Karakteristik Nira Aren
Nira aren adalah cairan manis yang keluar dari tandan bunga jantan dan berwarna jernih dan agak keruh. Nira aren mudah mengalami kerusakan karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama penyadapan dan pengangkutan ke tempat pengolahan dan kerusakan akibat fermentasi. Fermentasi tersebut disebabkan adanya aktivitas enzim invertase yang dihasilkan oleh mikroba yang mengkontaminasi nira. Bahan yang digunakan sebagai substrat fermentasi yaitu nira aren yang berasal dari Kecamatan Karangmande, Cianjur. Nira aren yang digunakan dilakukan uji karakteristik terlebih dahulu. Hasil uji karakteristik nira yang telah dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Karakteristik Nira Aren (pada 100 ml)
Komposisi Nira Aren (%) *literatur
Kadar air 84.87 ± 0.04 84.2
Kadar Abu 0.66 ± 0.07 0.66
Kadar Protein 0.2 ± 0.02 0.2
Kadar Karbohidrat (by difference) 14.77 ± 0.05 14.77
pH 5.5 -
*Sumber: Susanto dan Saneta (1994)
Dapat terlihat pada Tabel 2, karakteristik nira yang dilakukan dalam penelitian mirip dengan karakteristik nira yang dilakukan oleh Susanto dan Suneto (1994). Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang terikat didalam nira aren sebagai basis total padatan dengan air yang terdapat dalam nira. Hasil yang didapat dari pengujian dan literatur dapat dilihat bahwa kadar air pada nira sangat tinggi hal ini disebabkan kandungan utama dalam nira yaitu air sekitar 80%. Kadar air yang terdapat dalam nira yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat hampir sama dengan kadar air yang disebutkan dalam Susanto dan Saneta (1994) yaitu sebesar 84.87%.
Kadar abu merupakan kadar zat anorganik yang terdapat dalam bahan atau media. Hasil kadar abu yang diperoleh dari penelitian sama dengan hasil kadar abu yang diperoleh dari pengujian oleh Susanto dan Saneta (1994) yaitu sebesar 0.66%. Nilai kadar abu yang didapat dari hasil pengujian akan menjadi basis perhitungan untuk mendapatkan nilai total karbon.
Kadar protein merupakan banyaknya protein yang terkandung dalam nira dan merupakan basis penentu kadar nitrogen yang dibutuhkan dalam media fermentasi. Kadar protein dalam nira aren yang diuji dalam penelitian ini memiliki nilai yang sama dengan literatur yaitu sebesar 0.2%.
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang banyak ditemui di alam, salah satunya yaitu gula. Dari hasil pengujian didapatkan nilai karbohidrat pada nira aren yang berasal dari Kabupaten Cianjur memiliki nilai yang sama dengan hasil yang didapat oleh Susanto dan Saneta (1994) yaitu sebesar 14.77%.
Kondisi fisik nira yang berasal dari Kabupaten Cianjur tersebut yaitu warna transparan serta berbau khas nira. Kondisi fisik tersebut sesuai dengan
pernyataan Lasekan et al. (2007) bahwa nira yang dihasilkan berwarna transparan dan berbau khas nira. Kandungan gula dalam nira yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sekita 183 – 186 g/L. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh Lasekan et al. (2007) yaitu kandungan gula 100-144g/kg dan Daliabard (1999) 10-12% dengan kandungan gula utama yaitu sukrosa.
Nilai pH awal nira yang digunakan dalam penelitian yaitu 5.5. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dachlan (1984), bahwa nira aren memiliki derajat keasaman pH 5.5 hingga 6.0. Nilai pH akan berubah selama proses fermentasi. Pada saat fermentasi berlangsung, nilai pH mengalami penurunan akibat adanya mikroba dalam media yang menghasilkan senyawa-senyawa asam. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Judoamidjojo et al. (1989), penurunan nilai pH terjadi karena adanya akumulasi senyawa asam organik dari mikroba yang ada dalam nira.
Perhitungan lanjut dari uji karakterisasi yaitu perhitungan rasio C/N. Rasio C/N dihitung untuk mengetahui kekurangan nutrisi yaitu nitrogen dalam media. Perhitungan tersebut mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan Puspitasari (2014) yang menyatakan bahwa hasil fermentasi terbaik didapat pada media yang telah diberi urea dan menurut Syamsu et al (2002) bahwa rasio C/N yang dibutuhkan dalam media fermentasi etanol adalah sebesar 10. Nutrisi yang ditambahkan pada media fermentasi didapatkan dengan menambahkan urea sebagai sumber nitrogen ke dalam nira. Perhitungan rasio C/N dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa urea yang harus ditambahkan dalam media fermentasi per 100 ml sebesar 1.53 gram untuk menutupi kekurangan nitrogen dalam media.
Hasil Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pengubahan gula (substrat) menjadi etanol (produk) dengan bantuan mikroba. Dalam penelitian ini mikroba yang digunakan yaitu bakteri Zymomonas mobilis yang diketahui merupakan bakteri gram negatif dan dianggap sebagai mikroba alternatif yang dapat menghasilkan bahan bakar etanol dengan skala besar, serta memiliki keunggulan atau kelebihan dibandingkan mikroba lainnya yaitu penyerapan gula lebih tinggi dan etanol yang dihasilkan tinggi, produksi biomassa rendah, toleransi kadar etanol yang lebih tinggi, dan tidak memerlukan penambahan dan pengendalian oksigen selama fermentasi (Gunasekaran dan Raj 1999). Fermentasi nira aren ini seperti yang sudah disebutkan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama penentuan konsentrasi inokulum dan tahap kedua penentuan konsentrasi gula. Hasil tahap 1 dan tahap 2 dilakukan pengujian dan pengukuran, yaitu pertumbuhan biomassa, gula pereduksi, total gula dan kadar etanol.
Penentuan Konsentrasi Inokulum Terbaik Pertumbuhan Biomassa
Pertumbuhan biomassa Pada tahap penentuan konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Gambar 2, bahwa Zymomonas mobilis pada masing-masing konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15% mengalami fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian yang sama. Fase lag merupakan fase dimana mikroba beradaptasi dengan lingkungan baru. Fase eksponensial merupakan fase peningkatan pesat dalam populasi karena ketersediaan nutrisi. Fase stasioner merupakan fase pertumbuhan menjadi stabil karena tingkat kematian dan taraf kelahiran menjadi sama. Fase kematian merupakan fase tekanan lingkungan yang menyebabkan penurunan aktivitas metabolik atau autolisis (Diaz 2013).
Gambar 2 Grafik biomassa kering pada berbagai konsentrasi inokulum Hasil menunjukkan fase lag terjadi pada waktu kurang dari 12 jam, fase eksponensial pada 12-48 jam, fase stasioner pada 48-60 jam fermentasi dan fase kematian pada 60–72 jam fermentasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ndaba et al. (2014), yang menyebutkan bahwa waktu antara 3 sampai 24 jam merupakan fase eksponensial. Penetapan fase tersebut mengacu pada kurva pertumbuhan hasil pengujian Tanate dan Surya (2012).
Gambar 3 Kurva Pertumbuhan Sumber: Tanate dan Surya (2012)
Dalam perhitungan menggunakan ANOVA, hasil biomassa yang diperoleh pada ketiga perlakuan yaitu konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% tidak
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 0 10 20 30 40 50 60 B io m a ss a (g /l )
Waktu Fermentasi (jam)
5% 10% 15%
berpengaruh nyata terhadap biomassa yaitu Fhitung<Ftabel, sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil biomassa untuk konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% secara berturut-turut yaitu sebesar 5.65 g/L, 6.25 g/L dan 8.05 g/L dengan biomassa awal secara berturut-turut sebesar 4.45 g/L, 5.90 g/L, dan 6.35 g/L. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi inokulum yang ditambahkan dalam media semakin banyak pula jumlah biomassa yang terdapat dalam media. Dosis inokulum yang semakin besar terlalu tinggi dengan lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat Zymomonas mobilis
menyebabkan pengurangan kelangsungan hidup sel (Gibbons dan Westby (1986); Osho (2005)). Hal tersebut disebabkan pertambahan biomassa dalam media merupakan adanya pertumbuhan sel dalam media. Semakin banyak sel dalam media maka etanol yang dihasilkan akan sejalan dengan pertambahan sel. Sebaliknya, penambahan inokulum yang terlalu banyak ke dalam media maka kompetisi antar sel dalam konsumsi substrat akan semakin tinggi. Oleh karena itu, penambahan konsentrasi inokulum harus sesuai untuk mendapatkan hasil produk terbaik.
Kadar Etanol
Ketiga perlakuan menghasilkan etanol yang tidak jauh berbeda pada 12 jam pertama fermentasi, akan tetapi pada 24 jam fermentasi nira dengan inokulum 5% dan 10% mengalami fase stasioner dan untuk nira dengan inokulum 15% masih mengalami peningkatan. Penentuan konsentrasi inokulum terbaik ditentukan dengan analisis ANOVA pada kadar etanol. Analisis ANOVA pada kadar etanol didapatkan bahwa ketiga perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar etanol yaitu Fhitung>Ftabel, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji Duncan diperoleh yaitu untuk ketiga konsentrasi inokulum 15% mendapatkan nilai rata-rata tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan kadar etanol tertinggi untuk setiap konsentasi inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) secara berturut-turut sebesar 47 g/L, 35.95 g/L dan 50.35 g/L.
Pada Gambar 4, waktu fermentasi terbaik yaitu pada jam ke 36 untuk semua konsentrasi inokulum.
Gambar 4 Grafik kadar etanol pada berbagai konsentrasi inokulum 5%, 10% dan 15% 0 10 20 30 40 50 60 70 0 12 24 36 48 K a d a r eta n o l (g /l )
Waktu fermentasi (jam)
5% 10% 15%
Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi yang terpilih pada perhitungan menggunakan metode ANOVA yaitu konsentrasi inokulum 15%. Hal ini sesuai dengan Admianta (2001), semakin banyak dosis mikroba yang ditambahkan, sehingga kadar bioetanol semakin meningkat. Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah mikroba semakin menurun, dan akan menuju ke fase kematian karena alkohol yang dihasilkan semakin banyak dan nutrien yang ada sebagai bahan makanan mikroba semakin menurun (Kunaepah 2008). Hal tersebut dikarenakan bakteri Zymomonas mobilis lebih tidak tahan terhadap etanol tinggi dibandingkan Saccharomyces cerevisiae karena memiliki membran sel yang lebih tipis. Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi sebesar 50.35 g/L dengan waktu fermentasi 36 jam dan penambahan inokulum sebanyak 15%.
Kadar etanol merupakan banyaknya etanol yang dihasilkan pada metabolisme mikroba sebagai bentuk aktivitas mikroba yaitu Zymomonas mobilis
dalam menggunakan substrat dan hasil yang keluar dari peggunaan substrat tersebut. Proses fermentasi pada Zymomonas mobilis dilakukan pada jalur ED (Ertner-Doudoroff). Dalam media fermentasi yaitu nira sebagai besar gula yang terkandung yaitu sukrosa (Cazetta et al. 2007). Sukrosa yang terdapat dalam nira akan dihidrolisis oleh enzim sukrase yang ada dalam Z. mobilis. Enzim tersebut
akan memutus ikatan α 1-4 pada sukrosa, sehingga terbentuk glukosa dan fruktosa. Glukosa akan diuraikan melalui jalur ED dan terbentuk suatu unit 2-keto-3-deoksi-6-fosoglukonat (KDGF) kemudian komponen tersebut akan dipecah oleh aldolase menjadi gliseraldehid-3P dan akan memecah piruvat dengan enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehida dan CO2 (Ferdiaz 1988). Hal tersebut berbeda dengan mikroba pada umumnya yang menggunakan jalur EMP. Mekanisme Entner-Doudoroff, diikuti oleh dekarboksilasi piruvat. Asetaldehida yang terbentuk kemudian direduksi menjadi etanol (Swing dan De Ley 1977). Selain menghasilkan etanol Zymomonas mobilis juga menghasilkan hasil samping salah satunya asam asetat, hasil samping tersebut yang membedakan dengan
Saccharomyces cerevisiae.
Gula Pereduksi
Pada analisa data menggunakan ANOVA, hasil ketiga konsentrasi inokulum tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi Fhitung<Ftabel, sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil menunjukkan penurunan kadar gula pereduksi selama fermentasi dengan gula pereduksi awal sebesar 95.17 g/L. Hasil yang didapat setelah 72 jam fermentasi, gula pereduksi sisa pada konsentrasi inokulum 5% yaitu sebesar 3.59 g/L dengan persentase penggunan gula sebesar 96.22%, konsentrasi inokulum 10% yaitu sebesar 3.4 g/L dengan persentase penggunaan gula sebesar 96.34% dan pada konsentrasi inokulum 15% yaitu sebesar 2.11 g/L dengan persentase penggunaan gula sebesar 97.78%.
Pada Gambar 5 terlihat gula pereduksi awal pada nira yang digunakan dalam penetapan konsentrasi inokulum memiliki nilai yang tinggi pada jam ke 0 dan kemudian pada jam ke 24 gula pereduksi kembali meningkat. Hal tersebut disebabkan nira yang digunakan telah mengalami invertasi (kerusakan) yaitu sukrosa yang ada didalam nira secara alami diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian, terlihat pula dalam grafik terjadi penurunan gula pereduksi pada jam ke 12. Hal tersebut terjadi karena gula pereduksi telah digunakan oleh mikroba dan mengalami peningkatan kembali pada jam ke 24 disebabkan mikroba kembali
mengubah sukrosa yang tersisa dalam media menjadi glukosa dan fruktosa, sehingga terjadi peningkatan gula pereduksi kembali.
Gambar 5 Grafik kadar gula pereduksi pada penentuan konsentrasi inokulum Pada hasil perhitungan terlihat gula pereduksi menunjukkan penurunan dengan pereduksi sisa terendah adalah pada media dengan konsentrasi inokulum 15%. Kandungan gula pereduksi dalam bahan mengalami penurunan dan kemudian pada waktu fermentasi 48 jam gula pereduksi semakin sedikit. Hal ini membuktikan bahwa semakin lama fermentasi berlangsung maka kandungan gula dalam media akan semakin berkurang karena adanya konsumsi substrat oleh mikroba untuk menghasilkan produk.
Total Gula
Perhitungan ANOVA untuk total gula pada pemilihan konsentrasi inokulum hasilnya menunjukkan konsentrasi inokulum tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap total gula Fhitung<Ftabel, sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan penurunan total gula selama fermentasi dengan total gula awal sebesar 183.38 g/L. Hasil yang didapat pada konsentrasi 5% yaitu dengan persentase penggunaan gula sebesar 78.65%, konsentrasi inokulum 10% yaitu dengan persentase penggunaan gula sebesar 76.42% dan konsentrasi 15% dengan persentase penggunaan gula sebesar 75.06%. Persentase penggunaan gula total lebih rendah dibandingkan dengan persentase penggunaan gula pereduksi dikarenakan pada total gula keseluruhan gula terhitung termasuk sukrosa. Pada Zymomonas mobilis sebelum dikonsumsi untuk menghasilkan produk, sukrosa diubah terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim sukrase yang terdapat dalam Zymomonas mobilis (Ferdiaz (1988); Swing dan De Ley (1977)).
Tingkat konsumsi gula terbaik terjadi pada waktu fermentasi 12 - 48 jam yaitu lebih dari 75% dari total gula awal telah dikonsumsi oleh Zymomonas mobilis. Pada grafik total gula mulai terlihat penurunan kandungan total gula dalam media selama 48 jam fermentasi. Kemudian, kandungan gula dalam media akan terus mengalami penurunan dan pada waktu fermentasi 72 jam gula akan semakin sedikit. Pada total gula dapat terlihat bahwa semakin banyak sukrosa yang telah diubah menjadi glukosa dan fruktosa maka akan terjadi penurunan total gula pada media dan peningkatan gula pereduksi pada media.
0 20 40 60 80 100 120 0 12 24 36 48 K a d a r g u la p er ed u k si (g /l )
Waktu Fermantasi (jam)
5% 10% 15%
Gambar 6 Grafik total gula pada penentuan konsentrasi inokulum
Selain menggunakan metode ANOVA, pemilihan perlakuan terbaik juga dilakukan dengan menentukan parameter kinetika fermentasi. Nilai parameter kinetika yang diperoleh dari perhitungan tersebut yaitu laju pertumbuhan (µ), koefisien antara hasil sel hidup terhadap sumber karbon yang dikonsumsi (Yx/s), koefisien konversi nutrien dalam substrat menjadi produk pada periode tertentu (Yp/s), koefisien produk terhadap jumlah sel hidup (Yp/x), laju pembentukan produk spesifik (qp), dan laju penggunaan substrat spesifik (qs). Berikut ini disajikan hasil perhitungan kinetika fermentasi pada setiap perlakuan konsentrasi inokulum (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil perbandingan parameter kinetika pada konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15%.
Parameter Kinetika Hasil
5% 10% 15% Etanol (g/L) 47.00 35.95 50.35 µ maks (jam-1) 1.69 1.78 2.03 Y x/s (g sel/ g substrat) 0.01 0.00 0.01 Y p/s (g etanol/ g substrat) 0.33 0.26 0.37 Y p/x (g etanol/ g sel) 39.17 102.71 29.62 qp (g produk/ sel.jam) 66.20 183.17 60.25 qs (g substrat/sel.jam) 203.15 714.02 164.72
Efisiensi penggunaan gula (%) 96.22 96.34 97.78 Hasil parameter kinetika menunjukkan laju pertumbuhan maksimum dari ketiga perlakuan konsentrasi, perlakuan penambahan konsentrasi inokulum 15% mendapatkan nilai yang tinggi dibandingkan dengan konsentrasi inokulum 5% dan 10%. Koefisien antara hasil sel hidup terhadap sumber karbon yang dikonsumsi (Yx/s) tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi inokulum 15%. Koefisien konversi nutrien dalam substrat menjadi produk pada periode tertentu (Yp/s) tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi inokulum 15%. Koefisien produk terhadap jumlah sel hidup (Yp/x) tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi inokulum 15%. Laju pembentukan produk spesifik (qp) tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi inokulum 10%, dan laju
0 50 100 150 200 250 0 12 24 36 48 K a d a r to ta l g u la (g /l )
Waktu Fermentasi (jam)
5% 10% 15%
penggunaan substrat spesifik (qs) tertinggi diperoleh pada penambahan konsentrasi inokulum 10%. Hal tersebut menunjukkan pada konsentrasi inokulum 10% pertumbuhan sel sesuai dengan kondisi substrat atau konsentrasi inokulum lebih sedikit dibandingkan dengan substrat yang tersedia dalam media, sehingga kompetisi tidak terlalu besar. Berbeda halnya dengan konsentrasi inokulum 15%, susbstrat yang tersedia sebanding dengan jumlah sel dalam media sehingga laju pembentukan produk dan penggunaan substrat lebih lambat. Dari hasil perhitungan menggunakan metode ANOVA dan perhitungan kinetika fermentasi, konsentrasi inokulum terbaik yaitu 15%. Konsentrasi inokulum terbaik ini akan digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap penetapan konsentrasi gula terbaik yang dibutuhkan dalam media fermentasi.
Penetapan Konsentrasi Gula Terbaik Pertumbuhan Biomassa
Pada tahap 2 dapat dilihat pada Gambar 7 sama halnya dengan tahap 1 bahwa Zymomonas mobilis pada masing-masing perlakuan kandungan gula yaitu X1 dan X2 mengalami fase lag pada waktu kurang dari 12 jam, fase eksponensial pada 12-48 jam, fase stasioner pada 48-60 jam fermentasi dan fase kematian pada 60 – 72 jam fermentasi. Akan tetapi berbeda dengan X1 dan X2, X3 telah mengalami fase eksponensial pada 12 jam fermentasi, fase stasioner pada 12-24 jam fermentasi dan fase kematian pada 24-72 jam. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan tingginya konsentrasi gula dalam substrat dapat menjadi inhibitor dalam pembentukan etanol. Hal ini sesuai dengan Frobisher (1962) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar gula maka akan semakin besar tekanan osmosis terhadap sel. Kepekatan yang lebih tinggi diluar sel akan mengakibatkan terjadi osmosis balik yaitu cairan diluar sel akan masuk ke dalam sel, sehingga dapat menyebabkan kematian pada sel. Hal tersebut yang terjadi pada perlakuan X3 karena mengandung gula tinggi yaitu sebesar 336.6 g/L.
Gambar 7 Grafik biomassa kering pada penentuan kandungan gula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 10 20 30 40 50 60 B io m a ss a (g /l )
Waktu fermentsi (jam)
X1 X2 X3 Kons. Gula (%) Keterangan: X1= 18.61%, X2= 24.77%, X3= 33.66%
Metode pemilihan konsentrasi gula terbaik sama dengan metode pemilihan konsentrasi inokulum pada tahap pertama yaitu menggunakan metode ANOVA dan perhitungan kinetika fermentasi. Hasil analisa data ANOVA untuk biomassa pada tahap kedua ini yaitu ketiga perlakuan konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa yaitu Fhitung<Ftabel, sehingga uji Duncan tidak dilakukan. Tingginya kandungan gula pada perlakuan X3 yaitu sebesar 336.60 g/L dan hasil yang didapatkan perlakuan X3 dari pengujian sesuai dengan pernyataan menurut Rehm dan Reed (1983), kadar gula minimal dan maksimal yang dapat menghambat pertumbuhan sel yaitu dibawah 1 g/L dan diatas 300 g/L. Biomassa tertinggi dicapai pada waktu fermentasi 36 jam. Pada X1 yaitu sebesar 4.95 g/L, pada X2 yaitu sebesar 6.55 g/L dan pada X3 yaitu sebesar 6.15 g/L. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi kandungan gula dalam media maka semakin banyak pula jumlah biomassa yang terdapat dalam media.
Kadar Etanol
Hasil analisa data ANOVA untuk kadar etanol untuk ketiga perlakuan konsentrasi gula berpengaruh nyata terhadap kadar etanol Fhitung>Ftabel, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil yang didapat dari uji Duncan yaitu perlakuan X1 dengan konsetrasi gula sebanyak 186.1 g/L tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan X3 dengan konsentrasi gula sebanyak 336.6 g/L. akan tetapi berbeda signifikan terhadap X2 dengan konsentrasi gula sebanyak 247.7 g/L. Kadar etanol pada penentuan kandungan gula, X1=18.61% X2=24.77% dan X3=33.66%, hasil kadar etanol tertinggi dicapai pada 36 jam fermentasi. Pada waktu fermentasi 36 jam persentase gula X3 mendapatkan hasil etanol yang paling rendah yaitu sebesar 35.75 g/L dibandingkan dengan persentase gula X2 sebesar 37.45 g/L dan X1 sebesar 40.75 g/L.
Hasil kadar etanol pada perlakuan X3 rendah dikarenakan konsentrasi gula terlalu tinggi. Hasil tersebut didukung dengan pernyataan Roukas (1996), bahwa penurunan bioetanol terjadi pada konsentrasi glukosa yang berlebih sebagai efek inhibisi substrat dan produk. Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi mengurangi jumlah oksigen terlarut dalam media. Gambar 7 menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi sebesar 4.08% (b/v) pada waktu fermentasi 36 jam dan persentase gula sebesar 18.61%.
Gambar 8 Grafik kadar etanol dari berbagai konsentrasi gula X1, X2 dan X3
0 10 20 30 40 50 60 0 12 24 36 48 K a d a r eta n o l (g /l )
Waktu fermentasi (jam)
X1 X2 X3 Kons. Gula (%) Keterangan: X1= 18.61%, X2= 24.77%, X3= 33.66%
Dari hasil penggunaan gula tersebut dapat dilihat bahwa kandungan gula terbaik untuk media fermentasi nira menjadi bioetanol yaitu kandungan gula X1 yaitu sebesar 18.61% dibandingkan dengan kandungan gula X2= 24.77% dan X3= 33.66%. Hal ini sesuai dengan Cazetta et al. (2007) dan Pleitt (2010) yang menyatakan konsentrasi gula yang terlalu tinggi menyebabkan produksi etanol menurun secara signifikan. Akan tetapi jika ditinjau kembali dari banyaknya biomassa yang diperoleh, kadar etanol yang dihasilkan, waktu penyiapan bahan dan biaya yang dibutuhkan maka perlakuan X1 dengan konsentrasi gula 18.61% terpilih menjadi konsentrasi gula terbaik. Hal tersebut dikarenakan perlakuan X1 menghasilkan biomassa rendah, etanol tinggi, tidak memerlukan waktu pemanasan yang lama, dan biaya yang dibutuhkan sedikit karena tidak memerlukan waktu pemanasan yang lama sehingga tidak membutuhkan nira yang terlalu banyak untuk menghasilkan 1 liter bioetanol. Hasil etanol yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian Cazetta et al.
(2007) dengan bahan baku molase sebesar 46.43 g/L pada 200 g/L konsentrasi padatan terlarut di suhu 35oC. Akan tetapi, hasil tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan Saccharomyces cerevisiae, karena membrane sel pada bakteri Zymomonas mobilis tidak tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi dibandingkan Saccharomyces cerevisiae.
Gula Pereduksi
Perhitungan ANOVA gula pereduksi pada pemilihan konsentrasi inokulum yaitu Fhitung<Ftabel menunjukkan bahwa konsentrasi gula setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi, sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada perlakuan X1 gula pereduksi sisa sebesar 10.16 g/L dengan gula pereduksi awal sebesar 130.51 g/L, pada perlakuan X2 gula pereduksi sisa 4.23 g/L dengan gula pereduksi awal 127.28 g/L dan pada perlakuan X3 gula pereduksi sisa sebesar 7.30 g/L dengan gula pereduksi awal sebesar 125.08 g/L.Tingkat penggunaan gula yang paling terbaik terjadi pada waktu fermentasi 24-36 jam. Pada perlakuan X1 tingkat penggunaan gula sebesar 92.22%, pada X2 yaitu sebesar 96.67% dan pda X3 sebesar 94.16%.
Gambar 9 Grafik kadar gula pereduksi pada penentuan kandungan gula
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 12 24 36 48 K a d a r g u la p er ed u k si (g /l )
Waktu Fermentasi (jam)
X1 X2 X3 Kons. Gula (%) Keterangan: X1= 18.61%, X2= 24.77%, X3= 33.66%
Pada grafik gula pereduksi menunjukkan peningkatan pada waktu fermentasi 12-24 jam dan penurunan pada waktu fermentasi 24 jam – 72 jam. Hal tersebut dikarenakan pada penetapan konsentrasi gula, nira yang digunakan memiliki kualitas yang cukup baik, sehingga pada jam ke 0 gula pereduksi rendah dan baru mengalami peningkatan pada jam ke 12 karena sebagian besar gula yang terdapat dalam nira yaitu sukrosa. Sukrosa yang ada dalam nira akan diubah terlebih dahulu oleh enzim sukrase dalam Zymomonas menjadi glukosa dan fruktosa (Ferdiaz (1988); Swing dan De Ley (1977)). Sehingga, pada 12 jam fermentasi gula pereduksi meningkat dan pada 24–36 jam terjadi penurunan dikarenakan Zymomonas mobilis mulai mengkonsumsi gula pereduksi dan menghasilkan produk yaitu etanol.
Total Gula
Pada hasil analisa data ANOVA konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata terhadap total gula yaitu Fhitung<Ftabel, sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada perlakuan X1 total gula sisa sebesar 9.51 g/L dengan total gula awal sebesar 186.10 g/L, pada perlakuan X2 total gula sisa 8.55 g/L dengan total gula awal 247.75 g/L dan pada perlakuan X3 total gula sebesar 16.26 g/L dengan total gula awal sebesar 336.60 g/L. Tingkat penggunaan gula yang paling terbaik pada