RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
DWI SETIADI FIRMANSYAH
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor,
RINGKASAN
DWI SETIADI FIRMANSYAH. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat Menggunakan Tenaga Surya. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TRI PRARTONO.
Air tawar dan garam merupakan dua kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun saat ini dua hal tersebut menjadi masalah yang belum teratasi oleh bangsa Indonesia ini. Masyarakat di beberapa wilayah Indonesia masih sulit dalam memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya wilayah pesisir seperti masyarakat Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta. Selain
kebutuhan air, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah kekurangan garam. Di sisi lain, kondisi pesisir Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km berpotensi untuk memproduksi garam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan tenaga surya secara bertingkat.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan September 2012 di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi dan endapan air laut. Garam dan air tawar dipisahkan dengan cara memanaskan air laut hingga menghasilkan air uap yang bersifat tawar dan mengendapkan kristal garam menggunakan energi matahari.
Dalam penelitian ini suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh dalam produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan
diperoleh suhu lingkungan antara 27-34 oC. Suhu lingkungan akan
mempengaruhi suhu pada ruangan evaporasi yang didalamnya terdapat air laut yang akan diuapkan. Suhu air laut yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 36-59 oC. Dengan meningkatnya suhu pada ruangan evaporasi maka air laut dalam bak penampungan akan menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami kondensasi pada bagian kaca penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup lebih rendah dari suhu dalam ruangan evaporasi.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, alat ini mampu menghasilkan rata-rata air tawar sebanyak 2.6 liter per hari. Pada proses destilasi tersebut terjadi perubahan sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi, salinitas turun dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8. Berdasarkan uji lab, air hasil destilasi sudah memenuhi standar menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 untuk dapat dikonsumsi.
Dari hasil pengujian selama 5 hari, diperoleh jumlah garam sebesar 632 gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Hal ini dikarenakan masih adanya hasil sampingan yang terdapat dalam kandungan garam. Namun konsep ini sudah sesuai dengan teori yang ada, butuh penelitian lanjutan untuk
© Hak cipta milik Dwi Setiadi Firmansyah, tahun 2013 Hak cipta dilindungi
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
Oleh :
DWI SETIADI FIRMANSYAH
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul Skripsi : RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR BERTINGKAT
MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
Nama Mahasiswa : Dwi Setiadi Firmansyah
Nomor Pokok : C54080051
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19580419 198303 1 001
Dosen Anggota
Dr. Ir. Tri Prartono, M. Sc NIP. 19600727 198603 1 006
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,
serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat dengan Menggunakan Tenaga Surya” diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah Swt. atas limpahan rahmat dan karunia yang diberikan kepada penulis.
2. Orangtua (Solok dan Simar), Kakak (Maydiansyah Putra) beserta seluruh
keluarga besar atas dukungan, kasih sayang, semangat, dan doa yang tak
henti-hentinya diberikan selama penulis selama menempuh pendidikan di
IPB.
3. Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc dan Dr. Ir. Tri Prartono, M. Sc selaku dosen
pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas
akhir.
4. Dr. Ir. Henry M Manik, M.T selaku Ketua Komisi Pendidikan Sarjana.
5. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama
penulis menjalankan studinya di IPB.
6. Risti E. Arhatin, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan dalam hal akademik selama penulis menempuh
7. Pihak Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Dept. MSP IPB
dan Lab. Kimia Bersama Dept.Kimia. IPB, khususnya Mbak Lila atas
bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan analisis di
Laboratorium.
8. Muhammad Iqbal, M.Si, , Effin Mutaqin, S.Pi, Rizki Rizaldi Hidayat, S.Pi,
Tonny Ari Wibowo, S.IK, Afwan Syaugy, Arif Baswantara, R. Irfan Istiqom,
Ahmad Ridho dan Priagung Wicaksono atas bantuan, semangat, dan masukan
yang diberikan selama penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan ITK 45 dan seluruh warga ITK yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
10. Seluruh anggota Klub MIT (Marine Insrument and Telemetry) yang tidak
henti-hentinya memberi dukungan.
11. Pihak Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah membantu penulis
selama perkuliahan
12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata
penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bogor, Februari 2013
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Hirarki Kebutuhan Air ... 5
2. Tahapan Endapan dari Evaporasi Air Laut ... 8
3. Diagram Alir Pembuatan Alat ... 13
4. Bagian Bawah Alat Pemisah Garam dan Air Tawar ... 14
5. Bagian Atap Alat Pemisah Garam dan Air Tawar ... 15
6. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat ... 15
7. Proses Kerja Alat ... 16
8. Diagram Alir Variabel Pengukuran ... 17
9. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama lima hari dengan Air yang Sama ... 23
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton ... 5
2. Standar kualitas air minum ... 20
3. Standar kualitas garam ... 21
4. Kualitas air hasil destilasi selama lima hari ... 27
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data Hasil Uji Coba Lapang ... 33
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesulitan masyarakat di wilayah kepulauan dan daerah timur Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan air bersih saat ini masih dihadapkan banyak kendala,
sebagai contoh kejadian kekurangan air bersih bagi warga di Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu yang tidak mencukupi kebutuhan dalam satu hari (Dana, 2011).
Pulau Panggang dan sebagian besar pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu saat ini
hanya bergantung kepada curah hujan sebagai sumber air bersih. Hal ini
disebabkan oleh kondisi air tanah sudah tidak layak untuk konsumsi akibat
rembesan (intrusi) air laut ke dalam air tanah. Ketersediaan air bersih ini telah
berpengaruh terhadap kemungkinan perpindahan warga Pulau Panggang ke Pulau
Karya dan Pulau Pramuka ke wilayah yang memiliki kondisi relatif lebih baik.
Selain kebutuhan air, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah
kekurangan garam untuk kebutuhan individu. Saat ini Indonesia masih
mengimport garam dari negara lain dan jumlahnya melebihi angka 1,5 juta ton per
tahunnya (KKP, 2012). Di sisi lain, kondisi pesisir Indonesia yang memiliki
panjang garis pantai 81.000 km berpotensi untuk memproduksi garam.
Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah,
kelemahan-kelemahan mendasar mutu garam lokal yang terjadi adalah kandungan I (iodine)
yang rendah, sehingga tidak memenuhi standar menurut Badan Standarisasi
Nasional (BSN). Setidaknya terdapat 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi
oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih,
tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan
2
tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam kelas satu dan tidak kurang dari
94 % untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan
senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 - 80
ppm. Pemerintah melalui Kepmen No 77/1995 tentang Pengolahan, Pelabelan dan
Pengemasan Garam Beryodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat
sehingga memenuhi syarat SNI. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya
bergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan sedikit muatan teknologinya.
Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi dalam jangka panjang
menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat kekurangan
yodium.
Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang
hidup di kawasan pesisir. Karena potensi sumber daya alam hayati maupun
non-hayati, sumber daya buatan serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat. Namun hal ini tidak menjadikan sepenuhnya masyarakat
pesisir sejahtera. Masih rendahnya produktivitas mereka menyebabkan mereka
sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan dengan dikembangkannya
alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat menaikkan produktivitas
sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan
memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat
memanfaatkannya, air laut diolah terlebih dahulu secara praktis dan ramah
lingkungan dengan distilator tenaga surya (solar energy). Pemanfaatan tenaga surya untuk distilasi (penyulingan) air laut menjadi air tawar juga merupakan
3
Hidayat (2011) telah melakukan penelitian mengenai pembuatan rancang
bangun alat pemisah garam dan air tawar. Namun penelitian tersebut memiliki
beberapa kelemahan, antara lain kurangnya parameter untuk menentukan kualitas
air tawar yang dihasilkan serta garam yang dihasilkan kualitasnya masih rendah,
sehingga perlu dilakukan proses pencucian. Oleh karena itu, kegiatan pembuatan
alat pemisah garam dan air tawar ini dilakukan sebagai lanjutan dari penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya.
1.2. Tujuan
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari
bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari secara bertingkat.
Mengukur kandungan kimia dan fisik yang terdapat dalam garam dan air tawar
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan Air Masyarakat Pesisir
Air adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan sumber
kehidupan manusia. Sumberdaya air ini harus dapat dikelola secara profesional
agar ketersediaan air tawar sepanjang tahun tetap terjamin untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih. Air tanah sebagai salah satu sumber pasokan akan
kebutuhan air untuk berbagai aktivitas. Pemanfaatan air tanah dangkal (shallow
groundwater) di Indonesia tidak ada catatan kapan dimulainya, tetapi air tanah
dalam (deep groundwater) mulai dimanfaatkan pada 1948 dengan suksesnya
pengeboran artesis di benteng Prins Hendrik, Jakarta (Soetrisno, 1993).
Oleh karena itu pencarian sumber air lain yang dekat, yaitu air yang ada
dibawah permukaan tanah atau airtanah. Sebagian besar masyarakat pesisir di
Indonesia memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan akan air dalam
rumah tangganya. Semakin bertambahnya tahun dan meningkatnya populasi
manusia, kebutuhan masyarakat pesisir akan air bersih semakin meningkat pula.
Manusia memiliki berbagai kategori untuk memenuhi kebutuhan air
sehari-hari (Gambar 1). Semakin tinggi tingkat kuantitasnya, maka semakin
rendah kualitas air yang dibutuhkan.
2.2. Kebutuhan Garam di Indonesia
Garam merupakan salah satu komoditas yang sedang diprioritaskan
untuk dikembangkan oleh Kementrian Perindustrian dan Kementrian Kelautan
dan Perikanan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenperin (Tabel 1),
5
kemampuan produksi rata-rata berkisar antara 1,1-1,4 juta ton per tahun. Menteri
Kelautan dan Perairan, mengatakan bahwa kebutuhan untuk tahun 2011
diperkirakan mencapai 3,4 juta ton yang antara lain digunakan 1,6 juta ton untuk
konsumsi rumah tangga dan 1,8 juta ton garam untuk industri, dan diperkirakan
pada akhir tahun produksi garam lokal mencapai 1,4 juta ton garam (Prayanto,
2011). Kebutuhan akan garam diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta
ton pada tahun 2015 seiring dengan pertumbuhan industri penggunanya.
Tabel 1. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton
Uraian Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Pasokan Dalam Negeri 1.150.000 1.199.000 1.371.000 1.400.000 1.113.118 Kebutuhan Dalam Negeri 2.619.000 2.677.000 2.888.000 2.985.000 3.150.000
Industri CAP 1.320.000 1.350.000 1.560.000 1.638.000 1.700.000
Garam Konsumsi 680 687 693 707 805
Industri Pangan 444 455 460 465 470
Pengeboran Minyak 125 125 125 125 125
Lain-lain 50 50 50 50 50
sumber: Kemenperin (2013)
6
Walaupun Indonesia merupakan negara maritim, namun usaha
meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak, kebutuhan garam berkualitas baik
(kandungan kalsium dan magnesium) dan beryodium serta garam industri kurang
banyak diimpor dari luar negeri.
2.3 Energi Surya
Energi matahari atau energi surya merupakan energi yang murah dan
melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia, energi ini sangat potensial untuk
kebutuhan masyarakat sebagai energi alternatif. Persediaan alamiah energi panas
matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara
maksimal (Hasyim 2005).
Pemanfaatan energi surya secara langsung harus dipertimbangkan sifat-sifat
fisika dari sinar matahari. Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji
aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi
serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan
(transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energi cahaya (radian flux),
kerapatan aliran energi cahaya (radian flux density), intensitas terpaan
(irradiance), dan intensitas pancaran cahaya (emmitance). Energi surya sudah
banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain : pencahayaan,
pemanasan, memasak, desinfektisasi, dan desalinisasi.
2.4. Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke
bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian
7
cairan yang mengembun (Cammack, 2006). Salvato (1972) mengemukakan
bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar.
Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas
buatan, destilasi tenaga surya, elektrodialisis, osmosis, gas hidrasi dan
pembekuan. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi
destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan
destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air
laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan
spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup
kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004) menyatakan
bahwa dengan destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48
cm bisa dihasilkan air tawar 6-8 l/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan
bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas yang sama, mampu
menghasilkan air tawar sebanyak 1,34 – 2,95l l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
Dalam proses destilasi ada beberapa tahapan mineral yang terendapkan,
hal tersebut dikarenakan mineral-mineral yang terdapat dalam air laut memiliki
massa jenis partikel yang berbeda (Gambar 2), diketahui bahwa pada saat air
menguap sebesar 81%, 90.5%, dan 96% senyawa yang mengendap secara berurut
adalah CaCO3, CaSO4, NaCl, dan K & Mg (Wright, 1995). Sehingga berdasarkan
endapan tersebut kita dapat memisahkan zat pengotor dalam proses pembuatan
8
2.5. Perpindahan Bahang 2.5.1. Konduksi
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi
perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Bahang
mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding
dengan gradien suhu normal :
~�
� ...(1)
Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan,
maka:
= −� �� ...(2)
Pada konstanta diatas tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum
termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah, dimana :
A = Luas permukaan (m²)
K = konduktifitas thermal kaca yaitu sebesar 1,83 W/m.°C
q = Laju perpindahan kalor (W)
9
�
� = gradien suhu ke arah perpindahan kalor
2.5.2. Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan
energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui
perantara atau pada ruang hampa. Mekanisme disini adalah sinaran atau radiasi
elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal atau
benda hitam adalah :
= �. . ( 4.− 4) ...(3)
Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam
saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila
aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi
paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi
alamiah (Som, 2008).
Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan
hukum pendinginan Newton sebagai berikut :
= ℎ. . ( − ) ...(4)
10
h = Koefisien konveksi (W/m2.oK) A = Luas permukaan (m2)
= Temperatus air (oK) = Temperatur kaca (oK)
2.6 Standar Kualitas Garam
Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu :
1. Kualitas 1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri
maupun untuk konsumsi, dengan komposisi sebagai berikut :
 NaCl : 97,46 %
 CaCl2 : 0,723 %
 CaSO4 : 0,409 %
 MgSO4 : 0,04 %
 H2O : 0,63 %
 Impurities : 0,65 %
2. Kualitas 2 yaitu kualitas dibawah Kualitas 1, garam jenis ini harus dikurangi
kadar berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara
fisik garam Kualitas 2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab.
3.
Kualitas 3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September
2012. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pembuatan alat, uji
coba alat dan uji hasil. Pembuatan alat dilakukan dari bulan Februari sampai
dengan April di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kemudian uji coba alat
dilakukan di SLK (Stasiun Lapang Kelautan) Pelabuhan Ratu, Jawa Barat pada
bulan Mei 2012 dan pengujian hasil di lakukan di Lab. Produktivitas dan
Lingkungan Perairan Dept. MSP dan Lab. Kimia Bersama Dept.Kimia pada bulan
September 2012 (Lampiran 2)
3.2. Alat dan Bahan
Dimensi dan bahan yang digunakan pada alat pemisah garam dan air tawar
ini adalah:
1) Rangka luar terbuat dari kayu Borneo dengan ukuran luas penampang 5x10
cm.
2) Rangka dalam terbuat dari kayu Borneo dengan ukuran luas penampang 5x7
cm.
3) Penutup bagian atas alat terbuat dari kaca transparan dengan ketebalan 5
mm yang diberi bingkai alumunium.
4) Alas terbuat dari keramik warna hitam.
5) Insulator terbuat dari styrofoam dengan ketebahan 3 cm.
12
7) Bak penampung air laut terbuat dari keramik dengan kapasitas 158 liter,
sedangkan bak penampung air tawar menggunakan drum berkapasitas 60
liter.
8) Penyaring air terbuat dari penyaring sederhana untuk menyaring air
3.3. Pembuatan Alat
Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup
perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur
sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah,
perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan
perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model
meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan
bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat
korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang
tidak korosif.
Perancangan model dilakukan berupa pengujian desain dalam bentuk
miniatur. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah desain yang dibuat sudah dapat
bekerja secara optimal. Apabila kinerja dari model belum dapat bekerja secara
optimal maka perlu dilakukan perubahan pada desain yang telah dibuat,
sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap
berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak,
pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar.
13
alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran
parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi.
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat
3.4. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat
Alat pemisah garam dan air tawar bertingkat ini merupakan alat destilasi
dengan prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model
Model Sesuai
Ya
Tidak
Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi
Ujicoba
Berhasil Selesai Tidak
14
(Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran dengan ukuran
200 x 120 x 5 cm (a) terbuat dari bahan keramik warna hitam. Pemilihan warna
hitam bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bak penjemuran menyerap
kalor. Selain sebagai wadah penjemuran air, bak tersebut juga berperan sebagai
kolektor pelat datar yang berfungsi untuk menyerap panas. Energi matahari akan
memanasi permukaan pelat kolektor secara langsung sehingga panas yang terserap
lebih besar. Untuk mengurangi kehilangan energi panas ke lingkungan maka di
sisi luar bak penjemuran dilapisi insulator (b) berupa sterofoam dengan ketebalan
3 cm. Pada bagian luar, sebagai penahan atap ruang evaporasi dibuat cassing dari
kayu dengan ketebalan 6 cm (c). Pada bagian bawah ini juga terdapat saluran air
tawar hasil destilasi (d) yang terbuat dari pipa PVC.
Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk
menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi
terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60
cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak
Keterangan:
(a)= Bak penjemuran
15
penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih
sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas
matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik
yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk
mengalirnya air. Kedua bagian tersebut kemudian dibuat menjadi dua secara
bertingkat (Gambar 6)
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
Keterangan:
(e)= almumunium
(f)= kaca
16
3.5. Proses Pengambilan Data
Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur setengah dari
input air laut (20 liter) pada wadah pertama, kemudian dialirkan ke wadah kedua
hingga semua air tersebut menguap (Gambar 7). Selama proses penjemuran
tersebut dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume
air hasil destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk..
Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai
dengan pukul 15.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan
pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air
destilasi yang di tampung diukur per hari menggunakan gelas ukur. Suhu diukur
menggunakan termometer raksa dengan pencatatan tiap 30 menit. Semua endapan
garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya menggunakan
timbangan digital.
Air (20 l) dimasukkan ke dalam rumah kaca 1 (atas)
Proses kondensasi 1 oleh matahari hingga air
17
3.6. Variabel Penelitian
Variabel yang diukur mencakup suhu lingkungan, suhu air laut di dalam
ruang evaporasi, suhu kaca penutup ruang evaporasi, dan volume air tawar yang
dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja
dari alat destilator (Gambar 8).
3.7. Teori Operasi
Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas �� � , dipindahkan ke
tutup dengan cara konveksi ( � ), radiasi (qrad), dan penguapan ( � ). Dengan
asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka
kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan
�� � = � + + � ……….………(5)
Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan
� = 8,84 × 10−4 − +268900� −�−� ×
1 3
× ( − )…(6)
dimana � − � adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari tabel uap pada temperatur (K) air ( ) dan kaca ( ).
Komponen penguapan ditentukan dengan persamaan
Destilator Tenaga Surya Dan Filtrasi Air
 Suhu lingkungan  Suhu air laut di dalam
ruang evaporasi  Suhu kaca penutup
ruang evaporasi  Volume air
Efisiensi / unjuk kerja model alat
 Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca  Jumlah dan kualitas air tawar yang dihasilkan
 Jumlah dan kualitas garam yang dihasilkan
18
� = 16,27 × 10−3× � × � −�− ………...(7)
Sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan
qrad =�×� × 4− 4 ………...(8)
Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus
muap = quap
hfg ………(λ)
Setelah mengetahui laju penguapan maka kita dapat menentukan ukuran bak
pengeringan dengan persamaan
= v ………...(10)
Dimana :
A = luas Penampang (m²)
v = Volume yang ingin dihasilkan (l)
q = Laju penguapan (w)
3.8. Analisis Laboratorium
Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Produktivitas dan Lingkungan
Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB untuk
pengujian kualitas air dan Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia,
FMIPA-IPB untuk pengujian kualitas garam. Salinitas diukur menggunakan
refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital. Penentuan
TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai berikut :
a) Kertas saring disiapkan dan cawan penguapan dipanaskan dengan suhu 105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator
selama ± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering).
19
c) Masing-masing sampel disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui
beratnya.
d) Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit lalu.
e) kemudian diimbang untuk mengetahui beratnya (berat basah).
f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus :
= −� �× 1000...(11)
dimana :
= Berat basah (gr)
� = Berat kering (gr)
V = Volume sampel (l)
3.9. Analisis Data
Hasil dari penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila kualitas garam
dan air tawar yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Kemudian penyimpulan lainnya berdasarkan kualitas garam yang terdapat pada
tiap wadah. Apabila terdapat perubahan nyata antara kualitas wadah pertama dan
kedua, maka penelitian ini dapat dikatakan berhasil. Berikut adalah standar mutu
yang telah ditetapkan menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No
416/MENKES/PER/IX/1990 dan Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium
20
Kesadahan total 500 500 mg/lCaCO3
Klorida 250 600 mg/l
*)Baku Mutu Air Minum menurut MENKES RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002
**)Baku Mutu Air Bersih Berdasarkan Peraturan MENKES RI.No.416/MENKES/PER/IX/1990
21
Sumber : Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium SNI 01-3556-199 Materi Standar Mutu Garam Kualitas 1 (%)
NaCl Minimal 97,46
CaCl2 Maksimal 0,72
CaSO4 Maksimal 0,41
MgSO4 Maksimal 0,04
Lain-lain Maksimal 1,37
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Coba Lapang
Pada penelitian ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses
destilasi, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal pada proses destilasi
ini adalah suhu lingkungan dan faktor internalnya adalah kerapatan dari ruang
evaporasi. Kedua hal tersebut yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya
produktivitas suatu alat destilasi air laut. Parameter yang diukur antara lain suhu
air, kaca, dan lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan didapat nilai suhu yang berbeda pada tiap harinya
tergantung dari besarnya intensitas matahari yang diterima. Proses destilasi
berlangsung selama 5 hari, dengan suhu lingkungan berkisar antara 27-34 oC (lampiran 1). Nilai suhu terendah terjadi diakibatkan cuaca mendung yang biasa
terdapat pada saat sore hari. Nilai suhu lingkungan sangat berpengaruh erat
terhadap nilai suhu kaca dan kemudian berdampak terhadap suhu air. Hal ini
disebabkan lamanya penyinaran terik matahari pada kaca akan meningkatkan suhu
pada kaca, kemudian suhu air ikut meningkat pula. Hal tersebut terjadi disebabkan
adanya proses radiasi serta penyerapan bahang dari energi matahari. Namun suhu
kaca relatif lebih mudah menurun apabila suhu lingkungan menurun dibandingkan
dengan suhu air. Hal ini dikarenakan air merupakan zat penyimpan panas yang
23
Gambar 9. Grafik suhu hasil pengukuran selama lima hari dengan air yang sama.
Penelitian ini menggunakan konsep green house effect (efek rumah kaca)
untuk meningkatkan suhu pada ruang evaporasi. Wisnubroto (2004) mengatakan
bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( ) antara 0,3-3 m, dan
hanya panjang gelombang antara 0,32-2 m yang mampu menembus kaca
transparan dengan membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari
mengalami perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 m menjadi 3-80 m.
24
evaporasi. Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan
terakumulasi sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2 Laju Penguapan
Proses destilasi berlangsung selama lima hari, dan diperoleh produksi
rata-rata air dalam setiap hari adalah 2.6 l per hari. Air tawar yang dihasilkan disini
merupakan uap dari air laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan
melalui pipa menuju bak penampung air tawar. Jumlah air tawar hasil destilasi
terendah terdapat pada hari terakhir yaitu sebesar 0.54 liter. Hal ini dikarenakan
air yang terdapat pada alat destilasi sudah habis, berlangsung hanya selama ±180
menit. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari keempat (Gambar 10). Pada
hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga dapat
menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara
30-34oC, dengan rata-rata 32.08oC.
Hari ke- kuantitas air destilasi
volume air per hari
25
Proses penguapan pada ruangan evaporasi akan semakin baik apabila suhu
air dalam ruang evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair
maka pergerakan molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi
tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses
perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan). Selanjutnya setelah proses
penguapan, terdapat proses pengembunan yang merupakan proses akhir dari
destilasi. Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang
evaporasi. Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan
semakin cepat terjadi. Kedua hal tersebut yang mempengaruhi kuantitas air hasil
destilasi yang dihasilkan.
Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di bawah 100 oC namun secara teori air akan mendidih pada suhu 100 oC pada keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki suhu yang tinggi
akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara dalam ruang
evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian penutup yang
memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada evaporator, maka
akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan suhu evaporator
tersebut berada di bawah titik uap air secara normal.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, kuantitas air hasil destilasi belum
maksimal. Hal tersebut disebabkan masih terdapat sedikit kebocoran pada alat
destilasi dan kondisi sinar matahari yang kurang mendukung. Kondisi sinar
matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air) yang
maksimal, sehingga menghasilkan air embun (air destilasi) yang maksimal juga.
26
tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari – April laju
evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni – September.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada
periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.
4.3. Kualitas Air Destilasi
Air yang dihasilkan pada penelitian ini secara umum sudah layak untuk
dikonsumsi . Hal tersebut dikarenakan air ini sudah memenuhi standar baku mutu
air minum menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 dan
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.416/MENKES/PER/IX/1990. Beberapa
parameter yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.
Selama proses penguapan air pada ruang evaporasi terjadi pengendapan
dari zat-zat yang terkandung di air tersebut sebelumnya. Zat yang mengendap dari
air laut merupakan unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities
(berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain). Endapan tersebut
merupakan hasil sampingan (sisa) dari alat destilasi ini. Akan tetapi hasil sisa ini
masih bisa dimanfaatkan kembali sebagai garam untuk berbagai keperluan rumah
tangga maupun industri.
4.5. Kualitas Garam Destilasi
Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 632
gram dari 20 liter sampel air laut. Jumlah garam tersebut merupakan jumlah dari
total dua wadah destilasi. Garam pada wadah pertama merupakan hasil dari 50%
27
Tabel 4. Kualitas air hasil destilasi selama lima hari
Parameter air destilasi BM *) BM **) Satuan
Tabel 5. Kualitas garam hasil destilasi selama lima hari
*)Baku Mutu Air Minum menurut MENKES RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002
28
Garam yang dihasilkan pada proses destilasi alat ini mash belum
memenuhi standar. Namun berdasarkan hasil yang didapat kinerja alat ini sudah
sesuai dengan teori tahapan endapan evaporasi air laut. Hal tersebut dapat dilihat
pada perbedaan presentase kadar garam yang dihasilkan pada wadah 1 dan wadah
2. Wadah 1 berfungsi untuk mengendapkan hasil sampingan dan wadah 2
berfungsi untuk menghasilkan garam yang bersih. Hanya saja pada penelitian ini
perbandingan kadar air pada wadah ini 50:50. Sehingga masih terdapat hasil
sampingan pada wadah kedua (bersih).
4.5. Nilai Ekonomis
Dari penelitian ini menunjukkan bahwa alat destilasi dengan
memanfaatkan tenaga surya mampu menghasilkan air tawar sebanyak 2.6 l/hari.
Namun saat musim kemarau permintaan air bersih akan meningkat, sehingga
besar kemungkinan harga air bersih akan melonjak. Pembuatan alat ini
menghabiskan biaya Rp.1.600.000,- , suatu biaya yang tak begitu besar bila
dibandingkan dengan manfaatnya. Alat ini akan dapat menghasilkan air tawar
yang lebih maksimal apabila tidak terdapat kebocoran dan dioperasikan pada
musim kemarau. Karena alat ini sangat ketergantungan dengan banyak dan
29
kekurangan air dapat diatasi dengan adanya alat destilasi ini. Khususnya pada
daerah tertentu seperti Kalimantan dan pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar
menjadi sangat langka. Alat ini juga dapat bermanfaat pada saat terjadi bencana
alam pada suatu daerah pesisir. Karena pada saat setelah terjadi bencana
masyarakat sulit mendapatkan air bersih, contohnya pada saat gempa di wilayah
Pariaman, Sumatra Barat. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya
menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air.
Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal
penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Ketersediaan alamiah
energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan
secara maksimal (Abdullah, 2005). Disamping itu, destilator tenaga surya
memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan
yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus
untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud.
Selain air tawar, alat ini juga potensial untuk memproduksi garam dengan
kualitas yang cukup baik. Dikarenakan proses produksi garam dilakukan dalam
wadah evaporasi yang tertutup, petani garam tidak perlu khawatir dengan adanya
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat destilasi ini mampu
menghasilkan air tawar dengan rata-rata 2.6 liter per hari. Selain air tawar, yang
dihasilkan dari alat destilasi ini adalah garam sebanyak 632 gram per 5 hari untuk
20 liter air laut. Berdasarkan uji laboratorium kualitas air yang dihasilkan alat ini
sudah layak konsumsi karena sudah memenuhi standar baku mutu air minum
menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 dan Peraturan
Menteri Kesehatan RI. No.416/MENKES/PER/IX/1990. Akan tetapi kualitas
garam yang dihasilkan masih belum memenuhi standar baku mutu. Hal tersebut
dikarenakan kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan masih di bawah standar.
5.2 Saran
Perlu dilakukan percobaan perbandingan penguapan yang berbeda-beda antara
wadah 1 dan 2, dimana wadah 1 harus memiliki jumlah penguapan yang lebih
besar dibandingkan dengan wadah 2. Dengan harapan pada wadah kedua mampu
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sugeng. 2005. Distilator Tenaga Surya, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Yogyakarta.
Cammack, R. 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press. New York. 720 h.
Dana G, Buana S. 2011. Analisis Perbandingan Pola Pasokan Air Bersih di Wilayah Kepulauan. Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 9 h.
Direktorat Jendral Industri Kimia dan Pustand (Pusat Standardisasi -
Depperindag) Balai Indusri Semarang. 1994. Penyusunan Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium. Semarang. SNI 01-3556-2000/Rev.9
Enger, E. D dan Bradley, S. 2009. Environtmental Science: A Study of Interrelationship. McGraw-Hill New York. 512 h.
Hasyim, I. 2006. Siklus krisis di sekitar energi. Proklamasi Publishing House. Jakarta. 170 h.
Hidayat, R. R. 2011. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari. Fakultas Peikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag. University of California. 202 h.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 16 h.
Kemenperin [Kementrian Perindustrian Republik Indonesia]. 2012. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton. Jakarta
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 175 h.
Marsum, A. dan Widiyanto, A. 2004. Efisiensi model destilator tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut. Poltekkes Depkes RI. Semarang. 367h.
32
Salvato, J. A. 1972. Environmental engineering and Ssnitation, Wiley-Interscience. University of California. 919 h.
Soetrisno S., dan Juanda D.,1λλ3,”Kontribusi Hidrogeologi dalam Kawasan
Lindung Airtanah”, PIT IAGI ke 22, Bandung.
Som, S. K. 2008. Introduction To Heat Transfer. PHI Learning Private. New Delhi. 563 h.
Syahrudin. 2005. Hidrologi Pantai dan Kebutuhan Air Masyarakat Pesisir. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1397
World Health Organization (WHO). 1998. Jumlah Air Minimal yang Dibutuhkan Untuk Keperluan Rumah Tangga. Technical Notes for Emergencies.
Regional Office for South-East Asia. New Delhi.
Wright J, Angela C. 1995. Seawater: Its Compotition, Properties and Behavior. The Open University. England. 31-32 h.
33
34
Lampiran 1. Data hasil ujicoba lapang
Hari/Tanggal : Jumat, 25 Mei 2012 = 1.025 ltr
Rata-rata 31.307692 43.61538 42.53846 Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Mei 2012 = 4.502 ltr
35
Hari/Tanggal : Minggu, 27 Mei 2012 = 8.383 ltr
Waktu Lokal Suhu (
Rata-rata 31.615385 48.461538 46.38462 Hari/Tanggal : Senin, 28 Mei 2012 = 12.477 ltr
Waktu Lokal Suhu (
36
Hari/Tanggal : Selasa, 29 Mei 2012 = 13.017 ltr
Waktu Lokal Suhu (
Rata-rata 32.153846 51.14286 50.142857
Lampiran 2. Foto Kegiatan
37
Proses input air laut ke dalam wadah
38
Perbaikan alat di lapang
39
Penimbangan garam untuk dianalisis
40
41
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 14 September 1990 dari ayah
bernama Suwedi dan ibu bernama Simar. Penulis merupakan
anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas 30
Jakarta. Pada tahun itu juga penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, dan tahun 2009 masuk di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu: Anggota
Departemen Kewirausahaan Himiteka periode 2009/2010, Wakil Ketua Himiteka
periode 2010/2011, Wakil Presiden Klub Marine Instrumen and Telemetry
periode 2011/2012 dan Presiden Klub Marine Instrumen and Telemetry periode
2012/2013. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Dasar-dasar
Instrumentasi Kelautan, Instrumentasi Kelautan pada tahun 2010 sampai dengan