RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
RINGKASAN
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari. Dibimbing oleh INDRA JAYA.
Air tawar dan garam merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi tubuh manusia. Akan tetapi saat ini kebutuhan tersebut masih belum dapat terpenuhi oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Indonesia masih harus mengimpor garam dari luar negeri. Hal ini sangatlah tidak wajar bagi negara maritim yang memiliki pantai terpanjang nomor dua di dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2010 di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi. Garam dan air tawar yang terdapat dalam air laut dipisahkan dengan cara
mamanaskan air laut tersebut hingga menguapkan air yang bersifat tawar dan mengendapkan kristal garam menggunakan energi matahari.
Suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat mempengaruhi produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan diperoleh suhu lingkungan antara 22-39 oC. Suhu lingkungan ini akan mempengaruhi suhu pada ruangan evaporasi yang didalamnya terdapat air laut yang akan diuapkan. Suhu air laut yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 29-63 oC. Dengan meningkatnya suhu pada ruangan evaporasi maka air laut dalam bak penampungan akan
menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami kondensasi pada bagian kaca penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup lebih rendah dari suhu dalam ruangan evaporasi.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan alat ini mampu menghasilkan rata-rata air tawar sebanyak 3,2 liter per hari. Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh WHO, maka alat ini mampu mensuplai kebutuhan air minum untuk dua orang dalam sehari. Pada proses destilasi tersebut terjadi perubahan sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi, salinitas turun dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,5 sedangkan nilai total suspended solids (TSS) juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi.
© Hak cipta milik Rizqi Rizaldi Hidayat, tahun 2011 Hak cipta dilindungi
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
Oleh :
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul Skripsi : RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
Nama Mahasiswa : Rizqi Rizaldi Hidayat Nomor Pokok : C54060724
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc. NIP. 1961041 198601 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. H. Setyo Budi Susilo, M. Sc NIP. 19580909 198303 1 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Dalam kesempetan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mama, Raizummi, dan Machzani besarta seluruh keluarga besar atas dukungan dan motivasinya.
2. Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji.
4. Dr. Ir. Henry M Manik, M.T selaku Ketua Komisi Pendidikan Sarjana.
5. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menjalankan studinya di IPB.
6. Pihak RAMP yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian ini .
7. Muhammad Iqbal, S.Pi, Henry Dayu, S.Pi, Arief Witjaksana, S.Pi, Asep
8. Teman-teman seperjuangan ITK 43 dan seluruh warga ITK yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
9. Seluruh anggota Klub MIT (Marine Insrument and Telemetry) yang tidak henti-hentinya memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bogor, Januari 2011
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1. Hasil Ujicoba Lapang ... 33
4.2. Laju Penguapan ... 35
4.4. Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan Volume Air Destilasi ... 37
4.3. Kualitas Air ... 39
4.5. Kualitas Garam... 39
4.6. Nilai Ekonomis... 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1. Kesimpulan ... 42
5.2. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 45
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Prototipe Destilator Tenaga Surya ... 8
Gambar 2. Sel Elektrodialisis ... 10
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat ... 24
Gambar 4. Bagian Bawah Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ... 26
Gambar 5. Bagian Atap Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ... 27
Gambar 6. Gambar Alat Destilator ... 27
Gambar 7. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Atas ... 28
Gambar 8. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Depan ... 28
Gambar 9. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Samping ... 29
Gambar 10. Diagram AlirVariabel Pengukuran... 30
Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari ... 34
Gambar 12. Grafik Laju Evaporasi ... 36
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulitnya masyarakat di beberapa daerah di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan air bersih saat ini masih menjadi permasalahan yang belum
terpecahkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Salah satu cara pengolahan yang praktis dan ramah lingkungan adalah dengan destilasi tenaga surya. Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi air laut menjadi air tawar juga merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif.
Garam merupakan kebutuhan dapur manusia yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tubuh manusia dengan garam sangatlah penting. Meskipun produksi garam lokal terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, akan tetapi menurut Partogi Pangaribuan, Direktur Impor Kementerian Perdagangan tahun 2010, Indonesia masih mengimport garam sebanyak 150 ribu ton untuk tahun 2010. Hal ini sangatlah ironis mengingat bahwa negara kita merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia.
menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan dengan dikembangkannya alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat menaikkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
1.2 Tujuan Penelitian
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud:
dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang
disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”.
Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju.
Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas tersebut tentunya tidak dapat dikonsumsi.
Air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab
I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa μ “Air tawar adalah semua air
yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air
fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis
air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga teknik pengolahan air tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 menyatakan bahwa μ “Air minum adalah air yang melaui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum”.
2.2 Kebutuhan Air
keberadaannya yang sangat penting, maka keberadaan dan penggunaanya perlu dijaga dengan baik. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan, dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air di dalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih delapan gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengamil tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009). Tanpa air keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan kata lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.
adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, 1984). Menurut Irianto (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3 Standar Kualitas Air Bersih
Standar kualitas air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Sanropie, 1984). Secara kimia standar kualiatas air bersih dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun, (b) tidak ada zat yang menimbulkan gangguan kesehatan, (c) tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis, dan (e) tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi. Dengan mengacu pada persyaratan di atas, maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air Minum.
Secara biologis, air minum tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan
kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh, sedangkan secara fisik, air bersih haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4 Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis.
Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
2.4.1 Destilasi
Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya,
elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar sebanyak 1,34 – 2,95 l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan
molekul di dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas
(penguapan).
2.4.2 Reserve Osmosis
Proses reserve osmosis menggunakan membran selektif yang dapat ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah berkembang pesat.
Pada reserve osmosis ini terjadi tiga buah perlakuan yaitu perlakuan fisik, biologis, dan kimia. Proses pertama dari reserve osmosis meliputi operasi
2.4.3 Elektrodialisis
Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Pada metode ini, aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua elektrode (Gambar 2). Kedua elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran. Ion-ion di dalam larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran,
sehingga air yang tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang telah dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Sel elektrodialisis (Wagner, 1971)
air laut yang besar dimana pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992). Pengolahan air dengan cara ini tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya operasional yaitu sekitar USD 325 per 1000m3.
2.4.4 Desinfeksi Air
Desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KmnO4, OCl2, dan sebagainya. (Purnawijayanti,
2001)
Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme patogen yang berjenis bakteri, virus, protozoa, dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a) tingkat
2.5 Garam
Garam merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Umumnya garam yang dijual di pasaran adalah garam yang sudah diberi tambahan zat iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dapat mengakibatkan gondok, kretin , menurunnya kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat mengakibatkan gangguan otak dan pendengaran serta kematian bayi.
Pembuatan garam di Indonesia sebagian besar masih dilakukan secara tradisional oleh petani rakyat. Menurut segi kualitas produksi garam dalam negeri masih belum memenuhi syarat kesehatan, terutama garam yang dihasilkan dari petani garam, sebab mutu garam umumnya di bawah mutu II menurut spsifikasi SNI/SII No.140-76.
2.6 Proses Produksi Garam
Produksi garam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menambang batu garam langsung dari alam, menguapkan air laut atau air garam yang diperoleh dari dalam tanah. Pertambangan batu garam terbentuk dari endapan mineral hasil penguapan dari danau, laguna, dan lautan dalam waktu yang sangat lama.
memotong dan meledakkan (cut and blast mining) dan pertambangan berkelanjutan (continous mining) (Sedivy, 2009).
Di sekitar pantai, air garam dapat diambil langsung dari laut. Untuk daerah yang jauh dari pantai, sumber air asin dapat diperoleh dari mata air yang terdapat di pedalaman. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat batuan garam batu dekat permukaan. Air hujan yang merembes melalui tanah akan melarutkan garam batu sehingga terbentuk aliran garam bawah tanah, yang dikenal di
Cheshire. Air garam alam dapat dipompa dari aliran garam bawah tanah tersebut. Air garam alam hasil proses tersebut dapat menjadi delapan kali lebih asin
daripada air laut. (Fielding, 2006).
2.7 Kebutuhan Garam di Indonesia
Tabel 1. Kebutuhan garam di Indonesia (sumber: www.kemenperin.go.id)
Uraian
Tahun
2007 2008 2009 2010
Pasokan Dalam Negeri 1.150.000 1.199.000 1.371.000 1.400.000 Kebutuhan Garam Dalam Negeri 2.619.000 2.667.000 2.888.000 2.985.000 - Industri CAP 1.320.000 1.350.000 1.560.000 1.638.000 - Garam Konsumsi 680.000 687.000 693.000 707.000 - Industri Pangan 444.000 455.000 460.000 465.000 - Pengeboran Minyak 125.000 125.000 125.000 125.000
- Aneka 50.000 50.000 50.000 50.000
Selama kurun waktu enam tahun terakhir, harga garam mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 harganya berkisar Rp. 50,- s.d Rp. 60,-/kg sedangkan saat ini harganya sudah meningkat menjadi Rp. 300,- s.d Rp. 350,-/kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian impor garam secara signifikan dapat meningkatkan harga garam.
Garam yang diimpor pada umumnya adalah garam yang kualitasnya belum dapat diproduksi di dalam negeri karena membutuhkan kemurnian yang tinggi seperti untuk industri kimia dan farmasi. Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas garam, perlu dilakukan intensifikasi lahan penggaraman dan meningkatkan produksi garam melalui ekstensifikasi khususnya untuk daerah-daerah sentra produksi potensial yang belum memanfaatkan lahan secara optimal.
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri.
2.8 Produksi Garam di Indonesia
Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat
pembuatan garam masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha (Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha) dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha). Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya yaitu di NTB seluas 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya 60 ton/Ha/tahun, sedangkan garam rakyat hanya 40 ton/Ha/tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010).
Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara
sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut
menghasilkan 900.000 ton per tahun.
Proses produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan secara tradisional, dengan memanfaatkan air laut dan panas matahari. Air laut yang mempunyai kadar garam rata-rata 2,5 % berat total, diuapkan pada lahan penjemuran yang terbuka secara berulang-ulang sampai kondisi jenuh dan
mengkristal. Garam endapan yang terbentuk masih banyak mengandung kotoran lumpur atau tanah. Untuk itu, garam tersebut kemudian dicuci agar kualitasnya meningkat.
2.9 Standar Kualitas Garam
Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu: 1. K-1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri
maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi sebagai berikut:
NaCl : 97.46 %
2. K-2 yaitu kualitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab.
3. K-3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan bercampur lumpur.
2.10 Energi Surya
Tenaga matahari atau yang biasa disebut tenaga surya (solar energy) merupakan enegi yang bersumber dari sinar matahari. Energi ini merupakan energi yang murah dan melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia.
Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Hasyim, 2005). Sumber ini sebenarnya juga merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda Indonesia.
Menurut Hardjasoemantri (2002), pemanfaatan energi surya
dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni pemanfaatan energi surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan (2002) mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian biomassa merupakan energi surya tak langsung.
Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energy cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radiant flux density), intensitas terpaan (irradiance), dan intensitas pancaran cahaya (emmitance).
incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, radiasi
surya total ialah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant). Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69% dari total energi pancaran matahari, hal ini dikarenakan terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat
pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.
2.11 Perpindahan Panas 2.11.4 Konduksi
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi
perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding dengan gradien suhu normal :
...(1)
dimana q adalah laju perpindahan kalor dan
merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktifitas thermal kaca yaitu sebesar 1,83 W/m.oC, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah.
2.11.5 Konveksi
Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi alamiah (Som, 2008).
Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton sebagai berikut :
...(3)
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui
elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal atau benda hitam adalah :
...(4)
dimana:
22
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga proses, yaitu perancangan,
pembuatan, dan uji coba. Proses perancangan dan pembuatan dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober bertempat di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB.
Proses uji coba dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB dengan sampel air diambil dari Pantai Teluk Pelabuhan Ratu. Proses yang bertujuan untuk melihat kinerja dari alat yang dibuat dan juga pengambilan data parameter yang mempengaruhi kinerja suatu alat destilasi ini dilakukan pada tanggal 30
November sampai dengan 5 Desember 2010 yang termasuk pada musim penghujan.
3.2 Alat dan Bahan
ukur, desikator, cawan penguapan, kertas saring, pinset, oven, mesin vacum, dan timbangan digital.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi kayu kaso ukuran 4x7, paku, triplek, lem kayu, paralon, double tip, lakban, resin, katalis, serat fiber, sterofoam, cat hitam, alumunium foil, alumunium ukuran 4x6 cm, bingkai alumunium, kaca transparan 5 mm, engsel pintu, baut, lem silikon, keran, drum plastik, sedangkan bahan yang butuhkan dalam uji coba berupa sampel air laut sebanyak 20 liter.
3.3 Pembuatan Alat
Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah, perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang tidak korosif.
sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak, pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar. Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap sebelumnya diintegrasikan menjadi alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi.
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model
Model Sesuai
Ya
Tidak
Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi
Ujicoba
Berhasil Selesai
Tidak
3.4 Alat Pemisah Garam dan Air Tawar
Alat pemisah garam dan air tawar ini merupakan alat destilasi dengan prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran (Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran (a) terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam dengan ukuran 200 x 120 x 5 cm.
Gambar 4. Bagian bawah alat pemisah garam dan air tawar Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60 cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk
mengalirnya air. Keterangan:
(a)= Bak penjemuran
(b)= Insulator (sterofoam) (c)= Kayu
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
Gambar 6. Alat pemisah garam dan air tawar Keterangan:
(e)= almumunium (f)= kaca
(g)= pegangan almumunium
Gambar 7. Alat pemisah garam dan air tawar tampak atas
Gambar 9. Alat pemisah garam dan air tawar tampak samping
3.5 Proses Pengambilan Data
Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur 20 liter air laut hingga semua air tersebut menguap. Selama proses penjemuran tersebut
dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk..
Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air destilasi yang di tampung diukur setiap 20 menit menggunakan gelas ukur. Suhu diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan setiap 20 menit. Semua endapan garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan digital.
3.6 Variabel Penelitian
dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja dari alat destilator (Gambar 10).
Gambar 10. Diagram Alir Variabel Pengukuran
3.7 Prinsip Kerja Alat
Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas , dipindahkan ke tutup dengan cara konveksi ( ), radiasi ( ), dan penguapan ( ). Dengan asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka
kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan
... (5)
Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan
... (6)
dimana adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari tabel uap (Lampiran 3) pada temperatur (K) air (Tw) dan kaca (Tc). Komponen penguapan ditentukan dengan persamaan
Efisiensi / unjuk kerja model alat
Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca
Jumlah air tawar yang dihasilkan
sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan
... (8)
dimana adalah konstanta Boltzmann sebesar 5,67x10-8 W/m2.K4 dan adalah emisivitas sebesar 0,9. Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus
... (9)
dimana merupakan panas laten penguapan yang diperoleh dari tabel uap dalam satuan kJ/kg (Jansen, 1995).
3.8 Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Lingkungan Budidaya Perairan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB meliputi pengukuran salinitas, pH, total suspended solids (TSS), dan bobot kering garam. Salinitas diukur
menggunakan refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital. Penentuan TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai berikut:
a) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipananskan dengan suhu 105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama ± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering). b) Mengukur sempel air laut dan sempel air hasil sebanyak 100 ml.
c) Menyaring masing-masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya.
d) Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit lalu.
f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus :
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Coba Lapang
Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi
produktivitas suatu alat destilasi air laut. Suhu lingkungan yang diukur sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, kelembaban relatif udara, dan wilayah atau kondisi geografis yang bersifat relatif dan tidak dapat dikendalikan
Keterangan:
Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari Suhu dalam ruangan evaporasi lebih tinggi dari suhu lingkungan
disebabkan karena suatu fenomena yang sering disebut sebagai green house effect (efek rumah kaca). Wisnubroro (2004) mengatakan bahwa sinar matahari
membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari mengalami
perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 m menjadi 3-80 m. Akibatnya sinar matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan evaporasi. Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2 Laju Penguapan
Gambar 12. Kuantitas Air Hasil Destilasi
Kuantitas air hasil destilasi ditentukan oleh proses penguapan dari air laut dalam ruangan evaporasi dan proses pengembunan yang terjadi di kaca penutup. Proses penguapan akan semakin baik apabila suhu air laut dalam ruangan
evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan). Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang evaporasi. Uap yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila mengenai benda yang suhunya lebih rendah (kaca penutup). Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan semakin cepat terjadi.
Selama proses penjemuran terdapat lapisan kristal garam di permukaan air laut. Lapisan ini dapat menghambat proses penguapan karena akan meningkatkan suhu didih air laut. Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di bawah 100 oC padahal secara teori air akan mendidih pada suhu 100 oC pada keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki
suhu yang tinggi akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara dalam ruang evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian penutup yang memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada evaporator, maka akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan suhu evaporator tersebut berada di bawah titik uap air secara normal.
Kuantitas air hasil destilasi pada penelitian ini belum maksimal sehingga masih dapat ditingkatkan lagi bila uji coba dilakukan pada musim kemarau. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air) yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar yang banyak pula. Menurut Lakitan (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari – April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni –
September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.
4.3 Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan Volume Air Destilasi
Volume air hasil destilasi berhubungan positif dengan selisih suhu kaca dengan lingkungan. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 13. Persamaan regresi yang diperoleh adalah y=10,08x+104,9; dimana y adalah rata-rata volume air hasil destilasi dan x adalah beda suhu antara kaca dengan lingkungan. Setiap kenaikan beda suhu antara kaca dengan lingkungan (∆T) sebesar 1oC,
antara beda suhu antara kaca dengan lingkungan dengan volume air hasil destilasi. Pengaruh beda suhu antara kaca dengan lingkungan terhadap volume air hasil destilasi adalah sebasar 56%, sedangkan sisanya sebesar 44% dipengaruhi oleh faktor lain.
Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata-rata Volume Air Hasil Destilasi y=10,08x+104,9
4.4 Kualitas Air
Penurunan kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari Tabel 2 dapat dihitung bahwa persentase penurunan kadar garam setelah melewati model adalah 100%. Setelah melalui proses destilasi, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8. Nilai TSS juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi.
Tabel 2. Kualitas Air
Parameter Sampel Air Standar
Konsumsi
Air Laut Air Tawar
Warna tidak berwarna tidak berwarna tidak berwarna
Bau tidak berbau tidak berbau tidak berbau
Salinitas 33 0 0,5
pH 8 6,8 6 – 8,5
TSS (mg/L) 0,0112 0,0739 -
Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis dari air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap akan lebih kecil dari berat jenis air dalam bentuk cair. Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki berat jenis lebih besar dari berat jenis uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu.
4.5 Kualitas Garam
masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl dari garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan masih adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti pencucian.
Tabel 3. Kualitas Garam
Materi Kandungan yang Dihasilkan
Standar Mutu Garam Kualitas
Lain-lain 26,85 Maksimal 1,37
4.6 Nilai Ekonomis
Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya
dengan disain seperti pada Gambar 1, rata-rata menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 3,2 liter/hari. Alat ini masih dapat memproduksi air lebih banyak lagi apabila lama penyinaran matahari lebih banyak dan intensitas matahari lebih besar. Kondisi ini akan terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Juni -
September. Pada bulan – bulan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY, atau pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air lainnya.
secara maksimal (Purnomo dan Adi, 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud.
Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
42
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Destilator merupakan alat yang baik digunakan untuk memisahkan air tawar dan garam dari air laut. Dengan menggunakan tenaga surya sebagai sumber energinya maka destilator merupakan solusi yang tepat digunakan oleh
masyarakat terutama di daerah pesisir untuk memperoleh air bersih dan juga memproduksi garam. Secara kualitas, air hasil destilasi sudah layak untuk konsumsi. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya adalah sebesar 3,2 liter per hari sehingga mampu memenuhi kebutuhan air minum untuk dua orang dalam sehari. Alat ini juga dapat menghasilkan garam sebanyak 600 gram/6 hari untuk 20 liter air laut. Secara kualitas, garam yang dihasilkan dari proses destilasi masih rendah sehingga perlu dilakukan proses pencucian.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Cammack, R. 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press. New York. 720 h.
Enger, E. D dan Bradley, S. 2009. Environmental Science: A Study of Interrelationships. McGraw-Hill. New York. 512 h.
Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara. Kanisius. Yogyakarta. 193 h.
Fielding, A dan Annelise, F. 2006. The salt industry. Osprey Publishing. 56 h. Gupta. 2005. Thermodynamics. Pearson Education India. New Delhi. 552 h. Hardjasoemantri, K dan Abdurrahman. 2001. Hukum dan lingkungan hidup di
Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta. 618 h.
Hasyim, I. 2006. Siklus krisis di sekitar energi. Proklamasi Pub. House. Michigan. 170 h.
Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag. University of California. 202 h.
Irianto, K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung. 352 h. Jansen, T. J. 1995. Teknologi rekayasa surya. Diterjemahkan oleh Wiranto
Arismunandar. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 237 h.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 16 h.
Kodoatie, R. J. dan Roestam, S. 2010. Tata ruang air. Andi. Yogyakarta. 539 h. Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
175 h.
Linsley dan Franzini. 1995. Teknik sumber daya air. Erlangga. Jakarta. 112 h. Marsum, A. dan Widiyanto, A. 2004. Efisiensi model destilator tenaga surya
Meinawati, R. 2010. Rancang Bangun Desalinator Air Laut Tipe Evaporasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 50 h.
Migliorini, G dan Elena, L. 2004. Seawater reverse osmosis plant using the pressure exchanger for energy recovery: a calculation model. Desalination. 165: 289 – 298.
Nanawi, G. 2001. Kualias Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 36 h.
Purnawijayanti, H A. 2001. Sanitasi, higiene, dan keselamatan kerja dalam pengolahan makanan. Kanisius. Yogyakarta. 104 h.
Rao, Y. V. 2001. Heat Transfer. Universities Press. New Delhi. 476 h. Salvato, J. A. 1972. Environmental engineering and Ssnitation,
Wiley-Interscience. University of California. 919 h.
Sanropie, D. et,al. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. APK-TS Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga dan Sanitasi Pusat. Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 349 h.
Sedivy, V.M. 2009. Enviromental Balance of Salt Production Speaks in Favour of Solar Saltlwork. Global NEST Journal. 11 (1): 41-48.
Som, S. K. 2008. Introduction To Heat Transfer. PHI Learning Pvt. New Delhi. 563 h.
Lampiran 1. Data hasil ujicoba lapang Hari/Tanggal : Selasa, 30 November 2010 Volume Air : 20 liter
Hari/Tanggal : Kamis, 2 Desember 2010
Hari/Tanggal : Sabtu, 4 Desember 2010
Lampiran 2. Foto Kegiatan
Foto alat pemisah garam dan air tawar dengan menggunakan energi matahari
Wadah Penjemuran
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulitnya masyarakat di beberapa daerah di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan air bersih saat ini masih menjadi permasalahan yang belum
terpecahkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Salah satu cara pengolahan yang praktis dan ramah lingkungan adalah dengan destilasi tenaga surya. Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi air laut menjadi air tawar juga merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif.
Garam merupakan kebutuhan dapur manusia yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tubuh manusia dengan garam sangatlah penting. Meskipun produksi garam lokal terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, akan tetapi menurut Partogi Pangaribuan, Direktur Impor Kementerian Perdagangan tahun 2010, Indonesia masih mengimport garam sebanyak 150 ribu ton untuk tahun 2010. Hal ini sangatlah ironis mengingat bahwa negara kita merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia.
menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan dengan dikembangkannya alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat menaikkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
1.2 Tujuan Penelitian
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga proses, yaitu perancangan,
pembuatan, dan uji coba. Proses perancangan dan pembuatan dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober bertempat di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB.
Proses uji coba dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB dengan sampel air diambil dari Pantai Teluk Pelabuhan Ratu. Proses yang bertujuan untuk melihat kinerja dari alat yang dibuat dan juga pengambilan data parameter yang mempengaruhi kinerja suatu alat destilasi ini dilakukan pada tanggal 30
November sampai dengan 5 Desember 2010 yang termasuk pada musim penghujan.
3.2 Alat dan Bahan
ukur, desikator, cawan penguapan, kertas saring, pinset, oven, mesin vacum, dan timbangan digital.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi kayu kaso ukuran 4x7, paku, triplek, lem kayu, paralon, double tip, lakban, resin, katalis, serat fiber, sterofoam, cat hitam, alumunium foil, alumunium ukuran 4x6 cm, bingkai alumunium, kaca transparan 5 mm, engsel pintu, baut, lem silikon, keran, drum plastik, sedangkan bahan yang butuhkan dalam uji coba berupa sampel air laut sebanyak 20 liter.
3.3 Pembuatan Alat
Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah, perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang tidak korosif.
sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak, pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar. Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap sebelumnya diintegrasikan menjadi alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi.
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model
Model Sesuai
Ya
Tidak
Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi
Ujicoba
Berhasil Selesai
Tidak
3.4 Alat Pemisah Garam dan Air Tawar
Alat pemisah garam dan air tawar ini merupakan alat destilasi dengan prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran (Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran (a) terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam dengan ukuran 200 x 120 x 5 cm.
Gambar 4. Bagian bawah alat pemisah garam dan air tawar Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60 cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk
mengalirnya air. Keterangan:
(a)= Bak penjemuran
(b)= Insulator (sterofoam) (c)= Kayu
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
Gambar 6. Alat pemisah garam dan air tawar Keterangan:
(e)= almumunium (f)= kaca
(g)= pegangan almumunium
Gambar 7. Alat pemisah garam dan air tawar tampak atas
Gambar 9. Alat pemisah garam dan air tawar tampak samping
3.5 Proses Pengambilan Data
Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur 20 liter air laut hingga semua air tersebut menguap. Selama proses penjemuran tersebut
dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk..
Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air destilasi yang di tampung diukur setiap 20 menit menggunakan gelas ukur. Suhu diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan setiap 20 menit. Semua endapan garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan digital.
3.6 Variabel Penelitian
dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja dari alat destilator (Gambar 10).
Gambar 10. Diagram Alir Variabel Pengukuran
3.7 Prinsip Kerja Alat
Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas , dipindahkan ke tutup dengan cara konveksi ( ), radiasi ( ), dan penguapan ( ). Dengan asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka
kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan
... (5)
Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan
... (6)
dimana adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari tabel uap (Lampiran 3) pada temperatur (K) air (Tw) dan kaca (Tc). Komponen penguapan ditentukan dengan persamaan
Efisiensi / unjuk kerja model alat
Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca
Jumlah air tawar yang dihasilkan
sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan
... (8)
dimana adalah konstanta Boltzmann sebesar 5,67x10-8 W/m2.K4 dan adalah emisivitas sebesar 0,9. Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus
... (9)
dimana merupakan panas laten penguapan yang diperoleh dari tabel uap dalam satuan kJ/kg (Jansen, 1995).
3.8 Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Lingkungan Budidaya Perairan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB meliputi pengukuran salinitas, pH, total suspended solids (TSS), dan bobot kering garam. Salinitas diukur
menggunakan refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital. Penentuan TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai berikut:
a) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipananskan dengan suhu 105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama ± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering). b) Mengukur sempel air laut dan sempel air hasil sebanyak 100 ml.
c) Menyaring masing-masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya.
d) Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit lalu.
f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus :
3
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud:
dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang
disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”.
Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju.
Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas tersebut tentunya tidak dapat dikonsumsi.
Air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab
I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa μ “Air tawar adalah semua air
yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air
fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis
air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga teknik pengolahan air tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 menyatakan bahwa μ “Air minum adalah air yang melaui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum”.
2.2 Kebutuhan Air
keberadaannya yang sangat penting, maka keberadaan dan penggunaanya perlu dijaga dengan baik. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan, dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air di dalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih delapan gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengamil tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009). Tanpa air keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan kata lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.
adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, 1984). Menurut Irianto (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3 Standar Kualitas Air Bersih
Standar kualitas air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Sanropie, 1984). Secara kimia standar kualiatas air bersih dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun, (b) tidak ada zat yang menimbulkan gangguan kesehatan, (c) tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis, dan (e) tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi. Dengan mengacu pada persyaratan di atas, maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air Minum.
Secara biologis, air minum tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan
kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh, sedangkan secara fisik, air bersih haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4 Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis.
Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
2.4.1 Destilasi
Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya,
elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar sebanyak 1,34 – 2,95 l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan
molekul di dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas
(penguapan).
2.4.2 Reserve Osmosis
Proses reserve osmosis menggunakan membran selektif yang dapat ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah berkembang pesat.
Pada reserve osmosis ini terjadi tiga buah perlakuan yaitu perlakuan fisik, biologis, dan kimia. Proses pertama dari reserve osmosis meliputi operasi
2.4.3 Elektrodialisis
Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Pada metode ini, aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua elektrode (Gambar 2). Kedua elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran. Ion-ion di dalam larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran,
sehingga air yang tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang telah dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Sel elektrodialisis (Wagner, 1971)
air laut yang besar dimana pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992). Pengolahan air dengan cara ini tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya operasional yaitu sekitar USD 325 per 1000m3.
2.4.4 Desinfeksi Air
Desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KmnO4, OCl2, dan sebagainya. (Purnawijayanti,
2001)
Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme patogen yang berjenis bakteri, virus, protozoa, dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a) tingkat