• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Nutrien dan Komposisi Fitokimia Tepung Daun Jarak Pagar

Kandungan nutrien tepung daun jarak pagar berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan hasil analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Tepung Daun Jarak

Komponen Jumlah (%) Bahan Kering 88,89 Abu 9,84 Protein Kasar 20,06 Serat Kasar 17,07 Lemak Kasar 1,19 Beta-N 40,73 Calsium 1,86 Phospor 0,41

Energi Bruto (kkal/kg) 3789

Tanin* 4,63

Saponin* 1,12

Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2007)

* Hasil analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi (2007)

Dari Tabel 5 diketahui bahwa tepung daun jarak memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 20,06%. Hasil analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi menyatakan dalam daun jarak terkandung senyawa tanin yang tinggi sebesar 4,63% dan saponin sebesar 1,12%.

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi tanin dapat mematikan bakteri dengan cara mengkoagulasi protoplasma bakteri karena terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri (Robinson, 1995; Makkar, 2003). Cheeke (1989) menyatakan bahwa kandungan tanin sebesar 1% akan menekan pertumbuhan ayam broiler dan pada jumlah yang melebihi batas normal yaitu level 5% bisa menyebabkan kematian. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan dapat menimbulkan

busa jika dikocok (Robinson, 1995). Saponin dengan sifatnya yang seperti busa akan membersihkan materi-materi yang menempel pada dinding usus dan meningkatkan permeabilitas dari dinding usus (Cheeke, 1989). Saponin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas permukaan sel dengan cara meningkatkan tegangan permukaan sel. Sifat ini disebut membran permeable. Kemampuan saponin untuk meningkatkan permeabilitas membran akan memudahkan molekul-molekul besar terserap dalam tubuh sehingga penyerapan zat nutrisi meningkat (Francis et al., 2002). Hasil analisis fitokimia tepung daun jarak disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Penapisan Fitokimia Tepung Daun Jarak

Golongan Senyawa Hasil Kualitatif

Alkaloid ++ Saponin ++++ Tanin ++++ Fenolik + Flavonoid +++ Triterpenoid + Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, IPB (2007)

+ = Positif lemah, ++ = Positif, +++ = Positif kuat, ++++ = Positif sangat kuat

Hasil analisis fitokimia tepung daun jarak pagar menunjukkan bahwa tepung daun jarak pagar secara kualitatif mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, dan triterpenoid. Hasil uji fitokimia secara kualitatif tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Fitriana (2008) yang menggunakan ekstrak daun jarak. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa daun jarak yang diekstrak dengan pelarut air mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida sedangkan tepung daun jarak tidak mengandung glikosida.

Sumbangan tanin dalam ransum yang mengandung 10% tepung daun jarak adalah sebesar 4,6g/kg pakan, jumlah tersebut sudah melebihi batas normal tanin dalam ransum ayam broiler. Batas toleransi tanin dalam ransum ayam broiler sebesar 2,6g/kg pakan (Kumar et al., 2005). Sedangkan kandungan saponin dalam ransum sebesar 1,09g/kg pakan, dimana nilai tersebut masih dalam batas toleransi kadar saponin di dalam ransum ayam broiler. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) (2005), batas toleransi penggunaan saponin adalah 3,7g/kg pakan. Jumlah

saponin yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah (Robinson, 1995).

Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian periode starter maupun finisher berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan; Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati, Institut Pertanian Bogor disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Komposisi Ransum Periode Starter Finisher Berdasarkan Hasil Analisis

Periode starter Periode finisher

Bahan Makanan (%) P1 P2 P3 P1 P2 P3

Jagung kuning Dedak padi Bungkil kedele Tepung ikan

Meat and Bone Meal (MBM) CPO CaCO3 L-Lysine DL-Methionine Premix

Tepung daun jarak Antibiotik Jumlah 50,00 10,47 22,93 9,00 1,50 5,00 0,20 0,20 0,20 0,50 0,00 0,00 100,00 50,00 4,00 20,00 8,50 1,50 5,00 0,10 0,20 0,20 0,50 10,00 0,00 100,00 50,00 10,45 22,93 9,00 1,50 5,00 0,20 0,20 0,20 0,50 0,00 0,02 100,00 56,00 9,90 19,00 7,70 1,50 5,00 0,20 0,10 0,10 0,50 0,00 0,00 100,00 56,00 9,90 19,00 7,70 1,50 5,00 0,20 0,10 0,10 0,50 0,00 0,00 100,00 56,00 9,88 19,00 7,70 1,50 5,00 0,20 0,10 0,10 0,50 0,00 0,02 100,00

Tabel 8. Komposisi Nutrien Ransum Periode Starter dan Finisher Komposisi Nutrien (%) R1 R2 R3 R1 R2 R3 GE*(Kal/kg) 3907,00 4112,00 4092,00 3945,00 3945,00 3983,00 BK 86,68 87,16 91,22 89,56 89,56 87,58 Abu 6,41 5,34 6,46 6,50 6,50 6,23 PK 24,86 23,93 23,32 23,88 23,88 22,12 SK 2,40 3,10 3,78 2,30 2,30 2,27 Ca 0,83 0,84 0,86 0,80 0,80 0,81 P Tanin (g/kg) Saponin (g/kg) 0,72 0,69 4,60 1,09 0,75 0,69 0,69 0,66

Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan, IPB (2007) Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga

Penelitian dan Pemberdayaan masyarakat, IPB (2007)

Kandungan protein pada periode starter dan finisher berkisar antara 23-24% dan 22-23%. Kandungan protein ransum penelitian tersebut sesuai dengan yang direkomendasikan Amrullah (2004) yaitu pada periode starter kebutuhan protein berkisar 23-24%, sedangkan untuk periode finisher berkisar 21-23%.

Profil Darah

Rataan jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin, dan leukosit pada periode starter dan finisher dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Rataan Jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin, dan jumlah leukosit dalam darah ayam broiler periode starter (2 minggu) Perlakuan Eritrosit (106/mm3) Nilai Hematokrit (%) Hemoglobin (g%) Leukosit (103/mm3) P1 2,87AB±0,46 28,65±2,37 8,28B±0,84 54,88±13,74 P2 3,41A±0,30 32,95±3,53 9,68A±0,41 42,88±18,58 P3 2,49B±0,18 27,65±5,34 8,08B±0,61 35,20±11,11 Keterangan : Superskrip huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata (P‹0.01), P1= Ransum kontrol; P2=P1 mengandung tepung daun jarak 10%; P3=P1 yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

Tabel 10. Rataan Jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin, dan jumlah leukosit dalam darah ayam broiler periode finisher (5 minggu) Perlakuan Eritrosit (106/mm3) Nilai Hematokrit (%) Hemoglobin (g%) Leukosit (103/mm3/) P1 2,60±0,27 28,40±3,17 9,32a±0,92 57,52±29,11 P2 2,46±0,12 27,60±1,44 8,44ab±0,46 36,55±11,21 P3 2,34±0,39 23,10±4,71 7,28b±1,10 37,24±8,56 Keterangan : Superskrip huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(P‹0.05), P1= Ransum kontrol; P2=P1 mengandung tepung daun jarak 10%; P3=P1 yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

Pengamatan profil darah dilakukan pada periode starter dan periode finisher (awal minggu ke 5).

Sel Darah Merah (Eritrosit)

Rataan jumlah eritosit ayam hasil penelitian periode starter berkisar (2,49 -3,41) x 106/mm3. Berdasarkan hasil analisis ragam, penggunaan tepung daun jarak 10% dalam ransum sangat nyata meningkatkan jumlah eritrosit dibanding perlakuan antibiotik Jumlah eritosit yang mendapat perlakuan tepung daun jarak juga meningkat dibandingkan dengan ransum kontrol (Tabel 8). Jumlah eritrosit pada kontrol dan yang mengandung antibiotik tetrasiklin masih berada pada kisaran normal yaitu 2,87 x 106/mm3 dan 2,49 x 106/mm3. Nilai tersebut berada dalam kisaran normal eritrosit ayam broiler menurut Smith (1988) sekitar (2,0 - 3,2) x 106/mm3.

Peningkatan jumlah eritrosit pada periode starter disebabkan senyawa saponin yang terkandung dalam daun jarak. Saponin dapat meningkatkan tegangan permukaan sel eritrosit dengan demikian eritrosit pecah dan akhirnya terjadi hemolisis sel (Cheeke, 1989). Hasil ini diperkuat dengan terjadinya hemolisis saat dilakukan uji kualitatif. Hemolisis adalah pemecahan sel-sel darah merah sehingga hemoglobin terlepas ke dalam plasma (Frandson, 1992). Menurut Robinson (1995), saponin merupakan senyawa aktif yang kuat dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolis sel darah merah. Dalam rangka homeostasis dikarenakan terjadinya hemolisis maka sumsum belakang melakukan kompensasi pembentukan eritrosit yang berlebih dalam

bentuk retikulosit (pra eritrosit). Hal tersebut menyebabkan jumlah retikulosit meningkat, karena ikut terhitung dalam hemocytometer. Budi (2005), melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemberian tepung daun kelor 5% dan 10% dapat meningkatkan jumlah eritrosit ayam broiler. Hal tersebut dikarenakan senyawa aktif saponin yang terkandung dalam daun kelor yang menyebabkan terjadinya hemolisis sel darah merah sehingga jumlah eritrosit meningkat.

Proses pembentukan sel-sel darah merah terjadi pada sumsum tulang belakang. Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian proeritroblas yang akan membelah beberapa kali mencapai 8-16 sel darah merah matur. Sel-sel generasi pertama tersebut disebut basofil eritroblas karena dapat mengambil warna basa dan sedikit mengumpulkan hemoglobin. Pada tahap selanjutnya sel tersebut berkembang menjadi polikromatofil eritroblas yang mulai mengandung banyak hemoglobin. Warna darah akan lebih merah karena adanya hemoglobin disebut dalam tahap ortokromatik eritroblas yang akan berubah menjadi retikulosit, dimana pada tahap ini konsentrasi hemoglobin berkisar 34% dan nukleus memadat serta ukurannya mengecil. Dalam waktu 1 sampai 2 hari retikulosit akan berubah menjadi eritrosit matur (eritrosit dewasa). Pada periode finisher, dapat dilihat bahwa rataan jumlah eritrosit kembali dalam rataan normal (Tabel 9). Efek recovery tersebut menunjukkan bahwa eritrosit (butir darah merah) yang telah mendapat perlakuan tepung daun jarak sama dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut disebabkan pada periode finisher kembali pada pakan kontrol (tidak mengandung tepung daun jarak).

Nilai Hematokrit (PCV/Packed Cell Volume)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit pada periode starter. Nilai hematokrit pada perlakuan tepung daun jarak lebih tinggi 15% dibandingkan dengan ransum kontrol dan ransum yang mengandung antibiotik, meskipun tidak berbeda nyata. Nilai tersebut masih dalam kisaran normal nilai hematokrit ayam broiler yaitu berkisar 24-43% (Smith, 1988) dan sekitar 30-33% (Swenson, 1984).

Nilai hematokrit berhubungan dengan jumlah eritrosit, meskipun pada penelitian ini perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai hematokrit. Perlakuan dengan tepung daun jarak 10% menghasilkan nilai yang

berhubungan dengan peningkatan produksi pra eritrosit. Nilai hematokrit merupakan persentase butir eritrosit (sel darah merah) terhadap total darah.

Pada periode finisher diketahui bahwa nilai hematokrit juga tetap masih berada dalam kisaran normal (Tabel 9). Nilai hematokrit yang berada dalam kisaran normal tersebut berkorelasi positif dengan jumlah eritrosit setelah recovery yang kembali dalam batas normal. Hal tersebut menandakan bahwa tepung daun jarak tidak mengganggu hematokrit ayam broiler.

Kadar Hemoglobin

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan sangat nyata meningkatkan kadar hemoglobin ayam broiler dibanding ransum kontrol. Kadar hemoglobin ayam pada setiap perlakuan berkisar antara 8,08 sampai 9,68 g%. Rataan kadar hemoglobin pada perlakuan kontrol dan ransum yang mengandung antibiotik masih berada dalam kisaran normal ayam broiler menurut Smith (1988) yaitu 7,03 – 10,9 g% dan 6,5 -9,0 g% menurut Swenson (1984). Kadar hemoglobin pada ransum yang mengandung tepung daun jarak menghasilkan nilai sedikit diatas rataan normal yaitu 9,68%. Tingginya kadar hemoglobin pada ayam yang mendapat perlakuan tepung daun jarak berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah eritrosit.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada periode finisher, kadar hemoglobin kembali dalam kisaran normal (Tabel 9), meskipun perlakuan masih memberikan pengaruh yang nyata. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada masa recovery hemoglobin belum sepenuhnya mampu mengimbangi peningkatan produksi pra eritrosit. Pengambilan darah pada periode finisher dilakukan pada awal minggu ke lima, sehingga efek recovery belum sepenuhnya terjadi hanya dalam beberapa hari tersebut. Jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin dalam darah merupakan suatu rangkaian yang saling terkait. Tingginya rataan jumlah eritrosit diikuti dengan tingginya rataan jumlah hemoglobin, begitu juga sebaliknya (Sturkie dan Griminger, 1976). Kadar hemoglobin yang normal menunjukkan kecukupan oksigen untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jika jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin dalam keadaan normal menandakan bahwa ternak secara fisiologis dalam keadaan sehat.

Sel Darah Putih (Leukosit)

Berdasarkan hasil analisis ragam, tepung daun jarak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah leukosit. Rataan jumlah leukosit ayam broiler yang diberi ransum mengandung tepung daun jarak berkisar (35,20 – 54,88) x 103/mm3 (Table 8). Smith (1988), menyatakan bahwa jumlah leukosit normal pada ayam berkisar 16-40 x 103/mm3.

Budi (2005) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penggunaan tepung daun kelor 5% dan 10% dapat meningkatkan jumlah leukosit sebesar 46,6 x 103/mm3 dan 55,4 x 103/mm3. Peningkatan jumlah leukosit tersebut disebabkan kandungan saponin pada daun kelor yang berfungsi sebagai immunomodulator atau immunostimulan yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Cheeke, 2000). Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosmalawati (2008), yang menyatakan pemberian tepung daun sembung sebesar 2% dan 4% yang mengandung saponin sangat nyata meningkatkan jumlah leukosit ayam broiler sebesar 44 x103/mm3 dan 42,60 x 103/mm3. Jumlah leukosit yang tinggi disebabkan adanya kandungan saponin dalam daun sembung yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh ayam. Kandungan saponin pada level pemberian daun sembung sebesar 2 dan 4% masih berada dalam batas yang direkomendasikan FAO (2005), yaitu 3,7 g/kg pakan. Francis et al., (2002) menyatakan bahwa saponin dalam jumlah normal berperan sebagai immunostimulator, sedangkan dalam jumlah yang melebihi batas normal saponin akan berperan sebagai immunosupresor (zat yang menekan/menurunkan sistem imun).

Jumlah leukosit yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa kandungan zat aktif yang terkandung dalam daun jarak tidak menganggu leukosit ayam selama masa pemeliharaan. Leukosit merupakan unit yang mobile dan aktif untuk menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius dengan cara kemotaksis (Guyton dan Hall, 1997).

Diferensiasi Leukosit

Rataan persentase heterofil, limfosit, monosit, dan eosinofil periode starter dan finisher dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11. Rataan persentase heterofil, limfosit, monosit, dan eosinofil dalam darah ayam broiler periode starter (2 minggu)

Perlakuan Heterofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%) P1 53,60±7,50 35,20A±11,48 6,40±3,65 4,80±1,64 P2 67,20±10,23 19,20B±5,81 10,20±7,19 3,40±1,95

P3 62,20±6,22 31,00A±3,54 4,25±1,89 4,60±2,97

Keterangan : Superskrip huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P‹0.01), P1= Ransum kontrol; P2=P1 mengandung tepung daun jarak 10%; P3=P1 yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

Tabel 12. Rataan persentase heterofil, limfosit, monosit, dan eosinofil dalam darah ayam broiler periode finisher (5 minggu)

Perlakuan Heterofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%)

P1 52,00±22,46 38,60±27,02 6,20±4,71 3,20±3,83

P2 50,40±12,54 36,60±8,50 6,20±3,56 6,80±5,45

P3 43,40±13,2 46,80±16,15 4,40±2,70 2,00±1,58

Heterofil. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase heterofil. Penggunaan tepung daun jarak 10% dalam ransum tidak mempengaruhi persentase heterofil. Pemberian tepung daun jarak dalam ransum menghasilkan persentase heterofil di atas rataan kisaran normal, meskipun tidak memberikan hasil yang nyata. Kisaran normal heterofil ayam broiler yaitu 9-56 % (Smith, 1988). Tingginya persentase heterofil pada periode starter disebabkan ayam mengalami stres dalam tubuh dan stres lingkungan. Stres yang berasal dari dalam tubuh disebabkan kekurangan konsumsi protein yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembentuk hetrofil. Stres lingkungan berupa tinginya suhu lingkungan pada siang hari (33-350C). Pada periode finisher, rataan persentase heterofil juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 11).

Limfosit. Rataan persentase limfosit periode starter pada R1, R2, dan R3 adalah 35,2%; 19,2%; 31%, dan untuk R2 berada jauh dibawah kisaran normal ayam berdasar pernyataan Smith (1988) sekitar 24-84%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun jarak dalam ransum sangat nyata

menurunkan persentase limfosit. Menurunnya persentase limfosit disebabkan kandungan tanin yang tinggi. Sumbangan tanin dalam ransum sudah melebihi batas normal yaitu sebesar 4,6 g/kg pakan. Batas toleransi tanin dalam ransum ayam broiler sebesar 2,6g/kg pakan ( Kumar et al., 2005). Tanin dapat berikatan dengan protein pakan dalam saluran pencernaan sehingga pakan menjadi sulit dicerna (Widodo, 2002).

Penelitian sebelumnya (Juariah, 2008) menyatakan bahwa pemberian tepung daun jarak dalam ransum menurunkan konsumsi dan pertambahan bobot badan. Hal tersebut disebabkan kandungan tanin yang sudah melebihi batas normal. Adanya gugus fungsional pada tanin menyebabkan protein pakan menjadi sulit dicerna ayam, sehingga pertumbuhannya terganggu (Cheeke, 1989). Dengan berkurangnya zat-zat makanan yang diserap tubuh terutama protein maka zat makanan yang diseposit dalam tubuh menjadi rendah. Protein merupakan bahan dasar pembentuk leukosit beserta diferensiasinya, sehingga jika protein berikatan dengan tanin ketersediaan protein akan berkurang. Sebagai efek recovery, pada periode finisher persentase limfosit kembali dalam kisaran normal. Kondisi dengan jumlah eritrosit yang sangat tinggi dan persentase limfosit yang jauh dibawah normal menunjukkan kemungkinan ayam dalam keadaan sakit.

Monosit. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase monosit. Rataan persentase monosit ayam yaitu 4,25%, 6,4%, dan 10,2% yang masih berada dalam kisaran normal sekitar 0,0 – 30% (Smith, 1988). Pemberian tepung daun jarak tidak mengganggu gambaran monosit. Monosit bekerja sebagai respon peradangan dan membentuk garis pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri. Pada umumnya keberadaan monosit dalam sistem pertahanan tubuh adalah untuk mengaktifkan sistem tanggap kebal. Keberadaan monosit akan tinggi jika dalam tubuh terdapat antigen yang akan memicu terbentuknya sistem pertahanan spesifik, karena monosit dapat menghasilkan senyawa interleukin dan interferon yang digunakan sebagai media komunikasi antar sel pertahanan serta berperan dalam mobilitas diferensiasi sel-sel leukosit (Francis et al., 2002). Pada penelitian Rosmalawti (2008), penggunaan tepung daun sembung yang juga mengandung senyawa tanin (4,96%) dan saponin(7,08%) tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persentase monosit.

Eosinofil. Rataan persentase eosinofil ayam periode starter pada perlakuan R1, R2,R3 berturut-turut 4,8%; 3,4%; 4,6%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eosinofil. Menurut Smith (1988) rataan normal eosinofil pada ayam berkisar 0-7% dan 3,0 - 8,0% (Swenson, 1984). Persentase eosinofil pada ransum yang mengandung tepung daun jarak tidak berbeda dibandingkan dengan ransum kontrol dan ransum yang mengandung antibiotik. Pada periode finisher persentase eosinofil juga masih berada dalam kisaran normal. Berarti pemberian tepung daun jarak dalam ransum tidak mengganggu eosinofil ayam. Eosinofil memiliki fungsi utama dalam toksifikasi terhadap protein asing atau parasit yang masuk kedalam tubuh melalui paru ataupun saluran pencernaan.

Dokumen terkait