol/kg tanah tergolong rendah
(Hardjowigeno 2003). Adapun kejenuhan basa 60.6 % tergolong tinggi,
umumnya semakin tinggi kejenuhan basa maka semakin tinggi pH dan tanahnya
semakin bersifat alkalis.
Kondisi Umum Padang Penggembalaan Setelah Penelitian
Keadaan sifat fisik dan kimia tanah setelah penelitian tidak berbeda
dengan sebelum penelitian (Lampiran 2). Tekstur tanah liat berdebu, pH 5.45
tergolong keasaman kuat, nisbah C/N 13.78 tergolong sedang, kapasitas tukar
kation (KTK) 6.64 me/100g atau 6.64 cmol/kg tanah tergolong rendah.
kejenuhan basa 79.95 % tergolong sangat tinggi.
Tekanan penggembalaan yang berbeda menyebabkan kondisi rumput
berbeda pada setiap perlakuan terutama kesuburan tanah maupun pertumbuhan
rumput.
Kondisi leguminosa, pada awal penelitian legum sangat sedikit tapi
kemudian setelah penelitian kondisi leguminosa terutama siratro dan Mimosa
bertambah banyak. Sebelum penelitian legum jenis siratrodan Mimosa telah ada
dan tidak nampak karena sering terenggut oleh ternak.
Komponen yang paling tinggi dan dominan adalah rumput Tully.
Komponen gulma sangat kecil karena tidak mampu hidup bersaing dengan rumput
Tullydan leguminosa.
Produksi Rumput Tully (Brachiaria humidicola)
Hasil pengukuran dan analisis ragam rataan produksi rumput Tully
tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukan bahwa rataan produksi rumput
Tully pada awal musim hujan (404.58 g/m2/panen) nyata (P<0.05) lebih tinggi
dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38
g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput pada musim hujan mendapatkan
air yang cukup untuk proses metabolisme dan untuk pertumbuhan. Air sangat
berguna bagi pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut unsur hara agar
mudah diserap oleh tanaman dan sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama
udara untuk membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis (Hardjowigeno
2003).
Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan
kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut
Goldsworthy dan Fisher (1992), tanaman yang kekurangan air akan menyebabkan
pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat,
dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh
karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju
fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian
besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.
Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor
domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding
tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan
penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan
karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6
ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan
rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan
tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy
1972).
Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi
EM 4 karena EM 4 mampu meningkatkan kholorofil daun di padang
penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas
fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput
berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar
mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri
fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis
tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut O et. al. (2002) pemberian EM 4
pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan
produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.
Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh
zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu
18 Tabel 1 Rataan Produksi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.
Ulangan
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan
0
Gambar 2 Grafik Hubungan Rataan Produksi Rumput Tully dengan
Penambahan Konsentrasi EM 4 pada Tekanan Penggembalaan yang
Konsumsi Bahan Kering Rumput
Tabel 2, menunjukkan bahwa musim, tekanan penggembalaan dan
penambahan EM 4 tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan konsumsi
rumput Tully yang sangat rendah (361.5 g/ekor/minggu) dibandingkan kebutuhan
domba berumur kurang dari setahun dengan berat badan 10 – 18 kg adalah 0.5 kg
atau 500 g bahan kering/ekor/hari (NRC, 1985). Hal ini disebabkan karena
rumput yang semakin tua dan palatabilitasnya semakin menurun (Parakkasi 1999;
Skerman dan Riveros 1990). Menurut Umberger (2001), konsumsi domba
meningkat apabila hijauan yang diberikan palatabilitasnya tinggi. Faktor lain
adalah kondisi cuaca terutama curah hujan tinggi sehingga kesehatan ternak
terganggu dan akibatnya konsumsi rumput menurun. Yusoff, Tapsir dan Zubir
(2000) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba betina di padang
penggembalaan adalah 0.89 kg berat kering/ekor/hari atau 3.82%.
Pertambahan Bobot Hidup Domba
Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot hidup domba pada
akhir musim hujan (83.83 g/ekor/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi
dibanding musim kemarau (-70.90 g/ekor/minggu) dan awal musim hujan
(-178.06 g/ekor/minggu). Rataan penurunan bobot hidup domba berbeda karena
domba pada dasarnya di dalam tubuhnya terjadi serangkaian proses fisiologis
sebagai pengaruh lingkungan yang senantiasa berubah sesuai dengan waktu dan
tempat yakni faktor iklim, makanan atau nutrisi serta manajemen. Dalam hal ini
domba sebagai hewan homeostatis akan selalu mempertahankan temperatur
tubuhnya pada kisaran yang konstan melalui proses biokimia dan fisiologis
sebagai reaksi dari perubahan kondisi lingkungan. Sukarsa (1978) menyatakan
bahwa suhu lingkungan agar domba tetap bertahan hidup adalah 38-40oC dengan rataan 39oC. Batas temperatur yang dapat mematikan domba adalah 45oC dengan kelembaban 65 %. Pada temperatur udara 35oC akan mengakibatkan mekanisme heat regulation control tidak akan mampu mempertahankan keseimbangan panas
dibanding akhir musim hujan (382.42
g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38
g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput
pada musim hujan mendapatkan air yang cukup
untuk proses metabolisme dan untuk
pertumbuhan. Air sangat berguna bagi
pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut
unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman dan
sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama pada
protoplasma. Tanaman memerlukan air dari
tanah dan karbondioksida dari udara untuk
membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis
(Hardjowigeno 2003).
Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan
kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut
Goldsworthy dan Fisher (1992), tana man yang kekurangan air akan menyebabkan
pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat,
dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh
karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju
fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian
besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.
Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor
domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding
tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan
penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan
karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6
ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan
rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan
tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy
1972).
Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi
penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas
fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput
berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar
mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri
fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis
tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut Min et. al. (2002) pemberian EM 4
pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan
produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.
Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh
zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu
: auksin (IAA), Giberelin (GA), dan asam absisik (ABA) (Ho dan Kim 2000).
Selanjutnya dinyatakan bahwa EM juga dapat memperbesar luasan daun dan
menambah jumlah klorofil. ABA meningkatkan aktivitas biosintesis khlorofil
pada daun jagung rata-rata 8%. Fungsi hormon auksin adalah mendorong
pembesaran sel batang, akar dan daun, mengendalikan pengguguran daun serta
mendorong pembesaran sel-sel kambiun. Asam absisik berfungsi dalam
pengaturan stomata, sedangkan geberilin berfungsi untuk perpanjangan batang,
pembelahan sel dan memperbesar luas daun. (Wattimena 1988)
Musim dengan tekanan penggembalaan interaksinya nyata (P<0.05),
artinya musim dan tekanan penggembalaan mempengaruhi produksi rumput Tully
secara sinergis. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada musim kemarau dan
tekanan penggembalaan 6 ekor. Semakin rendah tekanan penggembalaan, maka
penurunan bobot badan domba semakin kecil. Interaksi musim dengan tekanan
penggembalaan terhadap produksi rumput Tully terjadi pada awal musim hujan
dan akhir musim hujan dengan tekanan penggembalaan 4 ekor domba.
Interaksi tekanan penggembalaan dengan penambahan EM 4 tidak nyata
(P>0.05) terhadap rataan produksi rumput Tully. Artinya tekanan pengembalaan
dan pena mbahan konsentrasi EM 4 dalam mempengaruhi produksi rumput Tully
tidak bersamaan atau perperan secara terpisah (Steel and Torrie, 1993).
Uji polynomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan musim dengan
rataan produksi rumput rumput Tully meningkat secara linier Y = 372 + 0.088 X;
23 Tabel 2 Rataan Konsumsi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.
Ulangan
Bula
Jun-Jul
Bulan
Sep-Okt
Bulan
Des-Jan
Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP
Akhir Musim
Hujan
Musim Kemarau
Awal Musim Hujan
Rataan
M0 M1 M2 M3
Total Rataan
... g BK/ekor/minggu ... ... g BK/ekor/minggu ...
TP 2 ekor 385.0 378.8 430.0 397.9a 533.3 366.7 305.0 386.7 1591.7 397.9a
TP 4 ekor 217.5 402.5 331.9 317.3a 295.0 285. 357.5 331.7 1269.2 317.3a
TP 6 ekor 414.8 363.3 330.0 369.3a 322.8 619.4 296.1 238.9 1477.2 369.3a
Total 1017.3 1144.6 1091.9 1084.5 1151.1 1271.1 958.6 957.5 4338.1 1084.5
Rataan 339.03a 381.52a 363.96a 361.5 383.70a 423.70a 319.53a 319.08a 1446.03 361.5
Keterangan :
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan
24 Tabel 3 Rataan Pertambahan Bobot Hidup Domba pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.
Ulangan
Bulan
Jun-Jul
Bulan
Sep-Okt
Bulan
Des-Jan
Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP
Akhir Musim
Hujan
Musim Kemarau
Awal Musim Hujan
Rataan
M0 M1 M2 M3
Total Rataan
... g/ekor/minggu ... ... g/ekor/minggu ...
TP 2 ekor 88.75 20 -146.25 -12.5a 23.34 11.67 -53.34 -31.67 -50 -12.5a
TP 4 ekor 83.13 -126.88 -155 -66.25a -113.33 -90 -35.83 -25.83 -265 -66.25a
TP 6 ekor 79.58 -105.83 -232.92 -86.39a -103.35 -67.78 -85 -89.45 -345.56 -86.39a
Total 251.46 -212.71 -534.17 -165.14 -193.34 -146.11 -174.17 -146.95 -660.57 -165.14
Rataan 83.83A -70.90B -178.06C -55.047 -64.45a -48.70a -58.06a -48.98a -220.19 -55.047
Keterangan :
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan
25 Y = 17-0.491x ; r2 = 52,9%
17 11.98 -12.52
-164.92 -126.37
Y = 90 - 2.6x; r2 = 52,9% 90
14 -66 -152
-200 -150 -100 -50 0 50
1 2 3 4
Curah Hujan (mm)
26 65
59.98 35.48 116.92
-150 -100 -50 0 50 100
1 2 3 4
Curah Hujan (mm)
27 Y = 17-0.91x; r2 = 52,9%
17 11.98 -12.52 -164.92
Y = 17-1.91x; r2 = 52,9%
17 -12.67 -157.38 -1057.45
-200 -150 -100 -50 0 50 100 150
linier, artinya semakin tinggi tekanan penggembalaan maka pertambahan bobot
kering rumput semakin menurun. Hubungan penambahan konsentrasi EM 4
dengan rataan produksi rumput Tully meningkat secara linear artinya semakin
tinggi penambahan konsentrasi EM 4, maka semakin tinggi rataan produksi bobot
kering.
adalah dengan pengaturan sirkulasi dibantu oleh penguapan air seperti
berkeringan dan bernapas terengah-engah. (Soeharsono dan Sukarsa 1978).
Pada akhir musim hujan bobot badan domba tidak menurun
(83.83g/ekor/minggu) dibandingkan dengan musim kemarau dan awal musim
hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan seimbangnya kondisi iklim di lapangan
terutama curah hujan, suhu dan kelembaban. Penyebab lain adalah domba yang
digunakan kondisi badannya sehat. Bobot badan semakin menurun pada ulangan
selanjutnya karena kualitas rumput Tully rendah (protein 4.59%), dan konsumsi
rendah (361.5 g BK/ekor/minggu).
Jumlah Infestasi Cacing Nematoda
Pada ternak ruminansia terdapat 4 kelompok jenis parasit (Hansen dan
Perry 1994) yaitu: Pertama Nematoda (Haemoncus contotrtus, Ostertagia,
Trichostrongylus, Strongyloides, Oesophagostonum, Cooperia curticei,
Nematodirus, Trichuris), Kedua, Cestodes (Monecia, Stilesia, Thysanlezia,
Cysticerus, Coenurus, dan avitelliza). Ketiga, Trematoda (Fasciola,
Dicrocoelium, Paraphystomum, Schistosoma). Keempat, Protozoa (Coccidia),
Jenis parasit yang ditemukan pada ternak domba selama penelitian dan
yang dominan adalah jenis yang pertama yaitu nematoda yang diketahui
berdasarkan bentuk telur. Tabel 4, menunjukkan bahwa rataan jumlah telur
nematoda pada akhir musim hujan (126.58 ttgt/minggu) dan musim kemarau
(122.83 ttgt/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan awal
musim hujan (303.58 ttgt/minggu). Hal ini disebabkan karena pada akhir musim
hujan, hari panas dan intensitas penyinaran matahari beranggsur tinggi, artinya
26 Tabel 4 Rataan Telur Nematoda Ternak Domba Total Telur tiap Gram Tinja pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan
Penggembalaan serta Musim Berbeda.
Ulangan
Bulan
Jun-Jul
Bulan
Sep-Okt
Bulan
Des-Jan
Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP
Akhir Musim
Hujan
Musim Kemarau
Awal Musim Hujan
Rataan
M0 M1 M2 M3
Total Rataan
.... .... ttgt/minggu ... ... .... ttgt/minggu ...
TP 2 ekor 116.75 118.5 283.75 173a 240.33 151.67 138.67 161.33 692 173a
TP 4 ekor 123.75 129.75 319.5 191a 224.67 197.33 178.33 163.67 764 191a
TP 6 ekor 139.25 120.25 307.5 189a 229.33 175.33 169.67 181.67 756 189a
Total 379.75 368.5 910.75 553 694.33 524.33 486.67 506.67 2212 553
Rataan 126.58B 122.83B 303.58A 184.33 231.44A 174.77B 162.22B 168.89B 737.33 184.33
Keterangan :
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan
matahari maka infestasi nematoda menurun karena populasi larva cacing di
padang rumput tergantung pada iklim lingkungan terutama suhu dan curah hujan
serta kelembaban. Jumlah infestasi telur nematoda menurun pada musim kemarau
karena suhu yang tinggi, dimana larva cacing yang baru menetas tidak dapat
bertahan hidup pada suhu tinggi. Pelet tinja domba cepat kering dan sulit hancur
pada musim kemarau sehingga bila ada telur cacing menetas maka larva sulit
keluar dari pelet tinja. Kemungkinan lain karena pada musim kemarau air embun
pada rumput cepat menguap, sehingga larva tidak leluasa naik ke pucuk rumput
(Kusumamihardja 1982).
Jumlah telur nematoda akan meningkat pada awal musim hujan karena
larva cacing mampu hidup dan berkembang pada suhu rendah, rumput basah
karena air hujan dapat memudahkan larva cacing parasit naik ke pucuk-pucuk
rumput (Donald et al., 1978). Selanjutnya dinyatakan bahwa suhu optimum
penetasan telur dan pertumbuhan larva di lapangan penggembalaan terutama
untuk cacing pita adalah 20 – 27 oC. Menurut Ogunsusi (1980) pada musim hujan dengan rataan curah hujan 192.6 mm tiap bulan justru banyak domba yang mati
karena infestasi nematoda tinggi.
Rataan jumlah infestasi telur nematoda pada perlakuan penambahan EM
4 sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (M0
231.44). Hal ini kemungkinan EM 4 secara tidak langsung mampu menghambat
laju larva cacing tidak dimakan oleh domba ketika merumput. Rotasi
penggembalaan dengan masa istirahat selama 21 hari merupakan salah satu
penyebab rendahnya jumlah telur cacing. Larva cacing terutama cacing pita dan
strongyloides yang telah menetas, infektif masa hidupnya di lapangan maksimal
14 hari, setelah itu mati (Whittier, Zajas dan Umberger 2003).
122.83 126.58
303.58
0 100 200 300 400
Jumlah Infestasi Telur Cacing (ttgt)
Gambar 4 Histogram Rataan Jumlah Infestasi Telur Cacing Parasit pada Curah Hujan Berbeda.
Uji polynomial orthogonal menunjukkan bahwa hubungan antara curah
hujan (x) dengan jumlah infestasi telur nematoda (y) meningkat secara linear
dengan persamaan Y = 107 + 0.524 x, r2 = 97.9 %. Hubungan antara penambahan EM 4 (x) dengan jumlah telur nematoda (y) pada tekanan
penggembalaan yang berbeda menurun secara linear dengan persamaan TP 2 ekor
domba Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6% ; TP 4 ekor domba Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% ; TP 6 ekor domba Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3%.
X 10.26 mm
Curah Hujan
0 50 100 150 200 250
0 10 20 30
Konsentrasi EM 4 (ml/l air)
Jumlah Infestasi Telur Nematoda (ttgt)
Gambar 5 Grafik Hubungan Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda pada Feses Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4 yang Berbeda.
Kandungan Protein dan Serat Kasar Rumput Tully
Kandungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully dianalisa hanya
pada periode ulangan ter akhir masa penelitian. Kandungan protein kasar dan
serat kasar rumput Tully tercantum pada Tabel 5 dan Tabel 6. Data kandungan
protein dan serat kasar tidak dibahas secara detail karena tidak dianalisa statistika,
data ini sebagai bahan informasi mengenai kand ungan gizi rumput Tully pada
penelitian ini.
Pada Tabel 5 Rataan kandungan protein kasar rumput Tully memiliki
kecenderungan lebih baik pada penambahan konsentrasi EM 4 dibandingkan
kontrol, masing- masing yaitu M1 4.69%, M2 4.92%, M3 5.21%, dan kontrol
3.93%. Sedangkan tekanan penggembalaan 2 ekor , 4 ekor dan 6 ekor domba,
kandungan protein kasar masing- masing adalah 4.74%, 4.59% dan 4.72%.
Kandungan protein rumput Tully setelah dianalisis sangat rendah yaitu 4.59%.
Y
X TP 2 ekor : Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6%
TP 4 ekor : Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% TP 6 Ekor : Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3%
Tabel 5 Rataan Kandungan Protein Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.
Konsentrasi EM 4/l air TP
M0 M1 M2 M3 Total Rataan
... % ...
TP 2 ekor 4.02 4.38 5.17 5.37 18.94 4.74
TP 4 ekor 3.79 4.98 4.71 4.93 18.37 4.59
TP 6 ekor 3.98 4.70 4.89 5.32 18.89 4.72
Total 11.79 14.06 14.77 15.62 56.20 13.78
Rataan 3.93 4.69 4.92 5.21 18.75 4.59
Tabel 6 Rataan Kandungan Serat Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi
EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang
Berbeda.
Konsentrasi EM 4/l air TP
M0 M1 M2 M3 Total Rataan
... % ...
TP 2 ekor 44.78 41.88 35 36.74 158.40 39.60
TP 4 ekor 35.66 35.76 40.34 39.05 150.81 37.70
TP 6 ekor 40.69 38.19 36.61 34.87 150.36 37.59
Total 121.13 115.83 111.95 110.66 459.57 114.89
Rataan 40.38 38.61 37.32 36.89 153.20 38.29
Rataan kandungan serat kasar rumput Tully dapat dilihat pada Tabel 6.
Kandungan serat kasar rumput Tully, yaitu masing- masing M1 38.61, M2 37.31,
M3 36.89 dan M0 40.38%. Tekanan penggembalaan 2 ekor, 4 ekor, dan 6 ekor
tidak berbeda, yaitu 39.60, 37.70, dan 37.59%.
Rataan protein rumput Tully pada penelitian ini sangat rendah bila
dibandingkan dengan pendapat Skerman dan Riveros (1990) bahwa rumput Tully
mengandung protein 8-9 % dan serat kasar 32-35%, sedangkan kandungan serat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai produksi rumput Tully (Brachiaria
humidicola) dengan pemberian EM 4 di padang penggembalaan ternak domba,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Rataan produksi rumput dengan tekanan penggembalaan 2 ekor domba
dan penambahan EM 4 pada awal musim hujan nyata lebih tinggi dari pada
musim kemarau dan akhir musim hujan. Pertambahan bobot hidup domba dan
rataan infestasi cacing pada akhir musim hujan sangat nyata lebih tinggi dibanding
musim kemarau dan awal musim hujan.
Penambahan EM 4 (10, 20, 30 ml/l air), rataan jumlah telur nematoda
sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa EM 4. Sedangkan
penggunaan EM 4 pada konsentrasi 10 ml/l air merupakan terbaik untuk
digunakan pada penggembalaan dengan pertimbangan ekonomi.
Saran
Untuk mempelajari kemungkinan yang lebih baik pada ternak domba, perlu
penelitian dengan cara penggembalaan domba pada siang hari saja sedangkan
pada malam hari dikandangkan. Perlu penelitian pada padang penggembalaan
lain dengan kondisi biofisik yang berbeda untuk pemanfaatan EM 4 dan
mengukur parameter kecernaan rumput Tully (Brachiaria humidicola) di padang
penggembalaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Pasture Management. Ohio Agronomy Guide. The Ohio States University. Bull. : 472, hlm 53 - 60 [Serial online].
http://ohioline.osu.edu/b472/pasture.html [22 Agustus 2005]
Anggraeni, I. dan M. Suharti. 2000. Pengaruh penggunaan Effective Microorganisms (EM) terhadap Timbulnya Serangan Penyakit pada Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Mahoni (Switenia macrophylla). (For. Res. Bull) 622 : 29-40
Arifin, M.Z. 1990. Pengaruh Infestasi Haemonchosis contortus terhadap Konsumsi Pakan, komponen darah dan Tulang serta Karkas Domba Jantan [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Donald, A.D., F.W. Morley, P.J. Wallet, A.Axelon and J.R. Donnelly. 1978. Availability to grazing sheep of gastrointestinal nematode infection arising from summer contamination of pasture. Aust. J. Agric. Res. 29 : 189-204
Goldsworthy, P.R, dan N.M Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogiakarta.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius IKAPI. Yogyakarta.
Hansen, J. and B. Perry. 1994. The Epidemiology, Diagnosis and Control of Helminth Parasites of Ruminant. Inernational Livestock Centre for Africa Addis Ababa, Ethiopia.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta
Hardjadi. S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta
Higa, T. 1993. EM and The Role in Kyusei Nature Farming and Sustainable Agriculture. First International Conference of Effective mikroorganisms (EM) on Kyusei Nature Farming. Proceeding of Conference at Khon Kaen University. Thailand : hal. 1 - 6
Higa, T., and G.N. Wididana. 1994. The Concept and Theories of Effective Mikroorganisms. Second International Conference on Kyusei Nature Farming. Proceeding of Conference at Khon Kaen University. Thailand : hal. 118-124
Ho I.H. and J.H. Kim. 2000. The Study on the Plant Growth Hormones in EM-A Case Study. Institute of Experimental Biology, Academy of Sciences, Korea.
Kusumamihardja, S. 1982. Pengaruh Musim, Umur dan Waktu Penggembalaan pada Derajat Infestasi Nematoda Saluran Pencernaan Domba (Ovis Aries Linn) di Bogor [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusumamiharjda, S. 1992. Parasit dan Parasitosis Pada Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Depdikbud, Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lopez, J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asia-Australian. Journal of Animal Science. Special Issue. Vol. 13:41-48.
Loveless, A.R. 1991. Prinsi-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Manske, L. L., 2003. Biologically Effective Grazing Management. Range Science, Dickinson Research Extension Center, North Dakota State University. Canada [SerialOnline] http://www.ag.ndsu.nodak.edu/
dickinso/research/2003/range03a.htm [30 Nopember 2005]
McIlroy, R.J. 1972. An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Second Edition, Oxford University Press. London
Melvin J., 1975. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Swenson Comstock Publishing Associates Cornell University Press., Ithaca and London.
Min, O.C., Kim Won-Hui, Ho Chol- Su, Ri Ok-Son and Yang Sun-Hui. 2002. Effect of Effective Microorganisms (EM) on the Growth and Yield of Crops. Research Center for Compound Microorganisms, Pyongyang. Korea. [Serial Online] www.mekarn.org/procsr/sali.pdf [30 Nopember 2005]
Morley, F.H.W. and A.D Donald. 1977. Farm management and systems of
helminth control. World Ass. Adv. Parasitol. 8th Int. Conf. (Abst.),
Sydney, Australian. pp : 14-17
NRC, 1985. Nutrient Requirement of Sheep. Sixth Revised Edition. Natinal Academy Press. Washington. D.C.