• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda akibat perlakuan terhadap peubah yang diamati. Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam berpengaruh tidak nyata, tetapi akibat perlakuan interval panen nyata hingga sangat nyata terhadap masing-masing peubah pengamatan. Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi perlakuan kombinasi dosis pupuk organik dan interval panen berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati.

Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam akibat perlakuan kombinasi dosis pupuk orgnik dan interval panen yang berbeda pada kemuning

Peubah pengamatan Perlakuan Koefesien keragaman Dosis Pupuk Interval panen Interaksi

Bobot basah daun total (g.tan-1) tn ** tn 23.081 Bobot kering daun total (g.tan-1)

Bobot basah ranting total (g.tan-1)

tn tn ** ** tn tn 27.801 15.25 Kadar N jaringan daun (%) tn ** tn 17.521 Kadar P jaringan daun (%) tn ** tn 25.72 Kadar K jaringan daun (%) tn ** tn 30.78 Total klorofil (mg.tan-1) tn ** tn 29.36 Kadar protein (x 10-5 mg BA.g-1 BB) tn ** tn 11.07 Enzim PAL (x10-5 mg CA eq.mg-1 protein) tn ** tn 0.0021 Flavonoid total (mg.tan-1) tn ** tn 18.781 Antioksidan (%) tn ** tn 18.81 Antosianin ( m.tan-1 ) tn * tn 11.521 Serapan N (g.tan-1) tn ** tn 17.661 Serapan P (g.tan-1) tn ** tn 28.121 Serapan K (g.tan-1) tn ** tn 30.631 Produksi protein (mg.tan-1) tn ** tn 21.281 Produksi flavonoid (mg.tan-1) tn ** tn 17.891 Produksi antosianin (mg.tan-1) tn ** tn 26.631 Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada

taraf 1% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; (1) = hasil transformasi

√x

Kondisi Umum Keadaan Iklim

Curah hujan diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor tahun 2014 – 2015. Data curah hujan selama percobaan berlangsung pada bulan Juni 2014 – Februari 2015 (Tabel 5). Curah hujan bulanan tertinggi terdapat pada bulan Agustus dan November 2014 masing-masing 538.4 dan 673.2 mm per bulan. Curah hujan bulanan terendah terdapat

pada bulan Juni dan September 2014 di bawah 100 mm yaitu 84.7 dan 21.8 mm per bulan. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, bulan basah ditunjukkan dengan curah hujan >200 mm per bulan dan bulan kering ditunjukkan dengan curah hujan <100 mm per bulan serta bulan lembab berkisar 100-200 mm per bulan (Bayong 2004).

Tabel 5 Curah hujan selama penelitian (Juni 2014 – Februari 2015)

Sumber: BMKG Dramaga, Bogor 2015 Kondisi Kimia Tanah dan Pupuk

Hasil analisis Balittanah Kampus Penelitian Cimanggu (2014), pH H2O lahan penelitian sebelum pemupukan sebesar 6.2 termasuk dalam golongan tanah agak masam. Kadar P sangat tinggi diduga karena tidak ada unsur lain yang mengikat sehingga tersedia dalam jumlah yang banyak. Kadar unsur K tergolong sangat rendah. Hasil analisis kimia tanah dapat disajikan pada Tabel 6.

Aplikasi kombinasi pupuk kandang ayam dan abu sekam menyebabkan perubahan terhadap kondisi kimia dan fisika lahan percobaan yang ditunjukkan dengan peningkatan pH tanah dari agak masam menjadi netral. Terjadi perubahan pH agak masam (6.2) menjadi netral (6.8 – 7.5), peningkatan kadar hara N, P, dan K di dalam tanah. Pada tanah tanpa pemberian pupuk (kontrol) terjadi peningkatan pH tanah seiring dengan peningkatan kadar hara N, P, dan K yang tersedia dari kondisi tanah awal penelitian sebelum pemupukan. Hal ini diduga karena beberapa faktor seperti jarak tanam kemuning yang sempit serta hujan yang menyebabkan perpindahan hara yang berasal dari pupuk. Kondisi ini mendukung untuk ketersediaan hara di daerah perakaran yang dapat diserap oleh tanaman, karena sebagian besar hara mudah larut dalam air pada pH netral sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hardjowigeno 2007).

Kadar unsur N, P, dan K tanah meningkat seiring dengan penambahan dosis kombinasi pupuk yang diberikan bila dibandingkan dengan tanah tanpa pemupukan (kontrol). Perubahan ini mengindikasikan bahwa sumber N, P, dan K berasal dari pupuk yang telah diaplikasikan ke tanah. Peningkatan kaddar hara terus meningkat meski analisis tanah dilakukan pada akhir penelitian (Tabel 6). Hal ini diduga disebabkan curah hujan tinggi pada akhir penelitian (Tabel 5). Status unsur hara P di tanah pada awal penelitian tergolong tinggi, diduga P sebagian besar berasal dari tanah. Selain itu juga akibat dari penambahan abu sekam. Selain sebagai sumber K, abu sekam juga menyumbangkan unsur Si (Hadi 2005). Si memiliki peranan terhadap perubahan sifat tanah dengan menetralkan pH, meningkatkan translokasi P ke tajuk, serta meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Salah satu sumber Si terbesar adalah sekam padi yang telah mengalami pembakaran sempurna (Mittal 1997). Abu sekam padi mengandung Si sebanyak 86 – 97% berat kering (Houston 1972).

Tabel 6 Hasil analisis kadar hara tanah awal, akhir penelitian dan pupuk organik Peubah

kimia

Pupuk organik Tanah

awal penelitian

Tanah akhir penelitian berdasarkan dosis pupuk (kg.tanaman-1.tahun-1)

Pukan ayam Abu sekam 0-0 0-3 7-0 7-3 14-0 14-3 21-0 21-3

pH H2O - - 6.2 agak masam 7.4 netral 6.8 netral 7.5 netral 7.1 Netral 7.1 netral 7.0 netral 7.2 netral 7.1 netral pH KCl - - 5.7 agak masam 7.4 netral 7.5 netral 7.6 agak alkalis 7.3 Netral 7.7 agak alkalis 7.7 agak alkalis 7.3 netral 7.3 netral N (%) (Kjeldahl) 1.13 % 1.72 % 0.15 Rendah 0.17 rendah 0.31 sedang 0.42 sedang 0.62 Tinggi 0.68 tinggi 0.63 Tinggi 0.65 Tinggi 0.69 Tinggi C-Organik (%) 8.30 % 6.10 % 1.43 Rendah 1.58 rendah 2.67 sedang 3.58 Tinggi 5.49 sangat tinggi 6.56 sangat tinggi 5.98 sangat tinggi 5.70 sangat tinggi 6.77 sangat tinggi K2O 3.37 % 1.75 % 9 sangat rendah 52.4 tinggi 80.1 sangat tinggi 129.6 sangat tinggi 136.3 sangat tinggi 154.9 sangat tinggi 134.9 sangat tinggi 144.4 sangat tinggi 157.9 sangat tinggi P2O5 (ppm) (Olsen) 8.60 % 0.50 % 50 Tinggi 173.8 sangat tinggi 264.7 sangat tinggi 468 sangat tinggi 546.3 sangat tinggi 695.7 sangat tinggi 707.5 sangat tinggi 595.6 sangat tinggi 577.9 sangat tinggi Sumber: Hasil analisis Balittanah Kampus Penelitian Cimanggu 2014. Berdasarkan kriteria penilaian dari Hardjowigeno (2007).

Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning

Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam meningkatkan bobot basah dan kering daun total, serta bobot basah ranting total (P<0.05). Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pola peningkatan bobot basah dan kering daun total terjadi setiap pemberian pupuk kandang ayam yang dikombinasikan dengan 3 kg abu sekam. Peningkatan tertinggi bobot basah dan kering daun serta bobot basah ranting total dengan penambahan abu sekam dibandingkan tanpa abu sekam berturut-turut adalah 23.09, 34.55, dan 24.61%. Bobot basah daun total tertinggi akibat dosis pupuk 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam seiring dengan peningkatan bobot kering daun total dan bobot ranting total, dengan peningkatan masing-masing sebesar 21.99, 24.93, dan 42.93% dari tanaman kontrol. Selanjutnya bobot daun dan ranting mengalami penurunan ketika dosis pupuk dinaikkan. Hal ini kemugkinan disebabkan oleh kelebihan kandungan N pada daun yang menyebabkan daun lebih lebar namun tipis sehingga bobot basah dan kering daun total lebih rendah. Jika pasokan N rendah, karbohidrat disimpan di dalam sel vegetatif, sehingga sel-sel menebal. Sebaliknya jika N berlebihan dan kondisi cocok untuk pertumbuhan, maka protein akan terbentuk, penumpukan protein di sel vegetatif berkurang, dinding sel menjadi tipis, selain itu pembentukan protoplasma lebih tinggi, sehingga tanaman banyak mengandung air (Havlin et al. 2005, Darmawan dan Baharsjah 2010).

Tabel 7 Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total

Kombinasi dosis pupuk ayam-abu sekam (kg.tan-1.tahun-1) Bobot basah daun (g.tan-1) Bobot kering daun (g.tan-1) Bobot basah ranting (g.tan-1)

Bobot basah daun terhadap bobot panen total (%) 0-0 517.25 151.69 218.75 70.27 0-3 647.59 198.59 290.53 69.03 7-0 516.28 159.13 311.25 62.38 7-3 579.28 152.81 309.16 65.20 14-0 538.75 149.06 307.59 63.65 14-3 663.13 200.56 383.28 63.37 21-0 609.50 185.13 376.22 61.83 21-3 623.22 180.31 327.88 65.52

Peningkatan produksi tanaman berdasarkan hubungannya dengan hara dalam jaringan daun dapat dilihat dari produksi daun dan kadar hara jaringan daun yang dipanen (Tabel 7 dan Gambar 7). Peningkatan bobot basah daun dan kadar hara N dan K jaringan daun seiring dengan penambahan dosis pupuk ayam yang dikombinasikan dengan 3 kg abu sekam. Hal ini menguatkan pendapat Melati et al. (2008) bahwa penggunaan abu sekam sebagai pupuk organik sebaiknya dikombinasikan dengan pupuk organik lain. Pemberian abu sekam sebagai pupuk organik digunakan sebagai pengganti pupuk K. Dibutuhkan kecukupan unsur K dan P untuk pendukung pertumbuhan yang optimum selain unsur N yang dominan

untuk pertumbuhan tanaman (Gardiner and Miller 2004). Unsur K memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah daun, bobot basah dan bobot kering beberapa komoditi tanaman (Bahadur et al. 2000, Shafeek et al,

2013). Hal ini mendukung penelitian Mualim et al. (2009) yang menemukan bahwa unsur hara K menjadi faktor pembatas pada produksi daun kolesom.

Pengaruh Interval Panen Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning

Interval panen 4 bulan menunjukkan bobot basah daun tertinggi, dengan bobot 60.03% lebih tinggi dibandingkan interval panen 2 bulan. Sebaliknya bobot basah ranting total pada panen 3 bulan lebih tinggi 61.56% dibandingkan panen 4 bulan sehingga persentase bobot basah daun total terhadap bobot panen total lebih rendah pada interval panen 3 bulan sebesar 28.92% dari interval panen 4 bulan. Bobot kering daun tertinggi dihasilkan pada tanaman dengan interval panen 4 bulan dengan selisih bobot 63.14% dari bobot kering yang dihasilkan pada tanaman dengan interval panen 2 bulan (Tabel 8).

Perbedaan bobot daun dan ranting panen diduga berkaitan dengan waktu pertumbuhan. Pertumbuhan terlihat dari peningkatan berat kering atau tinggi tanaman, dan terdapat hubungan antara ukuran pertumbuhan dan waktu. Pola umum pertumbuhan berupa peningkatan ukuran organ, diikuti dengan peningkatan lebar organ selama periode tertentu (Tisdale et al. 1985). Kemuning yang dipanen dengan pemangkasan pada ketinggian 75 cm pada interval panen 3 bulan diduga masih berada pada fase logaritmatik. Fase ini diindikasikan dengan pertumbuhan awal lambat kemudian meningkat terus dan lebih cepat (Salisbury and Ross 1995). Hal ini terlihat dari kondisi di lapangan bahwa tanaman yang dipangkas pada interval panen 3 bulan menghasilkan ranting yang lebih banyak dan rapat, berbeda dengan tanaman pada interval panen 4 bulan menghasilkan ranting yang jarang dan sedikit namun tumbuh memanjang ke atas. Kemuning yang dipanen pada interval panen 4 bulan diduga telah memasuki fase linear

setelah titik maksimum (puncak) pada kurva sigmoid. Pada fase ini pertumbuhan mulai konstan dan cenderung lambat (Salisbury and Ross 1995). Sehingga ketika tanaman dipangkas, pembentukan ranting baru lebih sedikit dibandingkan pada tanaman dengan interval panen 3 bulan. Ilustrasi perbandingan daun dan ranting tanaman kemuning setelah panen dengan interval panen 2, 3, dan 4 bulan disajikan pada Gambar 6.

Tabel 8 Pengaruh interval panen terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total Interval panen Bobot basah daun (g.tan-1) Bobot kering daun (g.tan-1) Bobot basah ranting (g.tan-1)

Bobot basah daun terhadap bobot panen total (%)

2 bulan 365.70 c 95.30 b 54.90 c 86.94

3 bulan 701.19 b 239.52 a 930.03 a 42.98

4 bulan 914.92 a 258.53 a 357.48 b 71.90

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α=5%.

Gambar 6 Ilustrasi perbandingan daun dan ranting kemuning setelah panen pada interval panen 2, 3, dan 4 bulan

Pemanenan berkaitan dengan keseimbangan hara dalam tanah yang sebagian terbawa oleh organ yang dipanen. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan daun baru sehingga harus memerhatikan ketersediaan hara akibat interval panen. Interval panen 4 bulan menunjukkan produksi daun tertinggi terlihat dari bobot basah dan kering daun. Meskipun bobot basah dan kering daun untuk interval panen 2 bulan merupakan total dari 4 kali pemanenan namun tidak cukup untuk menghasilkan bobot basah dan kering daun yang lebih tinggi daripada interval panen 4 bulan, karena jumlah daun hasil panen 2 bulan jauh lebih sedikit dibandingkan interval panen 3 dan 4 bulan. Semakin lebar interval panen, semakin panjang waktu yang diperoleh oleh tanaman untuk recovery

akibat luka panen dan rejuvenasi daun baru sehingga daun yang dihasilkan juga lebih banyak. Kondisi hara N, P, dan K di jaringan daun berdasarkan interval panen (Tabel 9) menunjukkan kategori optimum hingga sangat tinggi (menurut IFA 1992) berperan penting untuk proses recovery dan rejuvenasi daun kemuning. Persentase bobot basah daun dan bobot basah ranting terhadap bobot panen total menunjukkan bahwa kemuning yang dipanen pada interval 2 bulan dan 4 bulan lebih dari 50% merupakan daun, berbeda dengan interval panen 3 bulan bahwa 57.01% bobot panen merupakan ranting. Tipe daun hasil panen interval panen 2 bulan sebagian besar merupakan pucuk, pada interval panen 4 bulan merupakan campuran pucuk hingga daun dewasa, dan pada interval panen 3 bulan merupakan daun muda hingga dewasa (Gambar 7).

Susanti (2012) melaporkan bahwa tanaman kolesom merespon interval panen berkaitan dengan proses recovery, rejuvenasi, dan organ source-sink. Proses rejuvenasi berjalan lambat bahkan menurun ketika waktu untuk proses recovery

setelah pemanenan sangat pendek karena menurut Kabi dan Bareeba (2008) pemanenan merupakan proses pelukaan terhadap jaringan. Kompetisi antara organ

Rejuvenasi akibat pemanenan daun kemuning pada interval panen 2 dan 4 bulan menyebabkan daun menjadi organ sink yang kuat, tetapi tidak untuk interval panen 3 bulan. Daun yang baru terbentuk menjadi sink yang lebih kuat sehingga sebagian besar asimilat digunakan untuk memproduksi daun sehingga untuk organ tanaman lainnya menjadi berkurang yang menyebabkan organ selain pucuk menjadi rendah. Hopkins and Huner (2008) menuliskan bahwa dalam tahap awal perkembangan daun akan berfungsi sebagai sink, memperoleh fotoasimilat dari daun tua untuk penyokong pembesaran sel.

Daun dewasa biasanya bertindak sebagai source dalam menyediakan fotosintat untuk pertumbuhan pucuk dan daun muda, namun demikian dengan ada gangguan berupa pelukaan akibat pangkas dapat merubah pola source-sink

berdasarkan kedekatan antara source-sink (Taiz and Zeiger 2002). Pelukaan mekanik melalui pemanenan menimbulkan stres dan memaksa tanaman untuk terus merejuvenasi sehingga membutuhkan hara yang cukup untuk terus diserap oleh tanaman. Pada beberapa kasus, stres dilihat dari kemampuan tanaman untuk bertahan, pertumbuhan (akumulasi biomasa), penyerapan hara, hasil panen, dan hal yang berhubungan dengan pertumbuhan secara keseluruhan (Taiz and Zeiger 2002).

Gambar 7 Tipe daun hasil panen; angka 2, 3, dan 4 merupakan tipe daun pada interval panen 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan

2 3

Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam Terhadap Kadar dan Serapan Hara Jaringan Daun Tanaman Kemuning

Pemberian pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam menyebabkan kadar N dan K lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan 3 kg abu sekam, kecuali pada kombinasi dosis 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam terjadi penurunan kadar K jaringan daun. Sebaliknya pola kadar P jaringan daun mengalami penurunan setiap penambahan 3 kg abu sekam yang dikombinasikan dengan pupuk kandang ayam (Gambar 8). Adanya perbedaan respon ini kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan abu sekam yang mempengaruhi penyerapan P dari tanah pada tanaman kemuning. Meski demikian, kadar N, P, dan K di jaringan daun kemuning yang diamati tergolong tinggi hingga sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian IFA (1992).

Gambar 8 Pengaruh pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap kadar N, P, dan K jaringan daun kemuning. Angka pada absis merupakan kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang ayam-dosis abu sekam (kg per tanaman per tahun)

Jumlah hara N, P, dan K dalam tanah yang diserap oleh tanaman terdapat dalam daun yang dipanen dapat diketahui melalui perhitungan serapan hara berdasarkan kadar hara N, P, dan K hasil analisis jaringan daun dengan perkalian

bobot kering daun total. Besar serapan hara oleh tanaman dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Pengaruh pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap serapan hara N, P, dan K daun yang dipangkas pada tanaman kemuning. Angka-angka pada absis merupakan kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang ayam-dosis abu sekam (kg per tanaman per tahun)

Nilai serapan P dan K menunjukkan pola yang tidak tetap namun sama yaitu serapan hara P dan K meningkat dari tanaman kontrol dengan pemupukan 3 kg abu sekam, nilai serapan P dan K lebih tinggi pada pemupukan dengan dosis 7 kg pupuk kandang ayam tanpa penambahan abu sekam dibandingkan pemupukan dengan 7 kg pupuk kandang ayam dengan 3 kg abu sekam, kemudian serapan P dan K lebih tinggi pada tanaman yang dipupuk dengan dosis 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam dibandingkan dengan pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam saja, tetapi nilai serapan P dan K lebih rendah pada pemupukan 21 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam dbandingkan dengan pemupukan 21 kg pupuk kandang ayam saja.

Penambahan abu sekam yang dikombinasikan dengan pupuk kandang ayam menyebabkan peningkatan nilai serapan hara N tanaman kemuning kecuali pada dosis pupuk 7 kg pupuk kandang ayam dengan 3 kg abu sekam, terjadi penurunan serapan N terbesar dibandingkan dengan nilai serapan pada tanaman kontrol. Selain sebagai sumber hara K, penggunaan abu sekam juga sebagai sumber Si pada praktek pertanian organik. Marschner (2012) menyatakan bahwa Si dapat menetralkan pH tanah, meningkatkan KTK tanah, mengurangi efek

negatif terhadap kelebihan pemupukan N, namun meningkatkan ketersediaan unsur P dengan mencegah fiksasi P dalam komplek jerapan dan mengurangi kelebihan serapan Fe dan Mn. Aktivitas Si di dalam tanah dijelaskan oleh Matichenkov dan Calvert (2002) bahwa peningkatan asam monosilikat pada tanah akan mengubah status P menjadi tersedia di dalam tanah. Hal ini karena SiO4 4-memiliki elektronegatifitas lebih besar dibandingkan PO43- sehingga SiO44- dapat menggantikan PO43- yang terjerap. Selain itu, Si mengurangi leaching P sebesar 40-50% di dalam tanah.

Pengaruh Interval Panen Terhadap Kadar dan Serapan Hara Daun Tanaman Kemuning

Kadar hara N, P, dan K jaringan daun kemuning memperlihatkan respon yang berbeda terhadap interval panen (P<0.01), masing-masing menujukkan kadar tertinggi pada interval panen 3 bulan, kemudian terjadi penurunan pada interval panen 4 bulan (Tabel 9). Hal ini diduga karena adanya perbedaan umur jaringan daun yang digunakan sebagai bahan analisis. Meskipun daun yang digunakan untuk analisis masing-masing waktu panen adalah sama-sama daun dewasa ke-4 dan 5, namun umur jaringan daun berbeda sesuai dengan waktu yang tersedia untuk daun muncul kembali setelah dipanen. Kondisi ini menyebabkan umur daun interval panen 2 bulan lebih muda dibandingkan daun interval panen 3 dan 4 bulan, begitu juga dengan daun interval panen 3 bulan lebih muda dibandingkan daun pada interval panen 4 bulan. Perbedaan umur jaringan menjadi salah satu penyebab berbedanya jumlah hara yang mobil di jaringan daun tersebut, berkaitan dengan perubahan source dan sink. Jaringan yang lebih tua akan memasok hara ke jaringan yang lebih muda sebagai sink yang aktif berkembang, sehingga terjadi perbedaan kadar hara pada jaringan tua dan muda.

Tabel 9 Pengaruh interval panen terhadap kadar hara jaringan daun kemuning Interval

panen

Kadar hara (%)

N Kriteria (IFA) P Kriteria (IFA) K Kriteria (IFA) 2 bulan 2.45 b optimum 0.24 c Tinggi 2.18 b tinggi 3 bulan 3.92 a sangat tinggi 0.43 a sangat tinggi 2.54 a sangat tinggi 4 bulan 3.75 a sangat tinggi 0.37 b sangat tinggi 1.74 c tinggi Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α = 5%.

Berdasarkan interval panen, serapan hara N terbesar terdapat pada tanaman kemuning dengan interval panen 4 bulan bersamaan dengan bobot kering daun total tertinggi yang terdapat pada tanaman dengan interval panen 4 bulan (Tabel 8). Serapan hara P dan K tertinggi terdapat pada interval panen 3 bulan (Tabel 10).

Kadar dan serapan hara menurun seiring dengan pertambahan umur tanaman, kecuali hara N dengan nilai serapan tertinggi terdapat pada interval panen 4 bulan. Beberapa unsur hara seperti N, P, dan K bersifat mobil dari jaringan daun tua ke daun muda (Taiz and Zeiger 2002). Perpanjangan interval panen menjadi 4 bulan dengan pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam secara bertahap diduga menjadi penyebab tingginya nilai serapan hara N tanaman kemuning pada interval panen 4 bulan. Jika jaringan tanaman

semakin dewasa dan tua maka serapan dan distribusi unsur hara mobil semakin berkurang dan ini mengakibatkan perubahan konsentrasi yang signifikan pada bagian tanaman yang telah tua dan muda (Munawar 2011).

Tabel 10 Pengaruh interval panen terhadap serapan hara jaringan daun kemuning Interval panen Serapan hara (g)

N P K

2 bulan 286.3 b 29.7 b 284.3 c 3 bulan 938.8 a 99.4 a 603.2 a 4 bulan 1 047.3 a 95.2 a 451.1 b Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α = 5%.

Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Organik Terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning

Kadar total klorofil daun mengalami peningkatan ketika diberi kombinasi dosis pupuk organik (P>0.05). Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kadar total klorofil daun meningkat ketika pemberian 3 kg abu sekam dengan atau tanpa pupuk kandang ayam sekam. Kadar klorofil total daun tertinggi dihasilkan oleh tanaman pada dosis pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam dengan atau tanpa penambahan 3 kg abu sekam meningkat sebesar 11.52% dari tanaman kontrol. Peningkatan kadar protein dan aktivitas enzim PAL berdasarkan pemberian kombinasi dosis pupuk organik (P>0.05) menunjukkan pola yang tidak tetap. Hal ini juga terjadi pada tanaman kepel dan torbangun bahwa pemupukan organik tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim PAL (Ramadhan 2015; Mulyana 2015).

Kadar klorofil total terendah terdapat pada tanaman kontrol yang bersamaan ketika kadar hara N, P, dan K jaringan daun juga rendah apabila dibandingkan dengan tanaman yang diberi kombinasi pupuk kandang ayam dan abu sekam (Gambar 8). Kondisi ini menunjukkan bahwa hara N, P, dan K memiliki peranan penting. Nitrogen menjadi bagian klorofil yang berperan untuk menangkap energi cahaya utama yang digunakan dalam proses fotosintesis (Havlin et al. 2005). Peningkatan N daun meningkatkan kadar klorofil dan kapasitas transpor elektron (Evans 1989). Aktivitas biokimia seperti transportasi dan fotosintesis dapat terjadi karena ada senyawa berenergi tinggi (ATP) dengan bahan dasar fosfat (Marschner 2012). Dalam proses sintesis dan transport fotosintat untuk produksi dan penyimpanan pada organ tanaman melibatkan kalium (Havlin et al. 2005). Namun tidak adanya perbedaan nyata kadar klorofil total akibat pemupukan organik menandakan bahwa daun akan tetap menghasilkan klorofil meskipun tanpa dipupuk.

Kecukupan hara memungkinkan tanaman untuk melakukan metabolisme dengan baik untuk menghasilkan senyawa metabolit primer dan sekunder. Kemuning yang dipupuk menunjukkan kadar protein lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanaman kontrol kecuali pada dosis pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam dan 3 kg abu sekam. Penambahan N melalui akar akan membentuk asam amino selanjutnya membentuk ikatan peptida di tajuk untuk menghasilkan

Dokumen terkait