• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Hasil Uji Coba Lapang

Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

produktivitas suatu alat destilasi air laut. Suhu lingkungan yang diukur sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, kelembaban relatif udara, dan wilayah atau kondisi geografis yang bersifat relatif dan tidak dapat dikendalikan

Dari hasil pengamatan diperoleh nilai suhu yang berubah-ubah tiap harinya tergantung dari besarnya intensitas matahari yang diterima. Suhu lingkungan yang diperoleh dari hasil pengujian selama enam hari berkisar antara 22-39 oC. Suhu minimum terjadi pada saat hujan, yaitu pada hari pertama dan hari kelima. Pada saat suhu lingkungan turun, maka suhu kaca juga ikut turun. Hal ini disebabkan karena suhu kaca dipengaruhi secara langsung oleh suhu lingkungan. Pada penelitian ini diperoleh suhu kaca pada kisaran 28-46 oC. Suhu air kurang berpengaruh langsung terhadap suhu lingkungan, hal ini disebabkan karena air merupakan penyimpan panas yang baik. Suhu air tidak langsung turun apabila suhu lingkungan turun. Suhu air yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 29-63 oC (Gambar 11).

Keterangan:

Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari Suhu dalam ruangan evaporasi lebih tinggi dari suhu lingkungan

disebabkan karena suatu fenomena yang sering disebut sebagai green house effect (efek rumah kaca). Wisnubroro (2004) mengatakan bahwa sinar matahari

memiliki panjang gelombang ( ) antara 0,15-4 m, dan hanya panjang

membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari mengalami

perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 m menjadi 3-80 m. Akibatnya sinar matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan evaporasi. Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.

4.2 Laju Penguapan

Dari hasil percobaan yang dilakukan selama enam hari, diperoleh rata-rata air tawar dalam tiap harinya sebanyak 3,2 liter. Air tawar yang dihasilkan disini merupakan uap dari air laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan melalui pipa menuju bak penampung air tawar. Jumlah air tawar hasil destilasi terendah terdapat pada hari pertama yaitu sebesar 1,91 liter. Hal ini dikarenakan pada hari tersebut cuaca sedang mendung sehingga intensitas matahari yang diterima alat destilasi tidak optimal. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara 23-33oC, dengan rata-rata 29,38oC. Selain itu pada hari tersebut terjadi hujan pada pukul 12.00 WIB, sehingga air dalam bak kolektor belum mencapai suhu yang optimal. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari ketiga (Gambar 10). Pada hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga dapat menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara 31-39oC, dengan rata-rata 35,46oC.

Gambar 12. Kuantitas Air Hasil Destilasi

Kuantitas air hasil destilasi ditentukan oleh proses penguapan dari air laut dalam ruangan evaporasi dan proses pengembunan yang terjadi di kaca penutup. Proses penguapan akan semakin baik apabila suhu air laut dalam ruangan

evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan). Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang evaporasi. Uap yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila mengenai benda yang suhunya lebih rendah (kaca penutup). Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan semakin cepat terjadi.

Selama proses penjemuran terdapat lapisan kristal garam di permukaan air laut. Lapisan ini dapat menghambat proses penguapan karena akan meningkatkan suhu didih air laut. Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di bawah 100 oC padahal secara teori air akan mendidih pada suhu 100 oC pada keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 1 2 3 4 5 6 V o lu me Air ( lit e r) Hari ke-

suhu yang tinggi akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara dalam ruang evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian penutup yang memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada evaporator, maka akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan suhu evaporator tersebut berada di bawah titik uap air secara normal.

Kuantitas air hasil destilasi pada penelitian ini belum maksimal sehingga masih dapat ditingkatkan lagi bila uji coba dilakukan pada musim kemarau. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air) yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar yang banyak pula. Menurut Lakitan (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari –

April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni –

September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.

4.3 Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan Volume Air Destilasi

Volume air hasil destilasi berhubungan positif dengan selisih suhu kaca dengan lingkungan. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 13. Persamaan regresi yang diperoleh adalah y=10,08x+104,9; dimana y adalah rata-rata volume air hasil destilasi dan x adalah beda suhu antara kaca dengan lingkungan. Setiap kenaikan beda suhu antara kaca dengan lingkungan (∆T) sebesar 1oC,

meningkatkan laju pertambahan volume air hasil destilasi sebanyak 10,08 ml. Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,75, berarti terdapat hubungan yang erat

antara beda suhu antara kaca dengan lingkungan dengan volume air hasil destilasi. Pengaruh beda suhu antara kaca dengan lingkungan terhadap volume air hasil destilasi adalah sebasar 56%, sedangkan sisanya sebesar 44% dipengaruhi oleh faktor lain.

Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata-rata Volume Air Hasil Destilasi y=10,08x+104,9

R2=0,5633 y=0,008x5-0,463x4+10,24x3-101,5x2+451,6x-558,2 R2=0,8377

4.4 Kualitas Air

Penurunan kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari Tabel 2 dapat dihitung bahwa persentase penurunan kadar garam setelah melewati model adalah 100%. Setelah melalui proses destilasi, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8. Nilai TSS juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi.

Tabel 2. Kualitas Air

Parameter Sampel Air Standar

Konsumsi

Air Laut Air Tawar

Warna tidak berwarna tidak berwarna tidak berwarna

Bau tidak berbau tidak berbau tidak berbau

Salinitas 33 0 0,5

pH 8 6,8 6 – 8,5

TSS (mg/L) 0,0112 0,0739 -

Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis dari air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap akan lebih kecil dari berat jenis air dalam bentuk cair. Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki berat jenis lebih besar dari berat jenis uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu.

4.5 Kualitas Garam

Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 621 gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini

masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl dari garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan masih adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti pencucian.

Tabel 3. Kualitas Garam

Materi Kandungan yang Dihasilkan

Standar Mutu Garam Kualitas 1 (%) (%) NaCl 70,30 Minimal 97,46 CaCl2 1,52 Maksimal 0,72 CaSO4 0,80 Maksimal 0,41 MgSO4 0,53 Maksimal 0,04 Lain-lain 26,85 Maksimal 1,37 4.6 Nilai Ekonomis

Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya

dengan disain seperti pada Gambar 1, rata-rata menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 3,2 liter/hari. Alat ini masih dapat memproduksi air lebih banyak lagi apabila lama penyinaran matahari lebih banyak dan intensitas matahari lebih besar. Kondisi ini akan terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Juni -

September. Pada bulan – bulan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY, atau pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air lainnya.

Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Ketersediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan

secara maksimal (Purnomo dan Adi, 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud.

Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.

Alat pemisah garam dan air tawar ini cukup baik untuk memproduksi garam karena dengan alat ini produksi garam dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya pada musim kemarau. Produksi garam dengan cara tradisional akan gagal apabila pada saat penjemuran terjadi hujan, sedangkan dengan alat ini produksi garam masih dapat dilanjutkan sampai penjemuran selesai.

42

Dokumen terkait