• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Bakteriosin

Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian Widiasih (2008) merupakan bakteri Gram positif dengan katalase negatif dan berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun rantai pendek. Bakteri ini menghasilkan supernatan antimikroba yang didominasi oleh asam organik yang memiliki zona hambat yang cukup baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif.

Bakteri indikator yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin ada 4 spesies berbeda yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922 , Salmonella typhimuriumATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal. Pemilihan keempat bakteri indikator disebabkan bakteri-bakteri ini yang sering mencemari makanan bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bell dan Kyriakides (1998) mengungkapkan bahwa E. coli telah menjadi bakteri indikator pencemaran air dan susu pada awalnya dan berkembang menjadi indikator pada berbagai jenis makanan.

Mikroorganisme seperti halnya makhluk yang lain juga mengalami pertumbuhan. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi nutrisi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1985). Pertumbuhan yang baik terjadi bila kebutuhan nutrisi tercukupi, demikian pula produksi bakteriosin akan terjadi secara optimum bila nutrisi tersedia dan sesuai dengan kebutuhan untuk mensekresikan zat aktif tersebut oleh L. fermentum 2B2.

Bakteriosin merupakan protein sehingga perlu diujikan sumber protein yang berbeda dalam media, yaitu (1) MRSB dan NaCl 1% ; (2) MRSB, YE 3 %, dan NaCl 1%; (3) MRSB dan tripton 1% yang masing-masing media dikondisikan pada pH 5,0 dan pH 6,0. Pemilihan media tersebut berdasarkan tingkat aktivitas penghambatan senyawa antimikroba yang tinggi pada bakteri indikator yang diuji (Ogunbawo et al., 2003). Media yang digunakan seluruhnya menggunakan MRSB sebagai media pokok. MRSB merupakan media yang mengandung nitrogen dan karbon sebagai sumber nutrisi untuk bakteri tumbuh. Hasil penelitian (Makara, 2002) membuktikan

bahwa media MRS merupakan media terbaik pada bakteri L. plantarum dan L. mesenteroides. Produksi bakteriosin menurut Matsuaki et al. (1996) dipengaruhi oleh sumber karbon, nitrogen, dan phosfat yang bisa didapat melalui media. Griffin (1991) menyatakan bahwa mikroba dalam pertumbuhannya membutuhkan makronutrien dan mikronutrien. Salah satu makronutrien yang dibutuhkan adalah karbon yang berguna untuk tumbuh, berkembang biak, sumber energi, dan sebagai cadangan makanan. Oleh sebab itu, media MRSB memenuhi persyaratan sebagai sumber nitrogen dan karbon untuk memproduksi bakteriosin.

Griffin (1991) menyatakan bahwa jenis dan jumlah sumber karbon sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang secara tidak langsung mempengaruhi sintesa metabolit sekunder. Matsuaki et al. (1996) juga menyatakan bahwa sumber karbohidrat yang berbeda menghasilkan bakteriosin yang berbeda. Nisin sebagai contoh dapat diproduksi dari glukosa, sukrosa, dan xylosa oleh Lactococcus lactis 10-1. Bakteri L. fermentum 2B2 memiliki karakter dapat memfermentasi beberapa gula-gula sederhana yaitu galaktosa, glukosa, laktosa, rafinosa, sukrosa, dan xylosa (Lampiran 8). Adapun gula-gula sederhana tersebut dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam pertumbuhannya.

Media pertama yaitu MRSB dengan penambahan NaCl. MRSB (media utama) memiliki kandungan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan bakteri. Penambahan NaCl pada media MRSB karena NaCl merupakan inducer yang mudah didapat dan memiliki harga yang relatif terjangkau dan berdasarkan (Ogunbawo et al., 2003) media MRSB dengan penambahan NaCl menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi. Konsentrasi larutan NaCl yang digunakan tidak besar hanya sebesar 1%. Mikroorganisme yang ditumbuhkan pada larutan garam dengan konsentrasi tinggi justru dapat mengakibatkan tubuh mikroba tersebut lisis atau hancur

Penambahan YE pada media MRSB berguna untuk menambah nilai nutrisi pada media pertama (MRSB + NaCl 1%). Yeast extract merupakan inducer hasil ekstrak khamir yang mengandung nitrogen. Nitrogen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Penambahan YE pada media ini sebesar 3%. Ogunbawo et al. (2003) mendapatkan bahwa media MRSB ditambah dengan YE 3% menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi.

Media ke tiga tidak menggunakan NaCl tetapi dengan penambahan tripton. Tripton merupakan media yang juga mengandung nitrogen. MRSB yang juga mengandung nitrogen ditambah dengan tripton menjadi nutrisi yang cukup untuk L. fermentum 2B2 dapat tumbuh subur.

Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media mengandung protein dan asam-asam organik. Supernatan bebas sel tersebut dikondisikan pada pH 5,0 dan pH 6,0 dengan penambahan NaOH. Kondisi dengan tingkat keasaman tersebut diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau pH rendah yang berasal dari asam-asam organik yang juga dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari mikroorganisme yang bersifat antimikroba. Asam-asam organik yang terdapat dalam substrat yang ditambahkan dengan basa (NaOH) akan menghasilkan garam dengan air. Reaksi kimia:

Asam + Basa  Garam + Air

Penghambatan Berbagai Bakteri Indikator oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda

Tahap pertama ini dinilai berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada ketiga jenis media dengan keempat bakteri indikator yang berbeda. Jika dilihat dari perhitungan statistik, keseluruhan perlakuan substrat kasar bakteriosin yang diproduksi dalam media yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap seluruh bakteri indikator. Namun, jika dilihat dari segi rataannya maka media terbaik terdapat pada perlakuan media ke tiga yaitu dengan penambahan tripton 1% (pH 5,0 dan pH 6,0) yang dapat dilihat pada (Gambar 1).

Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan dari ketiga media terhadap keempat bakteri indikator menunjukkan nilai yang kecil bahkan pada media dengan penambahan YE pada pH 6,0 diameternya 5 mm yang merupakan diameter dari lubang itu sendiri. Hal ini disebabkan pembuatan kultur dalam jumlah yang kecil yaitu hanya 20 ml.

5,08 5,80 5,00 5,76 5,06 5,69 4.6 4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6

Media Produksi Bakteriosin

D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )

Keterangan : N5 : Media MRSB + NaCl 1% dengan pH 5.0 N6 : Media MRSB + NaCl 1% dengan pH 6.0

Y5 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan pH 5.0 Y6 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan pH 6.0 T5 : Media MRSB + Tripton 1% dengan pH 5.0 T6 : Media MRSB + Tripton 1% dengan pH 6.0

Gambar 1. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator

Bakteriosin merupakan protein hasil metabolit dari mikroba yang memiliki sifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif atau bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasilnya (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika bakteri L. fermentum yang ditumbuhkan hanya dalam jumlah yang sedikit, maka bakteriosin sebagai hasil metabolit sekundernya juga akan sedikit. Itu sebabnya, bakteriosin yang dihasilkan belum dapat menghambat bakteri indikator secara optimal.

Salah satu dari sifat protein adalah mudah terdenaturasi oleh panas. Oleh sebab itu, peranan rantai dingin selama proses sangat besar. Proses dalam tahap produksi bakteriosin yang sangat memerlukan suhu dingin yaitu saat mengkondisikan substrat menjadi pH 5,0 dan pH 6,0 serta saat mensentrifuse substrat dengan kecepatan 10.000 rpm. Temperatur substrat saat mengkondisikan pH harus tetap dingin. Sentrifuse substrat dilakukan dengan alat sentrifuse yang telah memiliki pengaturan suhu. Suhu saat sentrifuse diatur pada suhu 40C sehingga walaupun substrat mengalami pergerakan yang sangat cepat yang dapat menghasilkan panas, protein tidak mengalami denaturasi.

Diameter sumur 5 mm 5 mm

Jenis media seperti yang dijelaskan di atas menentukan kandungan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan L. fermentum yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produksi dari bakteriosin itu sendiri. Kondisi pH yang mendekati netral memang bertujuan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau pH rendah yang berasal dari asam-asam organik sehingga mengurangi diameter zona hambat jika dibandingkan pada hasil yang didapat oleh Widiasih (2008). Media dengan kondisi pH 6,0 menurunkan rataan diameter zona hambat pada semua media karena pengaruh antimikroba dari asam-asam organik hilang.

Kontrol yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin yaitu supernatan bebas sel yang tidak dikondisikan menjadi pH 5,0 dan pH 6,0 sehingga terdapat pengaruh dari asam-asam organik. Pengaruh asam-asam organik (kontrol) terhadap bakteri indikator tidak menghasilkan zona hambat yang berbeda dengan perlakuan. Rataan diameter zona hambat hasil konfrontasi antara supernatan antimikroba dengan bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 2.

5.4 5,03 5,28 5,13 5,345,62 5.35 5.6 5,535,48 5,03 8,12 5.4 5,42 5,16 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KN5 KN6 KY5 KY6 KT5 KT6

Media Kontrol Produksi Bakteriosin

D ia m et er Z o n a H a m b a t (m m )

Keterangan* : KN5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk pH 5.0 KN6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk pH 6.0

KY5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk pH 5.0 KY6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk pH 6.0 KT5 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk pH 5.0 KT6 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk pH 6.0

Gambar 2. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Supernatan Antimikroba (Kontrol) terhadap Bakteri Indikator

Diagram batang di atas menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat yang dihasilkan sangat kecil karena hampir sama dengan diameter lubang. Hal ini

juga disebabkan jumlah substrat yang sedikit sehingga asam-asam organik hasil metabolit dari L. fermentum 2B2 ini juga sedikit sehingga tidak dapat menghambat dengan baik. Namun, jika dibandingkan rataan diameter zona hambat yang dihasilkan antara perlakuan dengan kontrol, maka diameter zona hambat dengan media kontrol lebih besar dibanding perlakuan. Hal ini disebabkan pada metabolisme mikroorganisme jumlah asam organik sebagai hasil metabolit sekunder bakteri lebih banyak dibanding bakteriosin (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika diperhatikan ada beberapa media yang bahkan tidak menghasilkan zona hambat sama sekali. Hal ini dapat disebabkan asam organik yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga tidak mampu menghambat bakteri indikator secara optimum.

Cara kerja asam organik dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu dengan menciptakan kondisi dengan pH rendah, maka bakteri yang tidak tahan dengan kondisi pH rendah tersebut akan mati. Asam lipophilik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk gabungan melakukan penetrasi terhadap sel mikrobial pada pH intraseluler yang lebih tinggi, memisahkan diri untuk menghasilkan ion hidrogen dan bergabung dengan fungsi metabolis esensial seperti substrat translokasi dan phosphorilasi oksidatif yang mengurangi pH intraseluler (Baird dan Parker, 1980).

Asam organik lipofilik lemah (asetat, propionat, sorbat, dan benzoat) melakukan penetrasi terhadap membran sel dalam bentuk nondisosiasi untuk menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian dengan cara menguraikan atau mengasamkan sitoplasma (Samelis dan Sofos, 2001c).

Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC 25923 oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda

Pengaruh perlakuan media yang berbeda pada substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa respon S. aureus ATCC 25923 terhadap susbstrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berbeda secara signifikan. Namun, jika dilihat dari rataannya saja, media yang terbaik adalah media pertama yaitu dengan penambahan NaCl 1% (pH 5,0), sedangkan media terbaik pada pH 6,0 terdapat pada semua media karena memiliki rataan diameter zona hambat yang sama yang dapat dilihat pada Gambar 3.

5,88 5,00 5,11 5,00 5,51 5,00 4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6

Media Produksi Bakteriosin

D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )

Gambar 3. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S.aureus ATCC 25923

Ketiga media sebenarnya memiliki kemampuan yang sama dalam mengoptimalkan produksi bakteriosin. Begitu juga dengan kondisi pH yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan diameter zona hambat yang signifikan. Konsentrasi bakteriosin yang sangat sedikit dalam substrat kasar dapat menjadi faktor penyebab belum optimumnya penghambatan terhadap bakteri indikator S. aureus ATCC 25923.

Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC 14028 oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda

Substrat kasar bakteriosin pada ketiga media yang diujikan pada S. typhimurium ATCC 14028 menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Artinya secara hitungan statistik respon S. typhimurium ATCC 14028 terhadap substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan. Jika diperhatikan dari rataan diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri S. typhimurium ATCC 14028, maka media terbaik adalah pada media ke dua (pH 5,0) dan ke tiga (pH 6,0) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S. typhimurium ATCC 14028

Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa, senyawa antimikroba yang berasal dari L. fermentum dapat menghambat S. typhimurium ATCC 14028 dengan diameter zona hambat yang cukup besar (Widiasih, 2008), namun zona hambat yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam organik. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) mengakibatkan asam yang tidak terdisosiasi dapat menembus dinding sel bakteri tersebut. Namun, substrat yang telah dikondisikan pH 5,0 dan pH 6,0 telah menghilangkan pengaruh dari asam-asam organik sehingga zona hambat yang dihasilkan sangat kecil.

Jika diperhatikan pada (Gambar 4.), rataan diameter zona hambat pada media ke tiga dengan pH 6,0 cukup besar dan berbeda dengan media lain pada pH yang sama. Hal ini mungkin terdapat pengaruh dari karakter bakteri S. typhimurium ATCC 14028 sehingga dapat dihasilkan zona hambat dengan ukuran yang sangat beragam jika dibandingkan dengan bakteri indikator yang lain.

Penghambatan Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 (ETEC) oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda

Bakteri ETEC ATCC 25922 yang diujikan dengan substrat kasar bakteriosin dengan media yang berbeda tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Respon ETEC ATCC 25922 ini secara hitungan statistik tidak berbeda secara

signifikan. Namun, diperhatikan dari rataannya maka media terbaik pada media ke dua (pH 5,0) dan ke tiga (pH 6,0) memiliki zona hambat terbesar yang dapat dilihat pada Gambar 5. 5,00 5,02 4.99 4.995 5 5.005 5.01 5.015 5.02 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6

Media Produksi Bakteriosin

D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )

Gambar 5. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap E. coli (ETEC) ATCC 25922

Bakteri ETEC ATCC 25922 masuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif sama seperti S. typhimurium ATCC 14028, maka memiliki sifat yang pada dasarnya sama khususnya dalam menyerap substrat antimikroba. Namun, pengaruh dari substrat kasar bakteriosin terhadap S. typhimurium ATCC 14028 sangat kecil dibanding bakteri yang lain, bahkan ada yang tidak memiliki zona hambat. Substrat kasar bakteriosin dengan media tripton yang dikonfrontasi dengan S. typhimurium ATCC 14028 tetap menghasilkan rataan diameter zona hambat yang terbesar pada pH 6,0.

Penghambatan Bakteri Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Lokal dengan Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda

Substrat kasar bakteriosin pada media berbeda yang diujikan pada EPEC tidak berpengaruh signifikan (P>0.05). Jika ditinjau dari perhitungan statistik pengaruh konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator memang tidak berpengaruh nyata. Namun, jika ditinjau dari rataan diameter zona hambat yang dihasilkan media yang menggunakan tripton

menempati urutan pertama pada kondisi pH 5,0, sedangkan media dengan penambahan YE pada kondisi pH 6,0 yang dapat diperhatikan pada Gambar 6.

5,31 5,07 5,59 5,30 5,96 5,00 4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6

Media Produksi Bakteriosin

D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )

Gambar 6. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik E. coli (EPEC) Lokal

Bakteri EPEC yang juga merupakan kelompok bakteri Gram negatif yang memiliki kemampuan yang sama dengan bakteri ETEC ATCC 25922 dan S. typhimurium ATCC 14028 dalam menyerap senyawa antimikroba. Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan kecil, namun lebih besar jika dibandingkan dengan bakteri ETEC ATCC 25922. Diameter zona hambat pada kondisi pH 6,0 lebih kecil dibanding dengan pH 5,0. Diameter zona hambat yang dihasilkan pada tiap media (pH 5,0) lebih besar jika dibanding dengan kondisi pada pH 6,0. Hal ini disebabkan meningkatnya pH telah mengurangi atau menghilangkan pengaruh antimikroba asam-asam organik.

Purifikasi Parsial Bakteriosin

Pengaruh kondisi asam atau pH rendah dari asam-asam organik telah dihilangkan pada produksi bakteriosin dengan menambahkan NaOH sehingga menjadi pH 5,0 dan pH 6,0. Tahap purifikasi parsial bakteriosin ini adalah tahap presipitasi protein sehingga dapat dipisahkan dari sebagian besar medianya.

Tahap presipitasi protein dilakukan dengan penambahan amonium sulfat. Penambahan amonium sulfat diberikan sebanyak 40% berdasarkan Savadago et al. (2004). Amonium sulfat berfungsi untuk mengendapkan protein yang terdapat pada

substrat. Protein yang terdapat didalam substrat tidak hanya bakteriosin tetapi juga protein yang berasal dari media. Namun, untuk menguji apakah didalam protein tersebut terdapat bakteriosin adalah dengan mengujinya terhadap bakteri indikator. Jika dihasilkan zona hambat maka kemungkinan endapan protein tersebut terdapat juga bakteriosin.

Media yang digunakan dalam tahap purifikasi bakteriosin ini adalah tetap sama yaitu ketiga media yang digunakan pada tahap optimasi bakteriosin. Menurut rataan diameter zona hambat yang dihasilkan, media yang menggunakan tripton adalah media yang paling baik. Namun, karena tidak berbeda secara signifikan maka ketiga media tersebut tetap digunakan. Kondisi keasaman yang digunakan adalah pH 6,0 dikarenakan jika digunakan pH 5,0 bisa saja masih terdapat pengaruh dari asam-asam organik.

Tahap purifikasi bakteriosin ini media yang dibuat ditambah jumlahnya dibandingkan pada tahap produksi bakteriosin dengan tujuan untuk meningkatkan bakteriosin yang dihasilkan. Masing-masing kultur ditumbuhkan dalam setiap media sebanyak 70 ml yang dapat menghasilkan supernatan bebas sel sekitar 60 ml. Tahap ini juga menerapkan rantai dingin pada prosesnya khususnya saat mengkondisikan pH 6,0 agar tidak merusak bakteriosin.

Jika diperhatikan saat amonium sulfat dimasukkan kedalam substrat kemudian digoyang pelan-pelan secara manual maka akan menghasilkan butiran-butiran kecil yang mirip gelembung berwarna putih yang langsung melayang ke atas permukaan substrat dapat dilihat pada (Gambar 7.). Jack et al., (1995) dan Savadago et al., (2006) menyatakan bahwa bakteriosin asal bakteri asam laktat memiliki sifat hidrofobik karena merupakan protein yang bermolekul kecil. Lactacin B contoh bakteriosin yang dihasilkan Lactobacillus acidophilus N2 yang memiliki sifat hidrofobik (Barefoot dan Klaenhammer, 1983). Hal itu menunjukkan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 ini bersifat hidrofobik.

Gambar 7. Protein Hasil Presipitasi Amonium Sulfat

Garam yang dihasilkan dari reaksi asam organik dengan NaOH, pada tahap purifikasi parsial bakteriosin ini ditambah lagi dengan garam yang dihasilkan oleh penambahan amonium sulfat. Garam yang ditambah dengan garam lain tidak membentuk senyawa baru. Garam tersebut kemudian bereaksi dengan membentuk endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di permukaan substrat kasar bakteriosin. Reaksi kimia:

Garam (asam organik + NaOH) + Garam (Amonium sulfat)  Garam

Garam + Protein (substrat kasar bakteriosin)  endapan protein

Protein dapat bereaksi dengan amonium sulfat dan menyebabkan protein mengendap disebabkan konsentrasi ion-ion amonium sulfat yang tinggi menyebabkan muatan listrik di sekitar molekul protein meningkat dan menarik mantel air yang ada di sekeliling molekul protein, sehingga kelarutan protein menurun. Air yang tersedia tidak cukup untuk melarutkan protein karena adanya persaingan antara protein dan garam untuk berikatan dengan hidrogen dan air. Pada konsentrasi rendah, ion-ion amonium sulfat akan melindungi molekul protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein. Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan etanol dan aseton. Penambahan substrat kasar bakteriosin dengan buffer fosfat (KH2PO4) bertujuan agar mengurangi bahan pengekstrak yang terikat pada molekul protein(Wijaya, 2002).

Hasil rataan diameter zona hambat dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator yang sama secara

Protein yang mengapung

perhitungan statistik tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) yang dapat dilihat pada Gambar 8. 5.79 6.07 6.79 6.13 8.03 6.53 23.01 23.91 23.14 0 5 10 15 20 25 30 N6 Y6 T6

Media Purifikasi Parsial Bakteriosin

D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m ) Keterangan:

Gambar 8. Rataan Diameter Zona Hambat oleh Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator

Jika diperhatikan dari segi media yang berbeda pada bakteri indikator yang berbeda, maka ditunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan sangat berbeda antara bakteri S. aureus ATCC 25923 yang merupakan bakteri Gram positif dengan S. typhimurium ATCC 14028 dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif (Gambar 9). 6,87 6,24 23,35 0 5 10 15 20 25

EPEC S. Typhimurium ATCC 14028 S. aureus ATCC 25923 Bakteri Indikator D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )

Gambar 9. Rataan Diameter Zona Hambat pada Bakteri Indikator yang Berbeda S. typhimurium ATCC 14028 S. aureus ATCC 25923 E P E C S. aureus ATCC 25923

Gambar 10. menunjukkan zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang sama terhadap bakteri indikator yang berbeda. Zona hambat yang dihasilkan terlihat perbedaan yang signifikan antara bakteri EPEC (bakteri Gram negatif) dan S. aureus ATCC 25923 (Bakteri Gram positif). Oleh sebab itu, tahap purifikasi bakteriosin ini akan dibahas berdasarkan kelompok bakteri indikator yaitu kelompok bakteri Gram positif dan kelompok bakteri Gram negatif.

(a) (b)

Gambar 10. Perbedaan Diameter Zona Hambat EPEC (a) dan S. aureus ATCC 25923 (b) pada Media dengan Penambahan Tripton 1%

Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC 25923 (Bakteri Gram Positif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin

Substrat kasar bakteriosin ini dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 yang merupakan kelompok bakteri Gram positif. Bakteriosin memiliki sifat bakteristatik atau bakterisidal lebih kepada bakteri yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan penghasil bakteriosin itu sendiri (Vuyst dan Vandamme, 1994). Bakteri indikator S. aureus ATCC 25923 merupakan kelompok bakteri Gram positif yang dengan demikian memiliki kekerabatan yang dekat dengan L. fermentum 2B2 sebagai penghasil bakteriosin.

Diameter zona hambat yang dihasilkan (Gambar 10) dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media tripton terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 jauh lebih besar dibandingkan dengan bakteri S. typhimurium ATCC 14028 dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif. Hal ini memperkuat dugaan bahwa substrat yang diujikan merupakan bakteriosin.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu dalam (Helander et al. 1997) yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif resisten terhadap kebanyakan bakteriosin yang disebabkan proteksi dari membran luarnya yang membentuk lapisan yang paling luar dari selubung sel, membuat penghalang yang efisien melawan substrat hidrofobik dan makromolekul. Hasil dari penelitian Savadago et al. (2006) menunjukkan bahwa bakteriosin lebih peka terhadap bakteri

Dokumen terkait