• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase Parasitemia

Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat ringan (mild reaction), tingkat sedang (severe reaction), dan tingkat berat (very severe reaction). Tingkat ringan terjadi apabila persentase parasitemia kurang dari 1%, tingkat sedang terjadi apabila persentase parasitemia 1-5%, dan tingkat berat apabila persentase parasitemia lebih dari 5%. Persentase parasitemia Babesia sp. pada anjing yang diperiksa disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Persentase parasitemia anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp.

No

Anjing Ras Persentase Parasit (%)

1 Labrador Retriever 1.36 2 Rotweiller 0.58 3 Labrador Retriever 1.08 4 Belgian Malinois 0.58 5 German Shepherd 0.48 6 German Shepherd 0.49 7 Rotweiller 0.60 8 Rotweiller 0.19 9 German Shepherd 0.30 10 Golden Retriever 0.19 11 Belgian Malinois 0.48 12 Golden Retriever 0.30 13 Beagle 0.19 Rata-rata ± SD 0.53±0.35

Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata persentase parasitemia anjing yang diperiksa mengalami infeksi sebesar 0.53±0.35%, dengan kisaran nilai antara 0.19-1.36%. Nilai ini menunjukkan anjing yang diperiksa mengalami infeksi Babesia sp. dalam tingkatan ringan (< 1%). Stockham dan Scott (2008) menyatakan bahwa Babesia sp. berada dalam jumlah yang sangat sedikit saat infeksi berlangsung kronis.

Persentase parasitemia yang rendah tidak mengakibatkan munculnya gejala klinis yang nyata seperti jaundice, peningkatan suhu tubuh, anoreksia, lesu, dan kurang aktif (Subronto 2006). Selain persentase parasitemia yang rendah, tidak munculnya gejala klinis juga dipengaruhi oleh lingkungan kandang yang baik, status nutrisi yang terjaga, dan faktor imunitas tubuh yang baik.

Parameter Eritrosit

Jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit merupakan parameter penting dalam pemeriksaan eritrosit anjing. Penurunan salah satu dari ketiga parameter tersebut dapat menjadi indikasi adanya anemia yang terjadi pada

9 anjing (Cowell 2004). Penelitian yang telah dilakukan pada anjing pelacak yang terinfeksi Babesia sp. secara kronis menghasilkan gambaran eritrosit yang disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp.

Parameter Kisaran nilai (n=13) Rata-rata±SD Nilai normal

Eritrosit (x 106/µl) 4.60-5.90 5.38±0.44 5.50–8.50 Hemoglobin (g/dl) 10.40-14.80 13.19±1.43 12.00–18.00 Hematokrit (%) 30.00–40.00 36.62±3.45 37.00–55.00 Sumber : Weiss dan Wardrop (2010)

Jumlah Eritrosit

Penurunan jumlah eritrosit karena hemolisis dapat terjadi secara fisiologis akibat kematian eritrosit yang sudah tua. Namun, peningkatan jumlah eritrosit yang mengalami hemolisis mengindikasikan adanya kondisi patologis yang terjadi dalam tubuh seperti adanya infeksi parasit dalam eritrosit (Stockham dan Scott 2008).

Rendahnya jumlah eritrosit pada anjing yang terinfeksi Babesia sp. terjadi karena adanya hemolisis (Stockham dan Scott 2008). Hemolisis yang disebabkan oleh Babesia sp. dapat berupa hemolisis intravaskular, hemolisis ekstravaskular, dan hemolisis yang diperantarai oleh kekebalan (immune mediated hemolytic anemia). Hemolisis intravaskular terjadi karena eritrosit anjing mengalami kerusakan (lisis) di dalam sistem sirkulasi. Kerusakan terjadi saat Babesia sp. keluar dari dalam eritrosit setelah melakukan pembelahan, yaitu dalam bentuk merozoit. Hemolisis ekstravaskular terjadi karena eritrosit yang terinfeksi Babesia sp. keluar dari sistem sirkulasi akibat kebocoran pembuluh darah yang disebabkan oleh turunnya jumlah trombosit. Hemolisis yang diperantarai oleh kekebalan terjadi karena eritrosit yang mengandung Babesia sp. difagosit oleh makrofag (Weiss dan Wardrop 2010).

Tabel 3 menunjukkan jumlah eritrosit anjing yang terinfeksi Babesia sp. mempunyai rataan sebesar 5.38±0.44x106/µl. Nilai ini berada di bawah nilai normal menurut Weiss dan Wardrop (2010), yaitu sebesar 5.50–8.50x106/µl. Jumlah eritrosit yang relatif lebih rendah dibandingkan nilai normal menunjukkan anjing mengalami anemia yang bersifat ringan (mild anemia). Menurut Stockham dan Scott (2008), anemia yang ringan terjadi karena infeksi Babesia sp. yang bersifat kronis.

Wulansari (2002) menyatakan bahwa infeksi Babesia sp. yang bersifat kronis akan menyebabkan hewan dalam kondisi premunition, yaitu keseimbangan yang terjadi antara respon imun hewan yang terinfeksi dengan kemampuan parasit untuk memunculkan gejala klinis. Jumlah eritrosit masing-masing anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp. dapat dilihat pada Gambar 2.

10

Gambar 2. Grafik jumlah eritrosit anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp. (Daerah diantara tanda menunjukkan rentang jumlah eritrosit normal)

Gambar 2 menunjukkan semua anjing memiliki kisaran jumlah eritrosit yang rendah. Anjing nomor 7 dan nomor 10 memiliki jumlah eritrosit terendah, yaitu sebesar 4.6x106/µl, dengan persentase parasitemia masing-masing sebesar 0.60% dan 0.19% (Tabel 2). Anjing nomor 1 mempunyai jumlah eritrosit tertinggi diantara anjing yang lain yaitu sebesar 5.9x106/µl, sedangkan persentase parasitemia anjing nomor 1 sebesar 1.36% (Tabel 2). Menurut Soulsby (1982), saat infeksi berlangsung kronis tidak ada hubungan langsung antara persentase parasitemia dengan derajat anemia dan gejala klinis yang muncul. Penurunan jumlah eritrosit saat terjadi infeksi Babesia sp. yang berlangsung kronis disebabkan oleh makrofag yang memfagosit eritrosit, baik eritrosit yang berparasit maupun tidak.

Konsentrasi Hemoglobin

Faktor lain yang mempengaruhi derajat anemia anjing selain jumlah eritrosit adalah konsentrasi hemoglobin yang ada dalam darah anjing tersebut. Hemoglobin merupakan komponen utama penyusun eritrosit yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbon dioksida (Price dan Wilson 2006). Menurut Weiss dan Wardrop (2010), konsentrasi hemoglobin normal anjing adalah 12.00-18.00 g/dl. Anjing yang diperiksa mempunyai konsentrasi hemoglobin rata-rata sebesar 13.19±1.43 g/dl (Tabel 3). Konsentrasi hemoglobin ini berada dalam rentang yang normal. Besarnya konsentrasi hemoglobin dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya nutrisi, ras, umur, waktu pengambilan sampel, dan antikoagulan yang dipakai dalam pengambilan sampel (Mbassa dan Poulsen

5,90 4,80 5,40 5,50 5,60 5,60 4,60 5,60 5,60 4,60 5,20 5,70 5,80 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 nomor anjing ju m lah er itro sit ( x 1 0 6/µl )

11 1993). Konsentrasi hemoglobin masing-masing anjing yang terinfeksi Babesia sp. dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik nilai hemoglobin anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp. (Daerah diantara tanda menunjukkan rentang nilai hemoglobin normal)

Gambar 3 menunjukkan sebagian besar anjing mempunyai konsentrasi hemoglobin yang normal rendah. Akan tetapi, ada tiga anjing yang mempunyai konsentrasi hemoglobin di bawah normal, yaitu anjing nomor 2, nomor 7, dan nomor 10, dengan konsentrasi hemoglobin masing-masing sebesar 11.60 g/dl, 10.40 g/dl, dan 10.80 g/dl. Nilai hemoglobin yang rendah ini berkorelasi positif dengan jumlah eritrosit anjing tersebut yang berada di bawah jumlah normal, yaitu sebesar 4.80x106 g/µl, 4.60x106 g/µl, dan 4.60x106 g/µl (Gambar 2). Rendahnya jumlah hemoglobin diakibatkan oleh jumlah eritrosit yang rendah, karena hemoglobin merupakan komponen utama pengisi eritrosit (Guyton dan Hall 1997).

Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit menggambarkan perbandingan persentase eritrosit dengan komponen darah lain dalam volume tertentu darah utuh (whole blood). Nilai hematokrit merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat anemia selain jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Jumlah eritrosit yang rendah dan ukuran eritrosit yang kecil akan menyebabkan nilai hematokrit menjadi rendah. Sebaliknya, nilai hematokrit yang tinggi dapat mengindikasikan terjadinya dehidrasi. Pada anjing yang mengalami dehidrasi, total plasma darah akan berkurang sehingga persentase nilai hematokrit terlihat meningkat (Colville dan Bassert 2002).

Nilai hematokrit normal anjing menurut Weiss dan Wardrop (2010) berada pada kisaran 37.00-55.00%. Apabila nilai hematokrit berada di bawah 37.00% maka anjing mengalami anemia. Sebaliknya, apabila nilai hematokrit melebihi

14,40 11,60 14,20 13,30 14,00 14,80 10,40 14,00 14,30 10,80 12,60 13,30 13,80 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 nomor anjing ko n se n tra si h e m o gl ob in (g/ d l)

12

55.00%, maka anjing mengalami polisitemia. Nilai hematokrit masing-masing anjing yang terinfeksi Babesia sp. dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Nilai hematokrit anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp. (Daerah diantara tanda menunjukkan rentang nilai hematokrit normal)

Gambar 4 menunjukkan anjing yang diperiksa mempunyai kisaran nilai hematokrit antara 30.00-40.00%. Lima anjing yang diperiksa mempunyai nilai hematokrit di bawah normal, yaitu anjing nomor 2 (33%), nomor 4 (36%), nomor 7 (31%), nomor 10 (30%), dan nomor 11 (35%). Perbandingan antara nilai hematokrit anjing yang berada di bawah normal dengan jumlah eritrosit yang ditampilkan pada Gambar 2 menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya, yaitu semakin rendah jumlah eritrosit maka nilai hematokrit juga semakin rendah.

Menurut Swenson (1984), perubahan volume eritrosit dan plasma darah yang tidak seimbang dalam sirkulasi darah akan mengubah nilai hematokrit. Jumlah eritrosit yang terlalu tinggi (polisitemia) akan menyebabkan kenaikan nilai hematokrit, sehingga viskositas darah meningkat (Cunningham 2002).

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit terdiri atas MCV, MCH, dan MCHC. Indeks eritrosit dapat digunakan untuk mengetahui jenis anemia yang terjadi pada hewan berdasarkan morfologi eritrosit (Price dan Wilson 2006). Kenaikan nilai MCV mengindikasikan eritrosit berukuran lebih besar dari normal (makrositik), sebaliknya penurunan nilai MCV mengindikasikan eritrosit berukuran lebih kecil dari normal (mikrositik), dan penurunan nilai MCHC mengindikasikan

40,00 33,00 38,00 36,00 38,00 40,00 31,00 37,00 40,00 30,00 35,00 38,00 40,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 55,00 60,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 nomor anjing n ilai h em ato k rit (%)

13 konsentrasi hemoglobin yang rendah (hipokromik). Indeks eritrosit anjing yang terinfeksi Babesia sp. dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai MCV dan MCHC pada anjing yang terinfeksi kronis Babesia sp.

No Anjing MCV (fl) MCHC (%) nilai normal (60.00-77.00) nilai normal (32.00-36.00) 1 67.80 36.00 2 68.75 35.15 3 70.37 37.37 4 65.45 36.94 5 67.86 36.84 6 71.43 37.00 7 67.39 33.55 8 66.07 37.84 9 71.43 35.75 10 65.22 36.00 11 67.31 36.00 12 66.67 35.00 13 68.97 34.50 Rata-rata ± SD 68.05±2.07 36.00±1.22

Sumber : Weiss dan Wardrop (2010)

Tabel 4 menunjukkan nilai MCV anjing yang terinfeksi Babesia sp. berada dalam kisaran 65.22-71.43 fl dengan nilai rata-rata sebesar 68.05±2.07 fl. Nilai MCHC berada pada kisaran 33.55-37.84% dengan nilai rata-rata sebesar 36.00±1.22%. Nilai MCV dan MCHC ini berada dalam kisaran normal menurut Weiss dan Wardrop (2010). Beberapa anjing mempunyai nilai MCHC yang lebih tinggi dari batas atas nilai normal. Hal ini diduga karena kondisi hemoglobinemia yang menyebabkan hemoglobin dalam plasma darah akan ikut terhitung saat pengukuran konsentrasi hemoglobin sehingga menyebabkan nilai MCHC cenderung lebih tinggi dari normal (Stockham dan Scott 2008).

Menurut Stockham dan Scott (2008), infeksi akut terjadi selama 3-4 hari setelah Babesia sp. masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya hemolisis intravaskular. Kondisi ini menyebabkan penurunan jumlah eritrosit yang beredar dalam pembuluh darah. Penurunan jumlah eritrosit yang beredar dalam pembuluh darah mengakibatkan kondisi anemia normositik normokromik karena diperlukan waktu bagi sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit muda (retikulosit). Setelah terjadi anemia normositik normokromik, sumsum tulang akan melepaskan retikulosit ke dalam pembuluh darah. Retikulosit mulai muncul dalam peredaran darah pada hari ke-4 setelah infeksi. Munculnya retikulosit dalam pembuluh darah mengakibatkan perubahan anemia menjadi makrositik hipokromik. Hal ini disebabkan karena ukuran retikulosit lebih besar dari eritrosit normal dengan konsentrasi hemoglobin yang ada di dalamnya belum optimal.

Infeksi akut Babesia sp. akan mengakibatkan peningkatan limfosit sebagai bentuk respon imun tubuh. Respon imun tubuh yang baik akan mengakibatkan Babesia sp. tidak aktif, sehingga eritrosit anjing yang lisis akan berkurang dan

14

anjing mampu bertahan hidup. Babesia sp. akan terus berada dalam eritrosit dengan bentuk tidak aktif. Hal ini mengakibatkan infeksi berlangsung kronis. Infeksi yang berlangsung kronis menyebabkan sumsum tulang melakukan penyesuaian fisiologis dengan tidak menstimulasi pengeluaran retikulosit ke dalam peredaran darah. Hal ini menyebabkan tubuh tetap berada dalam kondisi anemia karena eritrosit yang telah dikeluarkan tidak dapat bekerja secara optimal akibat infestasi Babesia sp. di dalamnya. Kondisi ini terjadi akibat adanya depresi eritrogenesis (Schalm et al. 1975).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa anjing yang terinfeksi Babesia sp. secara kronis cenderung mengalami anemia normositik normokromik karena terjadi depresi eritrogenesis.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjut pada anjing yang terinfeksi Babesia sp. dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan ras anjing yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Brown BA. 1980. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. Missouri: Mosby.

Cowell RL. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. St.Louis: Elsevier Mosby.

Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: Saunders Company

Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Saunders Company.

Hatmosrojo R, Budiana NS. 2003. Melatih Anjing Penjaga. Depok: Penebar Swadaya.

Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitology Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lobetti, RG. 2005. The pathophysiology of renal and cardiac changes in canine babesiosis. [tesis]. Faculty of Veterinary Science University of Pretoria. Mbassa GK, Poulsen JSD. 1993. Reference Ranges for Hematological Value in

14

anjing mampu bertahan hidup. Babesia sp. akan terus berada dalam eritrosit dengan bentuk tidak aktif. Hal ini mengakibatkan infeksi berlangsung kronis. Infeksi yang berlangsung kronis menyebabkan sumsum tulang melakukan penyesuaian fisiologis dengan tidak menstimulasi pengeluaran retikulosit ke dalam peredaran darah. Hal ini menyebabkan tubuh tetap berada dalam kondisi anemia karena eritrosit yang telah dikeluarkan tidak dapat bekerja secara optimal akibat infestasi Babesia sp. di dalamnya. Kondisi ini terjadi akibat adanya depresi eritrogenesis (Schalm et al. 1975).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa anjing yang terinfeksi Babesia sp. secara kronis cenderung mengalami anemia normositik normokromik karena terjadi depresi eritrogenesis.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjut pada anjing yang terinfeksi Babesia sp. dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan ras anjing yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Brown BA. 1980. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. Missouri: Mosby.

Cowell RL. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. St.Louis: Elsevier Mosby.

Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: Saunders Company

Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Saunders Company.

Hatmosrojo R, Budiana NS. 2003. Melatih Anjing Penjaga. Depok: Penebar Swadaya.

Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitology Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lobetti, RG. 2005. The pathophysiology of renal and cardiac changes in canine babesiosis. [tesis]. Faculty of Veterinary Science University of Pretoria. Mbassa GK, Poulsen JSD. 1993. Reference Ranges for Hematological Value in

PROFIL ERITROSIT ANJING YANG TERINFEKSI KRONIS

Dokumen terkait