SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh :
DWI JANITA RILDASARI 0713010124/ FE/ EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
PENERIMAAN PPh ORANG PRIBADI
(Studi Pada KPP PRATAMA GRESIK UTARA)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
DWI JANITA RILDASARI 0713010124/ FE/ EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Disusun Oleh :
DWI JANITA RILDASARI 0713010124/ FE/ EA Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 27 Mei 2011
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak Dr. Indrawati Yuhertiana, MM, Ak Sekretaris
Drs. Ec. Sjafi’i, MM, Ak Anggota
Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak dan Sistem Pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi (Studi Pada KPP Pratama Gresik Utara) “.
Penyususunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit sekali bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Pada kesempatan yang baik ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini. Dengan rasa hormat yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. R. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Rina Moestika Setyaningrum, SE, MM selaku Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan selama menuntut ilmu di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk serta pemikiran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Segenap Pimpinan dan Staf KPP Pratama Gresik Utara yang telah memberikan bimbingan dan data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kedua Orang Tuaku, kakak dan adik yang sangat saya sayangi dan cintai yang telah memberikan semangat, dukungan dan dorongan moril serta keikhlasan doa yang tiada hentinya.
doanya.
Penulis juga mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi peneliti lain yang tertarik untuk mendalaminya di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Mei 2011
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAKSI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1. Penelitian Terdahulu ... 12
2.2. Perbedaan dan Persamaan Penelitian Yang Dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu... . 18
2.3. Landasan Teori ... 19
2.3.1. Pajak ... 19
2.3.1.1. Definisi Pajak... .. 19
Pajak ... 20
2.3.1.4. Klasifikasi Pajak ... 24
2.3.1.5. Sistem Pemungutan Pajak ... 25
2.3.2. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) ... . 27
2.3.2.1. Definisi PPh Badan………... 27
2.3.2.2. Subjek Pajak……… ... . 27
2.3.2.3. Objek Pajak………. ... 29
2.3.2.4. Penghasilan Bukan Objek Pajak.…………. 31
2.3.2.5. Tarif Pajak……….. ... 33
2.3.3. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-undang dan Peraturan Perpajakan (X1) Terhadap Penerimaan PPh OP (Y) ... 34
2.3.4. Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2) Terhadap Penerimaan PPh OP (Y) ... 36
2.3.5. Pengaruh Sistem Pemungutan (X3) Terhadap Penerimaan PPh OP (Y)……... ... 38
2.3.6. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak (X1), Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2), dan Sistem pemungutan (X3) Terhadap Penerimaan PPh OP (Y)... 41
2.4. Kerangka Pikir ... 42
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45
3.1.1. Definisi Operasional ... 45
3.1.1.1. Variabel Bebas (X)……… 45
3.1.1.2. Variabel Terikat (Y)……….. 46
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 47
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 50
3.2.1. Objek Penelitian ... 50
3.2.2. Populasi ... 50
3.2.3. Sampel ... 50
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.3.1. Jenis Data ... 53
3.3.2. Pengumpulan Data ... 53
3.4. Uji Kualitas Data ... 54
3.4.1. Uji Validitas ... 54
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 55
3.4.3. Uji Normalitas ... 55
3.5. Uji Asumsi Klasik, Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 56
3.5.1. Uji Asumsi Klasik ... 56
3.5.2. Teknik Analisis ... 60
3.5.3. Uji Hipotesis ... 61
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 63
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik Utara ... 63
4.1.2. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik Utara ………. 65
4.1.3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik Utara……….... 66
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 70
4.2.1. Deskripsi Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) ... 70
4.2.2. Deskripsi Variabel Kesadaran Perpajakan (X2) ... 72
4.2.3. Deskripsi Variabel Sistem Pemungutan(X3) ... 73
4.2.4. Deskripsi Variabel Penerimaan PPh (Y) ... 75
4.3. Deskripsi Hasil Pengujian ... 76
4.3.1. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas ... 76
4.3.1.1. Pengujian Validitas ... 76
4.3.1.2. Pengujian Reliabilitas ... 78
4.3.1.3. Pengujian Normalitas ... 80
4.4. Uji Asumsi Klasik ... 81
4.4.1. Uji Multikolinieritas ... 81
4.4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 82
4.7. Uji Hipotesis dan Pembahasan ... 87
4.7.1. Uji Kesesuaian Model ... 87
4.7.2. Uji t ... 88
4.8. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90
4.9. Perbedaan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu .... 94
4.10. Keterbatasan Penelitian ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
5.1. Kesimpulan ... 96
5.2. Saran ... 96
Tabel 1.1. Data Jumlah Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama Gresik Utara tahun 2009 – 2010 ... 6 Tabel 1.2. Data Jumlah Penerimaan PPh di KPP Pratama Gresik Utara tahun
2009 – 2010 ... ... 7 Tabel 4.1. Rekapitulasi Jawaban Responden mengenai Variabel
Pemahaman Wajib Pajak (X1) ... 71 Tabel 4.2. Rekapitulasi Jawaban Responden mengenai Variabel Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak (X2) ... 72 Tabel 4.3. Rekapitulasi Jawaban Responden mengenai Variabel Sistem
Pemungutan (X3) ... 74 Tabel 4.4. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Penerimaan PPh
Orang Pribadi (Y) ... 75 Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Pemahaman
Wajib Pajak (X1) ... 76 Tabel 4.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak (X2) ... 77 Tabel 4.7. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Sistem Pemungutan
(X3) ... 77 Tabel 4.8. Hasil Uji Validitas Instrumen kuesioner Variabel Sistem Pemungutan
Tabel 4.11. Hasil Multikoliniearitas ... 82
Tabel 4.12. Hasil Heteroskedastisitas ... 83
Tabel 4.13. Statistik Deskriptif ... 84
Tabel 4.14.Persamaan Regresi ... 85
Tabel 4.15. Uji Kesesuaian Model ... 87
Tabel 4.16. Hasil Analisis Simultan ... 88
Gambar 2.1. Kerangka Pikir... 43 Gambar 4.1. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Data Tabulasi Jawaban Responden
Lampiran 3.1 Data Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1)
Lampiran 3.2 Data Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2)
Lampiran 3.3 Data Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sistem Pemungutan (X3)
Lampiran 4.1 Data Uji Normalitas
Lampiran 4.2 Data Uji Multikolonieritas dan Data Uji Heteroskedastisitas Lampiran 4.3 Persamaan Regresi
Oleh :
DWI JANITA RILDASARI
ABSTRAKSI
Selama ini berlaku anggapan bahwa keberadaan sesuatu Negara ditopang oleh tiga pilar utama, yakni adanya penduduk, wilayah teritorial yang jelas dan adanya pemerintahan yang mendapat pengakuan internasional, namun masih ada pilar yang keempat yang tak kalah penting, yakni topangan sistem perpajakan yang berjalan dengan baik, adil dan bersih. Usaha pemerintah dalam pengoptimalan penerimaan Negara dari sektor pajak ini harus dimulai dengan kesadaran dan tanggungjawab masyarakat untuk mewujudkannya, dimana Wajib Pajak berkewajiban menghitung besarnya pajak yang terutang dengan benar dan dapat mengisi serta menyampaikan Surat Pemberitahuan secara benar dan tepat waktu guna meningkatkan pemasukan pajak kas Negara dan menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk membuktikan dan menguji secara empiris pengaruh pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak, dan sistem pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak berpengaruh secara parsial terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi.
Populasi dalam penelitian ini adalah 50 Wajib Pajak Pengusaha Kopyah (WP Orang Pribadi) di Kecamatan Gresik. Teknik penentuan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Purposive Sampling ditemukan sampel berjumlah 32 Wajib Pajak Pengusaha Kopyah (WP Orang Pribadi). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan uji hipotesis uji kesesuaian model dan uji t.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian ini Pemahaman Wajib Pajak dan Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi, sehingga hipotesis penelitian ini terbukti kebenarannya. Sementara untuk Sistem Pemungutan Yang Melekat Pada Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi, sehingga hipotesis penelitian ini tidak terbukti kebenarannya.
Keyword : Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan
1.1. Latar Belakang Masalah
Selama ini berlaku anggapan bahwa keberadaan sesuatu Negara
ditopang oleh tiga pilar utama, yakni adanya penduduk, wilayah teritorial
yang jelas dan adanya pemerintahan yang mendapat pengakuan
internasional, namun masih ada pilar yang keempat yang tak kalah penting,
yakni topangan sistem perpajakan yang berjalan dengan baik, adil dan
bersih.
Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan
masyarakat dan Negara, saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang
paling asing bagi masyarakat Indonesia, sebagian kalangan telah
menempatkan pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu
merupakan sarana untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan
tugas bernegara yang ditangani oleh pemerintah. Indikasi ini terlihat dari
semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak, demikian juga keikutsertaan
masyarakat dari berbagai kalangan apabila ada penyelenggaraan kegiatan
mengenai perpajakan.
Sejarah pemungutan pajak telah ada sejak jaman nenek moyang
yang dikenal dengan upeti, yaitu pemberian hasil bumi kepada raja sebagai
tanda bakti rakyat kepada raja, hal inilah yang kemudian melatarbelakangi
raja dalam memelihara kepentingan Negara, seperti menjaga keamanan
Negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai, dan lain
sebagainya (Gardina dan Haryanto, 2006: 10).
Usaha pemerintah dalam pengoptimalan penerimaan Negara dari
sektor pajak ini harus dimulai dengan kesadaran dan tanggungjawab
masyarakat untuk mewujudkannya, dimana Wajib Pajak berkewajiban
menghitung besarnya pajak yang terutang dengan benar dan dapat mengisi
serta menyampaikan Surat Pemberitahuan secara benar dan tepat waktu
yang tercemin pada pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Perpajakan No. 9
tahun 1994 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan, yang
berbunyi sebagai berikut : ‘Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di indonesia,
wajib menyelenggarakan pembukuan”, tetapi mengapa para wajib pajak
pada dasarnya tidak mempunyai kerelaan untuk membayar pajak apalagi
setelah diketahui uang hasil pajak tidak bisa dirasakan secara langsung
manfaatnya (Munari, 2005: 120).
Beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong
Wajib Pajak untuk membayar pajak, terdapat tiga bentuk kesadaran utama
terkait pembayaran pajak yaitu Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan
bentuk partisipasi dalam menunjang pembagunan Negara, dengan
menyadari hal ini Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak
dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan
negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan
pengurangan beban pajak sangat merugikan Negara. Wajib Pajak mau
membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak
dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya
finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan Negara.
Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan
dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar karena pembayaran pajak
disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban
mutlak setiap warga negara (Tatiana dan Priyo, 2009: 8-9).
Pada masa sebelum Peraturan Perpajakan tahun 1983
diberlakukan, diterapkan Official Assessment System dimana dalam sistem
pemungutan pajak ini memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang)
oleh seseorang, dengan sistem ini wajib pajak bersifat pasif dan menunggu
dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak
seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak, tetapi setelah
tahun 1983 berdasarkan Undang-undang Perpajakan Tahun 1983 dan
berlalu di Indonesia sejak tahun 1984 sampai sekarang diterapkan Self
Assessment System, dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri
besarnya utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajak aktif, sedangkan fiskus
seseorang, kecuali wajib pajak melanggar ketentuan yang berlaku (Google,
www.skripsi.blog.dada.net).
Namun dalam pelaksanaannya, sistem pemungutan pajak
berdasarkan sistem Self Assessment ini mengandung banyak kelemahan.
Sedangkan hal yang terpenting yang mempengaruhi keberhasilan sistem ini
adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan sistem
Self Assessment tersebut, dalam sistem ini Direktorat Jenderal Pajak sesuai
dengan fungsinya sebagai fasilitator berkewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Jeanny Irenne, 2006).
Tujuan Pemerintah dalam melakukan perubahan kebijakan di
bidang perpajakan tentunya guna meningkatkan pemasukan pajak kas
Negara dan menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan
tersebut (peraturan perundang-undangan perpajakan) seharusnya mengatur
sistem perpajakan secara menyeluruh yang sejalan dengan perkembangan
perekonomian saat ini dan di masa yang akan datang. Pemerintah dalam
menjalankan fungsi pajak (budgetair dan regulerend) salah satunya tentu
saja membutuhkan sistem penetapan pajak yang efisien, fleksibel, dan
terintegrasi dengan sistem subsistem secara internal dan sistem yang lain
secara eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang kebijakan
pendapatan Negara (fiscal policy) (Sofyan, 2003: 29).
Ditinjau dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi dua fungsi yaitu
(mengatur). Fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan, sedangkan fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, dari
kedua fungsi ini, pada dasarnya pemerintah ingin kembali menegaskan
peranan penting pajak baik sebagai alat penerimaan Negara seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, maupun sebagai alat untuk melaksanakan
berbagai kebijakan di bidang sosial dan ekonomi (Siti Resmi, 2009: 3).
Pajak penghasilan sebagai suatu pajak yang dikenakan terhadap
subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Salah satu subyek pajak adalah badan, terdiri dari perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,
lembaga dana pensiun dan bentuk badan usaha lainnya. Dengan demikian,
pajak penghasilan badan yang dikenalkan terhadap salah satu bentuk usaha
tersebut, atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun
pajak (Laode Syamri, 2010).
Fenomena yang terjadi sekarang yaitu perkembangan jumlah Wajib
Pajak semakin meningkat. Padahal jika dilihat dari realita yang ada,
sebagian dari mereka berusaha untuk menghindar dari pajak, baik itu
perlakuan yang pasif sampai dengan perlakuan yang aktif. Dari realita
tersebut nampak berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Gresik dimana
penulis menggunakan lokasi tersebut sebagai obyek penelitian. Di
Kabupaten Gresik, jumlah WP yang terdaftar dan memenuhi kewajiban
perpajakannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Terbukti sampai
dengan tahun 2009 hingga sampai dengan tahun 2010, jumlah WP yang
memenuhi kewajiban perpajakannya terus meningkat, tampak dalam tabel
berikut ini:
Tabel 1.1. : Data Jumlah Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama Gresik
Utara tahun 2009 – 2010
Periode Jumlah Wajib Pajak
Kabupaten Gresik
s/d tahun 2009 35.692 WP
s/d tahun 2010 44.821 WP
Tabel 1.2. : Data Jumlah Penerimaan PPh di KPP Pratama Gresik Utara
tahun 2009 – 2010
Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan
s/d tahun 2009 311.042.162.064 297.265.357.632
s/d tahun 2010 318.614.602.393 302.837.797.961
Sumber : KPP Pratama Gresik Utara
Dari tabel di atas terlihat bahwa perkembangan jumlah WP
semakin meningkat setiap tahunnya. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa
seberat apapun atau seterpaksa apapun pemenuhannya, masyarakat tetap
berusaha memenuhi kewajiban perpajakannya, baik dengan cara yang
melanggar hukum ataupun yang menaati hukum dan peraturan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi dalam pelunasan pajak
terhutangnya, Wajib Pajak belum sepenuhnya sadar betul akan sanksi yang
ditimbulkan atas keterlambatan pembayaran hutang pajaknya. Sehingga
target yang dianggarkan oleh Kantor Pajak Gresik belum tercapai pada
tahun 2009 - 2010.
Pemahaman Wajib Pajak atas ketentuan maupun peraturan
perpajakan yang berlaku harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga Wajib
Pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar
pajak yaitu PPh Orang Pribadi, selain pemahaman dan kesadaran yang
diperhatikan oleh segenap pihak instansi yaitu Kantor Pelayanan Pajak
dalam proses pembayaran atau pelunasan pajak.
Sistem pemungutan dalam hal ini birokrasi pembayaran PPh
Orang Pribadi yang telah diterapkan ternyata rumit bagi wajib pajak, maka
wajib pajak lebih cenderung enggan dalam pembayaran pajak tersebut,
dengan adanya kecenderungan ini, maka keberhasilan penerimaan PPh
Orang Pribadi menjadi tidak maksimal dan rencana penerimaan pajak yang
telah ditargetkan akan menjadi jauh dalam pencapaian (jauh tercapai) atau
menurun dari harapan pemerintah.
Menurut Mu’minatus Sholichah dan Istiqomah (2005) dari hasil
penelitiannya membuktikan bahwa faktor yang melekat pada wajib pajak
yang berupa kesadaran, pemahaman dan kemampuan wajib pajak
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan,
selain itu tidak terlepas dari perilaku wajib pajak itu sendiri yang terbentuk
oleh beberapa faktor seperti sikap (attitudes), motivasi (motivation),
persepsi (perception), pembelajaran (learning), kepribadian (personality),
yang juga dipengaruhi oleh lingkungan dan dasar biologis dari wajib pajak.
Menurut Suryadi (2006) dari hasil penelitiannya menyatakan
bahwa kesadaran Wajib Pajak yang diukur dengan persepsi Wajib Pajak,
pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak, penyuluhan perpajakan
dan pelayanan perpajakan yang diukur dengan kualitas SDM, ketentuan
perpajakan, sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan
pajak bahwa kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan perpajakan tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak,
sedangkan kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
penerimaan pajak, hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak
memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak.
Berdasarkan hasil kuesioner penelitian terdahulu oleh Mu’minatus
Sholichah dan Istiqomah (2005) jumlah responden 280 orang di 6
kecamatan yang terbagi dalam 56 kelurahan di Gresik, tentang perilaku
wajib pajak terhadap tingkat keberhasilan penerimaan PBB menyatakan
bahwa dari hasil jawaban responden diketahui rata-rata dari variabel
kesadaran perpajakan sebesar 3,57%, variabel pemahaman wajib pajak
sebesar 3,42%, variabel kemampuan wajib pajak sebesar 3,22%, dan
realisasi pembayaran PBB sebesar 39,62%.
Penelitian ini dilakukan kembali (replikasi) karena permasalahan
yang akan diteliti belum terjawab/belum terpecahkan oleh peneliti-peneliti
terdahulu (masih terjadi konflik), maka peneliti akan menguji kembali
apakah terdapat pengaruh pemahaman wajib pajak, kesadaran perpajakan
wajib pajak dan sistem pemungutan yang melekat pada wajib pajak
terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi, sehingga hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai solusi alternatif dalam pengambilan keputusan untuk
memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman wajib
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka
peneliti mengambil judul “Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak dan Sistem Pemungutan Yang Melekat Pada Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi (Studi Pada KPP Pratama Gresik Utara)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
Apakah pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib
Pajak, dan sistem pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak berpengaruh
secara parsial terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi ?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan dan menguji secara empiris pengaruh
pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak, dan sistem
pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak berpengaruh secara parsial
terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian antara lain dapat memberikan masukan bagi
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan teori –
teori perpajakan yang diperoleh selama kuliah, sehingga dapat
diterapkan dalam praktek kehidupan di masyarakat.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau
masukan tentang indikator–indikator yang mempengaruhi penerimaan
PPh Orang Pribadi. Khususnya adalah bagaimana pemahaman Wajib
Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak, dan sistem pemungutan.
3. Bagi Pihak – pihak lain
Sebagai bahan pertimbangan atau wawasan terutama di bidang
perpajakan untuk yang berminat pada pembahasan penelitian ini.
4. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang
berharga bagi pihak Universitas dan juga sebagai bahan referensi bagi
penelitian lain dengan materi yang berhubungan dengan permasalahan
2.1. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil penelitian terdahulu yang memiliki hubungan
dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut:
1. Mu’minatus Sholichah dan Istiqomah (2005)
a. Judul
Perilaku Wajib Pajak terhadap Tingkat Keberhasilan
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Gresik.
b. Perumusan Masalah
Apakah tingkat kesadaran Wajib Pajak, tingkat pemahaman
Wajib Pajak dan kemampuan Wajib Pajak secara simultan
maupun parsial berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan di Kabupaten Gresik ?
c. Kesimpulan
Hipotesis penelitian yang menyatakan diduga tingkat kesadaran
Wajib Pajak, tingkat pemahaman Wajib Pajak dan kemampuan
Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan
2. Suryadi (2006)
a. Judul
Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan
Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan
Pajak: Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur.
b. Perumusan Masalah
Apakah Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan
Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan
Pajak: Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur ?
c. Kesimpulan
1) Diduga bahwa kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan Wajib
Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
penerimaan pajak.
2) Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh besar terhadap
kinerja penerimaan pajak.
3. Vitriana Budi Kurniawati (2006)
a. Judul
Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib
Pajak, dan Sistem Pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak
terhadap Keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. (Studi kasus di
b. Perumusan Masalah
1) Apakah pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan
Wajib Pajak dan sistem pemungutan secara simultan
maupun parsial berpengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Ngagel
Rejo Kecamatan Wonokromo ?
2) Apakah diantara pemahaman Wajib Pajak, kesadaran
perpajakan Wajib Pajak dan sistem pemungutan tersebut
salah satu berpengaruh dominan terhadap keberhasilan
Pajak Bumi dan Bangunan ?
c. Kesimpulan
Pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak dan
sistem pemungutan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, namun variabel sistem
pemungutan (X3) mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibandingkan
dengan variabel pemahaman Wajib Pajak (X1) dan kesadaran
perpajakan (X2).
4. Retti Nor Alfi Syahra (2008)
a. Judul
Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak,
Pajak Bumi dan Bangunan. (Studi Kasus di Kabupaten
Sumenep)
b. Perumusan Masalah
1) Apakah pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib
Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak secara simultan maupun
parsial berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sumenep ?
2) Apakah diantara pemahaman Wajib Pajak, kesadaran
perpajakan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak tersebut
salah satu berpengaruh dominan terhadap keberhasilan Pajak
Bumi dan Bangunan ?
c. Kesimpulan
1) Hipotesis penelitian yang menyatakan diduga tingkat
pemahaman Wajib Pajak, tingkat kesadaran perpajakan Wajib
Pajak, serta tingkat kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh
terhadap keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan dapat terbukti
kebenarannya.
2) Variabel tingkat pemahaman Wajib Pajak, tingkat kesadaran
perpajakan Wajib Pajak yang dapat terbukti berpengaruhnya
secara nyata, sedangkan untuk kepatuhan Wajib Pajak tidak
berpengaruh nyata terhadap keberhasilan Pajak Bumi dan
5. Imania Hestri Medhani (2009)
a. Judul
Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan
Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan. (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan Kutisari
Kecamatan Tenggilis Mejoyo Surabaya)
b. Perumusan Masalah
Apakah Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak, serta Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kelurahan Kutisari Kecamatan Tenggilis Mejoyo
Surabaya ?
c. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan
hasil penelitian pada bab terdahulu dapat diambil kesimpulan
dari penelitian bahwa tingkat pemahaman Wajib Pajak, tingkat
kesadaran perpajakan Wajib Pajak serta tingkat kepatuhan Wajib
Pajak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kelurahan Kutisari Kecamatan Tenggilis
Disini ditekankan bahwa hasil penelitian terdahulu digunakan
sebagai pendamping baik landasan teori maupun uji hipotesisnya.
Penelitian terdahulu digunakan sebagai argumentasi yang kuat dan logis
bahwa penelitian dengan permasalahan yang dimaksudkan dipandang perlu
untuk dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan saat ini berbeda dengan penelitian
terdahulu. Adapun perbedaannya antara lain : Objek, tempat dan lokasi
2.2. Perbedaan dan Persamaan Penelitian Yang Dilakukan Sekarang
Dengan Penelitian Terdahulu
No.
NAMA
PENELITI
JUDUL VARIABEL HASIL ANALISIS
1. Mu’minatus Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Greik kesadaran Wajib Pajak, tingkat pemahaman Wajib Pajak dan kemampuan Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat terbukti kebenarannya.
2. Suryadi (2006) Model Hubungan
Kausal Kesadaran, yang Melekat Pada WP Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB (Studi Kasus di Kelurahan Ngagel
Rejo Kecamatan Perpajakan WP, dan Sistem Pemungutan mempunyai pengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB, namun variabel sistem pemungutan (X3) mempunyai
pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan penerimaan PBB dibandingkan variabel pemahaman WP (X1)
dan kesadaran perpajakan (X2)
4. Dian Pranesti
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Pajak
2.3.1.1. Definisi Pajak
Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas,
2002: 5), Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat ditujukan dalam hal yang individual,
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani (R. Santoso Brotodiharjo, 1981:
2), Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro (Mardiasmo,
2009: 1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang–undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan kepada pemerintah
kesejahteraan umum sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah
ditetapkan pemerintah.
2.3.1.2. Fungsi Pajak
Pada dasarnya fungsi pajak antara lain (Tony Marsyahrul,
2005: 2):
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi ini sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
b. Fungsi Mengatur ( Regulerend)
Fungsi Regulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai
alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan,
misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan,
seperti :
1. Mengadakan perubahan-perubahan tarif.
2. Memberikan pengecualian-pengecualian,
keringanan-keringanan, atau sebaliknya yang ditujukan kepada masalah
tertentu.
2.3.1.3. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Teori pemungutan pajak ini muncul untuk mencari dasar
pemungutan pajak yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik
dipandang dari segi yuridis maupun sisi ilmiah. Beberapa teori
tersebut menurut Waluyo dan Ilyas (2002: 14), yaitu:
1. Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Pajak
diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh
masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Premi
tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi
orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau
keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan
pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walaupun
kenyataannya hal tersebut dengan premi tidaklah tepat.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus
dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada
kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk
perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran
negara untuk melindunginya dibebankan kepada masyarakat.
3. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan
pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada
akan membayar pajak menurut daya pikul seseorang yang dapat
diukur berdasar besarnya penghasilan dengan memperhitungkan
besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang.
4. Teori Bakti
Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori
ini berdasarkan pada pendapat bahwa negara mempunyai hak
mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat
menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban
untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara. Dengan
demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat
dengan negara.
5. Teori Asas Daya beli
Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan
kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara
sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh
Adam Smith dalam buku “An Inquiri into the Nature and Cause of the
Wealth of Nations” menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya
1. Azas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat
yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan
uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan
kepentingannya dan manfaat yang diterima.
2. Azas Certainly
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh
karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu
pembayaran.
3. Azas Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, sebagai
contoh pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem
pemungutan ini disebut Pay as You Earn.
4. Azas Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminim mungkin,
2.3.1.4. Klasifikasi Pajak
Pajak dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu
(Tony Marsyahrul, 2005: 5):
1. Menurut golongannya :
a. Pajak langsung adalah pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain
serta dipungut secara berkala (periodik).
Contoh : PPh, PBB.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut kalau ada
peristiwa, perbuatan tertentu dan pembayar pajak dapat
melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain.
Contoh : PPN dan PPnBM, Bea Materai.
2. Menurut sifatnya :
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya pertama-tama
memperhatikan pribadi wajib pajak (subjek), kemudian
menetapkan objek pajaknya. Keadaan pribadi wajib pajak (gaya
pikulnya) sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang
terutang.
Contoh : PPh.
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya pertama-tama
memperhatikan kepada objeknya, yaitu berupa benda, keadaan
perbuatan, peristiwa yang menyebabkan utang pajak, kemudian
Contoh : PPN dan PPnBM, PBB.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya :
a. Pajak Pusat atau pajak negara adalah pajak yang dikelola oleh
pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pajak) dan hasilnya
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan
pembangunan (APBN).
Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah
(baik pemerintah daerah Tk.I, maupun pemerintah daerah Tk.II)
dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin
dan pembangunan daerah (APBD).
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame, Pajak
Hiburan, dll.
2.3.1.5. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah sebagai berikut (Mardismo,
2009: 7):
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
2.3.2. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)
2.3.2.1. Definisi Pajak Penghasilan Badan
Menurut Mardiasmo (2009: 21) Pajak Penghasilan Badan
adalah Pajak yang dikenakan pada sekumpulan orang/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan
usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer
(CV), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi masa, Organisasi sosial politik,
atau Organisasi lainnya, Lembaga dan Bentuk Badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2.3.2.2. Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak menurut Undang-undang
Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat (1) adalah sebagai
berikut (Siti Resmi, 2009: 81):
a. Orang Pribadi.
b. Badan.
c. Bentuk Usaha Tetap.
Sedangkan yang dikecualikan sebagai Subjek Pajak sesuai UU
a. Badan perwakilan negara asing.
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
1)Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2)Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
2.3.2.3. Objek Pajak
Objek Pajak adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Berdasar Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yng
termasuk Objek Pajak adalah sebagai berikut (Siti Resmi, 2009: 87):
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan jasa atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan kepada Peraturan Pemerintah.
l. Keutungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
2.3.2.4. Penghasilan Bukan Objek Pajak
Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak sesuai dengan
Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3)
adalah sebagai berikut (Siti Resmi, 2009: 92):
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Subjek Pajak
badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan
Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dan
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
2)Bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Daerah, dan penyertaan modal pada badan
usaha yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai
usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g. dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dan badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1)Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya.
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2.3.2.5. Tarif Pajak
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak
penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15%
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 35%
2. Wajib Pajak Badan
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar
28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan
menjadi 25%.
2.3.3. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan
Peraturan Perpajakan (X1) terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi
(Y)
Pemahaman Wajib Pajak adalah persepsi Wajib Pajak terhadap
kesederhanaan dan daya jangkau hukum pajak akan mempengaruhi
perilaku Wajib Pajak dan keberhasilan perpajakan (Tubagus Chairul
Zandjani, 1992 dalam Bambang Suhardito hal : 5).
Pajak didasarkan pada Undang-Undang yang berarti bahwa
pemungutan pajak tersebut sudah disepakati atau disetujui bersama antara
pemerintah dengan rakyat, maka sudah sewajarnya kalau masyarakat
sadar akan kewajibannya di bidang perpajakan.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar
pajak dalam peran sertanya menangung pembiayaan negara, dituntut
kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya.
Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara sebagian besar masyarakat
Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat tentang pajak
mengakibatkan sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang
akhirnya berpengaruh terhadap perilaku atau praktek masyarakat dalam
hal kedisplinan membayar pajak. Pemahaman masyarakat tentang pajak
bisa diperoleh melalui pendidikan formal maupun penyuluhan dari aparat
perpajakan yang terkait. Pendidikan formal dalam jangka panjang sangat
diperlukan, karena beberapa jenis pajak memerlukan pemahaman tertentu
agar formulir dapat diisi dengan baik. Paragdima pendidikan pajak yang
baru dikenal dengan pendidikan pajak dua arah, dimana pendidikan pajak
harus diberikan kepada wajib pajak (eksternal) dan petugas pajak
(internal) secara bersama-sama.
Pemerintah telah melakukan sosialisasi perpajakan baik melalui
spanduk-spanduk, seminar, penyuluhan, media massa dan elektronik.
Tujuannya adalah agar Wajib Pajak lebih mudah mengerti mengenai
perpajakan, lebih cepat mendapat informasi perpajakan (Gardina dan
Haryanto, 2006: 19).
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan juga dimaksudkan untuk lebih
memberdayakan Wajib Pajak supaya lebih memahami Undang-Undang
dan Peraturan Perpajakan yang berlaku dan mudah dimengerti oleh Wajib
Pajak akan mempengaruhi Penerimaan Pajak (PPh Orang Pribadi).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mu’minatus Sholichah
sedangkan dari hasil penelitian Tatiana Vanessa R dan Priyo Hari A
(2009) menunjukkan bahwa Sunset Policy berpengaruh positif terhadap
pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan Wajib Pajak.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
pemahaman Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap keberhasilan
penerimaan PBB dan Sunset Policy.
2.3.4. Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2) Terhadap
Penerimaan PPh Orang Pribadi (Y)
Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya kesadaran
perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai
negara dan sikap sadar tehadap fungsi negara. Sikap yang demikian
merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang
berinteraksi dalam memahami dan merasakan dan berperilaku terhadap
makna dan fungsi negara atau siapapun yang merasa menjadi warga
negara, yaitu kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan
cara membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 2003: 218).
Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak agar
mereka rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi
perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu
Menurut Azwar (2007: 24-27), komponen kognitif berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap. Komponen afektif menyangkut emosional subyektif
seseorang terhadap suatu objek sikap, sedangkan komponen konatif
menunjukkan perilaku, kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, terutama
tergantung pada tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat.
Semakin tinggi pengetahuan masyarakat, akan semakin mudah bagi
pemerintah untuk menyadarkan mereka bahwa didunia ini tidak ada
satupun yang dapat diperoleh tanpa membayar atau tanpa mengorbankan
sesuatu. Oleh karena itu, pemerintah harus menyadarkan masyarakat
mengenai hubungan antara manfaat dan biaya dari setiap aktivitas.
Guna menumbuhkan toleransi masyarakat dalam menggugah
kesadaran tentang arti penting pajak bagi pemerintah untuk pembiayaan
pembangunan, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan pada
masyarakat. Upaya ini dapat ditempuh antara lain dengan memberikan
bimbingan dan penyuluhan secara intensif sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kesadaran untuk
membayar pajak baru akan timbul apabila masyarakat dapat merasakan
hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan manfaat yang
Menurut Suryadi (2006) dari hasil penelitiannya menunujukkan
bahwa kesadaran Wajib Pajak yang diukur dengan: persepsi Wajib Pajak,
pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak dan penyuluhan
perpajakan tidak berpengaruh terhadap kinerja penerimaan pajak,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mu’minatus Sholichah dan
Istiqomah (2005) menunjukkan bahwa kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran Wajib Pajak adalah rasa yang timbul dari diri Wajib Pajak atas
kewajibannya untuk membayar pajak.
2.3.5. Pengaruh Sistem Pemungutan (X3) Terhadap Penerimaan PPh Orang
Pribadi (Y)
Dalam abad 18 “Adam Smith” dalam bukunya “An Inquiry Into
The Nature and Causes of The Wealth of Nation” terkenal dengan nama
“Wealth of Nation” melancarkan ajarannya sebagai azas pemungutan
pajak yaitu azas Certainty, azas ini ditekankan pentingnya kepastian
tentang pemungutan pajak, yaitu kepastian mengenai hukum yang
mengaturnya, subyek pajak, objek pajak, dan tata cara pemungutannya.
Kepastian ini menjamin setiap wajib pajak untuk tidak ragu-ragu
membayar pajak karena segala sesuatunya sudah jelas (Brotodiharjo,
Sejak disadari, bahwa tata cara pemungutan pajak yang lama itu
dinilai sangat seret, timbullah gagasan untuk merubah cara pemungutan
lama itu dengan cara “Self Assesment”, dalam tata cara Self Assesment
kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri,
dimana wajib pajak diberi kesempatan untuk menghitung sendiri
pendapatan dan menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar
lalu menyetorkan sendiri ke Kantor Kas Negara. Tata cara ini hanya dapat
berhasil dengan baik, bilamana masyarakat membayar pajak sendiri
mengetahui pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi (tax
consiciounsness).
Cara pemungutan pajak menurut Prof. Andriani (Brotodiharjo,
1981: 58), dapat dibagi menjadi 3 golongan:
1. Wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Cara pembayaran dapat
dilakukan dengan materai dan pembayaran ke kantor kas negara.
Fiskus membatasi diri pada pengawasan, kadang-kadang insidetil atau
secara teratur.
2. Ada kerjasama antara wajib pajak dan fiskus (tetapi kata terakhir
teletak pada fiskus) dalam bentuk pemberitahuan sederhana dari
wajib pajak dan pemberitahuan yang lengkap dari wajib pajak.
3. Fiskus menentukan sendiri (diluar wajib pajak) jumlah pajak yang
Sistem pemungutan pajak suatu Negara yang baik adalah yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip adil, kepastian hukum, ekonomis, dan
convenience (Luluk Uswatun Khasanah, 2008).
Keadilan ditujukan bagi Wajib Pajak, disertai dengan kepastian
hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemungutan pajak baik bagi
Wajib Pajak maupun bagi fiskus dengan tidak mengenyampingkan
masalah biaya yang dikeluarkan oleh fiskus dalam rangka pengumpulan
pajak. Convenience ditujukan untuk pembebanan pajak pada saat yang
tepat kepada Wajib Pajak (Devano dan Rahayu, 2006: 116).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tatiana Vanessa R dan Priyo
Hari A (2009) menunjukkan bahwa Sunset Policy berpengaruh positif
terhadap persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan Wajib
Pajak, sedangkan menurut Suryadi (2006) menunjukkan bahwa pelayanan
perpajakan yang diukur dengan: kualitas SDM, ketentuan perpajakan dan
sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
penerimaan pajak.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem
pemungutan pajak apabila ketentuan perpajakannya dibuat secara
sederhana dan mudah dipahami oleh Wajib Pajak, maka pelayanan
perpajakan atas hak dan kewajiban Wajib Pajak dapat dilaksanakan secara
2.3.6. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak (X1), Kesadaran Perpajakan
Wajib Pajak (X2), dan Sistem pemungutan (X3) Terhadap
Penerimaan PPh Orang Pribadi (Y)
Penerimaan PPh Orang Pribadi adalah peningkatan sikap proaktif
Wajib Pajak terhadap pajak (PPh Orang Pribadi). Sikap proaktif wajib
pajak merupakan salah satu elemen konatif dari sikap Wajib Pajak yang
berpengaruh terhadap keberhasilan perpajakan. Komponen konatif
(tindakan) dari sikap (Azwar, 2000: 24), merupakan aspek kecenderungan
bertindak dan bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dengan demikian, penerimaan
dalam hal ini diasumsikan sebagai kecenderungan untuk bersikap positif
oleh Wajib Pajak atau reaksi positif Wajib Pajak terhadap pajak (PPh
Orang Pribadi) dengan cara-cara tertentu yang dimiliki Wajib Pajak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya
menunjukkan secara empiris terbukti bahwa faktor yang melekat pada
wajib pajak yang berupa kesadaran, pemahaman dan kemampuan wajib
pajak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (Mu’minatus Sholichah dan Istiqomah, 2005), sedangkan
menurut Suryadi (2006) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa
kesadaran Wajib Pajak yang diukur dengan persepsi Wajib Pajak,
pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak, penyuluhan
ketentuan perpajakan, sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.
2.3.7. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
diambil premis-premis dan akan dijadikan dasar dalam
mengemukakan hipotesis. Adapun premis-premis tersebut adalah
sebagai berikut:
Premis 1 : Pemahaman Wajib Pajak adalah persepsi Wajib Pajak
terhadap kesederhanaan dan daya jangkau hukum pajak
akan mempengaruhi perilaku Wajib Pajak dan keberhasilan
perpajakan (Tubagus Chairul Zandjani, 1992 dalam
Bambang Suhardito hal : 5).
Premis 2 : Kesadaran Perpajakan adalah kerelaan memenuhi
kewajibannya, termasuk rela memberikan kontribusi dana
untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan cara
membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 1992: 218).
Premis 3 : Sistem Pemungutan adalah bagaimana langkah-langkah
pemungutan pajak berdasarkan pada prinsip-prinsip adil,
kepastian hukum, ekonomis, dan convenience (Luluk
Premis 4 : Pemahaman Wajib Pajak atas PPh dan Sistem Pemungutan
berpengaruh dengan Penerimaan PPh (Dian Pranesti,
2010).
Premis 5 : Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan
Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap Keberhasilan
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Vitriana Budi
Kurniawati, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan teori-teori yang
saling berkaitan maka kerangka pemikiran teoritis dapat dibangun
dalam gambar di bawah ini:
Uji Regresi Linier Berganda Pemahaman WP
(X1)
Kesadaran Perpajakan WP
(X2)
Sistem Pemungutan
(X3)
Penerimaan PPh Orang
2.3.8. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir diatas maka
hipotesis dari penelitian ini adalah:
Pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak,
dan sistem pemungutan yang melekat pada Wajib Pajak berpengaruh
secara parsial terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Menurut Nazir (2005: 126), definisi operasional adalah suatu
definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara
memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan
operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel
tersebut. Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan pada BAB I dan
hipotesis pada BAB II, maka variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua
jenis, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Definisi operasional ini, hal-hal yang perlu didefinisikan dan
diamati adalah penerimaan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama Gresik
Utara. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel adalah : pemahaman
WP atas PPh Orang Pribadi (X1), kesadaran perpajakan WP (X2), dan
sistem pemungutan (X3), sedangkan yang menjadi variabel terikatnya (Y)
adalah penerimaan PPh Orang Pribadi.
3.1.1.1. Variabel Bebas (X)
1. Pemahaman WP atas PPh Orang Pribadi (X1)
perilaku Wajib Pajak dan keberhasilan perpajakan (Tubagus Chairul
Zandjani, 1992 dalam Bambang Suhardito hal : 5).
2. Kesadaran Perpajakan WP (X2)
Kesadaran Perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajibannya,
termasuk rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi
pemerintah dengan cara membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko,
1992: 218).
3. Sistem Pemungutan (X3)
Sistem Pemungutan adalah bagaimana langkah-langkah pemungutan
pajak berdasarkan pada prinsip-prinsip adil, kepastian hukum, ekonomis,
dan convenience (Luluk Uswatun Khasanah, 2008).
3.1.1.2. Variabel Terikat (Y)
Penerimaan PPh Orang Pribadi (Y)
Adalah peningkatan sikap proaktif WP terhadap pajak (PPh Orang
Pribadi). Sikap proaktif wajib pajak merupakan salah satu elemen konatif
dari sikap WP yang berpengaruh terhadap keberhasilan perpajakan.
Komponen konatif (tindakan) dari sikap (Azwar, 2000: 24), merupakan
aspek kecenderungan bertindak dan bereaksi terhadap sesuatu dengan
cara-cara tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dengan
demikian, keberhasilan penerimaan dalam hal ini diasumsikan sebagai
terhadap pajak (PPh Orang Pribadi) dengan cara-cara tertentu yang
dimiliki WP.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Pemahaman Wajib Pajak atas PPh Orang Pribadi (X1)
Pengukurannya menggunakan Semantic Defferensial skala Interval
(Sugiono, 2006: 112). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pengembangan dan modifikasi dari instrumen yang
digunakan dalam penelitian yang diadaptasi oleh Vitriana Budi
Kurniawati (2006). Variabel ini diukur dengan 4 (empat) pertanyaan.
Responden diminta untuk memilih skala 1 (satu) sampai 5 (lima).
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Skala 1 (satu) menunjukkan tingkat pengetahuan wajib pajak yang
rendah mengenai pemahaman tentang UU perpajakan dan peraturan
pajak yang berlaku. Skala 3 (tiga) merupakan nilai tengah yang berarti
wajib pajak mempunyai pemahaman yang cukup. Skala 5 (lima)
menunjukkan tingkat pemahaman wajib pajak yang tinggi.
Indikator untuk variabel ini adalah :
a. PPh Orang Pribadi merupakan sarana atau sumber pendapatan
b. PPh Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan atas pengahasilan,
oleh sebab itu yang dipentingkan adalah obyeknya.
c. Subyek PPh Orang Pribadi adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai penghasilan.
d. PPh Orang Pribadi merupakan sumber pendapatan untuk
pembiayaan pembangunan negara.
2. Kesadaran Perpajakan WP (X2)
Pengukurannya menggunakan Semantic Defferensial skala Interval
(Sugiono, 2006: 112). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pengembangan dan modifikasi dari instrumen yang
digunakan dalam penelitian yang diadaptasi oleh Vitriana Budi
Kurniawati (2006). Variabel ini diukur dengan 4 (empat) pertanyaan.
Responden diminta untuk memilih skala 1 (satu) sampai 5 (lima).
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Skala 1 (satu) menunjukkan tingkat kerelaan wajib pajak yang
rendah diindikasikan dengan keengganan wajib pajak tentang
peraturan PPh Orang Pribadi. Skala 3 (tiga) merupakan nilai tengah
yang berarti wajib pajak mempunyai kesadaran yang cukup. Skala 5
(lima) menunjukkan kesadaran wajib pajak yang tinggi.
Indikator untuk variabel ini adalah :
a. PPh Orang Pribadi dipergunakan sebagai sumber pendapatan
b. PPh Orang Pribadi dipergunakan sebagai sumber pendapatan
daerah.
c. PPh Orang Pribadi dibayar tepat waktu untuk pembiayaan
pembangunan.
d. PPh Orang Pribadi harus dibayar sesuai ketetapan karena
kewajiban negara.
3. Sistem Pemungutan (X3)
Pengukurannya menggunakan Semantic Defferensial skala Interval
(Sugiono, 2006: 112). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pengembangan dan modifikasi dari instrumen yang
digunakan dalam penelitian yang diadaptasi oleh Vitriana Budi
Kurniawati (2006). Variabel ini diukur dengan 4 (empat) pertanyaan.
Responden diminta untuk memilih skala 1 (satu) sampai 5 (lima).
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Skala 1 (satu) menunjukkan tingkat kesulitan wajib pajak dalam
membayar PPh Orang Pribadi. Skala 3 (tiga) merupakan nilai tengah
yang berarti wajib pajak mempunyai tingkat kemudahan dan kesulitan
wajib pajak dalam membayar PPh Orang Pribadi. Skala 5 (lima)
menunjukkan tingkat kemudahan wajib pajak dalam membayar PPh
Orang Pribadi.