• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Tapioka dan Onggok

Karakterisasi tapioka dan onggok dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tapioka dan onggok sebelum dilakukan proses pencampuran dengan

compatibilized polyethylene (compt-PE). Karakterisasi tapioka dan onggok meliputi analisis mutu dan sifat fisiko kimia.

Mutu Tapioka dan Onggok

Tapioka adalah pati yang diekstrak dari bagian umbi ubi kayu. Pati merupakan bahan cadangan karbohidrat alami dalam bentuk granula. Pati tersusun oleh molekul polisakarida yang linier (amilosa) dan bercabang (amilopektin). Pati merupakan polimer alami yang dapat diperbarui dan harganya relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan pati banyak ditambahkan ke dalam polimer sintetik untuk menjadikan polimer tersebut lebih mudah terdegradasi. Adanya perbedaan sifat antara pati dan polimer sintetis memerlukan adanya perlakuan khusus agar kedua bahan tersebut dapat bercampur sempurna.

Di dalam proses ekstraksi pati dari ubi kayu, selain diperoleh tapioka juga dihasilkan limbah padat yang berupa ampas dan dikenal dengan sebutan tepung asia atau onggok. Komponen utama yang terdapat dalam onggok adalah serat kasar dan pati yang tidak berhasil dipisahkan sewaktu pembuatan tapioka.

Analisis mutu tapioka dan onggok yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi kadar air, abu, serat kasar, total asam dan lolos saringan 80 mesh. Hasil analisis mutu tapioka dan onggok dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik mutu tapioka

Standar Mutu Tapioka1) DataHasil Penelitian

2)

Tapioka Onggok Kadar air (% bb)

Kadar abu (% bk) Kadar serat kasar (% bk)

Total asam (ml NaOH 0,1 N/g bahan) Kehalusan/lolos saringan 80 mesh (%)

Maks. 15,0 Maks. 0,6 Maks. 0,6 Maks. 3,0 Min. 95 7,82 0,13 0,26 0,57 100 6,29 0,88 22,21 4,21 100 1)

Hasil analisis mutu tapioka dan onggok secara umum menunjukkan bahwa tapioka dan onggok yang digunakan dalam penelitian ini dalam kondisi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan yakni kadar air, abu, total asam dan kehalusan. Pengendalian mutu bahan baku dilakukan melalui pengkondisian awal terhadap kadar air dan tingkat kehalusan, dimana kedua faktor ini akan berpengaruh signifikan terhadap sifat mekanik plastik yang dihasilkan.

Kadar air tapioka ditentukan oleh proses pengolahannya. Pada umumnya pengolahan tapioka dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Proses pengeringan dibawah matahari merupakan salah satu tahapan proses pengolahan tapioka yang sangat menentukan mutunya. Kadar air tapioka sangat penting berkenaan dengan stabilitasnya selama penyimpanan. Penurunan kualitas tapioka karena tumbuhnya jamur dan terbentuknya bau asam dapat terjadi selama penyimpanan dalam keadaan basah. Adanya air yang berlebih dalam suatu produk kering dapat mempercepat kerusakan produk tersebut terutama kerusakan oleh mikroorganisme.

Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa tapioka dan onggok yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang cukup rendah yaitu kurang dari 10% (bb). Dalam penelitian ini, pengeringan dilakukan dengan oven untuk lebih mengontrol kadar air yang ada dalam tapioka dan onggok. Jika dikaitkan dengan bahan baku yang akan ditambahkan pada polimer plastik, kadar air yang berlebihan akan menyebabkan pati mengalami aglomerasi dan memberikan efek negatif terhadap interaksi interfasial antara pati dengan polimer. Demikian pula dengan kadar air yang rendah dalam bahan akan mengurangi aglomerasi granula pati selama proses pencampuran plastik yang dapat menurunkan sifat mekanik plastik yang dihasilkan. Selain itu, pada pembuatan pati termoplastis, air yang berlebih akan memunculkan gelembung dalam campuran polimer yang dihasilkan. Gelembung ini tidak hanya mempengaruhi estetika tapi juga mengurangi sifat mekanis (Favis, 2005).

Kadar abu tapioka dalam penelitian ini cukup rendah yaitu 0,13% (bk) sedangkan kadar abu onggok lebih tinggi yaitu 0,88% (bk). Abu merupakan bahan anorganik dalam bahan yang dipengaruhi oleh jenis bahan, tempat tumbuh, pengaruh lingkungan tanah dan air yang digunakan saat proses ekstraksi.

34

Kadar serat tapioka dalam penelitian ini adalah 0,26% (bk) dan kadar serat onggok adalah 22,21% (bk). Tingginya kadar serat pada onggok dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati, khususnya pada saat pemarutan ubi kayu dan penyaringan ampas ubi kayu. Serat kasar dalam tapioka berasal dari proses ekstraksi pati yang kurang sempurna. Serat dalam pati tidak memberikan pengaruh negatif dan justru dapat meningkatkan sifat mekanik pada plastik komposit yang dihasilkan. Serat merupakan polimer linier dengan struktur yang teratur, panjang dan tidak bercabang sehingga memiliki gaya dispersi yang maksimum. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat mekaniknya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan pati termoplastis karena sifatnya yang rapuh adalah dengan penambahan komponen serat dan material organik lainnya (Corradini et al., 2007).

Total asam tapioka sesuai dengan standar SNI kurang dari 3 ml NaOH 0,1 N/ g bahan yaitu 0,57 ml NaOH 0,1 N/ g bahan, sedangkan total asam onggok lebih tinggi dari total asam tapioka yaitu 4,21 ml NaOH 0,1 N/ g bahan. Nilai total asam merupakan parameter mutu yang menunjukkan tingkat kerusakannya. Penurunan kualitas dan terjadinya kerusakan dapat terjadi akibat adanya air yang berlebihan selama penyimpanan sehingga memicu tumbuhnya mikroorganisme. Adanya air yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hidrolisis pati menjadi molekul-molekul gula. Hidrolisis gula lebih lanjut akan menghasilkan senyawa asam organik.

Tapioka dan onggok berbentuk bubuk dengan ukuran tertentu. Pada umumnya ekstraksi tapioka dan onggok diproses secara tradisional sehingga memiliki ukuran bubuk yang tidak seragam. Dalam penelitian ini, bubuk tapioka dan onggok dilakukan pengecilan ukuran dengan penggilingan sampai 200 mesh agar pencampuran dengan polimer sintetis bisa lebih homogen. Semakin kecil ukuran partikel akan mampu meningkatkan dispersitas dan homogenitas campuran. Pengecilan ukuran sampai dengan 200 mesh akan menghasilkan partikel berukuran 0,101 cm atau 1010 µm.

Sifat Fisiko Kimia Tapioka dan Onggok

Sifat fisiko kimia tapioka dan onggok dipengaruhi oleh varietas ubi kayu dan tempat tumbuh karena terkait dengan komponen-komponen penyusunnya. Hasil analisis fisiko kimia tapioka dan onggok dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sifat fisiko kimia tapioka dan onggok

Komponen Pustaka DataHasil Penelitian

5)

Tapioka Onggok Tapioka Onggok Bentuk granula Ukuran granula (µm) Pati (% bk) Rasio amilosa (%) Lemak (% bk) Protein (% bk)

Water Holding Capacity (%)

Oil Holding Capacity (%)

Oval1) 5-351) 842) 15,32) 0,23) 0,5-0,73) 60,604) 0,254) 0,804) Oval 11,8-44,3 86,83 33,35 0,50 0,53 0,05 0,06 Bulat 16,6-23,1 15,67 8,67 0,47 2,17 0,15 0,17 1)

Brautlecht (1993) 2)Theresia (2003) 3)Grace (1997) 4)Hasbullah (1985)

5)

Data rata-rata dua kali ulangan

Sifat fisik tapioka dan onggok dapat dijelaskan melalui bentuk dan ukuran granula. Tapioka dalam bentuk aslinya merupakan butiran atau granula yang berwarna putih, tidak berbau, tidak berampas dan tidak berasa. Bentuk dan ukuran granula tapioka dan onggok yang diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 200 kali dapat dilihat pada Gambar 14.

Bentuk granula tapioka dan onggok adalah oval sampai bulat. Hasil analisis ukuran granula tapioka dan onggok rata-rata berkisar antara 11,8 – 44,3

µm. Ukuran granula tapioka lebih besar dibandingkan onggok. Ukuran granula yang besar akan mempengaruhi pengembangan granula pati. Granula pati berukuran besar lebih tahan terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula yang berukuran lebih kecil. Namun, ukuran granula pati yang besar berpengaruh negatif terhadap tingkat biodegradabilitas dan sifat mekanik pati yang ditambahkan. Selain itu, granula pati dengan ukuran yang besar memerlukan jumlah gliserol yang lebih banyak agar dapat melapisi seluruh permukaan granula tersebut. Nikazar et al., (2005) menyatakan bahwa ukuran granula pati yang kecil akan meningkatkan kemampuan biodegradasi plastik campuran. Wang dan Liu (2002) menyatakan bahwa sifat fisik film campuran pati jagung yang berdiameter 2 µm dan PE, memiliki nilai elongasi yang baik. Demikian pula dengan plastik

36

yang dicampur dengan pati beras yang memiliki ukuran granula yang kecil akan menghasilkan plastik dengan sifat kuat tarik yang lebih baik dibandingkan dengan pati dengan diameter yang lebih besar.

.

Kadar pati menunjukkan tingkat kemurnian pati hasil ekstraksi. Kadar pati tapioka dalam penelitian ini adalah 86,83% (bk) dan kadar pati onggok adalah 15,67% (bk). Hasil analisis kadar pati menunjukkan bahwa kadar pati tapioka lebih tinggi dibandingkan onggok. Hal ini dikarenakan onggok merupakan hasil sisa ekstraksi atau ampas pembuatan tapioka, sehingga komponen yang dominan pada onggok adalah serat kasar. Pati yang ada dalam onggok merupakan pati yang tidak terekstraksi secara sempurna pada proses pembuatan tapioka. Secara kimia, pati terdiri dari komponen mayor (amilosa dan amilopektin) dan komponen minor (lemak dan protein). Meskipun dalam jumlah kecil, komponen minor memberikan pengaruh yang cukup penting terhadap sifat fungsional pati.

Hasil analisis rasio amilosa dalam tapioka dan onggok adalah 33,35% (bk) dan 8,67% (bk). Amilosa cenderung membentuk film yang lebih kuat

Mikroskop cahaya Mikroskop cahaya terpolarisasi

(a)

(b)

Gambar 14. Bentuk dan ukuran granula pati pada (a) tapioka (b) onggok (perbesaran 200 kali)

dibandingkan amilopektin (Thomas dan Atwell, 1999). Aplikasi yang membutuhkan viskositas, stabilitas dan kekuatan mengental yang baik, digunakan pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi. Sedangkan untuk membentuk film dan gel yang kuat, digunakan pati dengan kandungan amilosa yang tinggi. Ciri film amilosa yaitu tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbahaya dan buram. Film amilosa tahan terhadap beberapa pelarut, minyak pelumas dan tidak tembus oksigen. Menurut Nikazar et al., (2005), rasio amilosa dan amilopektin pada pati akan berpengaruh terhadap sifat fisik campuran pati dengan resin PE.

Kadar protein tapioka dan onggok dalam penelitian ini masing-masing adalah 0,53% (bk) dan 2,17% (bk). Adanya protein dalam tapioka dan onggok juga berpengaruh terhadap pencampuran dengan polimer sintetis. Menurut Wang dan Liu (2002), adanya penghilangan protein pada pati beras menyebabkan dispersi pati lebih meningkat. Adanya protein dalam pati beras meningkatkan interaksi antar granula pati, sehingga menghalangi penyebaran pati yang dicampurkan ke dalam matrik LDPE.

Kadar lemak tapioka dan onggok dalam penelitian ini masing-masing adalah 0,50% (bk) dan 0,47% (bk). Adanya lemak dan protein dalam tapioka dan onggok akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak dan protein yang bersifat hidrofobik disekeliling granula. Hal ini menyebabkan terhambatnya pengikatan air oleh granula pati.

Kemampuan bahan menahan minyak, dinyatakan dengan nilai oil holding capacity (OHC). Kemampuan ini ditentukan oleh kandungan lemak dan serat dalam bahan. Lemak membentuk lapisan yang bersifat hidrofobik pada permukaan granula pati, sedangkan serat mempunyai kemampuan menyerap minyak. Berdasarkan hasil penelitian, onggok memiliki nilai OHC yang lebih besar dibandingkan tapioka. Hal ini dikarenakan onggok lebih banyak mengandung serat dibandingkan tapioka, sehingga nilai OHC onggok juga lebih tinggi. Kadar lemak dan serat dalam bahan dapat meningkatkan kemampuan bahan menyerap dan menahan minyak.

Kemampuan bahan menahan air juga dianalisis dalam penelitian ini dan dinyatakan sebagai water holding capacity (WHC). Kemampuan bahan menahan

38

air ditentukan oleh ukuran granula dan karakteristik kimiawinya. Namun demikian, kemampuan granula pati dalam bahan menahan air akan terhambat dengan adanya lemak dan serat yang bersifat hidrofobik pada permukaan granula pati. Adanya lemak pada granula pati, menyebabkan tapioka memiliki kemampuan menahan air yang lebih kecil dibandingkan onggok.

Hasil karakterisasi sifat fisiko kimia tapioka dan onggok menunjukkan bahwa tapioka dan onggok yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang baik sebagai bahan baku pembuatan campuran tapioka-onggok termoplastis untuk selanjutnya dicampurkan dengan polimer sintetis. Hal ini terutama dikaitkan dengan beberapa karakteristik pati yang berpengaruh signifikan dalam proses pencampuran dengan polimer sintetis, yaitu kadar air, amilosa, serat, bentuk dan ukuran granula pati, protein serta tingkat kehalusan.

Campuran Tapioka-Onggok Termoplastis

Pati yang mengalami perlakuan panas disertai dengan gesekan pada kisaran suhu antara 90-1800C dengan tambahan bahan pemlastis seperti gliserol, akan bertransformasi membentuk molten plastic dan disebut sebagai pati termoplastis atau thermoplastic starch (Corradini et al., 2007). Pada saat proses termoplastisasi, air akan masuk ke dalam pati dan bahan pemlastis akan membentuk ikatan hidrogen dengan pati sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksil dengan molekul pati yang akan membuat pati menjadi lebih plastis (Kalambur dan Rizvi, 2006). Pati termoplastis diproses dengan kadar air rendah dan tingkat destrukturisasi yang tinggi tergolong pati mengembang, seperti yang terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pengaruh kadar air dan tingkat destrukturisasi pada pati termoplastis (www.biodeg.net). Roti dan makanan Pati mengembang Pati tergelatinisasi Reinforced plastic Pati terdestruk-turisasi Pati termoplastis Kadar air Tingkat destrukturisasi

Adanya suhu dan gesekan yang tinggi, serta kadar air yang rendah, menyebabkan pati terdestrukturisasi, plastis, leleh dan mengalami depolimerisasi. Hal ini juga menyebabkan granula mengalami perubahan dari bersifat semikristalin menjadi bersifat amorf dengan rusaknya ikatan hidrogen antar makromolekul. Proses ini dapat terjadi dalam satu ataupun dua tahap. Pada proses satu tahap, dilakukan dalam ekstruder dua ulir, dimana pati diumpankan disepanjang barrel dan bahan tambahan dimasukkan. Pada proses dua tahap, dilakukan pencampuran fisik terlebih dahulu agar bahan pemlastis berdifusi masuk ke dalam granula pati. Adanya bahan pemlastis ini akan mengakibatkan granula pati mengembang. Kemudian campuran di-mixer dengan suhu dan kecepatan tinggi.

Pada penelitian ini, proses pembuatan produk termoplastis dilakukan dengan bahan baku campuran tapioka dan onggok. Formulasi kadar serat dilakukan dengan penambahan onggok pada tapioka yang telah diketahui kadar seratnya sampai kadar serat bahan campuran sesuai dengan kadar serat yang diinginkan yaitu 5, 10, 15 dan 20 %. Konsentrasi gliserol sebagai bahan pemlastis yang ditambahkan adalah 30, 35 dan 40 % (basis kering) untuk masing-masing formulasi kadar serat.

Sebelum proses termoplastisasi dilakukan, bahan campuran yang telah diatur kadar seratnya dicampur dengan fraksi cair yaitu gliserol dan air. Air yang ditambahkan sampai dengan kadar air campuran tapioka-onggok mencapai 25%. Setelah fraksi tepung (campuran tapioka-onggok) dan fraksi cair (air dan gliserol) dicampurkan, bahan campuran dilakukan proses pemeraman (aging) selama 8 hari. Tujuannya adalah agar air dan gliserol dapat terserap sempurna dalam granula pati.

Setelah proses pemeraman dilakuan, bahan campuran dianalisa kadar air dan bentuk serta ukuran granula patinya. Hasil analisis kadar air campuran tapioka-onggok setelah proses pemeraman dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 3. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pengaruh penambahan serat dan gliserol tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air setelah proses pemeraman 8 hari.

40

Tabel 10. Hasil analisis kadar air campuran tapioka-onggok termoplastis setelah proses pemeraman 8 hari

Sampel Kadar air (%)

Kadar serat 5% Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% 20,28 19,98 19,69 Kadar serat 10% Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% 19,57 19,46 19,39 Kadar serat 15% Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% 19,32 19,21 18,89 Kadar serat 20% Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% 18,80 18,37 18,29

Pada Gambar 16 dapat dilihat gambaran molekul granula pati setelah mengalami proses pemeraman selama 8 hari. Dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa adanya proses pemeraman selama 8 hari memperlihatkan bentuk granula pati yang masih utuh dan tidak kehilangan sifat birefringent, namun terjadi pengembangan ukuran granula pati yang berbeda dengan ukuran granula pati alami. Pengembangan granula pati ini terjadi karena adanya proses difusi bahan pemlastis ke dalam granula pati. Rendahnya komponen minor pada tapioka dan onggok juga memberikan pengaruh tidak terhalangnya proses absorbsi gliserol dan air ke dalam granula pati.

Proses termoplastisasi dilakukan dengan menggunakan alat rheomix 3000 HAAKE pada suhu 900C, kecepatan ulir 100 rpm dan waktu pencampuran 8 menit. Bahan pemlastis berupa air dan gliserol yang ditambahkan ke dalam campuran bahan, akan menyelimuti granula pati dan membuat granula pati menjadi lebih plastis serta tahan terhadap gesekan dan panas.

Nilai yang dapat diamati selama proses pencampuran dalam rheomix

adalah nilai torque yang dibutuhkan oleh ulir untuk mencampur semua bahan. Nilai torque menunjukkan energi yang dibutuhkan oleh ulir untuk mencampur bahan campuran tapioka-onggok, air dan gliserol selama waktu pencampuran. Dua nilai yang digunakan untuk menunjukkan energi torque yang dibutuhkan selama proses pencampuran di dalam rheomix yaitu nilai loading point (L) dan

minimum point (M). Nilai L menunjukkan energi torque maksimum, dimana bahan yang akan dicampur seluruhnya sudah berada di dalam alat rheomix. Nilai M menunjukkan energi torque minimum, dimana proses pencampuran telah selesai atau tercampur semuanya.

Keterangan :

(a) Campuran tapioka-onggok dengan kadar serat 10% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya

(b) Campuran tapioka-onggok dengan kadar serat 10% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

(c) Campuran tapioka-onggok dengan kadar serat 15% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya

(d) Campuran tapioka-onggok dengan kadar serat 15% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

Grafik torque selama proses termoplastisasi menunjukkan peningkatan pada awal proses. Setelah kondisi pencampuran tercapai akan diperoleh nilai torque yang stabil. Pada awal proses pencampuran terjadi peningkatan energi torque sampai pada titik energi torque maksimum (loading point) pada detik ke 78

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16. Bentuk dan ukuran granula pati dan ukuran serat campuran tapioka-onggok setelah proses pemeraman selama 8 hari dengan perbesaran 200 kali

42

– 156. Kemudian terjadi penurunan energi torque sampai pada titik energi minimum (minimum point) pada detik ke-480.

Bentuk grafik torque selama proses pencampuran sangat ditentukan oleh jenis bahan yang dicampurkan. Tapioka dan onggok memiliki karakteristik yang berbeda. Selama proses pencampuran, campuran bahan dengan kadar serat 20% menunjukkan grafik torque yang lebih berfluktuasi dibandingkan campuran bahan dengan kadar serat 5, 10 dan 15%. Hal ini diduga disebabkan karena adanya komponen serat yang cukup besar dalam campuran bahan. Adanya serat dapat mengakibatkan terakumulasinya gliserol di daerah selulosa. Dengan terakumulasinya gliserol pada daerah selulosa akan menghalangi terbentuknya ikatan hidrogen antara pati dan bahan pemlastis. Gambar 17 merupakan torque campuran tapioka-onggok termoplastis dengan kadar serat berbeda yaitu 5, 10, 15 dan 20 %, serta pada konsentrasi gliserol berbeda yaitu 30, 35 dan 40%.

Seperti yang terlihat pada Gambar 17, selama waktu pencampuran 8 menit menunjukkan nilai torque yang cenderung stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa proses termoplastisasi campuran tapioka-onggok telah terjadi dan bahan telah tercampur sempurna. Jika lama waktu pencampuran ditingkatkan, nilai torque dapat mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan mengalami degradasi. Nilai torque dapat juga mengalami peningkatan jika terjadi pengikatan silang (cross linking) atau hilangnya bahan pemlastis (Corradini et al., 2007).

Pada penelitian ini, grafik torque menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi gliserol akan menurunkan nilai torque. Semakin besar konsentrasi gliserol yang digunakan maka semakin kecil energi yang diperlukan untuk melakukan proses pencampuran bahan baku dan bahan pemlastis. Hal ini dikarenakan adanya gliserol akan mempermudah proses pencampuran sehingga energi yang dibutuhkan oleh ulir untuk mencampurkan semua bahan menjadi lebih rendah. Semakin rendah konsentrasi gliserol yang terdapat dalam campuran bahan, akan semakin sulit campuran bahan tersebut menjadi homogen dan memerlukan energi yang lebih besar dalam proses pencampurannya. Seperti yang disampaikan oleh Favis et al., (2005) bahwa viskositas campuran yang terdiri dari

Gambar 17. Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap nilai torque campuran tapioka-onggok termoplastis pada kadar serat yang berbeda. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 60 120 180 240 300 360 420 480 waktu (detik) Torque (Nm) Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% Kadar serat 5% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 60 120 180 240 300 360 420 480 Waktu (detik) Torque (Nm) Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% Kadar serat 10% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 60 120 180 240 300 360 420 480 waktu (detik) Torque (Nm) Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% Kadar serat 15% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 60 120 180 240 300 360 420 480 waktu (detik) Torque (Nm) Gliserol 30% Gliserol 35% Gliserol 40% Kadar serat 20% L L L L M M M M

44

bahan pemlastis dengan berat molekul rendah, akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah bahan pemlastis.

Peningkatan kadar serat dalam campuran tapioka-onggok akan meningkatkan nilai torque. Semakin besar kadar serat maka semakin besar pula energi yang diperlukan untuk melakukan proses pencampuran. Hal ini dikarenakan adanya serat dapat mengakibatkan terakumulasinya gliserol di daerah selulosa yang akan menghalangi terbentuknya ikatan hidrogen antara pati dan bahan pemlastis, sehingga untuk mencampurkan kedua bahan tersebut perlu energi yang lebih besar. Struktur morfologi dengan uji mikroskopik campuran tapioka-onggok termoplastis dapat dilihat pada Gambar 18.

Keterangan :

(a) Campuran tapioka-onggok termoplastis dengan kadar serat 10% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya

(b) Campuran tapioka-onggok termoplastis dengan kadar serat 10% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

(c) Campuran tapioka-onggok termoplastis dengan kadar serat 15% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya

(d) Campuran tapioka-onggok termoplastis dengan kadar serat 15% dan konsentrasi gliserol 30% menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 18. Bentuk granula pati dan ukuran serat pada campuran tapioka-onggok termoplastis dengan perbesaran 200 kali

Dari hasil uji mikroskopik dapat dilihat bahwa dengan penggunaan suhu 900C, kecepatan putar 100 rpm dan waktu pengadukan 8 menit tidak menyebabkan perubahan bentuk granula. Granula pati masih tetap utuh dan masih memiliki sifat birefringent. Ukuran granula pati mengalami pengembangan tapi tidak sampai pecah dan tampak berbeda dengan granula pati awal serta tampak semakin pudarnya cahaya birefringent. Pengembangan ukuran granula pati ini terjadi karena adanya difusi bahan pemlastis ke dalam granula pati. Rendahnya kadar lemak dalam bahan tidak dapat menghalangi masuknya air dan gliserol ke dalam granula pati.

Dalam bentuk alami, granula pati memiliki sifat birefringent, yaitu kemampuan merefleksikan cahaya terpolarisasi di bawah mikroskop yang memperlihatkan adanya garis silang polarisasi berwarna hitam (Wurzburg, 1989). Menurut Pomeranz (1991), garis silang polarisasi tersebut menunjukkan bahwa granula pati memiliki daerah kristalin yang di dalamnya terdapat polimer-polimer yang tersusun secara teratur.

Sifat kristalinitas pati disebabkan oleh adanya komponen amilopektin. Tingkat kristalinitas pati akan meningkat dengan semakin tingginya rasio amilopektin di dalam granula pati (Eliasson dan Gudmundsson, 1996). Granula pati yang utuh, tidak pecah dan masih memiliki sifat birefringent menunjukkan bahwa pati masih memiliki sifat kristalin. Jika dibandingkan dengan pati alami, campuran tapioka-onggok termoplastis mengalami penurunan sifat kristalinnya.

Dokumen terkait