• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat berdasarkan usia, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan lamanya menjadi anggota BMT yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel statistik deskriptif karakteristik responden ditampilkan untuk melihat ukuran pemusatan dan penyebaran data, serta standar deviasi untuk melihat keheterogenan responden.

Tabel 6 Statistik deskriptif karakteristik responden

Variabel Mean (Rata-rata) Nilai Maksimum Nilai Minimum Standar Deviasi Usia (tahun) 42,15 63 20 9,12 Lama pendidikan (tahun) 12,02 16 6 2,54 Jumlah anggota keluarga (orang) 4,57 8 1 1,72 Lama menjadi anggota BMT (bulan) 10,13 43 2 25,17

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata usia responden BMT Baitul Karim adalah 42 tahun dengan satandar deviasi sebesar 9.12. Standar deviasi pada usia responden ini cukup tinggi yang berarti usia responden yang diteliti cukup

20

bervariasi atau beragam dengan usia tertinggi 63 tahun dan usia yang terendah yaitu 20 tahun. Usia responden berada pada rentang 15 – 64 tahun, sehingga, dapat disimpulkan bahwa responden yang mengambil pembiayaan berada pada usia produktif tenaga kerja (BKKBN 2013).

Tabel 7 Usia responden

Usia (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

Kurang dari 15 0 0 15 – 24 1 2,22 25 – 40 18 40 41 – 55 22 48,89 56 – 65 4 8,89 Total 45 100

Lama pendidikan responden memiliki rata-rata 12 yang berarti rata-rata pendidikan responden yang diteliti yaitu menempuh pendidikan sampai taraf sederajat Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 28 orang atau 62,22 persen dari total responden. Pendidikan terendah responden yaitu sederajat Sekolah Dasar (SD) dan pendidikan tertinggi yaitu Strata 1 (S1).

Gambar 6 Pendidikan responden

Jumlah anggota keluarga responden penelitian tidak cukup beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari standar deviasi sebesar 1,72 yang didapatkan dari hasil wawancara bahwa rata-rata responden memiliki sekitar empat orang anggota keluarga saja. Adapun nilai minimum pada data yaitu 1 yang berarti belum berkeluarga dan nilai maksimum yaitu 8.

Tabel 6 menunjukkan bahwa standar deviasi dari lama menjadi anggota BMT sebesar 25.17 yang berarti karakteristik responden penelitian dalam lamanya menjadi anggota sangat beragam. Rata-rata lama usaha menjadi anggota BMT yaitu 10 tahun dengan nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 43.

Pengeluaran Makan dan Kesehatan Keluarga

Pengeluaran makan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menghabiskan antara 21 – 50 persen untuk membeli makan dari total pendapatan responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden mampu membagi alokasi pendapatan dengan

0 5 10 15 20 25 30 SD SMP SMA PT Ju m lah ( o ran g ) Pendidikan

21 pengeluaran makanan yang tidak begitu besar sehingga sisa pendapatan masih dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti pendidikan anak dan kebutuhan primer lainnya. responden yang menggunakan 10 – 20 persen dari total pendapatan untuk keperluan makan berjumlah 10 orang. Hal ini menunjukkan bahwa 22.22% dari total responden memiliki pendapatan yang cukup tinggi dikarenakan sedikitnya alokasi untuk pengeluaran makan keluarga. Di sisi lain, ada responden yang mengalokasikan hampir sebagian besar pendapatannya untuk pengeluaran makan. Berdasarkan hasil wawancara, ada 4 orang yang menghabiskan di atas 50% pendapatannya hanya untuk keperluan makan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh responden tidak besar dan hanya dapat memenuhi kebutuhan primer. Halder dan Husain (1999) menyatakan bahwa masyarakat yang lebih miskin akan lebih besar kemungkinannya menggunakan pinjaman untuk tujuan konsumsi.

Tabel 8 Pengeluaran makan per total pendapatan Pengeluaran makan per

total pendapatan (%) Jumlah Persentase (%)

10 – 20 10 22,22

21 – 50 31 68,89

>50 4 8,89

Total 45 100

Pengeluaran kesehatan responden dapat dilihat pada Tabel 9. Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyisihkan antara Rp 50 000.00 – Rp 100 000.00 per bulan untuk pengeluaran kesehatan yaitu sebanyak 32 responden atau sebesar 71.11% dari total responden penelitian. hal tersebut menunjukkan bahwa keadaan responden dinilai baik atau sehat bila dilihat dari pengeluaran kesehatan yang tergolong sedikit. Responden hanya menggunakan alokasi kehatan untuk membeli obat-obat warung. Beberapa responden mengalokasikan antara Rp 100 000.00 – Rp 300 000.00 untuk kesehatan keluarga yaitu sebesar 6.67% dikarenakan ada salah satu anggota keluarga yang memerlukan terapi atau pengobatan khusus begitu pula dengan responden yang mengalokasikan pengeluaran kesehatan di atas Rp 300 000 000.00 per bulan.

Tabel 9 Pengeluaran kesehatan per bulan Pengeluaran Kesehatan

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 50.000 9 20

50.000 – 100.000 32 71.11

100.000 – 300.000 3 6.67

>300.000 1 2.22

Total 45 100

Karakteristik Usaha Responden

Jenis Usaha Responden

Pada penelitian ini, diketahui jenis usaha dari hasil wawancara dengan responden BMT Baitul Karim. Hasil wawancara menunjukkan jenis usaha

22

responden beragam sebagai sumber pendapatan keluarga, baik sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai usaha sampingan. Pada Gambar 7 dijelaskan bahwa sebagian besar usaha responden merupakan usaha perdagangan dimana responden hanya menjual kembali produk dari agen kepada konsumen akhir atau dapat dikatakan sebagai reseller yaitu sebesar 60% atau sebanyak 27 dari total responden penelitian. Usaha di bidang perdagangan ini mencakup penjualan pakaian, bahan pakaian, alat tulis dan makan, sembako, dan bengkel. Pada urutan kedua, jenis usaha yang mendominasi responden yaitu usaha yang bergerak di bidang jasa sebesar 24% atau sebanyak 11 dari total responden penelitian. Usaha di bidang jasa ini mencakup terapi kesehatan, pendidikan, percetakan, laundry, dan salon. Adapun pada minoritas usaha yaitu bergerak di bidang produksi sebesar 16% atau sebanyak 7 dari total responden penelitian. Usaha di bidang produksi ini terbatas pada produksi makanan saja.

Gambar 7 Jenis usaha responden

Lama Usaha Responden

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar usaha telah dilakukan selama 3 – 5 tahun yaitu sebesar 37.78% atau sebanyak 17 dari total lama usaha responden. Selanjutnya, lama usaha yang mendominasi yaitu berada pada rentang 1 – 2 tahun sebesar 24.44% atau sebanyak 11 dari total lama usaha responden, sedangkan usaha yang berada pada rentang 5 – 10 tahun sebesar 20 persen atau sebanyak 9 dari total lama usaha responden. Lama usaha kurang dari 10 tahun lebih banyak mendapatkan pembiayaan dibandingkan dengan usaha yang sudah dijalankan lebih dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro dengan lama usaha yang relatif muda yang memiliki keterbatasan akses permodalan ke lembaga keuangan formal sehingga cenderung lebih memilih akses ke lembaga keuangan non-formal seperti BMT Baitul Karim.

Tabel 10 Lama usaha responden

Lama Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)

Kurang dari 1 tahun 3 6.67

1 – 2 tahun 11 24.44

3 – 5 tahun 17 37.78

5 – 10 tahun 9 20

Lebih dari 10 tahun 5 11.11

Total 45 100 24% 60% 16% jasa Perdagangan Produksi

23

Besar Modal Awal Usaha Responden

Modal awal responden sebagian besar dimulai dengan modal yang sangat sedikit yaitu hanya berkisar kurang dari Rp 500 000 000.00. Hal tersebut dikarenakan usaha yang dijalankan merupakan usaha mikro yang hanya membutuhkan sedikit modal atau dapat juga dikatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup modal untuk memulai usaha yaitu sebesar 31.11% dari total responden penelitian. Sedangkan responden yang memulai usaha dengan modal antara Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 juga mendominasi sebesar 28.89% dari total responden penelitian atau sebanyak 13 responden memulai usahanya pada rentang tersebut. Responden yang memulai usaha dengan modal yang besar di atas Rp 10 000 000.00 yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 22.22% dari total responden yang berarti keberadaan BMT Baitul Karim dapat membantu pelaku usaha mikro dalam memulai usahanya.

Tabel 11 Modal awal usaha responden

Modal Awal (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<500.000 14 31.11 500.000 – 1.000.000 4 8.89 1.000.000 – 5.000.000 13 28.89 5.000.000 – 10.000.000 4 8.89 >10.000.000 10 22.22 Total 45 100

Akses Usaha Mikro pada BaitulMal wa Tamwil (BMT)

Akses Simpanan Responden pada BMT Baitul Karim

Pada Tabel 12 dijelaskan mengenai simpanan responden pada BMT Baitul Karim. Sebagian besar responden yaitu 46.67% hanya memiliki simpanan kurang dari seratus ribu rupiah. Sebanyak 21 responden mengaku membuka simpanan hanya untuk melakukan pembiayaan pada BMT Baitul Karim dikarenakan salah satu syarat melakukan pembiayaan adalah membuka rekening anggota. Responden yang memiliki simpanan antara Rp 100 000.00 – Rp 500 000.00 dan Rp 500 000.00 – Rp 1 000 000.00 mengaku melakukan simpanan dengan sistem jemput bola selama melakukan pembiayaan atau angsuran dengan cara account officer mendatangi langsung ke rumah masing-masing responden. Responden yang memiliki simpanan lebih dari satu juta rupiah dapat digolongkan sebagai nasabah yang memiliki deposito di BMT yaitu sebanyak 4 orang atau sebesar 8.89% dari total responden penelitian.

Tabel 12 Simpanan reponden pada BMT Baitul Karim Simpanan (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<100.000 21 46,67

100.000 – 500.000 14 31,11

500.000 – 1.000.000 6 13,33

>1.000.000 4 8,89

24

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Akses Usaha Mikro terhadap Pembiayaan Syariah

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden memilih pembiayaan pada BMT Baitul Karim dikarenakan syarat yang mudah. Hal tersebut terjadi karena usaha mikro memiliki keterbatasan akses permodalan pada lembaga keuangan formal seperti perbankan. Lembaga keuangan formal sering kali menolak memberikan pinjaman pada usaha mikro yang dinilai tidak bankable, sehingga pelaku usaha mikro lebih mudah melakukan pembiayaan pada BMT. Sebesar 86.68% dari total responden menyatakan bahwa syarat untuk mengajukan pembiayaan ke BMT sangat mudah. Anggota hanya membawa fotokopi KTP (suami, istri), KK, PBB, listrik, buku simpanan, slip gaji (bagi karyawan), rekening koran (bagi pengusaha), foto ukuran 4x6 dan memberikan jaminan, lalu menandatangani akad pembiayaan yang sudah disediakan yang selanjutnya akan dilakukan survei ke rumah calon peminjam.

Tabel 13 Alasan mengajukan pembiayaan pada BMT Baitul Karim No. Alasan Mengajukan Pembiayaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Syarat mudah 39 (45) 86,67

2 Sistem syariah 31 (45) 68,89

3 Pencairan cepat 27 (45) 60

4 Sudah kenal dengan pengurus BMT 10 (45) 22,22

5 Tau dari teman 8 (45) 17,78

6 Kerja sama dengan sekolah 6 (45) 13,33

7 Tau dari brosur 3 (45) 6,67

8 Lokasi dekat dengan rumah 3 (45) 6,67

Pada urutan kedua, sebagian responden menyatakan bahwa sistem syariah merupakan alasan responden memilih BMT dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan dalam pengembalian atau angsuran yaitu sebesar 68,89% dari total responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem syariah sudah cukup dikenal di kalangan masyarakat dan dapat dijadikan alasan BMT untuk semakin meningkatkan keberadaannya di masyarakat. Pembagian keuntungan yang disesuaikan dengan kemampuan nasabah BMT dan disepakati kedua belah pihak juga merupakan alasan mengapa responden untuk mengambil sistem pembiayaan syariah.

Pada Gambar 8, selain memilih syarat yang mudah dan sistem syariah yang diberlakukan, responden juga memilih karena proses pencairan yang cepat. Sebagian besar responden menyatakan bahwa pencairan antara 2-6 hari yaitu sebanyak 22 orang. Hal tersebut dikarenakan usaha mikro merupakan usaha yang membutuhkan perputaran yang cepat untuk dapat terus melanjutkan usahanya. Apabila suatu usaha mikro terkendala modal dan tidak dapat menutupinya, maka usahanya akan terhenti untuk sementara apabila pelaku usaha tidak memiliki cadangan dana pribadi.

25

Gambar 8 Lama pencairan dana

Sebagian responden menyatakan bahwa sudah mengenal pengurus BMT sehingga lebih tertarik untuk melakukan pembiayaan yaitu sebesar 22.22% memilih alasan tersebut. Dalam hal ini, pengurus BMT memiliki peran yang baik untuk mengajak pelaku usaha mikro melakukan pinjaman dibandingakan dengan bank keliling yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi dan semakin meningkat selama nasabahnya belum dapat melunasi angsuran.

Alasan lain responden memilih BMT sebagai akses permodalan juga dikarenakan faktor-faktor lainnya, seperti tau dari teman, kerja sama dengan sekolah dimana ia bekerja, tau dari brosur dan lokasi dekat dengan rumah. Seperti terlihat pada Tabel 13.

Gambar 9 Jenis akad pembiayaan yang diambil nasabah

Jenis akad yang digunakan oleh nasabah dijelaskan pada Gambar 9. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas akad pembiayaan yang digunakan adalah akad murabahah. Akad murabahah merupakan akad jual-beli dengan sistem pembagian keuntungan dari hasil jual-beli barang. Sedangkan akad mudharabah adalah akad dengan pembagian keuntungan dari hasil usaha mudharib. Pada Gambar 6 dijelaskan bahwa akad murabahah mendominasi yaitu sebesar 93% dari total pembiayaan yang dilakukan. Sedangkan pembiayaan dengan akad mudharabah hanya sebesar 7%. Hal ini menunjukkan bahwa akad murabahah lebih diminati masyarakat dibandingkan dengan akad mudharabah. Menurut hasil wawancara dengan responden, murabahah lebih diminati karena

0 5 10 15 20 25

2-6 hari 1-2 minggu >2 miinggu

Re sp o n d en (o ra n g )

Lama Pencairan Dana (hari)

93% 7%

Murabahah Mudharabah

26

lebih mudah dimengerti dan lebih sesuai dengan kebutuhan usaha mikro. Berbeda dengan akad mudharabah yang lebih sulit dipahami oleh nasabah.

Persentase Peningkatan Pendapatan Responden Setelah Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satu cara dalam mengatasi akses permodalan pada usaha mikro yang mengalami keterbatasan akses permodalan pada lembaga keuangan formal seperti perbankan. Dengan adanya pembiayaan yang diberikan BMT kepada pelaku usaha mikro, pelaku usaha dapat lebih produktif dalam menghasilkan pendapatan. Dalam penelitian ini, pembiayaan yang diambil oleh responden berupa murabahah dengan akad jual-beli.

Tabel 14 Pendapatan rata-rata setelah melakukan pembiayaan Pendapatan Rata-Rata

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

1.000.000 – 5.000.000 29 64.44

5.000.000 – 10.000.000 13 28.89

>10.000.000 3 6.67

Total 45 100

Berdasarkan Tabel 14 pendapatan rata-rata setelah melakukan pembiayaan. Responden yang memiliki pendapatan antara Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 sebanyak 29 orang atau sebesar 64.44% dari total responden penelitian. sedangakan responden yang memiliki pendapatan antara Rp 5 000 000.00 – Rp 10 000 000.00 sebanyak 13 orang atau sebesar 28.89% dari total responden dan sebesar 3% memiliki pendapatan di atas Rp 10 000 000.00 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan sangat berpengaruh pada pendapatan responden yang diteliti. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 15 bahwa hanya beberapa responden yang menyatakan bahwa pendapatannya cenderung turun setelah melakukan pembiayaan. Hal ini disebabkan karena faktor eksternal seperti keadaan bulan Ramadhan sehingga usaha warung kelontongannya turun drastis, pembatasan permintaan galon air pada pedagang eceran, dan pembiayaan yang dilakukan saat usaha pailit.

Tabel 15 Pertumbuhan pendapatan setelah melakukan pembiayaan Pertumbuhan

Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%)

Naik 42 93.33

Turun 3 6.67

Total 45 100

Persentase Peningkatan Keuntungan Usaha Mikro Setelah Pembiayaan

Tabel 16 menunjukkan keuntungan yang didapat dari usaha mikro responden. Sebagian besar responden mendapatkan keuntungan dari hasil usahanya antara rentang Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 per bulan yaitu sebanyak 37 orang atau sebesar 82.23% dari total responden penelitian.rata-rata keuntungan yang didapat responden adalah sekitar empat juta rupiah setiap bulannya dengan standar deviasi sebesar

27 Tabel 16 Keuntungan usaha mikro responden per bulan

Keuntungan Usaha

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<1.000.000 2 4.44

1.000.000 – 5.000.000 37 82.23

5.000.000 – 10.000.000 4 8.89

>10.000.000 2 4.44

Total 45 100

Dampak Pembiayaan Mikro Syariah terhadap Pendapatan Keluarga Pelaku Usaha Mikro dengan Orinary Least Square (OLS)

Salah satu masalah yang mendasar bagi usaha mikro adalah permodalan. Usaha mikro memiliki akses yang terbatas pada lembaga keuangan formal dalam hal mendapatkan pembiayaan usaha. Dalam penelitian ini, dijelaskan bahwa pembiayaan memiliki hubungan positif signifikan terhadap peningkatan pendapatan pelaku usaha mikro. Meningkatnya pendapatan dikerenakan adanya tambahan modal pada usaha dalam mengembangkan usahanya.

Pada hasil pengolahan data menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yang telah dilakukan, didapatkan R-square dari persamaan sebesar 0.935 yang berarti bahwa 93.5% keragaman nilai pendapatan rata-rata dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model OLS yang digunakan sudah bebas dari pelanggaran-pelanggaran asumsi. Hal tersebut dikarenakan pada model sudah dilakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji homogenitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas dilihat dengan one-sample kolmogorov-smirnov test, uji homogenitas dilihat dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey, uji autokerelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson, dan uji multikolineritas dilihat dari nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Variabel signifikan pada taraf 5% yaitu pembiayaan, anggota keluarga yang memiliki penghasilan, dummy pendidikan, dan dummy etika dan moral.

Table 17 Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan keluarga

Variable Coefficients t-value Sig.

Constant 4.223 13.458 0.000

Log Pembiayaan 0.317 6.934 0.000*

Dummy Usia -0.002 -0.078 0.938

Log Anggota Keluarga

Berpenghasilan 0.295 4.538 0.000*

Dummy Jarak 0.000064 0.054 0.957

Dummy Pendidikan 0.346 8.719 0.000*

Dummy Etika dan Moral 0.072 3.223 0.003*

R-Squared: 93.5%

*Signifikan pada taraf 5%

Besarnya pembiayaan berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh keluarga dengan nilai koefisien sebesar 0.317 pada taraf 5%.

28

Artinya, pembiayaan berpengaruh nyata pada pendapatan keluarga. Nilai koefisien sebesar 0.317 menunjukkan bahwa kenaikan pembiayaan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 0.317%, ceteris paribus. Hal ini menjelaskan bahwa pembiayaan memiliki dampak positif pada pendapatan rata-rata usaha, sehingga BMT memainkan peran yang sangat penting bagi keberlangsungan perkembangan usaha mikro yang memiliki keterbatasan akses permodalan sebagai unit usaha yang dinilai tidak bankable. Hal ini didukung oleh Rahman (2010) pada jurnal internasional yang menyatakan bahwa pembiayaan meningkatkan pendapatan keluarga. Hasil wawancara di lapangan juga menjelaskan bahwa sekitar 93% dari total responden menyatakan bahwa pendapatan rata-rata meningkat setelah melakukan pembiayaan.

Banyaknya jumlah anggota keluarga yang menghasilkan pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh pelaku usaha mikro dengan nilai koefisien sebesar 0.295 pada taraf 5%. Artinya, jumlah anggota keluarga yang memiliki penghasilan berpengaruh nyata pada pendapatan keluarga. Nilai koefisien sebesar 0.295 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah anggota keluarga sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 0.295%, ceteris paribus. Dari hasil penelitian di lapangan, bahwa semakin banyak anggota keluarga yang memiliki pedapatan, maka anggota keluarga tersebut akan memberikan share pada pelaku usaha mikro sehingga adanya tambahan pendapatan yang diterima di luar pendapatan usaha yang dijalankan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan rata-rata yang diperoleh pelaku usaha mikro dengan nilai koefisien sebesar 0.346 pada taraf 5%. Artinya, anggota yang memiliki pendidikan lebih tinggi (dalam hal ini lulusan SMP, SMA, dan PT) mendapatkan pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota yang memiliki pendidikan yang rendah (dalam hal ini lulusan SD), ceteris paribus. Hal ini menjelaskan bahwa semakin lama pendidikan responden, maka akan semakin baik dalam mendapatkan pendapatan keluarga. Pendidikan yang semakin tinggi membuat seseorang lebih mengerti untuk melakukan hal yang produktif dalam melakukan aktivitasnya.

Dummy etika dan moral nasabah berpenaruh positif signifikan terhadap pendapatan rata-rata yang diperoleh oleh pelaku usaha mikro dengan koefisien sebesar 0.072 pada taraf 5%. Artinya, anggota yang bermoral dan beretika mendapatkan pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota yang dinilai tidak memiliki moral dan etika, ceteris paribus. Moral dan etika nasabah berpengaruh secara positif dikarenakan dengan memiliki moral dan etika, nasabah dapat memilih untuk apa saja pendapatannya dialokasikan. Nasabah yang memiliki moral dan etika dinilai dapat mengalokasikan pendapatannya pada aktivitas produktif, sehingga dapat berimplikasi pada peningkatan pendapatan rata-rata (Rahman 2010).

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteran dengan Model Logistik

Model logit yang digunakan dalam penelitian yaitu untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan nasabah yang melakukan pembiayaan pada BMT. Kesejahteraan dinilai berdasarkan opini nasabah yang telah mendapatkan pembiayaan, nilai 1 untuk nasabah yang mengaku dirinya sejahtera dan nilai 0 untuk nasabah yang mengaku dirinya tidak sejahtera. Model logit

29 digunakan untuk mengetahui probabilitas apakah nasabah sejahtera berdasarkan pernyataan responden dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya

Tabel 18 Hasil pendugaan parameter logit

Observed

Predicted Opini nasabah mengenai

kesejahteraan Percentage Correct Tidak Sejahtera Sejahtera Opini nasabah mengenai kesejahteraan Tidak Sejahtera 7 4 63,6 Sejahtera 4 30 88,2 Overall Percentage 82,2

Tabel 19 Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan nasabah pembiayaan

Variable B Std. Error Wald Statistic Df Sig. Odds Ratio Exp (B) Constant -8,399 3,615 5,398 1 0,020 0,000 Lama Anggota 0,169 0,083 4,149 1 0,042* 1,184 Pengeluaran Makan 0,084 0,050 2,873 1 0,090** 1,088 Pengeluaran Kesehatan 0,000 0,000 1,976 1 0,160 1,000 Pendapatan 1,076 0,436 6,079 1 0,014* 1,000 Pembiayaan 0,000 0,000 5,023 1 0,025* 1,000

Cox and Snell R-square:0,382

-2log likelihood:28,384

Overall Accuracy:82,2%

*Signifikan pada taraf 5% **Signifikan pada taraf 10%

Pada Tabel 18 ditunjukkan hasil pendugaan paramater model logit yang menjelaskan ketepatan dari hasil pendugaan oleh model. Hasil pendugaan dapat mengklasifikasikan nasabah yang menyatakan dirinya tidak sejahtera sebesar 63.6%. Artinya, jawaban awal responden yang menyatakan tidak sejahtera sejumlah 11 orang, 7 dari total yang menyatakan tidak sejahtara diklasifikasikan pada nasabah yang tidak sejahtera, sedangkan 4 lainnya dinyatakan sejahtera oleh model. Selanjutnya, hasil pendugaan mengklasifikasikan nasabah yang menyatakan dirinya sejahtera sebesar 88.2%. Artinya, jawaban awal responden yang menyatakan dirinya sejahtera sejumlah 34 orang, 4 di antaranya dinyatakan tidak sejahtera oleh model hasil uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square sebesar 3.223 dan p-value 0.864 > alpha (0.05) sehingga tolak H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa model logistik yang digunakan mampu menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan pada taraf nyata 5%.

Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan nasabah yang telah melakukan pembiayaan di BMT menunjukkan tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5%, yaitu lama menjadi anggota, pendapatan rata-rata keluarga, dan pembiayaan yang diambil oleh responden.

30

Sedangkan variabel yang signifikan pada taraf 10% yaitu pengeluaran makan keluarga.

Variabel lama menjadi anggota BMT memiliki nilai odds ratio sebesar 1.184 yang artinya peluang anggota yang lama 1.184 kali lebih sejahtera dibandingkan dengan anggota baru, ceteris paribus. Dalam hal ini, lama anggota berpengaruh positif pada opini sejahtera nasabah karena semakin lama seseorang menjadi anggota, semakin sering juga nasabah melakukan pembiayaan untuk usaha mikronya. Dengan semakin lama menjadi anggota juga membuat pengurus BMT lebih percaya pada nasabah sehingga dapat memberikan pembiayaan lebih sering dan dampaknya yaitu pada perkembangan usaha mikro itu sendiri.

Variabel pendapatan memiliki nilai odds ratio sebesar 2.932 yang artinya peluang anggota yang memiliki pendapatan lebih tinggi 2.932 lebih sejahtera dibandingkan dengan anggota yang memiliki pendapatan lebih rendah, ceteris paribus. Dalam hal ini, pendapatan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan karena semakin tinggi pendapatan, maka pelaku usaha mikro dapat lebih memenuhi kebutuhan keluarga dan dapat dialokasikan lebih banyak pada aktivitas yang lebih produktif.

Variabel pembiayaan memiliki nilai odds ratio sebesar 1.000 yang artinya peluang anggota yang mendapatkan pembiayaan, baik tinggi maupun rendah memiliki peluang yang sama untuk sejahtera, ceteris paribus. Dalam hal ini, tentu saja pembiayaan memiliki pengaruh yang positif pada kesejahteraan karena semakin besar pembiayaan yang diambil semakin besar suntikan permodalan bagi usaha mikro dalam menjalankan usahanya sehingga dapat membuat usaha mikro lebih berkembang dan menghasilkan lebih banyak pendapatan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pembiayaan.

Variabel pengeluaran makan memiliki nilai odds ratio sebesar 1.088 yang artinya peluang anggota yang memiliki pengeluaran makan lebih tinggi 1.088 kali lebih sejahtera dibandingkan dengan anggota yang memiliki pengeluaran makan

Dokumen terkait